Anda di halaman 1dari 17

STUDI KASUS PELECEHAN SEKSUAL

MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah
Sosiologi Hukum

Disusun Oleh:
Kelompok 6:
1. Miya yuriyani
2. Nana Azizah Utami
3. Muhammad Yusril

Dosen Pembimbing:
Livia Sikmon Putra, M.H

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS YARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
2022 M/1443 H

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim
Alhamdulillah, Puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
mampu menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini berisikan tentang penjelasan “Studi Kasus Pelecehan Seksual”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini .
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir . Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Amin .

Sungai Penuh, April 2022

2 i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................


DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .....................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan Masalah ...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. kepada orangtua bagaimana menjaga dan mengawasi anak. ..............
B. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap perkembangan anak.
C. Menumbuhkan nilai-nilai spiritual yang kuat terhadap anak. ...........
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

3 ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menjadi orangtua di zaman modern seperti sekarang ini adalah
sebuah tantangan yang besar. Seiring berkembangnya teknologi dan
komunikasi, manusia semakin mudah untuk melakukan apapun, termasuk
perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Pendidikan adalah hal terpenting
yang harus dimiliki setiap orang, terlebih bagi orangtua yang memiliki anak
di zaman ini. Perhatian dan pengawasan yang baik harus dimiliki setiap
orangtua, khususnya untuk ibu. Karena, ibu adalah orang yang bertanggung
jawab mendidik anaknya. Tetapi, peran ayah tidak kalah penting untuk
mendidik anaknya.
Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi
belakangan ini membuat resah para orangtua. Hal tersebut disebabkan oleh
kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak, baik di lingkungan rumah,
maupun di lingkungan sekolah. Anak yang berumur di bawah lima tahun
berada pada tahap perkembangan dan proses belajar. Pada masa itu, anak juga
patuh dengan perkataan orang yang lebih tua. Masalahnya di sini adalah,
perkataan orang lain atau orang asing membuat anak seperti terdoktrin dan
terhasut untuk melakukan hal yang tidak baik.
Penyebab lain dari masalah ini adalah, pada zaman modern ini,
banyak orangtua yang terlalu sibuk bekerja, begitupun pada ibu. Ibu terlalu
menyerahkan anaknya kepada pengasuh. Padahal, peran ibu sangat penting
dalam menjaga, mendidik, merawat, memelihara dan mengawasi anak. Hal
yang akan kami bahas dalam laporan ini adalah mengenai pelecehan seksual
terhadap anak yang akhir-akhir ini terjadi. Hal ini penting dibahas karena
sebagai pembelajaran untuk para orangtua yang agak kesulitan dalam
menjaga anak, dan sebagai pembelajaran juga bagi calon orang tua, untuk
mengetahui bagaimana menjaga dan mengawasi anak dengan baik.

1
BAB II
PERMASALAHAN

A. Artikel Berita (studi Kasus)


Tema: Bocah Disodomi
”Kasus AK Bukan yang Pertama di JIS”
Sabtu, 7April 2022 18:26 WIB
Sejumlah murid Jakarta International School (JIS) terlihat cemas pada
kejadian tindak pelecehan seksual di sekolah yang lokasinya di kawasan
Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2014). Walau pun pengamanan
sekolah ini cukup ketat dengan 400 CCTV namun kasus pelecehan seksual
murid terjadi di sekolah bertaraf internasional ini. (Warta Kota/Adhy Kelana)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TH, ibu AK, siswa TK yang
menjadi korban pelecehan seksual petugas kebersihan di toilet Jakarta
International School, menduga bahwa praktik asusila yang menimpa anaknya
bukan yang pertama.
TH mengaku menerima informasi adanya dugaan tindak asusila dari
beberapa orangtua/wali murid pada sebuah pertemuan di kawasan Pondok
Indah, Selasa (15/4/2014) silam. Hal ini disampaikan TH pada jumpa pers di
Jakarta, Sabtu (15/4/2014)."Ada yang bilang anaknya suka menggambar
orang dewasa pegang pisau. Darah di mana-mana. Ada yang bilang anaknya
ngaku pernah dicekik di kamar mandi, bahkan diseret dari kelasnya. Bahkan
ada yang datang ke suami saya, bilang bahwa setahun lalu anak
perempuannya (9) diperkosa dan sekarang sudah pindah sekolah ke Bali,"
kata TH, didampingi kuasa hukumnya, OC Kaligis. Namun demikian,
keesokan harinya TH mengatakan, orangtua/wali murid ini bungkam.
Menurut TH, pihak JIS telah melarang mereka berbicara kepada pers maupun
polisi tanpa seizin sekolah."Saya bilang, kamu enggak usah takut. Jadi biar
pun kamu bule, kamu tetep dilindungi sama kayak saya (WNI)," kata TH.
Terkait informasi ini, pihak JIS belum memberikan klarifikasi.
Kompas.com telah melakukan konfirmasi ke Head of Communication Jakarta

