Anda di halaman 1dari 20

Makalah Kekerasan Pada Anak

Disusun Oleh :

Kelas : PSIK 2 A Semester IV

Nama Anggota :

1. Dini Yuliarti (21117040)


2. Amirul Hajj (21117011)
3. Anom Budi Wijaya (21117016)
4. Cici Mulyani (21117024)
5. Eka Neviana (21117047)

Mata Kuliah : Keperawatan Anak 1

Dosen Pengampuh :Sri Tirtayanti .,S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2018-2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas ini
dalam bentuk makalah. Tak lupa ucapan terima kasih kepada Ibu Sri
Tirtayanti selaku dosen pembimbing dalam Mata Kuliah Keperawatan
Anak I . Adapun makalah ini Kami beri judul “Makalah Kekerasaan
Terhadap Anak . Makalah ini kami buat dengan sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya sebagai petunjuk maupun
pedoman bagi pembacanya. Harapan kami semoga makalah ini dapat
membantu pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Kami sadari makalah ini masih banyak kekurangannya, Kami


mohon maaf apabila ada kesalahan, baik dari kata-kata maupun cara
penulisan, apabila ada saran dan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini, kami dapat menerimanya
dengan senang hati, sehingga kami dapat memperbaiki segalanya di masa
yang akan datang.

Wasalamuallaikum wr.wb

Palembang, Mei 2019

Hormat Kami

Team Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan ......................................................................................... 4
D. Manfaat........................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 5

