Anda di halaman 1dari 2

KEADILAN BAGI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL

Pelecehan dan kekerasan seksual adalah permasalahan yang tak henti-hentinya memakan
korban. Jika berbicara tentang siapa saja yang bisa menjadi korban kekerasan seksual, maka
jawabannya adalah semua orang. Semua orang dapat menjadi korban mulai dari anak-anak,
perempuan, hingga laki-laki sekalipun. Begitu pula sebaliknya, siapa saja bisa menjadi pelaku
kekerasan seksual. Sayangnya stigma yang tumbuh sejak dulu adalah yang bisa menjadi korban
hanyalah perempuan dan pelakunya pastilah laki-laki. Mungkin terdengar asing tapi seperti
itulah kenyataan yang terjadi.

Kasus kekerasan seksual pada tahun 2021 mencapai 426 kasus dan semakin meningkat
pada tahun 2022 menjadi 536 kasus (Fahlevi, 2023). Perempuan dan anak-anak berpeluang
paling besar untuk menjadi korban kekerasan seksual. Namun, ada hal yang lebih ironis dalam
kasus pelecehan seksual yang dialami perempuan. Korban dianggap telah “memancing” pelaku
sehingga kasus itu terjadi. Dengan kata lain korban dituduh sebagai penyebab terjadinya
pelecehan tersebut dan yang paling umum menyalahkan pakaian korban yang terlalu terbuka atau
minim.

Padahal nyatanya, banyak yang menjadi korban pelecehan seksual merupakan wanita
berhijab. Ada pemberitaan mengejutkan mengenai kasus pelecehan seksual santri oleh wali
kelasnya. Kasus-kasus pelecehan yang dialami santri ini semakin marak terjadi di Indonesia.
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual semakin memburuk dan menjalar ke institusi-institusi
pendidikan seperti pesantren, sekolah, hingga perguruan tinggi. Oleh sebab itu, fenomena ini
tidak boleh dianggap sepele dan harus diatasi dengan kebijakan yang tepat.

Mirisnya dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup perguruan tinggi, korban
biasanya diminta untuk bungkam. Tidak jarang korban mengalami viktimisasi dua kali, satu
sebagai korban kekerasan seksual dan kedua dengan tuduhan bahwa kasus terjadi karena
kelalaiannya sendiri. Selain itu, korban biasanya diminta untuk berdamai dan tidak melaporkan
pelaku agar kasus tidak semakin besar dan diliput oleh pers. Alasannya untuk melindungi nama
baik perguruan tinggi yang bersangkutan. Kasus kekerasan seksual di dalam lingkup kampus
seharusnya tidak ditutup-tutupi apalagi dengan mempertimbangkan status sosial, ekonomi, dan
politik dari pelaku atau korban.
Menurut saya hal tersebut sangat kejam dan melukai korban lebih dalam lagi. Untungnya
Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nadiem Makarim sangat memperhatikan fenomena ini
dan menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 untuk mengakselerasi pencegahan
dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Melalui aturan ini beliau
berharap kasus-kasus kekerasan seksual tidak lagi terjadi di lingkungan kampus, melindungi
seluruh mahasiswa dan sivitas kampus.

Tidak hanya itu saja, melihat banyaknya mahasiswa yang menjadi korban kekerasan
seksual baru berani mengungkapkan tragedi yang dialaminya bertahun-tahun setelah peristiwa
tersebut berusaha ditutupi, maka Permendikbudristek diharapkan para korban semakin berani
untuk mengungkapkan kejadian yang sebelumnya tidak berani ia ungkapkan. Seluruh korban
kekerasan seksual layak mendapatkan keadilan. Kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus
umumnya memanfaatkan relasi kuasa dari dosen kepada mahasiswa. Contohnya seperti kasus
pelecehan seksual oleh salah satu mahasiswi ITB yang dialaminya ketika proses bimbingan
skripsi dengan dosen (Hantoro, 2022)

Oleh sebab itu, dengan diterbitkannya Permendikbudristek, pelaku yang terbukti bersalah
akan mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain mengandalkan
aturan ini, kita sebagai mahasiswa juga harus bersikap lebih peka terhadap kondisi di sekitar kita.
Sangat penting untuk selalu melaporkan jika menemukan tanda-tanda mencurigakan yang
menunjukkan telah terjadinya tindak kekerasan seksual oleh teman lain maupun dosen dan staf-
staf di universitas.

Referensi
Fahlevi, F. (2023, Januari 19). Kemendikbudristek: Korban Kekerasan Seksual Berani Melapor
Usai Diterbitkannya Permendikbudristek. Retrieved from TribunNews:
https://www.tribunnews.com/nasional/2023/01/19/kemendikbudristek-korban-kekerasan-
seksual-berani-melapor-usai-diterbitkannya-permendikbudristek
Hantoro, J. (2022, November 3). Kekerasan Seksual di Kampus Rawan Terjadi Saat Bimbingan
Skripsi. Retrieved from tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1652565/kekerasan-
seksual-di-kampus-rawan-terjadi-saat-bimbingan-skripsi

Anda mungkin juga menyukai