2
International School Chisato Hara, namun belum ada tanggapan. Saat ini,
kasus pelecehan seksual terhadap AK telah ditangani polisi. Polisi telah
memeriksa 11 saksi. Dua di antaranya Agun Iskandar dan Virgiawan Amin
alias Awan telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 82 tentang
Pencabulan Anak di Bawah Umur dengan ancaman hukuman 15 tahun
penjara.

3
BAB III
LANDASAN TEORI

A. Kajia Pustaka
Barker (dalam Huraerah, 2007), mendefinisikan child house merupakan
tindakan melukai berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak
yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak
terkendali, degradasi, dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.
Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang
tidak diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan
tekanan psikologis atau fisik Perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual
yang spesifik. Perkosaan dapat didefinisikan sebagai penetrasi seksual tanpa
1
izin atau dengan paksaan disertai oleh kekerasan fisik
Kekerasan seksual (sexual abuse) meliputi hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut, seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga. Selanjutnya dijelaskan
bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan
hubungan seksual, pemaksaan dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil, atau
tujuan tertentu.
Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang
biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku terdiri dari : 2
1. Familial Abuse
Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah, menjadi
bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti orangtua,
misalnya ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam pengertian incest. Mayer
menyebutkan kategori incest dalam keluarga dan mengaitkan dengan
kekerasan pada anak.

1
Abu Huraerah. Kekerasan Terhadap Anak. (Jakarta :Penerbit Nuansa 2007), hlm. 34
2
Ibid, hlm. 37

4
a. Kategori pertama, sexual molestation (penganiayaan). Hal ini meliputi
interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibition. dan voyeurism, semua
hal yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual.
b. Kategori kedua, sexual assault (perkosaan), berupa oral atau hubungan
dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan
cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris).
c. Kategori terakhir yang paling fatal disebut forcible rape (perkosaan
secara paksa), meliputi kontak seksual, rasa takut, kekerasan, dan
ancaman menjadi sulit bagi korban.
Mayer mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir
yang menimbulkan trauma terberat bagi anak-anak, namun korban-korban
sebelumnya tidak mengatakan demikian. Mayer berpendapat derajat trauma
tergantung pada tipe dari kekerasan seksual, korban dan survivor mengalami
hal yang sangat berbeda. Survivor yang mengalami perkosaan mungkin
mengalami hal yang berbeda disbanding korban yang diperkosa secara
paksa.
2. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga
korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan
seksual yang dilakukan orang dewasa disebut pedophile, yang menjadi
korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia diartikan “menyukai anak-
anak” Pedetrasy merupakan hubungan seksual antara pria dewaasa dengan
anak laki-laki
Pornografi anak menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk
menghasilkan gambar, foto, slide, majalah fan buku Biasanya ada tahapan
yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual. Kemungkinan pelaku
mencoba perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban
menuruti kekerasan alan berlanjut dan intensif, berupa:
a. Nudity (dilakukan oleh orang dewasa).
b. Disrobing (Orang dewasa membuka pakaian di depan anak).
c. Genital Exposure (dilakukan oleh orang dewasa).

5
d. Observation of the child (saat mandi, telanjang, dan saat membuang air).
e. Mencium anak yang memakai pakaian dalam.
f. Fondling (meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong.
g. Masturbasi
h. Fellatio (stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri).
i. Cunnilingus (stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban atau
pelaku).
j. Digital penetration (pada anus atau rectum).
k. Penile penetration (pada vagina).
l. Digital penetration (pada vagina).
m. Penile penetration (pada anus atau rectum).
n. Dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya,
paha, atau bokong korban) 3

3
Ivo Noviana, Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak Dan Penanganannyachild
Sexual Abuse: Impact And Hendlin, Jurnal Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun
2015, hlm. 356

