Anda di halaman 1dari 5

PELECEHAN DI PESANTREN

(Vertikal, Kesenjangan Sosial)

Deksripsi Pemersalahan
Kasus pelecehan seksual saat ini tengah ramai diperbincangan. ironisnya kasus itu Tengah
terjadi di bawah lembaga pendidikan, hal tersebut terjadi ketika mereka berniat menimba
ilmu di pesantren kasus pelecehan ini terjadi di pondok pesantren Majma'al Bahroin Hubbul
Wathon Minal Jman Shiddiqiyah, Ploso,Jombang, Jawa Timur yang dilakukan oleh putra dari
pengasuh pondok itu yang bernama lengkap Moch Subchi Azal Tsani alias Mas Bechi yang
berumur 42 tahun.
Mas Bechi diduga melakukan tindakan pelecehan seksual atas dugaan pencabulan
pemerkosaan hingga kekerasan seksual pada 3 santriwati dengan beberapa modus. Salah
satunya ada berawal dengan wawancara medis.
 Tahun 2017 :
Mas Bechi telah melancarkan aksi dengan modus liciknya. Berdasarkan informasi yang
didapat pada artikel klikbondowoso.com Mas Bechi mengundang sejumlah santriwati untuk
mengikuti seleksi tenaga kesehatan untuk kliniknya di tengah proses inilah Mas Bechi
melancarkan aksi bejatnya.
 Tahun 2018 :
Terdapat santriwati yang berani melapor ke Polres Jombang dengan melapor atas dugaan
pencabulan pemerkosaan hingga kekerasan seksual pada 3 santriwati.
 Tahun 2019 :
Polres Jombang menerbitkan Surat Perintah penghentian penyidikan karena pelapor
dianggap tidak memiliki bukti yang lengkap. Setelah menolak korban yang dianggap tidak
memiliki bukti lengkap, terdapat laporan lain dari samsulwati lain yang merupakan korban
Mas Behci juga kepada Polres Jombang. dengan laporan ini dianggap memperkuat bukti oleh
Polres Jombang hingga pada Januari 2020 penyidikan kasus pelatihan seksual oleh Mas
Bechi resmi diambil alih Polda Jatim. Pada Sabtu 15 Februari 2020, kepolisian melakukan
upaya penjemputan paksa kepada Mas Bechi namun upaya tersebut mendapat penghadangan
dan perlawanan dari pihak Pondok jadi Kabid humas Polda Jatim memilih mundur agar
kondisi kembali kondusif.
 Tahun 2021 :
Mas Bechi resmi masuk ke dalam DPO Karena Mas Bechi kerap menolak dalam
panggilan polisi. Upaya penangkapan Mas Bechi gagal sebab dihalangi oleh ratusan Santri.
 Tahun 2022 :
Jajaran polisi beserta satbrimob kembali mengepung kediaman Mas Bechi sekaligus
lokasi pondok pesantren untuk menjemput paksa pelaku pelecehan seksual yaitu Mas Bechi.

