Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN RAMAH ANAK

“DETEKSI DINI KORBAN KEKERASAN”

Dosen Pengampuh
Dr. Besse Marjani Alwi, M.Ag

OLEH:
KELOMPOK 9

CITRA DEWI :20900120020


ROSMINI :20900120035
ZULFAIDAH SYARIF :20900120037

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAMNEGERIALAUDDINMAKASSAR
2021
Kata pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah swt yg telah memberikan kita
kesempatam dan Kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
pendidikan ramah anak “DETEKSI DINI KORBAN KEKERASAN” tak lupa
pula kita kirimkan salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang
terang benderang seperti sekarang ini.

  Akhir kata “tak ada gading yang tak retak”, penulis menyadari akan
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah lengkap ini. Dan demi
kesempurnaan penyusunan Tugas Makalah Pendidikan Ramah Anak “DETEKSI
DINI KORBAN KEKERASAN”, selanjutnya kami mohon kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

Hormat Kami

Kelompok 9

i
Daftar Isi

Sampul.........................................................................................................

Kata Pengantar.............................................................................................
i

Daftar Isi......................................................................................................
ii

Bab I Pendahuluan.......................................................................................
1..................................................................................................................

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan penulisan 2

Bab II Pembahasan......................................................................................
3

A. Definisi Kekerasan pada Anak....................................................... 3

B. Penyebab Terjadinya Kekerasan pada Anak................................... 5

C. Cara mencengah tindak Kekerasan pada anak................................ 6

Bab III Penutup............................................................................................ 8

A. Kesimpulan.................................................................................... 8

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Anak merupakan harta yang tak ternilai bagi suatu keluarga, dan
menjadi aset yang berharga bagi suatu bangsa. Tak dapat dipungkiri
bahwa kondisi anak saat ini akan menentukan masa depan bangsa
dikemudian hari. Namun banyaknya kasus perilaku agresi anak yang
terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat
marak terjadi dimana saja seperti perkelahian antar pelajar, antar kampung
bahkan antar negara. Agresi juga terjadi pada anak. Saat bermain anak
saling bertengkar dengan mengejek, memukul atau melempar. Dalam studi
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan sebelumnya bahwa
di desa X memang telah terjadi kasus atau fenomena perilaku agresi anak.
Dimana anak sering terlibat perkelahian, suka memukul, berkata kasar dan
sebagainya.Berkowitz (1995) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk
perilaku yang di maksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik
maupun mental. Banyak faktor yang menyebabkan agresi pada anak.
Freud dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi
adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Jika naluri seks berfungsi untuk
melanjutkan keturunan, naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis.
Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa lingkungan dan belajar social,
juga turut mempunyai pengaruh yang besar dalam terjadinya perilaku
agresi.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa agresi pada anak dapat
terbentuk karena setiap hari anak sering melihat dan menyaksikan
kekerasan dalam rumah tangga baik secara langsung atau tidak langsung
yang dilakukan ayah terhadap ibu dan anaknya. Sebagaimana penelitian
Hartini (2009) bahwa anak mengadopsi perilaku agresinya dari hasil
belajar melalui pengamatan anak kepada orang tua serta anak dapat
meniru semua tingkah laku orang tua yang didapatnya dari kekerasan
tersebut. Selanjutnya Orang tua yang sering memberikan hukuman fisik
pada anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh orang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada

1
orang tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu
dan melampiaskannya kepada orang lain dalam bentuk perilau agresi
(Sarwono,2002).
Agresi pada anak juga dapat terjadi akibat pengaruh media massa
yang berisi kekerasan (tayangan film). Hasil penelitian Santhoso (1994) di
Kotamadya Yogyakarta menunjukkan ada korelasi antara minat terhadap
film kekerasan dengan kecenderungan perilaku agresi.
Disamping banyaknya fenomena kasus perilaku agresi pada`anak,
fenomena lain juga terjadi yaitu banyaknya kasus kekerasan terhadap anak
(child abuse). Beberapa tahun terakhir ini banyak pemberitaan media cetak
serta elektronik yang mengulas tentang kasus-kasus kekerasan pada anak
(Child abuse). Dalam studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
dilapangan sebelumnya juga menemukan bahwa di desa X memang telah
terjadi kasus atau fenomena child abuse terhadap anak Dalam penelitian
ini child abuse khususnya dilakukan oleh seorang ibu saja. Dan masih
berlangsung hingga sekarang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu kekerasan pada Anak?

2. Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan Anak?

3. Bagaimana pencegahan terhadap kekerasan pada Anak?

C. Tujuan Penulisan

Dapat mengetahui:

1. Mengetahui Definisi kekerasan pada Anak

2. Mengetahui penyebab terjadinya kekerasan pada Anak

3. Mengetahui bentuk pencegahan terhadap kekerasan pada anak

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kekerasan Pada Anak
Sugiarno (2002) memberikan definisi kekerasan pada anak (child
abuse) sebagai tindakan salah atau sewenang-wenang yang dilakukan oleh
orang dewasa terhadap anak, baik secara fisik, emosi maupun seksual.
Perlakuan salah terhadap anak (chlide abuse) bisa dipicu oleh beberapa
tekanan dalam keluarga (family stress), di antaranya berasal dari anak,
orangtua, dan situasi. Pelaku dari tindak perlakuan salah terhadap anak
biasanya adalah orang-orang terdekat seperti orang tua atau anggota
keluarga lainnya juga orang diluar keluarga.
Kekerasan yang menimpa anak-anak, baik dari keluarga, sekolah,
maupun lingkungan sekitar, terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Menurut data pelanggaran hak anak yang dikumpulkan Komisi
Nasional Perlindungan Anak (http://www.kpai.go) dari data induk
lembaga perlindungan anak yang ada di 30 provinsi di Indonesia dan
layanan pengaduan lembaga tersebut, pada tahun 2006 jumlah kasus
pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 13.447.921 kasus dan pada
2007 jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus. Di samping itu Komnas
Anak juga melaporkan bahwa selama periode Januari-Juni 2008 sebanyak
12.726 anak menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekat mereka
seperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru, paman, kakek dan tetangga.
Dan dari data kasus diatas bahwa kenakalan anak adalah hal yang
paling sering menjadi penyebab kemarahan orang tua, sehingga anak
menerima hukuman dan bila disertai emosi maka orangtua tidak segan
untuk memukul atau melakukan kekerasan fisik. Jika dulu memukul
dianggap sebagai bagian dari disiplin. Penelitian terkini membuktikan,
perlakuan kasar orang tua terhadap anak seperti memukul atau menampar
saat fase tumbuh kembang, akan memicu prilaku agresi
(http://www.republika.co.id).
Menurut Sugiarno (2002), 95% anak yang mengalami kekerasan (child
abuse) akan mengalami trauma serta menjadi pemarah dan agresi.
Setiawan (2000) mendefinisikan perilaku agresi pada anak sebagai suatu
tindakan kekerasan untuk melukai orang dalam kemarahannya. Biasa

3
dilakukan dengan menendang atau memukul orang, mengatai atau memaki
orang dengan kata-kata kasar, memfitnah, dan menggertak serta
mengganggu orang lain.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam journal Pediatrics
(http://www.republika.co.id ) menunjukkan, ketika anak berusia tiga tahun
dan mendapat perlakuan kasar, kemungkinan besar si kecil berprilaku
agresi saat ia berusia lima tahun dan seterusnya. Bila hal ini sering
dialami oleh anak maka akan menimbulkan luka yang mendalam pada
fisik dan batinnya. Sehingga akan menimbulkan kebencian pada orang
tuanya dan trauma pada anak. Akibat lain dari kekerasan anak akan
merasa rendah harga dirinya karena merasa pantas mendapat hukuman
sehingga menurunkan prestasi anak disekolah atau hubungan sosial dan
pergaulan dengan teman-temannya menjadi terganggu, hal ini akan
mempengaruhi rasa percaya diri anak yang seharusnya terbangun sejak
kecil. Apa yang dialaminya akan membuat anak meniru kekerasan dan
bertingkah laku agresi dengan cara memukul atau membentak bila timbul
rasa kesal didalam dirinya. Akibat lain anak akan selalu cemas,
mengalami mimpi buruk, depresi atau masalah-masalah disekolah.
Berdasarkan data Komnas Perlindungan Anak, (http://www.kpai.go)
pada 2008 kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan oleh ibu
kandung mencapai 9,27% atau sebanyak 19 kasus dari 205 kasus yang
ada. Sedangkan kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung adalah
5,85% atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98%), ayah tiri (2
kasus atau 0,98%).
Bahkan berdasarkan riset dari Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan(Komnas Perempuan) menyebutkan, perempuan
ternyata lebih banyak melakukan kekerasan terhadap anak dengan
prosentase sebesar 60 persen dibanding laki-laki. Kondisi ini
menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi kelangsungan generasi penerus
bangsa, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi
kekerasan terhadap anak terutama di dalam keluarga.
Karena keluarga merupakan lembaga utama dalam kehidupan anak,
tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai mahkluk sosial. Segala
sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarga dan sebaliknya