6
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Permasalahan
Dalam teori tersebut terdapat penjelasan bagaimana pemicu terjadinya
pelecehan seksual terhadap anak dan bagaimana kondisi psikologis anak
setelah mengalami kejadian tersebut. Kasus yang marak terjadi adalah
pelecehan yang melibatkan anak-anak, yang masih duduk di bangku TK. Hal
ini ironis sekali karena, hal ini juga disebabkan oleh perkembangan teknologi
dan komunikasi yang memudahkan pelaku untuk melakukan tindakan tidak
senonoh seperti itu.
Masa-masa TK adalah ketika perkembangan anak telah mencapai
masa kanak-kanak akhir. Pada masa tersebut, anak sudah bisa menemukan
dirinya, bisa menarik perhatian orang lain, selalu mengharap pujian, selalu
menentang, membantah dan selalu menuntut adanya kebebasan. Kaitannya
dengan kasus pelecehan seksual, yaitu pelecehan seksual terjadi ketika anak
mengalami tekanan atau paksaan dari pihak pelaku, ditambah (mungkin)
dengan adanya iming-iming tertentu dari si pelaku, jika menuruti kemauan
pelaku.
Berkaitan dengan hal tersebut, hendaknya orangtua mengayomi
anak dengan baik. Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat penting,
karena pribadi dan karakter seseorang terbentuk pada masa tersebut. Bila
pada masa tersebut terjadi kesalahan dalam pembentukan kepribadian dan
karakter, maka akibatnya bisa fatal.
Hal ini juga yang menunjukan bahwa kekerasan seksual yang terjadi
pada anak disebabkan oleh kurangnya pendidikan karakter yang diberikan
oleh orangtua. Pengawasan yang kurang juga menyebabkan hal itu terjadi.
Menyembuhkan dan mengembalikan kondisi psikologis anak yang telah
mengalami kejadian tersebut adalah tanggung jawab keluarga, juga guru-guru
yang mengajari anak di sekolah. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk

7
menyembuhkan psikologis anak, karena hal seperti itu tidak seharusnya
terjadi pada anak- Anak yang masih berada dalam tahap perkembangan awal.
B. Faktor-Faktor yang Dapat Menyebabkan Anak Menjadi Korban
Pelecehan Seksual.
1. Anak kecil innocent (polos) dan tak berdaya. Apalagi, jika harus
berhadapan dengan orang-orang dewasa, terutama orang tua. Itu sebabnya,
pelecehan seksual banyak dilakukan oleh bapak, paman, kakek, guru, atau
tetangga dekat.
2. Rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku juga memicu munculnya
pelecehan. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan
baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
3. Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental atau gangguan tingkah laku
juga menjadi salah satu sebab banyaknya kasus pelecehan pada anak.
Anak-anak penyandang cacat ini menjadi sasaran empuk bagi pelaku
pelecehan seksual, sebab beberapa faktor yang dianggap menguntungkan
karena pelaku pelecehan pada anak-anak penyandang cacat biasanya sudah
merencanakan niatnya itu dengan memperhitungkan berbagai faktor, yakni
keamanan pada saat melakukan dan lemahnya bukti yang bisa dicari karena
korban masih anak-anak atau penyandang cacat.
C. Dampak dari Pelecehan Seksual Itu Sendiri terhadap Anak
Pelecehan seksual berdampak besar terhadap psikologis anak, karena
mengakibatkan emosi yang tidak stabil. Oleh karena itu, anak korban
pelecehan seksual harus dilindungi dan tidak dikembalikan pada situasi
dimana tempat terjadinya pelecehan seksual tersebut dan pelaku pelecehan
dijauhkan dari anak korban pelecehan. Hal ini untuk memberi perlindungan
pada anak korban pelecehan seksual. Anak-anak yang menjadi korban
pelecehan seksual akan mengalami sejumlah masalah, seperti: kehilangan
semangat hidup, membenci lawan jenis, dan punya keinginan untuk balas
dendam; bila kondisi psikologisnya tidak ditangani secara serius.
Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological
disorder yang disebut Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), semtom-

