Anda di halaman 1dari 17

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN KELUARGA

KEKERASAN PADA ANAK

OLEH
KELOMPOK 6
KELAS B11-A

NI KOMANG MEGAWATI (183222929)

NI LUH AYU KARMINI (183222930)

NI LUH PUTU EKA RASNUARI (183222931)

NI LUH PUTU VERY YANTHY (183222932)

NI LUH SUTAMIYANTI (183222933)

NI MADE DESY ARDANI (183222934)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
201
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Trend dan Issue Keperawatan Keluarga Kekerasan Pada Anak”. Adapun pembuatan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan keluarga.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak dan sumber. Oleh karena itu penulis sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah
memberi penulis bantuan dukungan juga semangat, buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah
ini.
“Om Santi Santih Santi Om”

Denpasar, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................3
2.1 Definisi kekerasan pada anak ...............................................................................3
2.2 Faktor penyebeb kekerasan pada anak .................................................................3
2.3 Bentuk kekerasan pada anak ................................................................................5
2.4 Dampak kekerasan pada anak ..............................................................................6
2.5 Solusi pencegahan kekerasan pada anak..............................................................6
2.6 Pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada anak.......................................7
2.7 Peran perawat mencegah kekerasan pada anak....................................................10
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................12
3.2 Saran ..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak adalah tumpuan dan harapan orang tua. Anak jugalah yang akan menjadi penerus bangsa
ini. Sedianya, wajib dilindungi maupun diberikan kasih sayang. Namun fakta berbicara lain.
Maraknya kasus kekerasan pada anak sejak beberapa tahun ini seolah membalikkan pendapat
bahwa anak perlu dilindungi. Begitu banyak anak yang menjadi korban kekerasan keluarga,
lingkungan maupun masyarakat dewasa ini. Pasal 28 b ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminas.
Kasus kekerasan di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sebuah kasus yang perlu di soroti.
Terlebih kasus kekerasan pada anak. Tercatat pada tahun 2017 terdapat 116 kasus kekerasan
terhadap anak yang di tangani KPAI. Pada awal tahun 2018 hingga akhir bulan Februari 2018,
jumlah korban kekerasan seksual pada anak di Indonesia sudah mencapai 117 kasus. Data dari
KPAI tersebut cukup mengejutkan. Berdasarkan data KPAI bidang pendidikan sudah menerima
pengaduan dari 7 Propinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tmur, Lampung,
Banten, Kalimantan Barat dan NTB. Pengadua kasus kekerasan di dunia pendidikan menempatkan
DKI Jakarta di peringkat pertama dengan 58% kasus diikuti jawa Barat 16% dan Banten 8%.
Pegaduan yang di terima KPAI di dominasi oleh kekerasan fisik.
Berbagai jenis kekerasan diterima oleh anak-anak, seperti kekerasan verbal, fisik, mental
maupun pelecehan seksual. Ironisnya pelaku kekerasan terhadap anak biasanya adalah orang yang
memiliki hubungan dekat dengan si anak, seperti keluarga, guru maupun teman sepermainannya
sendiri. Tentunya ini juga memicu trauma pada anak.
Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan berarti tidak ada penyelesaiannya. Perlu
koordinasi yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama pada lingkungan keluarga untuk
mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan, menyeleksi tayangan televisi maupun memberikan
perlindungan serta kasih sayang agar anak tersebut tidak menjadi anak yang suka melakukan
kekerasan nantinya. Tentunya kita semua tidak ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin bangsa
yang tidak menyelesaikan kekerasan terhadap rakyatnya.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep kekerasan pada anak?
2. Apa saja factor penyebab kekerasan terhadap anak?
3. Bagaimana bentuk kekerasan terhadap anak?
4. Bagaimana dampak kekerasan terhadap anak?
5. Bagaimana solusi untuk menangani masalah kekerasan pada anak?
6. Bagaimana peran perawat terhadap kekerasan anak?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep kekerasan pada anak.
2. Untuk mengetahui apa saja factor penyebab kekerasan terhadap anak.
3. Untuk Mengetahui bagaimana bentuk kekerasan terhadap anak.
4. Untuk mengetahui bagaimana dampak kekerasan terhadap anak.
5. Untuk mengetahui bagaimana solusi untuk menangani masalah kekerasan pada anak.
6. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat terhadap kekerasan anak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kekerasan Terhadap Anak


Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam
Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Menurut Sutanto (2006) kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih
tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya
menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan,
cacat/kematian. Kekerasan pada anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan
terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun
psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan kasar yang mencelakakan anak dan segala bentuk
kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan
merendahkan/meremehkan anak.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan anak sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-
hak anak dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga untuk mencegahnya dapat
dilakukan oleh para petugas hukum.
Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abuse merupakan tindakan melukai
beulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan
hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan
seksual.

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak


Ada banyak faktor kenapa terjadi kekerasan terhadap anak:
1. Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton tv, bermain dll. Hal ini
bukan berarti orang tua menjadi diktator/over protective, namun maraknya kriminalitas di
negeri ini membuat perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
2. Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu
3. Kemiskinan keluarga (banyak anak).
4. Keluarga pecah (broken Home) akibat perceraian, ketiadaan Ibu dalam jangka panjang.
5. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak, anak yang
tidak diinginkan (Unwanted Child) atau anak lahir diluar nikah.
6. Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering memperlakukan anak-anaknya
dengan pola yang sama.
7. Kondisi lingkungan yang buruk, keterbelakangan.
8. Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu kekerasan
terhadap anak.
9. Kurangnya pendidikan orang tua terhadap anak.
Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (child abuse) terjadi
akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
1. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa
mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan
diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30%
anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada
anak-anaknya. Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua yang
memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan
kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai
orangtua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi
orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.
2. Stres Sosial (social stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap
anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment),
penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari
rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby),
orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga.
Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga
yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga
kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin
karena beberapa alasan.
3. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam
suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman
atau kerabat.
4. Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan
kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan
melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu,
keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan
penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana
mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak
yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama
bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.

2.3 Bentuk Kekerasan Terhadap Anak


Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang merumuskan definisi
tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse, yaitu emotional abuse,verbal abuse,
physical abuse, dan sexual abuse).
1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Physical abuse,terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika
anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan diingat anak itu jika kekerasan fisik
itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai
bagian tubuh anak.
2. Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui
anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar
karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan
kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan
emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara
emosional berlaku keji pada anaknya akan terusmenerus melakukan hal sama sepanjang
kehidupan anak itu.
3. Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi
penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan
mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.
4. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga).
Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan
hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau
tujuan tertentu.

2.4 Dampak dari Kekerasan pada Anak


Dampak kekerasan pada anak yang diakibatkan oleh orangtuanya sendiri atau orang lain
sangatlah buruk antara lain:
1. Agresif
Sikap ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya ditujukan saat anak
merasa tidak ada orang yang bisa melindungi dirinya. Saat orang yang dianggap tidak bisa
melindunginya itu ada disekitarnya, anak akan langsung memukul atau melakukan tindak
agresif terhadap si pelaku. Tetapi tidak semua sikap agresif anak muncul karena telah
mengalami tindak kekerasan.
2. Murung/Depresi
Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis seperti menjadi anak yang memiliki
gangguan tidur dan makan, bahkan bisa disertai penurunan berat badan. Ia akan menjadi anak
yang pemurung, pendiam, dan terlihat kurang ekspresif.
3. Mudah Menangis
Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidak nyaman dan aman dengan lingkungan
sekitarnya. Karena dia kehilangan figur yang bisa melindunginya, kemungkinan besar pada
saat dia besar, dia tidak akan mudah percaya pada orang lain.
4. Melakukan Tindak Kekerasan Terhadap Orang Lain
Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa memperlakukannya dulu. Ia
belajar dari pengalamannya, kemudian bereaksi sesuai dengan apa yang dia alami.

