Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat allah swt, yang telah


memberikan rahmat dan karunia nya serta kesempatan sehingga kami dapat
menyelesaikan jurnal ‘kekerasan pada anak’adapun judul yang dibahas
penulis pada Jurnal ini adalah mengenai ‘’Kekerasan pada anak”
Jurnal ini merupakan tugas kelompok 4 di ruangan manggis RSUD
MADANI .Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
serta CI Ruangan serta semua pihak yang ikut membantu dalam pembuatan
jurnal ini, sehingga akhirnya ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari
tidak ada gading yang tak retak’’ penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam pembuatan jurnal ini. Semoga jurnal ini dapat bermanfaat
dan menambah ilmu pengetahuan kita semua. Penulis juga mohon kritik dan
saran dari pembaca demi kesempurnaan jurnal ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 Latar belakang................................................................................................
1.2 Rumusan masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.1 Pengertian kekerasan pada anak.....................................................................
2.2 Ciri umum kekerasan pada anak....................................................................
2.3 Bentuk kekerasan pada anak..........................................................................
2.4 Dampak dari kekerasan pada anak.................................................................
2.5 Solusi untuk mencegah masalah kekerasan pada anak..................................

BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................................


3.1 Contoh kasus..................................................................................................
BAB IV PENUTUP..................................................................................................
4.1 Kesimpulan....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekerasan merupakan masalah kesehatan masyarakat di samping
menjadi masalah hukum dan sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Jordan
(2001) dalam Hastuti (2014) yang menyatakan bahwa kekerasan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang pada saat ini menjadi perhatian
dunia dan memerlukan keterlibatan institusi kesehatan. Masalah kekerasan
anak bukanlah masalah yang berdiri sendiri akan tetapi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang saling berinteraksi. Kekerasan pada anak atau lebih
dikenal dengan child abuse disebut juga child maltreatment merupakan
tindakan yang sengaja dilakukan oleh orang tua atau pengasuh anak.
Menurut Halawa (2014) bentuk kekerasan pada anak bisa berupa kekerasan
fisik, seksual, emosional dan penelantaran anak, Setiap orang tua sekali
waktu pasti pernah marah dalam menghadapi sikap dan perilaku anak yang
menyulitkan tersebut. Banyak orang tua yang lepas kendali sehingga
melakukan kekerasan fisik atau mengatakan sesuatu yang menyakiti serta
membahayakan anak tersebut.
World Health Organization (WHO) mengestimasikan sebanyak 40 juta
anak usia 0-14 tahun di dunia telah mengalami child abuse, yang
banyak terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan (WHO, 2003
dalam Wulandari, 2007). Kajian Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa
Bangsa (PBB) tentang kekerasan terhadap anak yang dipresentasikan pada
Sidang Umum PBB 11 Oktober 2006 menilai bahwa masih banyak anak-
anak Indonesia yang mendapatkan perlakuan salah atau buruk. Hal senada
diungkapkan oleh Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan
Perlindungan Anak Indonesia yang mengungkapkan adanya peningkatan
kasus kekerasan terhadap anak di Jakarta, baik oleh orang tua maupun pihak
lain ( UNICEF, 2006 dalam Wulandari, 2007).
Di Indonesia menurut data pelanggaran hak anak yang dikumpulkan komisi
nasional perlindungan anak (KPAI, 2006) Dari data induk di Indonesia
dan layanan pengaduan pada tahun 2006 jumlah kasus pelanggaran hak
anak sejumlah 13.447.921 kasus.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi
satu dengan yang lainnya dalam peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1989 dalam Halawa,
2014). Anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan dari keluarganya
disebabkan karena faktor kemiskinan yang seringkali bergandengan dengan
rendahnya tingkat pendidikan orang tua, pengangguran dan tekanan mental
yang umumnya dipandang sebagai faktor dominan yang mendorong
terjadinya kasus kekerasan terhadap anak (Wibowo, 2008 ). Sementara itu,
bahwa penyebab atau resiko terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap
anak dibagi ke dalam tiga faktor yaitu faktor orang tua atau keluarga, faktor
lingkungan sosial atau komunitas, dan faktor anak sendiri. (Rusmil, 2004
dalam Huraerah, 2012).
Dampak bagi anak yang merupakan korban perilaku kekerasan adalah
seperti anak suka membolos sekolah, anak dapat tertinggal pelajaran, maka
prestasi belajar akan menurun (Lidya, 2009 dalam Halawa, 2014).
Dampak yang lain adalah anak tidak bisa bergaul, suka berkelahi
dengan teman sebaya dan juga dapat muncul beberapa cedera fisik akibat
perilaku kekerasan seperti memar, rambut rontok, luka dan lain sebagainya.
Bila dampak tersebut terus menerus terjadi pada anak-anak di Indonesia,
maka hal tersebut dapat merusak generasi penerus bangsa (Ardi, 2009
dalam Halawa, 2014).
Pencegahan perilaku kekerasan pada anak dalam keluarga perlu dilakukan
upaya yaitu memberikan pendidikan melalui penyuluhan, pertemuan rutin
masyarakat, acara organisasi, aktif dikomunitas sosial, peran KPPA,
tokoh masyarakat, menambah wawasan bagaimana cara mendidik dan
memahami anak tanpa kekerasan. Bertambahnya wawasan keluarga yang
baik dapat mencegah perilaku kekerasan orang tua kepada anak.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kekerasan pada anak?
2. Jelaskan ciri umum kekerasan pada anak?
3. Apa bentuk kekerasan pada anak?
4. Bagaimana dampak dari kekerasa pada anak?
5. Bagaimana solusi untuk mencegah masalah kekerasan pada anak?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu kekerasan pada anak.
2. Untuk mengetahui ciri umum kekerasan pada anak.
3. Untuk Mengetahui bagaimana bentuk kekerasan terhadap anak.
4. Untuk mengetahui bagaimana dampak kekerasan terhadap anak.
5. Untuk mengetahui bagaimana solusi untuk menangani masalah
kekerasan pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak usia dini adalah semua bentuk tindakan
menyakitkan secara fisik maupun emosional dan kekerasan
seksualpada anak, yang mengakibatkan dampak fisik yang bersifat
traumatis pada anak yang dilakukkan oleh orang terdekat seperti
keluarga, dan lingkungan sekitar maupun orang yang tidak dikenal
yang mengakibatkan gejala penurunan moral. Bentuk kekerasan
yang diukur di dalam penelitian ini adalah berupa tindakan-tindakan
kekerasan secara fisik, psikis, dan seksual. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya kekerasan pada usia dini yaitu faktor orang
tua yang tidak mengetahui tentang pola asuh yang baik trehadap
anak, faktor lingkungn social yaitu rendahnya ekonomi ditengah
masyarakat dan faktor anak itu sendiri misalnya prilaku
menyimpang. Dampak buruk bagi anak yaitu kesehatan mental
maupun fisik anak akan menurun selain itu pertumbuhan dan
perkembangan anak akan berbeda dengan anak pada umumnya.
2.2 Ciri umum kekerasan pada anak
Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan
orang dewasa, baik dari segi fisik, emosi, pola pikir, maupun
tingkahlakunya. Oleh karena itu perlakuan terhadap anak
membutuhkan spesialisasi atau perlakuan khusus dan emosi yang
stabil.
Pada anak tertumpu tanggungjawab yang besar. Anak harapan
masa depan bangsa dan agama disandarkan. Dengan bahasa lain, anak
adalah harapan masa depan, penerus cita-cita dan pewaris keturunan.
Masa depan Anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan
sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensial bangsa dan
negara pada masa depan.
Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak.
Ada yang mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik dan