8
simtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi,
emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.
Beitcman et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami kekerasan
membutuhkan waktu satu hungga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain.
Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas empat jenis dari efek
trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:
1. Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan
seksual. Sebagai anak, individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan
itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas
orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
2. Traumatic sexualization (trauma secara seksual)
Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang
mengalami kekerasan seksual cenderung menolak kekerasan seksual, dan
sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah
tangga. Finkelhor (dalam Towe, 2002) mencatat bahwa korban lebih
memilih pasangan sesame jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat
dipercaya.
3. Powerlessness (merasa tidak berdaya)
Rasa takut menembus kehidupan korban, mimpi buruk, fobia, dan
kecemasan dialami korban desertai rasa sakit. Perasaan tidak berdaya
mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak
mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa
sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan
dorongan yang berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan Browne, Briere
dalam Tower, 2002).
4. Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu memiliki
gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat
ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan
untuk mengontrol dirinya Korban sering merasa berbeda dengan orang

9
lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan
yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman
alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau
berusaha menghindari memori kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl, dan
Biebl dalam Tower, 2002). Dampak yang diakibatkan peristiwa kekerasan
tentu saja mempengaruhi remaja secara psikologis, kognitif, emosi, sosial,
dan perilakunya. Menurut Maschi (2009), dampak yang ditimbulkan
mempengaruhi masa remaja hingga dewasa.
D. Cara Mengatasi Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual pada anak merupakan hubungan atau interaksi
antara seorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak
nalar atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang
tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai sebuah obyek pemuas bagi
kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan menggunakan
paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Bentuk-bentuk pelecehan
seksual itu sendiri bisa berupa tindak perkosaan ataupun pencabulan.Cara-
cara untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak :
1. Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi dengan
anak-anak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain bersama anak-
anak.
2. Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak tentang
tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang lain
terhadap bagian tubuhnya. Misalnya, anak diberi pengertian bahwa kalau
ada orang lain yang mencium misal di pipi harus hati-hati karena itu tidak
diperbolehkan, apalagi orang lain itu yang tidak dikenal.
3. Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang asing, kenalan, teman,
sahabat, dan kerabat. Misalnya, orang asing adalah orang yang tidak
dikenal sama sekali. Terhadap mereka, si anak tak boleh terlalu ramah,
akrab, atau langsung memercayai. Kerabat adalah anggota keluarga yang
dikenal dekat. Meski terhitung dekat, sebaiknya sarankan kepada anak
untuk menghindari situasi berduaan saja.

10
4. Jika sang anak sudah melewati usia balita, ajarkan bersikap malu bila
telanjang. Dan, bila sudah memiliki kamar sendiri, ajarkan pula untuk
selalu menutup pintu dan jendela bila tidur.
5. Adanya keterlibatan aparat penegak hukum yakni penyidik, jaksa dan
hakim dalam menangani kasus pelecehan seksual pada anak sehingga
berperspektif terhadap anak diharapkan dapat menimbulkan efek jera pada
pelaku tindak pidana pelecehan sehingga tidak ada lagi anak-anak yang
menjadi korban pelecehan seksual.

11
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehidupan manusia tidak terlepas dari perkembangan. Anak-anak adalah
masa awal perkembangan manusia yang pada masa itu terbentuklah karakter
dan kepribadian seseorang. Pada masa modern seperti sekarang ini, banyak
anak yang hidup terbelenggu permasalahan sosial, seperti kasus pelecehan
seksual anak, yang marak akhir-akhir ini. Padahal, anak adalah aset bagi masa
depan bangsa. Menjadi kewajban bersama untuk menciptakan generasi yang
berkualitas baik. Untuk itu peningkatan peran dan fungsi masing masing
anggota keluarga. Terutama orang tua dalam menciptakan suasana
komunikasi dan interaksi yang harmonis, didalam pengasuhan anak dan
kehidupan berkeluarga sehari hari.
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai manusia saling memaafkan dan memperbaiki
kesalahan, Karena itu dalam menyampaikan informasi yang sifatnya sebuah
koreksi, sebaiknya kita menyampaikannya dengan cara yang baik, ramah dan
lembut

12
DAFTAR PUSTAKA

Abu Huraerah. 2007Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta :Penerbit Nuansa

Ivo Noviana, 2015 Kekerasan Seksual terhadap Anak: Dampak Dan


Penanganannyachild Sexual Abuse: Impact And Hendlin, Jurnal Sosiologi
Vol. 01, No. 1, Januari

https://www.tribunnews.com/metropolitan/2014/04/19/ibu-korban-kasus-ak-
bukan-yang-pertama-di-jis di akses tanggal 67 april 2022

13

Anda mungkin juga menyukai