Faktor Penyebab

 Pertama (1)
Narasi kesetaraan dan keadilan gender belum sepenuhnya semua pesantren menerima.
Mengutip pendapat Muhammad Naziful Haq, salah satu staff International NGO Forum on
Indonesian Development (INFID), dalam laman infid.org (07-07-2022). Bahwa gagasan
tentang keadilan gender masih menjadi perdebatan di beberapa pesantren karena dinilai
mengandung nilai-nilai Barat.
Lalu ada kekhawatiran tidak sesuai dengan ajaran Islam yang dapat mengganggu tatanan
dan nilai-nilai yang ada di pesantren. Hal itu kemudian dapat membuka peluang munculnya
kasus kekerasan seksual di pesantren-pesantren yang belum mengadopsi wawasan keadilan
gender.
 Kedua (2)
Terdapat prinsip 'kepatuhan total' (sami'na wa atha'na) di lingkungan pondok pesantren
yang sering menjadi alat untuk memberdaya korban. Sebenarnya, prinsip ini sangat penting
dalam hal adab seorang santri terhadap Kyai, anak ke orang tua, atau yang muda terhadap
yang tua selama dalam hal kebaikan. Namun, jika ada penyalahgunaan, dapat menjadi celah
untuk melakukan kejahatan termasuk kekerasan dan pelecehan seksual.
 Ketiga (3)
Terdapat penyalahgunaan wewenang. Masih banyak petinggi pesantren yang sering
menyalahgunakan status atau jabatannya yang sakral. la gunakan untuk mendapat
kepercayaan korban, dan orang di sekitarnya agar dapat melakukan kekerasan dan pelecehan
seksual.
 Keempat (4)
Menggunakan dogma dengan embel-embel agama sebagai alat untuk mendominasi. Hal
ini dapat dilihat dari kasus Bechi dengan menawarkan ilmu metafakta yang dapat bebas
menikahi siapapun serta doktrin 'vagina jalan mulia yang tidak boleh dimasuki orang lain
selain dirinya (Bechi). Atau juga kasus di salah satu pesantren di Solo pada tahun 2018.
Bagaimana seorang petinggi pesantren melakukan modus terhadap santrinya untuk
menghafal kitab suci di ruang privat, dengan melakukan ritual yang ia sebu dengan 'ritual
pembersihan vagina.
 Kelima (5)
Regulasi negara kita yang belum mampu menjangkau secara kuat terkait kasus kekerasan
seksual di pondok pesantren. Sebenarnya telah terdapat Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 84 tahun 2008 yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan formal harus
melaksanakan pengarusutamaan gender.
Selain itu, nafsu seks abnormal yang menyebabkan pelaku melakukan tindak kekerasan
seksual kepada korbannya tanpa mengetahui keadaan yang dialaminya. Selain itu, faktor
tersebut dapat pula berhubungan dengan biologis seseorang yang berkaitan dengan kebutuhan
seksual yang harus dipenuhi serta moral yang rendah yang dimiliki oknum pelaku sehingga
mendorong terjadinya perilaku menyimpang tersebut.