2.5 Solusi Mencegah Terjadinya Kekerasan pada Anak


Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas perlu adanya pengawasan dari orang
tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan terhadap anak
adalah kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.
2. Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan moral pada anak agar
berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasn itu
sendiri.
3. Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak agar bicara apa
adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya dengan
baik dan memberikan nasihat apa yang perlu dilakukan terhadp anak, karena banyak sekali
kekerasan pada anak terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
4. Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan orang yang kurang
dikenal dan lain-lain.
5. Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa seorang anak tetaplah
seorang anak yang masih perlu banyak belajar tentang kehidupan dan karena kurangnya
kesabaran orang tua banyak kasus orang tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya
sendiri.

2.6 Pencegahan Dan Penanggulangan Penganiayaan Pada Anak


Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan pada
anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan
kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse.
Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberikan pendidikan kepada
keluarga tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta cara menghadapi stress saat menjadi
orang tua. Browne mengemukakan, setidaknya skrening melibatkan 3 orang perawat yang akan
datang pada 9 bulan pertama kehidupan. Pada kunjungan pertama dilakukan pengkajian atas
adanya faktor yang berhubungan dengan abuse dan neglect, Pada kunjungan selanjutnya perawat
mengexplorasi persepsi orang tua tentang tentang anak dan stressor si keluarga. Pada kunjungan
ke tiga perawat melihat kembali tentang kebiasaan bayi dan pengasuhannya. Mengamati
pertumbuhan dan perkembangannya, dan membantu orang tua untuk mengenali perkembangan
yang sesuai dengan usia anak. Orang tua yang beresiko menjadi abusive parents akan memiliki
perkiraan yang tidak realistik tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, misalnya bayi berusia
6 bulan dianggap harus didisiplinkan karena tidak dapat mengikuti toilet training. (Smith and
Maurer, 1995)
Selain hal di atas, perawat juga hendaknya mengamati hubungan antara orang tua dengan
anak. Salah satu indikator kunci adalah kurangnya bonding antara ibu dan anak. . Bila bonding
lemah, maka perawat dapat meningkatkan pegasuhan dan kepercayaan diri orang tua sebagai
pengasuh anak.
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui:
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada
individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
1) Individu
a) Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat
b) Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
c) Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
d) Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
e) Pelayanan referensi perawatan jiwa
f) Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.
2) Keluarga
a) Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat
b) Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
c) Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow up)
d) Pelayanan sosial untuk keluarga
3) Komunitas
a) Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
b) Mengurangi media yang berisi kekerasan
c) Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis,
tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
d) Kontrol pemegang senjata api dan tajam

b. Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress


1) Individu
a) Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada keluarga pada tiap
pelayanan kesehatan
b) Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
c) Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan perlindungan
d) Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban
2) Keluarga
a) Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
b) Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group). Misalnya:
kelompok pemerhati keluarga sejahtera
c) Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan pelayanan pada
korban.
3) Komunitas
a) Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada korban dengan
standar prosedur dalam menolong korban
b) Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon, melaporkan,
pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak hukum/dinas sosial untuk pelayanan
segera.
c) Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi dan anak
d) Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah setempat.
e) Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
f) Kontrol pemegang senjata api dan tajam

c. Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan


1) Individu
a) Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
b) Konseling profesional pada individu
2) Keluarga
a) Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
b) Konseling profesional bagi keluarga
c) Self-help-group (kelompok peduli)
3) Komunitas
a) “Foster home”, tempat perlindungan
b) Peran serta pemerintah
c) “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
d) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi,
yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian
tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga
perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu
diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi
tanda2 aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara
konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan.
Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup
yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara
wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel
pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun jangka
panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.

2.7 Peran Perawat dalam pencegahan kekerasan pada anak.


Selaku perawat, kita mempunyai peran dalam mencegah permasalahan ini melalui pendekatan
asuhan keperawatan komunitas dan keluarga melalui strategi promosi kesehatan. Langkah pertama
yang harus kita lakukan adalah melakukan pengkajian dari segala aspek atau sektor terkait dengan
perilaku kekerasan, tindakan kekerasan dan juga korban dari kekerasan itu sendiri. menggali
informasi keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam upaya pencegahan timbulnya tindakan
kekeraasan dalam bentuk apapun serta menyusun rencana atau strategi-strategi yang dapat
dilakukan bersama masyarakat. Sehingga bentuk intervensi yang dapat kita lakukan merupakan
tindakan yang melibatkan lintas sektoral atau multidisipliner (Sutomo, 1997). Berikut strategi yang
dapat dilakukan kita sebagai perawat guna mecegah kekerasan pada anak yaitu :