A. Pertanyaan................................................................................... 5

BAB III PENUTUP................................................................................. 17

A. Kesimpulan.................................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 19


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekerasan merupakan masalah kesehatan masyarakat di
samping menjadi masalah hukum dan sosial. Hal ini sesuai
dengan pendapat Jordan (2001) dalam Hastuti (2014) yang
menyatakan bahwa kekerasan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang pada saat ini menjadi perhatian dunia dan
memerlukan keterlibatan institusi kesehatan.
Masalah kekerasan anak bukanlah masalah yang berdiri
sendiri akan tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berinteraksi. Kekerasan pada anak atau lebih dikenal dengan
child abuse disebut juga child maltreatment merupakan tindakan
yang sengaja dilakukan oleh orang tua atau pengasuh anak.
Menurut Halawa (2014) bentuk kekerasan pada anak bisa
berupa kekerasan fisik, seksual, emosional dan penelantaran
anak, Setiap orang tua sekali waktu pasti pernah marah dalam
menghadapi sikap dan perilaku anak yang menyulitkan tersebut.
Banyak orang tua yang lepas kendali sehingga melakukan
kekerasan fisik atau mengatakan sesuatu yang menyakiti serta
membahayakan anak tersebut. World Health Organization
(WHO) mengestimasikan sebanyak 40 juta anak usia 0-14 tahun
di dunia telah mengalami child abuse, yang banyak terjadi baik
pada anak laki-laki maupun perempuan (WHO, 2003 dalam
Wulandari, 2007). Kajian Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa
Bangsa (PBB) tentang kekerasan terhadap anak yang
dipresentasikan pada Sidang Umum PBB 11 Oktober 2006 ba
hwa masih banyak anak - anak Indonesia yang mendapatkan
perlakuan salah atau buruk. Hal senada diungkapkan oleh Ketua
Pokja Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan Perlindungan Anak
Indonesia yang mengungkapkan adanya peningkatan kasus
kekerasan terhadap anak di Jakarta, baik oleh orang tua maupun
pihak lain ( UNICEF, 2006 dalam Wulandari, 2007). Di
Indonesia menurut data pelanggaran hak anak yang
dikumpulkan komisi nasional perlindungan anak (KPAI, 2006)
Dari data induk di Indonesia dan layanan pengaduan pada tahun
2006 jumlah kasus pelanggaran hak anak sejumlah 13.447.921
kasus. Sementara itu Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur
kasus kekerasan anak mengalami peningkatan pada tahun 2014
mencapai 523 kasus, pada tahun 2015 tercatat 290 kasus yang
dialami oleh anak. Jika diasumsikan hingga akhir tahun 2015
akan terjadi peningkatan kekerasan anak sekitar 50%
dibandingkan pada tahun 2014. Berdasarkan data dari KPPA
Kabupaten Ponorogo, pada tahun 2013 terdapat 14 kasus, tahun
2014 ada 21 kasus dan sampai bulan November 2015 mencapai
14 kasus. Menurut data KPPA Ponorogo didapatkan bahwa
daerah Sendang merupakan daerah yang sering terjadi kekerasan
anak, Selain itu diperkuat dengan studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti tanggal 4 Desember 2015 kepada 10
responden dalam bentuk kuesioner di Dusun Pondok Desa
Sendang Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo , diperoleh
data perilaku orang tua dalam mencegah kekerasan pada anak
yaitu positif berjumlah 4 responden, perilaku negatif 6
responden.
Menurut laporan Polres Ponorogo kejadian kekerasan anak