4
keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan
pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan
menentukan tingkah laku anak terhadap orang lain di dalam masyarakat.
Orang tua/pengasuh yang seharusnya melindungi anaknya dari segala
bentuk kekerasan justru menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya
sendiri. Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua/pengasuh dalam
menghadapi anak sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan
sesuatu yang dapat membahayakan atau melukai anak, Kejadian seperti
inilah yang disebut penganiayaan/tindakan kekerasan terhadap anak (child
abuse). Dan dari kedua fenomena yang sudah diuraikan diatas, dari situlah
peneliti merasa tertarik untuk menelitinya lebih mendalam.
B. Penyebab kekerasan pada anak
Ada banyak penyebab yang melatarbelakangi kekerasan pada anak. berikut
9 di antaranya:
1. Anak sebagai korban, cenderung lebih bersikap menutup diri, takut
dan bersikap pasrah daripada mencoba melawan, kecuali pada anak
yang lebih besar.
2. Adanya anggapan bahwa kekerasan pada anak sering kali masih
terbungkus oleh kebiasaan masyarakat yang meletakkan persoalan ini
sebagai persoalan intern keluarga dan karenanya tidak layak atau tabu
atau aib untuk diekspose keluar secara terbuka, kecuali jika anaknya
sudah mengalami kekerasan fisik, psikis atau seksual yang
mengenaskan.
3. Adanya paradigma yang salah bahwa anak adalah ”properti” orangtua
atau keluarganya, sehingga orangtua ”berhak” memperlakukan apa
pun pada anaknya atas nama pendidikan, ”budaya”, budi pekerti,
dendam masa lalu, harapan/obsesi, atau menjadikan anak lebih baik
dan penurut.
4. Adanya keterbatasan pendidikan dan pemahaman agama yang salah
pada orangtua atau keluarga.
5. Adanya anggapan bahwa kekerasan terhadap anak biasanya hanya
terjadi pada keluarga menengah bawah atau karena impitan ekonomi.
6. Adanya anggapan bahwa kekerasan pada anak hanya bersifat kasuistis
dan dianggap hanya terjadi pada keluarga tertentu yang dianggap

5
bermasalah, baik secara genetik maupun faktor lingkungan.
7. Pelaku kekerasan memiliki masa lalu yang hampir sama pada masa
kanak-kanaknya dulu, sehingga menjadi ”role model” pola asuh
(parenting skill). Akibatnya, pola asuh yang diterapkan pada anaknya
melalui proses imitasi atau modelling yang diperoleh di lingkungan
terdekat yang dipercayainya atau terinternalisasi sebagai suatu ”nilai”
atau ”budaya” yang dianggap patut dan wajar.
8. Kekerasan pada anak sering kali terjadi karena hubungan pasangan
suami istri  yang tidak seimbang, sehingga anak sering kali menjadi
sasaran kemarahan salah satu orangtuanya, untuk melampiaskan
dendam atau amarah pada pasangan lainnya.
9. Untuk kekerasan pada anak yang dilakukan oleh anak (bullying),
kasus yang sering kali terjadi karena:
a. Pengaruh lingkungan atau peer group.
b. Paparan media, termasuk tayangan media yang tidak sehat, vulgar,
satanic, pornografi, serta sarat dengan kekerasan dan
konsumerisme.

C. Cara mencegah kekerasan pada anak

Kekerasan pada anak merupakan kejahatan sosial dan budaya yang dapat


merusak masa kecil anak-anak yang tak berdosa. Sebagai orang tua, tugas
pertama dan utama Anda, adalah untuk memastikan bahwa anak Anda tidak
mengalami kekerasan. Tetapi, ini tidak sesederhana kedengarannya. Anda
harus menjadi orang tua yang sangat waspada untuk bisa melindungi anak-
anak Anda dari kekerasan anak.

Masalah terbesarnya kini adalah bahwa anak-anak terkadang tidak


mengerti definisi dari kekerasan itu sendiri. Itu sebabnya, mereka sering tidak
menyadari ketika kekerasan itu terjadi pada mereka.

1. Jelaskan pada mereka apa itu kekerasan pada anak


Ini tidak semudah yang dibayangkan karena anak kecil belum
memiliki pemahaman sedalam itu tentang yang namanya kekerasan
pada anak. Di sisi lain, kebanyakan orang tua enggan
menggunakan kata-kata seperti seks atau penganiayaan di depan anak-

6
anak. Namun diam juga bukan jawaban terbaik untuk mencegah itu
terjadi pada mereka. Anda harus berbicara dengan anak-anak Anda
secara terbuka sehingga mereka mampu memahami apa itu kekerasan
pada anak. Salah satu cara sederhana untuk menjelaskan tentang
kekerasan pada anak, adalah untuk mengatakan bahwa mereka tidak
boleh membiarkan siapapun menyakiti mereka.
2. Lakukan ini untuk melindungi anak-anak Anda dari kekerasan:
a. Perhatikan orang-orang yang berada di sekeliling anak Anda
Perhatikan siapa yang berpotensi untuk melakukan kekerasan pada
anak Anda. Curiga itu tidak dosa, asal kecurigaan Anda memiliki
dasar yang jelas.
b. Jangan meninggalkan anak-anak sendirian tanpa ada satupun
orang terdekat Anda yang mengawasi mereka, Pastikan bahwa
Anda selalu menitipkan anak Anda pada orang terdekat yang Anda
percaya. Misalnya saja, menitipkan anak pada orang tua Anda.
c. Kenali adanya tanda-tanda kekerasan pada anak
Tak ada salahnya untuk mengecek apakah anak Anda benar-benar
mengalami kekerasan di sekolah atau tidak. Pastikan itu dengan
sesekali melihat tanda-tandanya di tubuh anak Anda.
d. Kenali rasa takut yang dialami anak Anda
Apakah akhir-akhir ini anak Anda jadi pendiam? Atau terlihat
ketakutan setiap kali ingin berangkat ke suatu tempat, khususnya
sekolah? Selidiki apa yang membuatnya merasa demikian dan
tanyakan secara perlahan padanya.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan yang menimpa anak-anak, baik dari keluarga, sekolah,
maupun lingkungan sekitar, terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Menurut data pelanggaran hak anak yang dikumpulkan Komisi
Nasional Perlindungan Anak (http://www.kpai.go) dari data induk
lembaga perlindungan anak yang ada di 30 provinsi di Indonesia dan
layanan pengaduan lembaga tersebut, pada tahun 2006 jumlah kasus
pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 13.447.921 kasus dan pada
2007 jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus. Di samping itu Komnas
Anak juga melaporkan bahwa selama periode Januari-Juni 2008 sebanyak
12.726 anak menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekat mereka
seperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru, paman, kakek dan tetangga.
Kekerasan pada anak merupakan kejahatan sosial dan budaya yang dapat
merusak masa kecil anak-anak yang tak berdosa. Sebagai orang tua, tugas
pertama dan utama Anda, adalah untuk memastikan bahwa anak Anda tidak
mengalami kekerasan. Tetapi, ini tidak sesederhana kedengarannya. Anda
harus menjadi orang tua yang sangat waspada untuk bisa melindungi anak-
anak Anda dari kekerasan anak.

Anda mungkin juga menyukai