Anda di halaman 1dari 5

Nama : Willy Abdillah

NIM : 215010107111113

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2021 TENTANG PENCEGAHAN DAN
PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI

1. Pendahuluan

Kekerasan sangat sering terjadi di kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga,


masyarakat maupun teman sebaya. Kekerasan umumnya sering menimpa orangorang yang
tidak berdaya. Maraknya isu kekerasan yang terjadi terhadap perempuan menjadi suatu
momok yang menakutkan bagi seluruh perempuan khususnya perempuan yang memiliki
kesibukan diluar mengurus pekerjaan rumah meskipun demikian tidak menutup
kemungkinan perempuan yang mengurus pekerjaan rumah juga mengalami hal yang sama.
Kasus kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat setiap tahunnya. Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050
perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah tersebut
meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus. Pemerintah harus
berperan aktif dalam hal ini, karena setiap warga negara berhak mendapatkan pelindungan
dari segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual sesuai dengan Pancasila dan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. a dengan semakin
meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas termasuk perguruan
tinggi secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada kurang optimalnya
penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi dan menurunkan kualitas pendidikan tinggi.

2. Orientasi Penting dan Singkat dari Masing-masing Bab pada UU No 30/2021

1. Penjelasan Pengertian dalam Pasal 1


Dalam pasal 1 dijelaskan berbagai pengertian mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan kekerasan seksusal salah satunya dijelaskan juga tentang
pengertian kekerasan seksual itu sendiri Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan
merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi
reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang
berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang
mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan
pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

2. Tujuan

sebagai pedoman bagi Perguruan Tinggi untuk menyusun kebijakan dan


mengambil tindakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang terkait
dengan pelaksanaan Tridharma di dalam atau di luar kampus untuk menumbuhkan
kehidupan kampus yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta
tanpa kekerasan di antara Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga
Kampus di Perguruan Tinggi.

3. Analisis

Dalam pasal 4 dijelaskan tentang pihak yang dapat terlibat dalam isu kekerasan
seksual yaitu :

1. Mahasiswa;
2. Pendidik;
3. Tenaga Kependidikan;
4. Warga Kampus; dan
5. masyarakat umum yang berinteraksi dengan Mahasiswa, Pendidik, dan
Tenaga Kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma. merekalah yang
menjadi Sasaran Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Dalam pasal 5 juga diberikan contoh perbuatan yang termasuk dalam kekerasan
seksual mulai dari yang ringan sampai yang terberat. perbuatan tersebut adalah

1. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik,


kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
2. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
3. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang
bernuansa seksual pada Korban;
4. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
5. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa
seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
6. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio
dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
7. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa
seksual tanpa persetujuan Korban;
8. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang
bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
9. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan
kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
10. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban
untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh
Korban;
11. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
12. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau
menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan
Korban;
13. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
14. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
15. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
16. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
17. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh
selain alat kelamin;
18. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
19. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
20. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
21. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

4. pencegahan

Dalam UU No 30/2021 dijelaskan juga terkait pencegahan, dimana


lingkungan pendidikan juga harus mendukung untuk tidak adanya kasus kekerasan
seksual. Pencegahan dibagi menjadi beberaba bagian yaitu dari perguruan tinggi,
mahasiswa, Pendidik dan Tenaga Kependidikan adapaun cara yang diatur dalam
undang-undang tersebut yaitu perguruan Tinggi wajib melakukan Pencegahan
Kekerasan Seksual melalui:

1. pembelajaran;
2. penguatan tata kelola; dan
3. penguatan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan.

Pencegahan Kekerasan Seksual oleh Pendidik dan Tenaga Kependidikan


meliputi: a. membatasi pertemuan dengan Mahasiswa secara individu: 1. di luar area
kampus; 2. di luar jam operasional kampus; dan/atau 3. untuk kepentingan lain selain
proses pembelajaran, tanpa persetujuan kepala/ketua program studi atau ketua
jurusan; dan b. berperan aktif dalam Pencegahan Kekerasan Seksual. Pencegahan
Kekerasan Seksual oleh Mahasiswa meliputi membatasi pertemuan dengan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan secara individu: di luar area kampus, di luar jam
operasional kampus; dan/atau untuk kepentingan lain selain proses pembelajaran,
tanpa persetujuan kepala/ketua program studi atau ketua jurusan, dan berperan aktif
dalam Pencegahan Kekerasan Seksual

