Anda di halaman 1dari 6

Penegakan Hukum bagi pelaku Pelecehan

seksual di lingkup perguruan Tinggi

Disusun oleh : - Nadila Suryani Malo (1321053)


- Umbu Rhein Praing

Universitas Kristen Wira Wacana Sumba


Tahun ajaran 2021/2022
Kalimat Topik : Penegakan Hukum bagi pelaku Pelecehan seksual di
lingkup perguruan Tinggi yang ada di Indonesia masih
belum terasi dengan baik.

Kalimat penjelas 1 : berbagai kasus pelecehan seksual di perguruan tinggi


seolah menjadi bukti bahwa tidak cukup ketentuan
hukum pidana saja yang dikenakan, Tapi juga perlu
dilapisi dengan peraturan yang lebih detail di level
kampus.

Kalimat penjelas 2 : Penting untuk diingat, kekerasan seksual bukan


”barang baru” sebagai kejahatan kesusilaan.
Percabulan, perzinaan, pemerkosaan, dan pornografi
sudah dikenal sebagai salah satu bentuk kekerasan
seksual yang sudah sering terjadi dalam masyarakat.

Kalimat penjelas 3 : kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan


seksual sangat berkaitan erat dengan relasi kuasa
pelaku terhadap korban.

Kalimat penjelas 4 : Pelaku dengan leluasa melampiaskan nafsu


seksualnya dengan memanfaatkan kedudukan dan
kewenangan. Sedangkan korban tanpa daya dan kuasa
mengikuti keinginan pelaku

Kalimat penjelas 5 : Sangat terlihat jelas bahwa, penanganan kekerasan


seksual haruslah khusus. Peraturan menteri boleh
dikata lebih progresif dari sisi pencegahan dan
penanggulangan.

Kalimat penjelas 6 : kekerasan seksual tidak terbatas pelaku-korban,


kondisi sosial budaya juga bisa jadi pemicu.
Ketiadaan peraturan menjadi suatu kondisi anomie
bagi masyarakat yang menjunjung tinggi keberadaban
sehingga, kondisi anomie muncul ketika tidak
berpadunya budaya dengan struktur sehingga
kekerasan seksual terjadi. Secara logis, pencegahan
dan penanganan kekerasan seksual butuh kebijakan
legislasi.

Kalimat penjelas 7 : sebelum beredarnya kasus ini,sudah pernah terjadi


kasus yang sama yaitu pelecehan seksual di lingkup
perguruan tinggi yang dimana pada saat itu korban
dari pelecehan seksual tersebut masih belum berani
untuk melapor karena takut menjadi tersangka atas
pencemaran nama baik dan tidak ada bukti yang
akurat dan tidak adanya payung hukum yang
melindungi si korban,sehingga Pelecehan seksual
menjadi budaya yang terus-menerus menjadi hal yang
biasa dalam kalangan mahasiswa.

Kalimat penjelas 8 : Dugaan kasus di Universitas Riau menambah panjang


daftar kasus serupa di dunia pendidikan, penyelesaian
kasusnya pun menjadi polomik dan berujung saling
lapor antara korban dan terduka pelaku.korban
mengunggah video berisi tentang pengakuan korban
saat mengalami pelecehan seksual yang di lakukan
oleh dosennya sendiri. Untuk mengetahui lebih lanjut
kasus tersebut bisa langsung mengakses ke media
sosial.

Kalimat penjelas 9 : Menanggapi kasus ini, Dirjen Pendidikan Tinggi,


Riset, dan Teknologi di Kemendikbudristek, Nizam,
mengatakan kementerian "tidak memberikan toleransi
atas pelecehan dan kekerasan seksual di perguruan
tinggi".
Kementerian juga, menyesalkan kejadian tersebut dan
telah menghubungi Rektor Unri agar segera
menangani kasus ini.

Kalimat penjelas 10 : Rektor Unri, klaim Nizam, akan mengusut dengan


mengacu pada Permendikbudristek No 30/2021 yg
baru keluar.Terbitnya peraturan menteri ini ini
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran warga kampus melalui edukasi tentang
kekerasan seksual sebagai upaya pencegahan,
mewujudkan dan menguatkan sistem penanganan
kekerasan seksual yang berpihak pada korban, dan
membentuk lingkungan perguruan tinggi yang aman
bagi seluruh sivitas akademika dan tenaga
kependidikan untuk belajar dan mengaktualisasikan
diri dan Nizam menjelaskan bahwa
Permendikbudristek PPKS dirancang untuk membantu
pimpinan perguruan tinggi dan segenap warga
kampusnya dalam meningkatkan keamanan
lingkungan mereka dari kekerasan seksual;
menguatkan korban kekerasan seksual yang masuk
dalam ruang lingkup dan sasaran Permen PPKS ini;
dan mempertajam literasi masyarakat umum akan
batas-batas etis berperilaku di lingkungan perguruan
tinggi Indonesia, serta konsekuensi hukumnya.