Solusi

Proses penanganan kasus yang dilakukan, saya mencoba memaparkan analisis ke dalam
sebuah analogi yang sederhana, yang dapat diibaratkan seperti dua kelompok yang saling
berseteru untuk mendapatkan legitimasi publik terkait suatu hal, dan bagaimana upaya,
dengan berbagai pendekatan yang berbeda tersebut, dimaknai oleh publik secara berbeda.
Bagi kelompok pertama, perjuangan yang mereka lakukan dipandang untuk melindungi
marwah sebuah komunitas. Marwah dipandang sebagai puncak tertinggi kehormatan sebuah
entitas yang harus diperjuangkan. Perjuangan tersebut dipandang sebagai bentuk pemenuhan
kepentingan orang banyak, bukan individu ataupun golongan.
Sedangkan, bagi kelompok yang kedua, perjuangan untuk memenuhi hak korban,
dipandang sebagai sebuah upaya untuk memenuhi kebutuhan personal atau kelompok tertentu
saja. Yang diperjuangkan juga hajat hidupnya perempuan (atau anak perempuan) yang
notabenenya merupakan kelompok yang dipinggirkan.
Selain itu, kekerasan seksual dalam pandangan masyarakat secara umum hanya dianggap
sebagai sebuah bentuk pelanggaran etika, bukan sebagai bentuk pelanggaran hak azasi
manusia yang fundamental, sehingga penyelesaiannya pun dapat dilakukan hanya dengan
damai. Lebih jauh, dalam kekerasan seksual, korban yang mayoritasnya perempuan (dan anak
perempuan) dipandang sebagai objek seksual, sehingga dalam masyarakat berkembang pula
budaya permisif yang menganggap wajar (membiarkan) bila perempuan (atau anak
perempuan) patutlah menjadi korban.
Dalam skenario di atas, tentu secara kasat mata terlihat jelas, pihak mana yang akan
menjadi pemenang. Tentu saja, kelompok pertama yang mempunyai misi memperjuangkan
harkat dan martabat khalayak ramai, bukan kelompok kedua, yang hanya memperjuangkan
hak segelintir orang.
 Jangan Percaya Penuh
Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu sama lain. Akan tetapi, bukan
berarti kamu bisa menaruh rasa percaya sepenuhnya, apalagi terhadap orang yang baru
ditemui. untuk menghindari pelecehan seksual, akan lebih baik bila kamu sedikit menjaga
jarak dengan mereka yang bukan anggota keluarga atau kerabat yang benar-benar dekat.
 Hindari Obrolan Berbau Porno
Obrolan berbau pornografi dapat membuat orang lain berpikir bahwa kamu terbiasa
dengan hal-hal yang berbau seksual. Oleh sebab itu, hindari obrolan yang terlalu menjurus ke
arah pornografi, terutama dengan orang yang baru dikenal.
Dikhawatirkan, lawan bicara sengaja memancing obrolan panjang agar ujung-ujungnya
bisa membuat kamu terbawa suasana sehingga tanpa sadar berbicara hal-hal berbau porno.
Bila ini terjadi, celah untuk melakukan tindak pelecehan seksual menjadi terbuka lebar.
 Kuasai Beberapa Metode Melumpuhkan Lawan
Walaupun sering diidentikan sebagai kelompok lemah, wanita harus bisa memberikan
perlawan kepada pelaku tindak kejahatan seksual. dan tidak perlu menjadi ahli bela diri
tertentu, cukup belajar beberapa teknik atau gerakan yang dapat digunakan ketika
menghadapi tindak kekerasan.
 Berani Bersikap Tegas
Tidak dilarang untuk bersikap ramah kepada siapa pun. Namun, kamu tetap harus
menjaga image diri agar tidak dicap sebagai orang yang selalu berpikiran dan bersikap
terbuka terhadap hal apa pun, apalagi bila berurusan dengan orang yang baru dikenal.
Apabila dipaksa atau mengalami perilaku tidak senonoh di luar dugaan, segera ambil
tindakan. ceritakan kejadian yang kamu alami pada anggota keluarga dan kerabat dekat
terpercaya yang sudah dikenal lama. Di samping itu, laporkan pula tindakan pelecehan
seksual tersebut kepada pihak berwajib agar pelaku segera ditindak.
 Bersikap Percaya Diri
Menurut salah satu komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, wanita yang
terlihat tidak percaya diri dan tampak lemah lebih berisiko mengalami kekerasan seksual
ketimbang mereka yang percaya diri.
Pasalnya, mereka yang tidak percaya diri biasanya lebih takut melawan dan berbicara
ketika menjadi korban kekerasan. Oleh karena itu, jadilah lebih percaya diri.
 Mempersiapkan Alat Pelindung Diri
Di tengah banyaknya laporan terkait kekerasan seksual, maka setiap orang harus lebih
mempersiapkan diri agar terhindar dari masalah tersebut.
Salah satu bentuk persiapannya adalah membawa alat perlindungan diri seperti semprotan
cabe atau alat setrum di dalam tas. Alat-alat tersebut dipersiapkan untuk menghadapi
kemungkinan terburuk ketika menghadapi kekerasan dalam bentuk apa pun, termasuk
kekerasan seksual.
Pelecehan seksual dapat terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Baik pria maupun
wanita, keduanya sama-sama berisiko mengalami perilaku bejat tersebut. Maka itu, bentengi
dirimu dari segala sesuatu yang berbau pelecehan seksual dan segera laporkan kepada pihak
berwajib apabila mengalaminya.

Anda mungkin juga menyukai