Pada tahun 2006 ada 4 kasus tahun 2007 ada 12 kasus dan
sampai bulan april 2008 terjadi 5 kasus. Urutan tertinggi dalam
kasus kekerasan yang menimpa anak berupa kekerasan fisik
(physical abuse) yaitu 33.3 %, disusul dengan pencabulan
(sexual abuse) sebesar 28.5 %. Kekerasan kejiwaan atau
emotional abuse/Psychis abuse dan sexualabuse (khususnya
kasus perkosaan) sebesar 14.2 %, dan yang terakhir berupa
sexual abuse yang dilakukan dengan saudara sedarah (incest)
sebesar 9.5% (Wibowo, 2008). Keluarga adalah dua atau lebih
individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan
dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu
dengan yang lainnya dalam peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1989
dalam Halawa, 2014). Anak-anak yang mendapat perilaku
kekerasan dari keluarganya disebabkan karena faktor
kemiskinan yang seringkali bergandengan dengan rendahnya
tingkat pendidikan orang tua, pengangguran dan tekanan mental
yang umumnya dipandang sebagai faktor dominan yang
mendorong terjadinya kasus kekerasan terhadap anak (Wibowo,
2008 ). Sementara itu, bahwa penyebab atau resiko terjadinya
kekerasan dan penelantaran terhadap anak dibagi ke dalam tiga
faktor yaitu faktor orang tua atau keluarga, faktor lingkungan
sosial atau komunitas, dan faktor anak sendiri. (Rusmil, 2004
dalam Huraerah, 2012). Dampak bagi anak yang merupakan
korban perilaku kekerasan adalah seperti anak suka membolos
sekolah, anak dapat tertinggal pelajaran, maka prestasi belajar
akan menurun (Lidya, 2009 dalam Halawa, 2014). 4 Dampak
yang lain adalah anak tidak bisa bergaul, suka berkelahi dengan
teman sebaya dan juga dapat muncul beberapa cedera fisik
akibat perilaku kekerasan seperti memar, rambut rontok, luka
dan lain sebagainya. Bila dampak tersebut terus menerus terjadi
pada anak-anak di Indonesia, maka hal tersebut dapat merusak
generasi penerus bangsa (Ardi, 2009 dalam Halawa, 2014).
Pencegahan perilaku kekerasan pada anak dalam keluarga perlu
dilakukan upaya yaitu memberikan pendidikan melalui
penyuluhan, pertemuan rutin masyarakat, acara organisasi, aktif
dikomunitas sosial, peran KPPA, tokoh masyarakat, menambah
wawasan bagaimana cara mendidik dan memahami anak tanpa
kekerasan. Bertambahnya wawasan keluarga yang baik dapat
mencegah perilaku kekerasan orang tua kepada anak.
Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian “Perilaku orang tua dalam mencegah
kekerasan pada anak”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana perilaku orang tua
dalam mencegah kekerasan pada anak?”
C. Tujuan
1. Mengetahui perilaku orang tua dalam mencegah kekerasan
pada anak.
2. Mengetahui Upaya Apa Yang ddapat dilakukan untuk
menekan kasus kekerasan pada anak
3. Mengetahui peran Perawat terhadap kasus kekerasan pada
anak
D. Manfaat
1. Bagi IPTEK
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan penelitian lebih
lanjut yang berkaitan dengan perilaku orang tua dalam
mencegah kekerasan pada anak
2. Bagi Institusi Hasil penelitian diharapkan untuk dijadikan
pengembangan ilmu dan teori keperawatan pada mata
kuliah keperawatan anak.
3. Bagi peneliti Hasil penelitian dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memperdalam pengalaman peneliti dalam
menerapkan ilmu riset keperawatan serta pengembangan
wawasan mengenai perilaku pencegahan kekerasan
terhadap anak.
BAB II
PEMBAHASAN

PERTANYAAN

1. Data komisi perlindungan anak Indonesia. 2011……


Bagaimana langkah kita/ cara kita menurunkan jumlah kasus yang
setiap tahun meningkat ?
a. Bantu Anak Melindungi diri
b. Bekali anak dengan ilmu bela diri
c. Memaksimalakan peran sekolah
d. Pendidikan Budi pekerti
e. Laporkan kepada pihak berwajib
2. Bila anak mengalami trauma mendalam, tak bisa dipulihkan , apa
langkah kalian yang baik !
Jawab : Menurut jurnal kekerasan seksual terhadap anak :
dampak dan penanganannya
Kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang,
disamping berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari,
juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga
dewasa. Dampak trauma akibat kekrasan seksual yang dialami oleh
anak-anak antara lain : pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan
anak terhadap orang dewasa (betrayal), trauma secara seksual
(traumatic sexualization) merasa tidak berdaya (powerlessness )
dan stigma (stigmatization).
Penanganan dan penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan
seksual haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang
terkait, seperti keluarga, masyarakat maupun Negara. Oleh karena
itu, didalam memberikn perlindungan terhadap anak perlu adanya
pendekatan system, yang meliputi system kesejahteraan social bagi
anak-anak dan keluarga, system peradilan yang sesuai dengan
standar internasional dan mekanisme untuk mendorong perilaku
yang tepat dalam masyarakat
3. Apa sikap otoriter orangtua menjadi salah satu kekrasan pada anak ?
sedangkan kita tahu bahwa orangtua ingin yang terbaik terhadap
anaknya !
Sikap otoriter orang tua akan membawa dampak besar dalam
perkembangan anak namun kenyataannya sikap otoriter orang
terkadang berhasil menghantarkan kesuskesaan seorang anak ,
namun hal ini terkadang diambil oleh sisi negatifnya misal karena
orang tuanya terlalu otoriter anak sering berbohong dan menutupi
kesalahan demi kesalahan yang pernah ia lakukan karena ketika ia
berkata jujur maka orang tua nya akan mengukum nya dengan
hukuman yang membuat anak itu trauma sehingga akan berdampak
kepada psikologi anak kemudian rekaman perbuatan orang tuanya
akan tertinggal permanen di dalam memori otak anak sehingga dia
akan berlaku sama seperti orang tua nya dikemudia hari . oleh
karena itu dalam hal ini perawat memiliki perana penting untuk
menurunkan angka kasus tersebut
4. Mengapa anak rentan terhadap kekrasan seksual ?
Jawab : Menurut jurnal kekerasan seksula terhadap anak :
dampak dan penangannya
Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan
seksual terhadap anak cukup membuat masyarakat terkejut. Kasus
kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi fenomena gunung
es.Hal ini disebabkan kebanyakan anak yang menjadi korban
kekerasan seksual enggan melapor. Karena itu, sebagai orangtua
harus dapat mengenali tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan
seksual.
5. Bagaimana peran orangtua agar tidak terjadinya tindakan asusila
terhadap anak ?
Jawab : Menurut jurnal pencegahan kasus kekrasan seksual
pada anak
Melalui komunikasi antar pribadi orangtua dan anak Peran
keluarga sangatlah penting. Orangtua diharapkan bias membangun
komunikasi yang baik dengan anak karena orangtua merupakan
tempat utama bagi anak untuk mengadu. Orangtua pun harus bida
membuta anak dapat terbuka dengan segala aktivitas yang dilakukan
dan menjadi tempat curahan hati bagi anak. Jurnal ini membahas
tentang pentingnya komunikasi antarpribadi yaitu orangtua dan
anaknya yang berusia dini untuk member pemahaman tentang
perlindungan diri dari kejahatan seksual
6. Bagaimana peran perawat sebagai konselor untuk memberikan
konseling kepada orangtua agar tidak sampai terjadi kekerasan pada
anak ?
a. Perawat harus memiliki sikap yang andal
Artinya perawat yang memiliki sikap yang andal adalah perawat
harus memberikan informasi yang tepat dan memilih beberapa
cara yang cermat untuk memahami situasi pada kasus tersebut
sehingga dapat menjelaskan kepada orang tua anak nya tanpa
menyinggung perasaan kedua orang tuanya
b. Perawat yang peka atau tanggap terhadap pasien
Yaitu perawat yang bertugas sebagai konselor mampu
memahami dan dapat membaca situasi saat ini dan mampu
memahami ekspresi yang digunakan oleh pasiennya sehingga
perawat dapat memilih cara untuk membantu pasien dan
memberikan pelayanan ity dengan cepat tanggap terhadap
kebutuhan pasien , cepat memperhatikan dan mengatasi
kebutuhan- kebutuhan pasien
c. Perawat yang Peduli dengan kondisi pasien tanpa membedakan
status
d. Perawat memiliki sikap sopan dan santun
e. Perawat memiliki sikap yang muda empati
f. Perawat yang memiliki sikap penuh kasih sayang dan perhatian
g. Perawat yng mampu berkomunikasi , Tanggung jawab dan
bekerjasama dengan baik
Peran perawat dalam memberikan dukungan psikologi kepada
pasien dengan memberikan etik dan sikap yang jujur , tekun
dalam tugas, serta tanggung jawab , suka mencurahkan waktu
dan perhatian , dan juga mampu konsisten serta tepat dalam
bertindak .
7. Jelaskan bagaimana penegakan hukum terhadap orangtua, guru
yang melakukan kekerasan pada anak ?
Menurut undang- Undang perlindunganAnak dalam UU 23 Tahun
2002 dan UU 35 Tahun 2014 padal 13 sangat jelas selama dalam
pengasuhan orang tuanya ia berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya. pasal 76 C juga
menjelaskan bahwa orang tua dan siapapun dilarang melakukan
kekerasan terhadap anak. "Semua masyarakat Indonesia harus tahu
jika pelaku kekerasan anak adalah orang tua maka dalam UU 35
tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak pasal 80 dijelaskan ancaman
hukumannya sepertiga lebih berat. Anak mati saja pelakunya harus
dipidana paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah). Hukuman tersebut ditambah
sepertiga dari ketentuan apabila yang melakukan penganiayaan
tersebut orang tuanya." Dia berharap semua orang memahami bahwa
kekerasan terhadap anak adalah pidana.
8. Bagaimana jika seorang anak telah mengalami trauma terhadap
kekerasan perbuatan orangtua. Menurut anda langkah apa yang
kalian akan lakukan ?
a. Melakukan hal- hal rutin bersama anak
b. Memberikan perhatian yang lebih pada anak
c. Menjauhkan anak dari hal- hal yang berhubungn dengan
penyebab trauma anak
d. Pahami reaksi anak terhadap trauma
e. Ajak anak bercerita untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan
f. Dukunng anak dalam pemberian rasa nyaman
9. Jelaskan faktor-faktor penyebab tindakan kekerasan orangtua
terhadap anak ?
Faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak disebabkan oleh
stress dalam keluarga. Stress dalam keluarga tersebut bisa berasal
dari anak, orang tua (suami atau Istri), atau situasi tertentu. Stress
berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan
perilaku yang terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Stress
yang berasal dari suami atau istri misalnya dengan gangguan jiwa
(psikosis atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa
lalu, orang tua terlampau perfect dengan harapan pada anak
terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin.
Stress berasal dari situasi tertentu misalnya terkena suami/istri
terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau pengangguran,
pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar. Penyebab utama
lainnya adalah kemiskinan, masalah hubungan sosial baik dalam
keluarga atau komunitas, penyimpangan perilaku sosial (masalah
psikososial). Lemahnya kontrol sosial primer masyarakat dan hukum
dan pengaruh nilai sosial kebudayaan di lingkungan sosial tertentu.
Menurut pasal 1 nomor 2 , Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan anak disebutkan bahwa:
“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”.
10. Jelaskan upaya-upaya apa saja yang dpaat dilakukan untuk
melindungi hak asasi anak agar terhindar dari kekerasan ?
Pada umumnya, upaya perlindungan anak dapat dibagi menjadi
perlindungan langsung dan tidak langsung, dan perlindungan yuridis
dan non-yuridis. Upaya-upaya perlindungan secara langsung di
antaranya meliputi: pengadaan sesuatu agar anak terlindungi dan
diselamatkan dari sesuatu yang membahayakannya, pencegahan dari
segala sesuatu yang dapat merugikan atau mengorbankan anak,
pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya atau
dari luar dirinya, pembinaan (mental, fisik, sosial), pemasyarakatan
pendidikan formal dan informal, pengasuhan (asah, asih, asuh),
pengganjaran (reward), pengaturan dalam peraturan perundang-
undangan.(Gosita, 1996: 6) Sedangkan, upaya perlindungan tidak
langsung antara lain meliputi: pencegahan orang lain merugikan,
mengorbankan kepentingan anak melalui suatu peraturan perundang-
undangan, peningkatan pengertian yang tepat mengenai manusia
anak serta hak dan kewajiban, penyuluhan mengenai pembinaan
anak dan keluarga, pengadaan sesuatu yang menguntungkan anak,
pembinaan (mental, fisik dan sosial) para partisipan selain anak yang
bersangkutan dalam pelaksanaan perlindungan anak, penindakan