Penegakan hukum bagi pelaku pelecehan seksual di lingkup perguruan


tinggi
Penegakan hukum bagi pelaku pelecehan seksual di lingkup perguruan tinggi yang ada di
Indonesia masih belum terasi dengan baik. berbagai kasus pelecehan seksual di perguruan
tinggi seolah menjadi bukti bahwa tidak cukup ketentuan hukum pidana saja yang dikenakan,
Tapi juga perlu dilapisi dengan peraturan yang lebih detail di level kampus dan Penting untuk
diingat, kekerasan seksual bukan ”barang baru” sebagai kejahatan kesusilaan. Percabulan,
perzinaan, pemerkosaan, dan pornografi sudah dikenal sebagai salah satu bentuk kekerasan
seksual yang sudah sering terjadi dalam masyarakat. Terlihat, kekerasan terhadap perempuan
termasuk kekerasan seksual sangat berkaitan erat dengan relasi kuasa pelaku terhadap korban.
Pelaku dengan leluasa melampiaskan nafsu seksualnya dengan memanfaatkan kedudukan dan
kewenangan. Sedangkan korban tanpa daya dan kuasa mengikuti keinginan pelaku. Sangat
terlihat jelas bahwa, penanganan kekerasan seksual haruslah khusus. Peraturan menteri boleh
dikata lebih progresif dari sisi pencegahan dan penanggulangan.
Perlu diingat bahwa, kekerasan seksual tidak terbatas pelaku-korban tetapi,kondisi sosial
budaya juga bisa jadi pemicu. Ketiadaan peraturan menjadi suatu kondisi anomie bagi
masyarakat yang menjunjung tinggi keberadaban sehingga, kondisi anomie muncul ketika
tidak berpadunya budaya dengan struktur sehingga kekerasan seksual terjadi. Secara logis,
pencegahan dan penanganan kekerasan seksual butuh kebijakan legislasi.
Kami mengambil satu contoh kasus yang sedang beredar di media sosial saat ini yaitu
"Dugaan pelecehan seksual di universitas Riau"

Dari kasus ini kami dapat menyimpulkan bahwa penegakkan hukum bagi pelaku
pelecehan seksual di lingkup perguruan tinggi masih belum terasi dengan baik, sesuai dengan
yang kita ketahui bersama bahwa kasus kekerasaan seksual ini bukan hal yang baru lagi,
malahan sering terjadi dalam masyarakat.sebelum beredarnya kasus ini,sudah pernah terjadi
kasus yang sama yaitu pelecehan seksual di lingkup perguruan tinggi yang dimana pada saat
itu korban dari pelecehan seksual tersebut masih belum berani untuk melapor karena takut
menjadi tersangka atas pencemaran nama baik dan tidak ada bukti yang akurat dan tidak
adanya payung hukum yang melindungi si korban,sehingga Pelecehan seksual menjadi
budaya yang terus-menerus menjadi hal yang biasa dalam kalangan mahasiswa.
Hingga sampai sekarang kasus yang sama terulang lagi yaitu "Pelecehan seksual di
universitas Riau"

Dugaan kasus di Universitas Riau menambah panjang daftar kasus serupa di dunia
pendidikan, penyelesaian kasusnya pun menjadi polomik dan berujung saling lapor antara
korban dan terduka pelaku.korban mengunggah video berisi tentang pengakuan korban saat
mengalami pelecehan seksual yang di lakukan oleh dosennya sendiri. Untuk mengetahui
lebih lanjut kasus tersebut bisa langsung mengakses ke media sosial.
Seperti apa aturan penanganan kekerasan seksual di kampus?
Menanggapi kasus ini, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi di
Kemendikbudristek, Nizam, mengatakan kementerian "tidak memberikan toleransi atas
pelecehan dan kekerasan seksual di perguruan tinggi".
Kementerian juga, menyesalkan kejadian tersebut dan telah menghubungi Rektor Unri agar
segera menangani kasus ini.
Rektor Unri, klaim Nizam, akan mengusut dengan mengacu pada Permendikbudristek No
30/2021 yg baru keluar.Terbitnya peraturan menteri ini ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran warga kampus melalui edukasi tentang kekerasan seksual sebagai
upaya pencegahan, mewujudkan dan menguatkan sistem penanganan kekerasan seksual yang
berpihak pada korban, dan membentuk lingkungan perguruan tinggi yang aman bagi seluruh
sivitas akademika dan tenaga kependidikan untuk belajar dan mengaktualisasikan diri dan
Nizam menjelaskan bahwa Permendikbudristek PPKS dirancang untuk membantu pimpinan
perguruan tinggi dan segenap warga kampusnya dalam meningkatkan keamanan lingkungan
mereka dari kekerasan seksual; menguatkan korban kekerasan seksual yang masuk dalam
ruang lingkup dan sasaran Permen PPKS ini; dan mempertajam literasi masyarakat umum
akan batas-batas etis berperilaku di lingkungan perguruan tinggi Indonesia, serta konsekuensi
hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai