Anda di halaman 1dari 18

DAMPAK INCEST TERHADAP PELAKU DAN KETURUNANNYA

LAPORAN PENELITIAN

DISUSUN OLEH

NAMA : NEO AHMAD FEBRAMSYAH


NIS : 2597
KELAS : XII MS 3

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI RIAU


SMA NEGERI PLUS PROVINSI RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,
karena kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
yang berjudul “Dampak Incest Terhadap Pelaku Dan Keturunanya”. Proposal
penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran PKN di SMA
Negeri Plus Provinsi Riau. Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis
mengalami kesulitan dan penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Maka, dalam kesempatan ini
pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Suyatmi M.Pd. selaku guru pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis selama proses penyelesaian penelitian ini. Penulis sangat
berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr, Wb.

Pekanbaru, 1 maret 2023

Neo Ahmad Febramsyah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian......................................................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORI.....................................................................................................................4
A. Hakikat Incest.............................................................................................................................4
B. Hakikat Keturunan.....................................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................................6
A. Dampak Incest Terhadap Pelaku..............................................................................................6
D. Dampak Incest Terhadap Korban.............................................................................................9
C. Dampak Incest Terhadap Keturunannya...............................................................................11
BAB IV KESIMPULAN...................................................................................................................13
A. Kesimpulan...............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................14

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1. tabel gen ibu normal dan ayah hemofilia..……………………………..…..……...………12

2. tabel gen ibu pembawa hemofilia dan ayah hemofilia.……………..………………………


12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pergeseran nilai-nilai sosio kultural yang terjadi di masyarakat mengakibatkan
lemahnya peranan nilai-nilai yang dapat mempengaruhi prilaku warga masyarakat yang tidak
terlepas dengan hubungan perkawinan. Hal tersebut yang sering dikaitkan dengan timbulnya
gejala penyimpangan di dalam masyarakat termasuk kehidupan seksual masyarakat. Tindak
pidana dibidang kesusilaan atau sering disingkat delik susila sebagian besar berkaitan dengan
kehidupan seksual masyarakat. Darurat kejahatan seksual dan kasus Kekerasan terhadap
perempuan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal demikan terjadi
dikarena keadaban sosial manusia pada saat ini sedang sakit.

Adapun fakta menunjukan pelaku kerap kali berasal dari keluarga dan juga anak-anak
dibawah umur yang melakukan tindakan pemerkosaan, pencabulan, seks bebas, bahkan
perbuatan inses. Bahwasanya sesungguhnya inses tidak dikehendaki pada hampir semua
masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang keberadaan inses.

Secara umum Incest atau Inses adalah hubungan seksual antara keluarga yang masih
memiliki hubungan sedarah. Sebagai perkosaan, inses adalah salah satu bentuk tindakan
kekerasan seksual yang paling dikutuk karena menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi
korbannya. Persoalannya, inses masih terus dianggap tabu untuk diungkap dan dibicarakan.
Jika tabu ini terus terpelihara, maka sama saja kita melindungi pelaku kejahatan dan
membiarkan penderitaan korban terus tercipta. Inses juga banyak menyebabkan keturunan
yang lemah atau cacat, hal ini sangat merugikan bagi umat manusia dan dianggap tidak
manusiawi.

Larangan inses telah di atur secara tegas di dalam Pasal 294 KUHP, akan tetapi
berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Komnas PA dan KPAI jumlah kekerasan seksual
terhadap anak dari tahun ke tahun terus meningkat termasuk jumlah anak sebagai korban
tindak pidana inses. Selama ini pandangan yang ada menyebutkan bahwa pada saat pelaku
kejahatan telah diperiksa, diadili dan dijatuhi hukuman pidana, pada saat itulah perlindungan
terhadap korban telah diberikan, padahal pendapat demikian tidak sepenuhnya benar

1
Alasan penulis memilih judul ”Dampak Incest Terhadap Pelaku Dan Keturunanya”
karena penulis banyak melihat, mendengar, dan mengetahui banyaknya kasus inses di
Indonesia dalam waktu beberapa tahun lalu. Beberapa kasus inses juga ada yang mengandung
unsur kekerasan seksual yang dapat termasuk kedalam kasus pemerkosaan. Inses juga banyak
menghasilkan anak yang lemah disbandingkan dengan anak normal. Perbuatan inses juga
merupakan tabu dalam Masyarakat dan akan mengucilkan bahkan menghukum orang yang
melakukan, tetapi dalam beberapa adat di indonesia inses diperbolehkan. Dengan sanksi
sosial dan sanksi hukum yang berat, pelaku tetap melakukan perbuatan tersebut. Hal hal
tersebut membuat penulis tertarik dan memilih topik ini sebagai judul.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapun rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana
dampak incest terhadap pelaku yang melakukan dan keturunan mereka?”

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yaitu:

1. untuk mendeskripsikaan ap aitu incest, jenis incest, penyebab incest

2. untuk mendeskripsikan dampak incest, solusi dari incest

2
D. Manfaat Penelitian
Ada beberapa maanfaat penelitian ini sebagai berikut :

Manfaat bagi peneliti

1) Dapat menerapkan metode atau ilmu yang telah diperoleh selama menjadi siswa. 2) dapat
melatih menganalisa permasalahan dan mencari penyelesaiannya

Manfaat bagi masyarakat

Masyarakat dapat mengetahui apa itu incest, jenis incest, penyebab incest, dan dampak incest

Manfaat bagi pemerintah

Pemerintah dapat membuat dan menyesuaikan sosialisasi dan Pendidikan tentang incest, serta
menyesuaikan hukum hukum yang berkaitan dengan incest

Manfaat bagi peneliti selanjutmya

Dapat menjadi referensi kepada peneliti yang meneliti terkait inses dan dampaknya

3
BAB II
KAJIAN TEORI

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggali informasi dari berbagai sumber
sebagai bahan perbandingan, baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang sudah ada.
Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari buku-buku maupun skripsi dalam rangka
mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan
judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah.

A. Hakikat Incest
Secara umum, Inses adalah suatu hubungan seksual yang dilakukan oleh dua orang
yang masih ada hubungan atau pertalian sedarah maupun perkawinan. Sedangkan inses dalam
kamus besar bahasa Indonesia adalah hubungan seksual antara orang-orang yang bersaudara
dekat yang dianggap melanggar adat, hukum dan agama.

Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, incest adalah hubungan seksual yang dilakukan
oleh pasangan yamg memiliki ikatan keluarga yang kuat, seperti misalnya ayah dengan anak
perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama keluarga kandung

menurut Kartini Kartono, incest adalah hubungan seks diantara pria dan wanita di
dalam atau diluar ikatan perkawinan, dimana mereka terkait dalam hubungan kekerabatan
atau keturunan yang yang dekat sekali.

Supratik mengatakan bahwa: taraf koitus antara anggota keluarga, misalnya antara
kakak lelaki dengan adik perempuannya yang dimaksud adalah hubungan seksual.Atau antara
ayah dengan anak perempuannya, yang dilarang oleh adat dan kebudayaan.

Lustig menyatakan terdapat lima kondisi gangguan keluarga yang memungkinkan terjadinya
incest, yaitu:

1. Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi figure perempuan utama yang
mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.

2. Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya.

3. Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kebutuhan
untuk mempertahankan kestabilan sifat patriachat-nya.

4
4. Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga
untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali.

5. Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan
seksual sebagai istri.

Menurut pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa incest adalah hubungan
seksual yang terjadi di antara anggota kerabat dekat, biasanya adalah kerabat inti seperti
ayah, atau paman. Incest dapat terjadi suka sama suka yang kemudian bisa terjalin dalam
perkawinan dan ada yang terjadi secara paksa yang lebih tepat disebut dengan perkosaan.
Incest digambarkan sebagai kejadian relasi seksual; diantara individu yang berkaitan darah,
akan tetapi istilah tersebut akhirnya dipergunakan secara lebih luas, yaitu untuk menerangkan
hubungan seksual ayah dengan anak, antar saudara. Incest merupakan perbuatan terlarang
bagi hampir setiap lingkungan budaya.

B. Hakikat Keturunan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keturunan adalah manusia,
binatang, atau tanaman yang diturunkan dari yang sebelumnya. Dengan demikian, keturunan
adalah makhluk hidup yang diturunkan dari makhluk hidup sebelumnya

Secara etimologis, keuturunan dipahami sebagai pertalian kekeluargaan berdasarkan


hubungan darah sebagai salah satu akibat dari perkawinan. Sedangkan secara terminologis,
keturunan adalah ikatan keluarga sebagai hubungan darah, baik karena hubungan darah
(bapak, kakek, ibu, nenek, dan seterusnya) ke bawah (anak, cucu, dan seterusnya) maupun
kesamping (saudara, paman, dan lain sebagainya)

Menurut Wasti Sumanto, faktor keturunan (hereditas) merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perkembangan manusia. Hereditas dalam hal ini dapat diartikan sebagai
totalitas karakteristik seseorang yang diwariskan oleh orang tua kepada anaknya atau segala
potensi baik potensi fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa pembentukan
(konsepsi) pertumbuhan ovum oleh sperma, sebagai warisan dari orang tua melalui gen-gen.
Dengan demikian, hereditas merupakan pewarisan (pemindahan) biologis, berupa
karakteristik individu dari pihak orang tua kepada anaknya.

5
BAB III
PEMBAHASAN

A. Dampak Incest Terhadap Pelaku


Pelaku incest adalah individu yang melakukan perbuatan incest. Pelaku incest dapat
termasuk kedua belah pihak yang setuju melakukan hal tersebut ataupun individu yang
memaksa individu lainnya untuk melakukan incest.

1. menurut hukum agama dan negara

berdasarkan ikatan perkawinan Keterkaitan antara hubungan perkawinan tidak


terlepas dari larangan hubungan perkawinan, hal tersebut dikarenakan pranata kehidupan
yang bersumber atas kepercayaan manusia terhadap adanya Tuhan yang pada dasarnya
mengatur hal-hal yang diperbolehkan maupun hal yang tidak diperbolehkan, Lazimnnya hal
tersebut untuk kepentingan keturunan sehingga perlu dibuat adanya suatu “silsilah”, yaitu
suatu bagan dimana gambarkan dengan jelas garis-garis keturunan dari seorang suami/isteri,
baik yang lurus keatas, lurus kebawah maupun yang menyimpang.

Adapun asas hukum undang-undang perkawinan menurut C.S.T Cansil:

a. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu
dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan keperibadiannya membantu dan
mencapai kesejehteraaan spritual dan material.

b. Sahnya perkawinan Perkawinan dianggap sah kalau dilakukan menurut hukum


masingmasing agama dan kepercayaan, dan selanjutnya dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Bahaya Perbuatan Inses dari Segi Agama. Bahaya persetubuhan atau zina inses yang
dapat ditimbulkan yakni bahaya tersebut terhadap akhlak dan agama, jasmani atau badan dan
juga terhadap masyarakat dan keluarga. Bahaya terhadap agama dan akhlak dari perbuatan
zina termasus inses sudah cukup jelas. Seseorang yang melakukan perbuatan zina, pada
waktu itu ia merasa gembira dan senang, sementara dipihak lain perbuatannya menimbulkan
kemarahan dan kutukan Tuhan, karena Tuhan melarangnya dan menghukum pelakunya.
Disamping itu, perbuatan zina itu mengarah kepada lepasnya keimanan dan hati pelakunya,

6
sehingga andaikata ia mati pada saat melakukan zina tersebut maka ia akan mati dengan tidak
membawa iman.

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat beberapa aturan yang terkait dengan


perkawinan. Inses adalah perkawinan yang dilakukan antara seseorang yang memiliki
hubungan darah atau kekerabatan satu sama lain. Hubungan inses banyak dilarang oleh
banyak agama dan banyak negara menyatakan inses sebagai illegal. Dengan melakukan inses,
pelaku melanggar hukum agama dan hukum negaranya.

2. menurut norma dan kesusilaan

Perbuatan inses merupakan perbuatan yang tidak bermoral dan bertentangan dengan
nilai-nilai yang ada di masyarakat yang bertentangan dengan sila Pancasila Kemanusian yang
adil dan beradab serta Undang- Undang Dasar Negara Republik Indoenesia.

Inses menurut KUHP sendiri tidak diatur secara konkrit didalam pasal-pasalnya dan
istilah inses juga tidak ditemukan dalam KUHP. KUHP hanya mengatur bahwa terhadap
praktek inses ini dapat dikualifisir masuk dalam dua kategori lihat, yakni:

a. Kategori Pertama sebagai sebuah perbuatan yang asusila karena adanya sebuah hubungan
seksual (perzinaan) antara si pelaku dengan si korban. Karena adanya Persetujuan kedua
belah pihak dan pelaku sesama orang dewasa.

b. Kategori Kedua sebagai sebuah perbuatan yang asusila karena adanya sebuah hubungan
seksual secara paksa dilakukan pelaku dengan si korban yang memiliki relasi hubungan
(darah-perkawinan) dimana korban belum masuk kategori dewasa.

Untuk kategori pertama, praktek inses masuk sebagai tindak pidana perzinaan tersebut
diatur dalam BAB ke – XIV dari Buku II KUHP. Pengaturan mengenai perzinaan dalam
KUHP berada di dalam Pasal 284. Untuk kategori kedua maka praktek Inses sebagai tindak
pidana tersebut diatur dalam BAB ke – XIV dari Buku II KUHP. Pengaturan mengenai
kejahatan inses dalam KUHP berada di dalam 294 ayat (1). Pasal 294 ayat (1) tersebut
menyatakan: Melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tiri, anak angkat, anak
dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa, yang
pemeliharaanya, pendidikan atau pengawasanya diserahkan padanya atau pun dengan

7
bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama
7 tahun.

Perbuatan cabul atau melanggar kesusilaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah
berasal dari kata ontucht plegen, tindakan-tindakan yang berkenaan dengan hal seksual atau
masuk dalam pengertian suatu hubungan seksual. Ini berarti cakupan perbuatan yang
dikategorikan dalam cabul/melanggar susila dalam tindak pidana inses ini adalah perbuatan-
perbuatan yang masuk dalam pengertian perbutan cabul dan lain-lainnya yang berkenaan
dengan nafsu seksual. Jadi terbatas hanya kepada pencabulan namun jika dikaitkan dengan
konteks yang lebih luas beberapa pasal KUHP lainnya juga dapat diterapkan kepada
perbuatan inses namun secara terbatas.

Karena adanya faktor hubungan tersebutlah maka kejahatan dalam pasal ini memiliki
kekhususan yang berbeda dengan kejahatan kesusilaan lainnya. Faktor karena adanya
hubungan tersebut dianggap sebagai dapat mempermudah terjadinya kejahatan dan
penyalahgunaan kewajiban. Oleh karena itulah maka tindak pidana ini harusnya diberikan
ganjaran hukum pidana yang lebih berat dari kejahatan seksual lainnya di KUHP. Perbuatan
tersebut masuk dalam pasal inses terkait pula dengan posisi atau kondisi korban yang
mencakup:

(1) anaknya yang belum dewasa,

(2) anak tiri,

(3) anak angkat yang belum dewasa,

(4) anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau

(5) dengan orang yang belum dewasa, yang pemeliharaanya, pendidikan atau pengawasanya
diserahkan padanya ataupun

(6) dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa.

Dalam pengertian ini harus ada prasyarat kondisi yakni belum dewasa. Belum dewasa
disini maksudnya adalah belum berumur 21 tahun dan belum pernah menikah.Beberapa
catatan penting yang patut menjadi perhatian. Karena kostruksi kejahatan dalam pasal
tersebut terlalu menguntungkan bagi pelaku dan merugikan korban yakni: Pertama, perbuatan
inses dalam KUHP khususnya dalam pasal 274 (1) sangat terbatas kepada perbuatan inses
dalam konteks pencabulan yang karenanya tidak termasuk persetubuhan. Tindak pidana inses

8
yang dilakukan dengan persetubuhan kerap menggunakan pasal-pasal perkosaan yang secara
karakter berbeda dengan dengan inses. Kedua, KUHP tidak mengakomodir kejahatan inses
terhadap hubungan dewasa. Karena harus ada prasyarat kondisi belum dewasa maka
walaupun korban pencabulan atau perbuatan kesusilaan tersebut merupakan anak kandung
anak tiri, anak angkat yang belum dewasa, anak dibawah pengawasannya dll. Namun ternyata
diketahui bahwa korban telah dewasa maka perbuatan tersebut tidak masuk kategori pasal
294 ayat (1) melainkan akan masuk dalam rumusan pasal-pasal KUHP lainnya yakni
mengenai perbuatan cabul, persetubuhan atau perkosaan. Jika perkosaan akan dikenakan
pasal 285 namun jika cara-caranya masuk dalam perbuatan cabul maka akan dikenakan pasal
289 KUHP dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan di atas, inses melanggar norma dan moral. Karena inses
dilarang, maka pernikahan yang sah diantara pelaku tidak memungkinkan. Oleh karena itu,
hubungan diantara mereka yang setuju dan tidak melalui paksaan termasuk dalam perbuatan
zina. Jika korban merupakan anak-anak atau belum dewasa maka pelaku telah melakukan
pemerkosaan dan melanggar hak perlindungan anak. Pelaku pencabulan terhadap anak dan
perzinaan dipandang rendah di antara Masyarakat, yang menyebabkan pengucilan dalam
Masyarakat. Ditambah lagi hukuman dari negara bagi yang melanggar norma, moral, Susila,
dan ham. Karena pengucilan dan catatan criminal tersebut, pelaku akan sulit berinteraksi
dengan Masyarakat dan mencari pekerjaan.

D. Dampak Incest Terhadap Korban


Jika perbuatan inses hanya disetujui secara sepihak, artinya perbuatan tersebut telah
mengandung unsur pelaku dan korban. Korban biasanya dipaksa untuk melakukan keinginan
pelaku. Tentunya efek atau dampak yang diterima oleh korban bersifat khusus.

1. menurut fisik

Adapun gangguan fisik yang dapat terjadi seperti Keputihan, mengompol, nyeri pada
vagina. Secara umum penderitaan korban sebagaimana dikutip Topo Santoso sebagai berikut:
Dampak secara fisik adalah: sakit asma, menderita migrain, sulit tidur, sakit ketika
berhubungan seksual, luka pada bibir (lesion on lipcaused by scratch), luka pada alat kelamin,
kesulitan buang air besar, luka pada dagu, infeksi pada alat kelamin, kemungkinan tidak
dapat melahirkan anak, penyakit kelamin, infeksi pada pinggul dan lain-lain.nyeri pada
rektal, perdaraha, Konstipasi, mengalami disuria (sakit saat buang air kecil) kronis.

9
2. menurut psikologis

Untuk gangguan psikologis yang dapat terjadi pada korban pemerkosaan inses seperti
depresi, mengalami gangguan tidur, kurang konsentrasi, mengalami mimpi buruk, fobia,
gangguan makan, menarik diri dari lingkungan, menjalani perilaku seksual sebelum
waktunya dan kemungkinan terjadi kejahatan lain seperti perbuatan aborsi, bunuh diri akibat
dari frustasi atau stress berat yang terjadi pada korbannya.

Bahaya Perbuatan Inses ditinjau Segi Pendidikan dan Psikologis Terhadap Keluarga.
Inses termasuk dalam bentuk kekerasan dalam area domestik yang mana masuk dalam bentuk
kekerasasan dan abuse seksual. Adapun bentuk kekerasan dan abuse seksual pada masa anak-
anak yang belum dapat memahami sepenuhnya apa yang dialami oleh dirinya berakibat pada
anak akan mengembangkan pola-pola perbuatan tersebut dengan secara tidak sengaja melihat
perbuatan inses, lalu meniru dengan keyakinan yang salah sesuai dengan sosialiasiasi yang
telah diterima, selain itu juga dapat menimbulkan rasa bersalah betrayel (merasa dikhianati),
stigmatisasi, serta trauma seksual. Dalam ilmu psikologi dikenal adanya dua bagian besar
teori mengenai kejiwaan yaitu:

a. Teori Molar, yaitu teori tentang individu sebagai keseluruhan, misalnya teori tentang
tingkah laku individu dalam proses kelompok;

b. Teori Molekular, yaitu teori tentang fungsi-fungsi syaraf dalam tubuh suatu organisme.

Berdasarkan teori-teori diatas maka dapat dipahami bahwa perkembangan jiwa


individu dipengaruhi oleh faktor interaksi belajar secara sosial dari lingkungan sekitarnya
dimana efek internal individu memiliki kecenderungan untuk mengalami perubahan sehingga
adanya proses interaksi negatif yang dilakukan di lingkungan keluarga, apabila perbuatan
inses terjadi didalam keluarga akan memberikan dampak buruk bagi keluarga yang
mengetahui bahkan melihat perbuatan inses tersebut secara langsung dan juga berakibat pada
munculnya perubahan sosial yang terjadi di dalam keluarga.

10
C. Dampak Incest Terhadap Keturunannya
Incest juga menimbulkan dampak yang sangat besar bagi keturunan dari kedua
individu yang melakukan incest. Anak dari ayah dan ibu yang memiliki hubungan darah yang
dekat memiliki dampak berkemungkinan buruk, yaitu berisiko tinggi terlahir dengan cacat
serius, Gangguan mental, Kelainan resesif autosomal, Kelainan fisik bawaan, Gangguan
intelektual parah, Kematian dini.

1. menurut genetic

Dalam perkawinan terdapat pertukaran gen dari kedua orang tua. Tujuannya adalah
melakukan penggabungan dua gen dari dua organisme yang selamat, mendominasi, dan kuat
agar menciptakan keturunan yang lebih superior.

Genetic memiliki gen dominan dan gen resesif. Gen dominan adalah gen yang lebih
cenderung menjadi karakteristik anak, sebab gen dominan akan menang jika gen lainnya
yang mengatur karakteristik yang sama adalah gen yang resesif. Gen resesif adalah gen yang
lebih lemah dan akan kalah jika dipasangkan dengan gen dominan. Gen seresif akan menjadi
karakteristik anak jika gen resesif yang sama berpasangan, artinya dari kedua orang tua.

Sebagai contoh karakteristik warna mata coklat adalah gen dominan dan karakteristik
warna mata biru adalah gen resesif, artinya jika orang bermata biru kawin dengan orang
bermata coklat maka anaknya bermata coklat. Jika kedua orang tua bermata biru, maka anak
juga bermata biru.

Incest menjadi masalah saat gen resesif yang sama bertemu. Karena kebanyakan
penyakit genetic dan disorder bersifat resesif. Seseorang bisa mempunyai gen resesif tetapi
tidak tampak karena ada gen dominan, tetapi mereka masih memilikinya dan menjadi
pembawa gen resesif tersebut ke anaknya. Seseorang dapat menjadi pembawa penyakit
hemofilia tetapi tidak menderita hemofilia atau sehat-sehat saja, tetapi saat kedua pembawa
gen tersebut kawin maka anaknya menderita hemofilia kerena kedua gen resesif bertemu.

11
Gambar 1 : tabel gen ibu normal dan ayah hemofilia

Dari table di atas, dapat disimpulkan bahwa ibu yang normal (XHXH) kawin dengan
ayah hemofilia (XhY) menghasikan anak laki laki normal (XH) tetapi anak perempuannya
menjadi pembawa sifat hemofilia (Xh) walaupun sehat. Berarti ada 50% kemungkinan anak
mereka menjadi pembawa hemofilia dan 50% normal.