mereka yang menghalangi usaha perlindungan anak. (Gosita,
1996:7)
Kedua upaya perlindungan di atas sekilas nampak sama dalam
hal bentuk upaya perlindungannya. Perbedaan antara keduanya
terletak pada objek dari perlindungan itu sendiri. Objek dalam upaya
perlindungan langsung tentunya adalah anak secara langsung.
Sedangkan upaya perlindungan tidak langsung, lebih pada para
partisipan yang berkaitan dan berkepentingan terhadap perlindungan
anak, yaitu orang tua, petugas dan pembina. Demi menimbulkan
hasil yang optimal, seyogyanya upaya perlindungan ini ditempuh
dari dua jalur, yaitu dari jalur pembinaan para partisipan yang
berkepentingan dalam perlindungan anak, kemudian selanjutnya
pembinaan anak secara langsung oleh para partisipan tersebut.
Upaya-upaya ini lebih merupakan upaya yang integral, karena
bagaimana mungkin pelaksanaan perlindungan terhadap anak dapat
berhasil, apabila para partisipan yang terkait seperti orang tua, para
petugas dan pembina, tidak terlebih dahulu dibina dan dibimbing
serta diberikan pemahaman mengenai cara melindungi anak dengan
baik.
Ditinjau dari sifat perlindungannya, perlindungan anak juga
dapat dibedakan dari menjadi: perlindungan yang bersifat yuridis,
meliputi perlindungan dalam bidang hukum perdata dan dalam
hukum pidana; perlindungan yang bersifat non-yuridis, meliputi
perlindungan di bidang sosial, bidang kesehatan dan bidang
pendidikan. (Waddong, 2000:40)
Perlindungan yang bersifat yuridis atau yang lebih dikenal
dengan perlindungan hukum.Menurut Arief (1998: 156) hal tersebut
merupakan upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan
dan hak asasi anak (fundamental rightsandfreedomsofchildren) serta
berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.
Perlindungan hukum dalam bidang keperdataan, terakomodir dalam
ketentuan dalam hukum perdata yang mengatur mengenai anak
seperti,
1). Kedudukan anak sah dan hukum waris
2). Pengakuan dan pengesahan anak di luar kawin
3) Kewajiban orang tua terhadap anak
4) Kebelumdewasaan anak dan perwalian. (Retnowulan, 1996:3)
Dalam hukum pidana, perlindungan anak selain diatur dalam
pasal 45, 46, dan 47 KUHP (telah dicabut dengan diundangkannya
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak). Kemudian, terdapat juga beberapa pasal yang secara
langsung atau tidak langsung berkaitan dengan perlindungan anak,
yaitu antara lain pasal 278, pasal 283, pasal 287, pasal 290, pasal
297, pasal 301, pasal 305, pasal 308, pasal 341. Selanjutnya, dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak
yang pada prinsipnya mengatur mengenai perlindungan hak-hak
anak. Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, tentang
Kesejahteraan Anak, pada prinsipnya diatur mengenai upaya-upaya
untuk mencapai kesejahteraan anak. Dan, yang terakhir Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, yang pada prinsipnya mengatur mengenai perlindungan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam konteks peradilan
anak.
Implementasi perlindungan hukum bagi anak sebagai korban
ternyata belum maksimal sebagaimana yang diberikan oleh undang-
undang. Walaupun belum maksimal, namun ada beberapa bentuk
perlindungan hukum yang sudah diberikan kepada anak sebagai
korban sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 pasal 64 ayat (3),
bahwa anak sebagai korban mendapatkan
(a) rehabilitasi baik dalam lembaga maupun luar lembaga,
(b) upaya perlindungan dan pemberitaan identitas melalui media
massa untuk menghindari labelisasi,
(c) pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli
baik fisik, mental, maupun sosial, dan
(d) pemberian aksebilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara.
Selain itu, hak anak sebagai korban yang menderita secara fisik
perlu mendapatkan restitusi maupun kompensasi atas akibat
penderitaan yang dialaminya. Sebagaimana terkandung dalam
Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan Bagi Para Korban
Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (Resolusi Majelis Umum
PBB No. 40/34 tertanggal 29 November 1985). Deklarasi tersebut
mengandung ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Para korban berhak untuk mendapatkan penggantian segera atas
kerugian yang mereka derita.
b. Mereka harus diberitahu tentang hak mereka untuk mendapat
ganti rugi.
c. Para pelaku atau pihak ketiga harus memberi restitusi yang adil
bagi para korban, keluarga, dan tanggungjawab mereka.
Penggantian demikian harus mencakup pengembalian hak milik