3. Ke-komprehensif-an UU No. 30/2021


Kekomprehensifan Atau Sifat Menyeluruh Dari UU No. 31 Th. 2021 dapat diperiksa
pada adanya: pengertian umum yang jelas dan lengkap mulai dari pengertian kekerasan
seksual, pihak-pihak yang terlibat, keterlibatan pemerintah dan lain-lain. dalam UU No. 31
Th. 2021 juga menjelaskan pihak yang terlibat yaitu a. Mahasiswa, Pendidik, Tenaga
Kependidikan, Warga Kampus, dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan
Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma. dimana
pihak tersebut sudah mencakup keseluruhan yang berpotensi untuk melakukan kekerasan
seksual selain itu prosedur yang ada dalam undang-undang tersebut sangatlah lengkap
mulai dari pencegahan, penanganan, pemulihan dll. dimana semua proses tersebut sangat
dibutuhkan bagi para korban ataupun pelaku untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan
seksual.

Dalam pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Pemimpin


Perguruan Tinggi membentuk Satuan Tugas di tingkat Perguruan Tinggi. Keanggotaan
Satuan Tugas berasal dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan, terdiri atas unsur:
Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Mahasiswa. Tugas Satuan mempunyai banyak tugas,
mulai dari membantu Pemimpin Perguruan Tinggi menyusun pedoman Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi hingga menyampaikan laporan
kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kepada Pemimpin Perguruan
Tinggi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. pengturan ttg. pencegahan,
koordinasi dan pemantauan pengaturan tentang partisipasi masyarakat dan keluarga pasal
pengaturan tentang pendanaan pengaturan tentang kerja sama internasional pengaturan
tentang ketentuan peralihan dan ketentuan penutup

4. Ke-Terpadu-an UU No. 30/2021

Pihak orang perorangan (korban dengan APH/Polisi/Jaksa/Hakim /Pengacara,


dengan konsultan, dengan psikolog/psikiater, dengan lawyer, dengan dokter dll.)
lembaga/institusi dengan lembaga lain P2TP2A dengan Pusat Pelayanan Terpadu
Kepolisian dengan Kejaksaan, Pengadilan, dll. pendanaan yang mencakup: APBN; APBD;
sumber lain yang sah dan tidak mengikat, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, termasuk digunakan untuk visum dan layanan Kesehatan yang
diperlukan korban. negara: NKRI dengan Negara-negara atau kelembagaan internasional.

5. Ke-responsif-genderan UU No. 30/2021

-RespoDalam fakta lapangan memang kasus kekerasan seksual banyak terjadi kepada
wanita, namun dalam UU 30/2021 melihat kasus kekerasan seksual dari general, dimana
baik laki-laki maupun perempuan juga banyak diuntungkan. Dari sini dapat dilihat bahwa
keresponsif genderan dalam UU 30/2021 ini adil untuk berbagai gender. dalam pasal 24
ayat 2 berbunyi “Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan
keterwakilan keanggotaan perempuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota.”
hal ini menunjukan bahwa peran perempuan sangat dibutuhkan juga dalam kasus
kekerasan seksual. dalan pasal 27 ayat 4 juga berbunyi “Anggota Satuan Tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan keterwakilan keanggotaan
perempuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota.” pasal ini juga menunjukan
pentingnya peran perempuan dalam kasus kekerasan seksual. Dengan demikian
perempuan dan laki-laki mempunyai jaminan perlindungan yang setara dan sama kuatnya
dalam kasus kekerasan seksual.

6. Kesimpulan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penangan


Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi adalah undang-undang yang mengatur
terkait kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, dimana undang-undang ini
membahas secara lengkap dari subjek, prosedur, pencegahan dll. undang-undang ini
diawali dengan pengertian-pengertian serta contoh hal-hal yang berkaitan dengan
kekerasan seksual yang kemudian juga diatur terkait bagaimana langkah-langkah dalam isu
kekerasan seksual ini supaya dalam seluruh proses belajar mengajar dapat berjalan dengan
aman, tertib, dan nyaman. Keluarnya Permendikbud ini menjadi nafas segar bagi seluruh
civitas academica Universitas di Indonesia. Dengan adanya Permendikbud Ristek ini
diharapkan tegaknya regulasi sekaligus implementasi dapat terlaksana pada seluruh
Perguruan Tinggi di Indonesia. Sebagai Perguruan Tinggi yang bertujuan menjadi
universitas yang diunggulkan dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi serta seni yang
berlandaskan nila-nilai agama islam sudah selayaknya universitas Muhammadiyah
Ponorogo menjadikan kebijakan menteri ini sebagai kewajiban yang harus segera
direalisasikan pada lingkungan kampus guna menjamin kemaslahatan seluruh elemen yang
ada di kampus.

Anda mungkin juga menyukai