a. Pencegahan primer
Perawat Komunitas melakukan tindakan pencegahan primer yang ditujukan untuk semua
orang tua dalam upaya meningkatkan kemampuan pengasuhan dan menjaga agar perlakuan
salah atau abuse tidak terjadi meliputi perawatan anak dan layanan yang memadai,
kebijakan tempat bekerja yang medukung, serta pelatihan life skill bagi anak.Yang
dimaksud dengan pelatihan life skill meliputi penyelesaian konflik tanpa kekerasan,
ketrampilan menangani stress, manajemen sumber daya, membuat keputusan efektif,
komunikasi interpersonal secara efektif, tuntunan atau guidance dan perkembangan anak,
termasuk penyalahgunaan narkoba.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan ini ditujukan bagi kelompok masyarakat dengan risiko tinggi dalam upaya
meningkatkan ketrampilan pengasuhan, termasuk pelatihan dan layanan korban untuk
menjaga agar perlakuan salah tidak terjadi pada generasi berikut. Kegiatan yang dilakukan
di sini di antaranya dengan melalukan kunjungan rumah bagi orang tua yang baru
mempunyai anak untuk melakukan self assessment apakah mereka berisiko melakukan
kekerasan pada anak di kemudian hari.
c. Pencegahan tersier
Dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pengasuhan yang menjaga agar perlakuan
salah tidak terulang lagi, di sini yang dilakukan adalah layanan terpadu untuk anak yang
mengalami korban kekerasan, konseling, pelatihan tatalaksana stres. pada saat kasus
kekerasan pada anak ditemukan, sebenarnya ada masalah dalam pengasuhan anak
(parenting disorder) di belakang kejadian tersebut. Maka dari itu, dasar dari strategi
pencegahan adalah tersedianya secara luas akses untuk mendapatkan informasi
pengasuhan bagi para orang tua khususnya bagi mereka yang memiliki anak pertama. Di
sisi lain, anak dengan segala haknya harus pula dimengerti dan dipahami para orang tua
sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas pemenuhan hak anak tersebut. Semua
usaha yang dilakukan dalam rangka mengubah perilaku orang tua agar melek informasi
pengasuhan dan hak anak. membutuhkan upaya edukasi sejak dini dan terus menerus.
Sehingga pendidikan sebagai bagian dari strategi pencegahan kekerasan pada anak menjadi
sangat penting.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak
disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi
maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan
norma-norma dalam masyarakat.
Beberapa faktor memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan
Anak pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya: struktur keluarga, pewarisan
kekerasan dari generasi ke generasi, stress sosial dan isolasi sosial, serta keterlibatan
masyarakat bawah.
Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak yaitu: kekerasan fisik, kekerasan emosional,
kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan kekerasan secara sosial. Ada empat macam abuse,
yaitu emotional abuse,verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse).
Factor lingkungan social dalam hal ini harus sangat diperhatikan, karena kekerasan dapat
bersumber dari lingkungan eksternal keluarga. Dampak yang akan diitimbulkan pada anak
diantaranya trauma, rasa takut untuk berinteraksi dengan lingkungan social, ataupun paranoid.
Perlu adanya penangan dan penanggulangan secara cepat dari keluarga atau pihak yang terkait
agar dampak kekerasan dapat segera ditangani dan tidak menimbulkan komplikasi masalah
pada anak.

3.2 Saran
Diharapkan untuk perawat tim medis lainnya, lebih memahami konsep kekerasan pada
anak serta penerapannya dalam parktik pelayanan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Abu, Huraerah. 2006. Kekerasan Terhadap Anak Jakarta : Nuansa,Emmy.


Soekresno. 2007. Mengenali Dan Mencegah Terjadinya TindakKekerasan Terhadap Anak.

Anda mungkin juga menyukai