pendekatan yang lebih bersifat afektif. Ada pula yang menggunakan
kekerasan sebagai salah satu metode dalam menerapkan kepatuhan
dan pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik maupun
psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah perilaku anak dan
membentuk perilaku yang diharapkan
Lingkungan rumah dan sekolah adalah lahan subur dan sumber
utama terjadinya kekerasan, karena anak lebih banyak berinteraksi
dengan orangtuanya/pengasuh ataupun guru. Pada sisi lain, kasus anak
jalanan adalah kasus yang unik, dimana mereka hidup dijalan, mencari
nafkah sendiri ataupun untuk “agen” dari penyedia jasa anak. Banyak
anak tidak dapat memperoleh haknya sebagai seorang anak.
Data kekerasan setiap tahun mengalami peningkatan, bahkan pada
tahun 2014 dinyatakan sebagai tahun darurat kejahatan seksual pada
anak. Kasus-kasus kekerasan anak dapat berupa kekerasan fisik,
tertekan secara mental, kekerasan seksual, pedofilia, anak bayi
dibuang, aborsi, pernikahan anak dibawah umur, kasus tenaga kerja
dibawah umur, trafficking, anak-anak yang dipekerjakan sebagai PSK,
dan kasus perceraian. Semua kasus ini berobjek pada anak yang tentu
saja akan berdampak buruk pada perkembangan dan kepribadian anak,
baik fisik, maupun psikis dan jelas mengorbankan masa depan anak
Menurut Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), setiap
tahun jumlah kekerasan pada anak yang dilaporkan terus menungkat.
Data tersebut dapat dilihat dalam table sebagai berikut :
No Tahun Laporan KPA
1 2008 1726 kasus
2 2009 1998 kasus
3 2010 1826 kasus
4 2011 2509 kasus
5 2012 3332 kasus
Tahun 2012 terdapat laporan kasus , dengan 62% di antaranya
merupakan kekerasan seksual kepada anak-anak yang dilakukan oleh
orang dewasa atau orang terdekat
Tahun 2016 dalam triwulan pertama menunjukkan 645 laporan,
167 diantaranya adalah anak dengan masalah hukum (ABH), seperti
pencurian, bulliying. 152 kasus berkaitan dengan masalah hak asuh.
Ketua KPAI menyebutkan rata-rata kekerasan pada anak yang terjadi
3.700 per tahun. Dengan demikian kekerasan pada anak yang terjadi
di Indonesia terdapat lebih dari 10 kasus per-hari
Sementara, data kekerasan pada anak menurut Menurut data pusat
dan informasi (Pusdatin) Komnas PA1 menunjukkan peningkatan
setiap tahunnya:
1. Tahun 2010, tercatat ada 2.2.046 kasus. Terdapat 42% kasus
kekerasan seksual. Di antaranya, sodomi, perkosaan, pencabulan,
serta incest (hubungan intim sedarah).
2. Tahun 2011, tercatat 2.467 kasus, 52% kasus kejahatan seksual
3. Tahun 2012, tercatat 2.637 kasus, 62% kasus kekerasan seksual
4. Tahun 2013, tercatat 2.676 kasus, 54% kasus kekerasan seksual
5. Tahun 2015, tercatat 2.898 kasus, 59% kasus kekerasan seksual.
Data yang diungkap kepolisian, KPAI, dan Komnas PA tersebut
hanya puncak gunung es dari fenomena kekerasan terhadap anak di
negeri ini. Bisa jadi, setiap hari ada anak korban kekerasan dalam
keluarga, tetapi tidak terungkap karena kasus kekerasan anak
cenderung dipandang sebagai aib.
Menurut WHO Kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan
penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti
fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi
untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat
membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau
perkembangannya
Menurut UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal
13 menyebutkan: Kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan
yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk
hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi
termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking jual-beli anak
Kekerasan pada anak disebut juga dengan Child Abuse, yaitu semua
bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang
seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang
memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya,
misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
2.3 Bentuk kekerasan pada anak
Bentuk-bentuk kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam 4
macam, yaitu:
1. Kekerasan fisik, yaitu

2. Kekerasan psikis/emosi

3. Kekerasan seksual

4. Kekerasan sosial (penterlantaran)

4 macam bentuk kekerasan tersebut sangat terkait. Kekerasan fisik


yang dialami anak, akan mempengaruhi jiwanya. Demikian juga
kekerasan psikis anak, akan mempengaruhi perkembangan tubuhnya.
Apalagi kekerasan seksual, akan mengakibatkan kekerasan fisik
sekaligus kekerasan psikis.
1. Kekerasan Fisik pada Anak
Kekerasan fisik adalah apabila anak-anak disiksa secara fisik
dan terdapat cedera yang terlihat pada badan anak akibat adanya
kekerasan itu. Kekerasan ini dilakukan dengan sengaja terhadap
badan anak.
Kekerasan anak secara fisik dapat berupa penyiksaan,
pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa
menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka
fisik atau kematian kepada anak. Kekerasan fisik dapat berbentuk
luka, atau dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau
kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat
pinggang atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin
panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika Lokasi luka
biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada,
perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan
terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak
yang tidak disukai
Orang tua yang melakukan kekerasan pada anaknya agak sulit
untuk ditindak. Terdapat dilemma saat orang tua dilaporkan kepada
pihak berwajib. Siapa yang akan mencari nafkah apabila nanti
orangtuanya di penjara?”. Pihak orang tua pelaku tindakan
kekerasan juga berdalih bahwa ini merupakan wilayah privacy-nya,
dia berhak mendidik anaknya sesuai dengan pemahaman yang
dianutnya. Di sinilah peran daiyah untuk melakukan sosialisasi
kepada masyarakat tentang bentuk-bentuk kekerasan berikut
dampaknya, dan hukuman bagi pelaku kekerasan pada anak. Tidak
sedikit pelaku kekerasan pada anak adalah orang tua yang
mempunyai pemahaman agama yang baik, bahkan menjadi tokoh
masyarakat (ustad). Pelaku kekerasan biasanya masa kecilnya juga
mendapatkan perlakuan yang sama. Pemgalaman tersebut yang
kemudian diterapkan untuk mendidik anaknya, dengan kekerasan
pula.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan
nyaman yang dialami anak. Kekerasan psikis dapat berupa
menurunkan harga diri serta martabat korban; penggunaan kata-
kata kasar; penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di
depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman
dengan kata-kata dan sebagainya.
Bentuk kekerasan psikis, antara lain: dihina, dicaci maki, diejek,
dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki, dibentak,
dimarahi, dihardik, diancam, dipaksa bekerja menjadi pemulung,
dipaksa mengamen, dipaksa menjadi pembantu rumah tangga,
dipaksa mengemis, dll.
Anak yang mendapatkan kekerasan psikis umumnya
menunjukkan gejala perilaku maladaftif, seperti menarik diri,
pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut
bertemu orang lain. Dampak kekerasan psikis akan membekas dan
mengakibatkan trauma, sehingga mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak.
Kekerasan emosi adalah sekiranya terdapat gangguan yang
keterlaluan yang terlihat pada fungsi mental atau tingkah laku,
termasuk keresahan, murung, menyendiri, tingkah laku agresif atau
mal development
3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah apabila anak disiksa/diperlakukan
secara seksual dan juga terlibat atau ambil bagian atau melihat
aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan
badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengeksploitasi seks
dimana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.
4. Kekerasan Sosial Mencakup Penelantaran Anak dan Eksploitasi
Anak.
Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang
tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh
kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari
keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan
yang layak. Sedangkan eksploitasi anak adalah sikap diskriminatif
atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan
keluarga atau masyarakat. Contoh, memaksa anak untuk
melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik
tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan
perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status
sosialnya. Misalnya anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik
yang membahayakan
Bentuk-bentuk pentelantaran: kurang memberikan perhatian dan
kasih sayang yang dibutuhkan anak, tidak memperhatikan
kebutuhan makan, bermain, rasa aman, kesehatan, perlindungan
(rumah) dan pendidikan, mengacuhkan anak, tidak mengajak
bicara, dll.
Dampak terjadinya pentelantaran akan sangat mempengaruhi
tumbuh kembang anak, antara lain: terjadi kegagalan dalam
tumbuh kembang, malnutrisi, yang menyebabkan fisiknya kecil,
kelaparan, terjadi infeksi kronis, hygiene kurang, hormon
pertumbuhan turun, sehingga dapat mengakibatkan kerdil
Kekerasan karena diabaikan dapat disebabkan karena kegagalan
ibu bapak untuk memenuhi keperluan utama anak seperti
pemberian makan, pakaian, kediaman, perawatan, bimbingan, atau
penjagaan anak dari gangguan penjahat atau bahaya moral dan
tidak melindungi mereka dari bahaya sehingga anak terpaksa
menjaga diri sendiri dan menjadi pengemis.
2.4 Dampak dari kekerasa pada anak
Dampak kekerasan pada anak yang diakibatkan oleh orangtuanya
sendiri atau orang lain sangatlah buruk antara lain:
1. Agresif
Sikap ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan.
Umumnya ditujukan saat anak merasa tidak ada orang yang bisa
melindungi dirinya. Saat orang yang dianggap tidak bisa
melindunginya itu ada disekitarnya, anak akan langsung memukul
atau melakukan tindak agresif terhadap si pelaku. Tetapi tidak
semua sikap agresif anak muncul karena telah mengalami tindak
kekerasan.
2. Murung/Depresi
Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis seperti
menjadi anak yang memiliki gangguan tidur dan makan, bahkan
bisa disertai penurunan berat badan. Ia akan menjadi anak yang
pemurung, pendiam, dan terlihat kurang ekspresif.
3. Mudah Menangis
Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidak nyaman dan
aman dengan lingkungan sekitarnya. Karena dia kehilangan figur
yang bisa melindunginya, kemungkinan besar pada saat dia besar,
dia tidak akan mudah percaya pada orang lain.
4. Melakukan Tindak Kekerasan Terhadap Orang Lain
Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa
memperlakukannya dulu. Ia belajar dari pengalamannya,
kemudian bereaksi sesuai dengan apa yang dia alami.
2.5 Solusi untuk mencegah terjadinya masalah kekerasan pada anak
Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas perlu
adanya pengawasan dari orang tua, dan perlu diadakannya langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya
kekerasan terhadap anak adalah kurangnya perhatian terhadap
anak. Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.
2. Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama
mengajarkan moral pada anak agar berbuat baik, hal ini
dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasn itu
sendiri.
3. Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan
pada anak agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini
dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik
dan memberikan nasihat apa yang perlu dilakukan terhadp anak,
karena banyak sekali kekerasan pada anak terutama pelecehan
seksual yang terlambat diungkap.
4. Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima
ajakan orang yang kurang dikenal dan lain-lain.
5. Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah
bahwa seorang anak tetaplah seorang anak yang masih perlu
banyak belajar tentang kehidupan dan karena kurangnya kesabaran
orang tua banyak kasus orang tua yang menjadi pelaku kekerasan
terhadap anaknya sendiri.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Contoh kasus