atau pembayaran atas derita atau kerugian yang dialami,
penggantian atas biaya yang dikeluarkan sebagai akibat
viktimisasi tersebut, dan penyediaan pelayanan serta pemulihan
hak-hak.
d. Bilamana kompensasi tidak sepenuhnya didapat dari pelaku atas
sumber-sumber lainnya, negara harus berusaha menyediakan
kompensasi keuangan.
e. Para korban harus mendapat dukungan dan bantuan material,
pengobatan, psikologis dan sosial yang diperlukan. (Yulia, 2010:
196)
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
sebagai bagian akhir dari pada keseluruhan proses penulisan
ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak secara
fisik adalah segala tindakan penyiksaan, pemukulan dan
penganiyaan anak dengan atau tanpa menggunakan benda
yang menimbulkan luka fisik atau kematian pada anak.
b. Yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak secara
psikis adalah segala tindakan yang meliputi menghardik,
menyampaikan kata-kata kasar atau kotor, memperlihatkan
gambar porno kepada anak yang menyebabkan
terganggunya mental anak berupa ketakutan, pendiam, dan
emosi tidak stabil.
c. c. Yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak secara
Seksual adalah segala tindakan berupa perlakuan yang kasar
melalui sentuhan sampai berujung pemerkosaan, pemaksaan
melakukan hubungan seksual terhadap anak untuk tujuan
komersial, serta menunjukkan atau membiarkan anak
melihat gambar pornografi.
d. Yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak secara
Sosial adalah segala tindakan yang mencakup penelantaran
anak,eksploitasi anak 69 berupa: anak diasingkan dalam
keluarga,tidak diberikan pendidikan yang layak, pemaksaan
anak untuk bekerja.
e. Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak kekerasan
terhadap anak baik secara fisik, psikis, seksual dan sosial
yang dilakukan oleh orang tua yaitu diakibatkan kurangnya
pengetahuan orang tua tentang ilmu agama, rendahnya
ekonomi keluarga,latar belakang orang tua yang juga
menjadi korban kekerasan di masa kecil, dan faktor
lingkungan sekitar yang buruk.
f. Salah satu upaya pencegahan terjadinya kekerasan terhadap
anak menurut responden yaitu dengan berlaku dan
disosialisasikannya UU No 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak.
g. Dukungan dan bantuan kepada korban kekerasan dapat
diterima tidak hanya melalui keluarga tetapi juga dari
tetangga, tokoh masyarakat setempat, tenaga kesehatan,
pekerja social, pembimbing rohani, dan lembaga bantuan
hukum.
B. Saran
Dalam menyampaikan masukan guna menyambung maksud
dan tujuan dari hasil penelitian dan pengamatan peserta
analisis dapatlah disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Orang tua diharapkan lebih sering berkomunikasi dengan
anakanaknya mengenai berbagai hal yang dialami anak
dalam70 keseharianya, baik berbagai hal yang dialami
anak di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
masyarakat sekitarnya. Terjalinnya komunikasi yang baik
antara anak dan orang tua diharapkan terbentuk hubungan
batin yang kuat antara anak dan orang tua sehingga apabila
terjadi benturan keinginan dapat diselesaikan dengan
komunikasi positif, sehingga kekerasan anak dalam
keluarga dapatt dihindarkan.
2. Orang tua diharapkan memiliki self control atau
pengendalian diri yang baik, yaitu apabila anak melakukan
kesalahan ataupun perilaku anak menyimpang dari
keinginan orang tua, agar tidak langsung membentak atau
memukul anak, tetapi memberikan teguran dan pengarahan
dengan tetap menjaga emosi.
3. Orang tua diharapkan dapat menjadi tauladan yang baik
bagi anak, karena proses pendidikan yang pertama sekali di
peroleh anak dan berlangsung terus-menerus adalah pada
lingkungan keluarga atau informal education. 4. Tanamkan
sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama
mengajarkan moral pada anak agar berbuat baik, hal ini
dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku
kekerasan itu sendiri. Sesekali bicaralah secara terbuka
pada anak dan berikan dorongan pada anak agar bicara apa
adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang
tua bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan
bimbingan dan nasihat kepada anak, guna mempersipakan
diri anak yang bermental tangguh.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Huraerah .2006 .Kekerasan Terhadap Anak Jakarta :
Nuansa , Emmy .Soekresno.2007.Mengenali dan Mencegah
Terjadinya Tindakkan Kekerasan terhadap Anak
UU PA No.23 tahun 2003 tentang perlindungan Anak

Anda mungkin juga menyukai