Kasus Kekerasan Pada Anak Di Lingkungan Sekolah


Diduga Disiksa Ibu Tiri, Bocah R Pilih Kabur dari Rumah
By Putu Merta Surya Putra on 17 Okt 2015 at 15:58 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Kekerasan terhadap anak di Indonesia seperti tak
ada habisnya. Kali ini menimpa seorang bocah berusia 8 tahun yang
berinisial R.
Diduga mengalami kekerasan, bocah R yang tinggal bersama ibu tiri
dan ayah kandungnya, memilih melarikan diri dari rumahnya pada Senin
dini hari 12 Oktober lalu. Dia ditemukan seorang penjual soto bernama Ari
Puswanti (35).
"Saya menemukan anak ini jam 12 malam lewat hampir setengah
satuan pas mau tutup warung soto. Saya tanya mau ke mana, udah makan
belum? Malam-malam masih keluyuran," ucap Ari di Kantor Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) kawasan Pasar Rebo, Jakarta
Timur, Sabtu (17/10/2015)
Saat mendengar pengakuan R yang belum makan, dia pun memberikan
makanan kepada bocah perempuan yang tinggal di Naggrak, Bogor, Jawa
Barat yang berjalan kaki menuju Plaza Cibubur, Jakarta Timur. "Saya
kasih makan, katanya belum makan. Abis itu karena melihat dia kucel,
saya langsung mandikan. Pas dimandiin itulah, R ngomong pelan-pelan.
Pas lihat punggungnya, biru-biru, langsung nanya kenapa," beber Ari.
Karena penasaran, Ari pun terus menanyakan kepada R. Akhirnya bocah
itu pun mengaku disiksa orangtuanya. "R ngaku disiksa oleh orangtuanya,
yang mana ayah kandung dan ibu tirinya. Dia takut pulang karena enggak
bawa uang yang cukup. Dia harus setor Rp 50.000, tapi baru bawa uang
Rp 47.000," tutur Ari.Setelah itu, Ari pun menambah uang Rp 3.000 agar
R dapat pulang. Ari takut lantaran belum melapor kepada pengurus rukun
tetangga atau RT dan dianggap melakukan penculikan."Saya kasih uang
terus suruh anak angkat saya suruh antar ke perempatan. Pas bangun
besoknya, saya lihat dia tidur di depan toko dengan alas kardus," ujar Ari.
Karena kasihan, Ari pun melaporkan ke RT dan ke pihak Kepolisian.
Ternyata R dilaporkan hilang oleh ayahnya. Namun, nomor telepon seluler
orangtua R tidak aktif. "Pas di kantor polisi ada laporan. Namanya sama
terus ada nomor hand phone-nya. Sempat 3 kali nyambung, tapi nomornya
enggak aktif. Terus polisi nyari ke alamatnya, tapi rumahnya juga kosong,
karena itu saya akhirnya bawa ke Komnas Anak," pungkas Ari. (Ans/Ron)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fenomena kekerasan pada anak bagaikan lapisan gunung es di laut. Hanya
sedikit yang dilaporkan. Hal ini terjadi karena pelaku tindak kekerasan pada
anak sebagian besar adalah orang atau keluarga terdekat, bahkan tidak sedikit
yang dilakukan oleh orang tua. Bagaikan simalakama bila pelaku orangtuanya,
jika dilaporkan dapat menjadi masalah karena orang tua yang mencari nafkah,
tidak dilaporkan menjadi rumit, karena telah melanggar aturan dan merugikan
dan membahayakan anak.
Menjadi tugas bagi kita menyadarkan kepada masyarakat, khususnya
orang tua dampak terjadinya kekerasan pada anak. Trauma yang dialami akan
mempengaruhi tumbuh kembang dan kehidupannya kelak. Upaya strategis
yang harus dilakukan adalah pencegahan. Meskipun demikian, upaya solutif
dan terapi serta rehabilitatif bagi korban kekerasan penting pula untuk
dilakukan.
Dalam mengatasi kekerasan orang tua terhadap anak, sebagai orang tua
yang cerdas, orang tua harus memberikan pengalaman, pengasuhan dan
pendidikan yang terbaik untuk anaknya, tentunya orang tua harus mengetahui
pola asuh yang baik diterapkan orang tua dalam meberikan pengasuhan
terhadap anak haruslah dengan ilmu bukan hanya dengan pengalaman saja.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, dkk. (2018). Analysis Typical Of Violence In Children, Effect And The
Underlying Factors. Dalam jounnal Ilmiah PGTK PAUD dan DIKMAS -
Vol. 13, No. 1, Juni 2018.
Dewi, N, S., Arisanti, N, Rusmil, V, K., Sekarwana, N., Dhamayanti, M (2017).
Deteksi Dini Pengalaman Kekerasan pada Anak di Tingkat Keluarga di
Kecamatan Jatinangor . Jsk, 2 (3)
Huraerah, A. (2018). Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuasa
Cendikia.
Hasanah, U., Raharjo, S,Tri (2015). Penanganan Kekerasan Anak Berbasis
Masyarakat. Social Work Jurnal. 6 (1), 1-153
Mahmudi. I, N. (2018). Child Abuse Kekerasan pada Anak dalam Perspektif
Pendidikan Islam. Skripsi. Uin Raden Intan Lampung.
Ningsih, E, S., Bayu., Hennyati , S (2018). Kekerasan Seksual Pada Anak Di
Kabupaten Karawang. Jurnal Bidan “Midwife Journal”, 4 (02)
Praditama, S., Nurhadi., Budiarti, C.A (2015). Kekerasan Terhadap Anak Dalam
Keluarga Dalam Perspektif Fakta Sosial. Jurnal Universitas Sebelas Maret,
Suyanto, B. (2014). Masalah sosial anak. Jakarta: Penerbit prenada media

Anda mungkin juga menyukai