Gambar 2 : tabel gen ibu pembawa hemofilia dan ayah hemofilia

Jika ayah tersebut melakukan incest dengan anak perempuannya, maka akan seperti
table di atas. Artinya ada 25% anak mereka menjadi pembawa (XHXh), 25% normal (XHY),
dan 50% menderita hemofilia (XhXh) (XhY) karena kedua gen resesif bertemu. Karena
incest, kemungkinan anak mereka menderita hemofilia meningkat 50%.

2. menurut sosial

Anak hasil incest sering tidak dapat diterima dalam Masyarakat sebagai anak yang
sah. Karena incest banyak dilarang di banyak negara dan agama, pernikahan sah orang tuanya
tidaklah memungkinkan. Hal ini membuat anak hasil incest menjadi anak hasil perzinaan,
anak haram, anak yang kotor. Anak hasil incest sering menjadi target perundungan,
penghinaan, dan diskriminasi.

12
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Incest adalah kasus yang banyak terjadi di seluruh Indonesia. Incest sering
mengandung permasalahan kekerasan seksual. Kekerasasn tersebut rentan terjadi pada anak
di bawah umur. Incest merujuk pada perbuatan seksual antara anggota keluarga yang
memiliki hubungan darah atau perkawinan. Tindak pidana ini dianggap sebagai bentuk
pelecehan seksual yang melibatkan pelanggaran terhadap norma-norma etika dan hukum
yang mengatur hubungan keluarga. Kita menyadari bahwa tindak pidana incest memiliki
dampak yang sangat merugikan bagi korban dan keluarga yang terlibat. Tindakan ini
melanggar hak-hak asasi individu, menciptakan trauma emosional yang mendalam, dan
mengganggu hubungan keluarga yang seharusnya didasarkan pada cinta, kepercayaan, dan
perlindungan.

Negara-negara memiliki peraturan hukum yang tegas terkait kejahatan ini dengan
tujuan melindungi korban dan mencegah terjadinya kasus-kasus serupa di masa depan. Selain
penegakan hukum yang kuat, perlu ada upaya dalam mencegah terjadinya inses melalui
pendidikan, dukungan psikologis, dan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya tindak pidana ini. Dalam kesimpulannya, tindak pidana inses
merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian dan tindakan tegas. Keadilan bagi
korban, penegakan hukum yang efektif, dan Langkah-langkah pencegahan yang holistik
harus menjadi fokus utama dalam upaya melawan inses.

Pelaku incest yang melanggar hukum-hukum tersebut akan dikenakan sanksi pidana,
sanksi sosial, dan sanksi agama. Dampak yang sangat besar juga dialami oleh korban berupa
luka, infeksi, masalah Kesehatan dan masalah fisik lain. Korban juga mengalami pengaruh
psikologi yang buruk seperti depresi, stress berat, mimpi buruk, bunuh diri. Anak dari hasil
incest juga terkena dampak seperti penyakit genetic resesif dan pengucilan dari Masyarakat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 5

Andrew Karmen, Crimen Victim: Introducton to Victimology, (California: Stanford


University Press, 1984), p. 23

Arfiana, Muzdalifa. (2018). Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak Oleh
PelayananTerpadu Perempuan Dan Anak Surakarta (PTPAS). Surakarta

Baron, Robert & Branscombe, Nyla. (2015). Psikologi Sosial Jilid 1 Edisi ketiga belas.
Jakarta: Erlangga

Chaplin, J. P. (2009). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.

Davit Setyawan. 2014. Inses terhadap Anak: Banyak Terjadi Sedikit Terungkap.

Firganefi,Jurnal hukum. ‘Analisis factor penyebab tindak pemerkosaan dalam


keluarga’Vol.no 5 juli – Desember( 2011)

Munir al-Ba’albakki, Kamus al-Maurid: Injelizi-’Arabi, ‘Arabi-Injelizi; madah: Inses

Pasal 26 ayat 1 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014, t.t.

Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, t.t.

Pasal 289 ayat (2) KUHP, t.t.

Rahman, Agus Abdilla (2017). Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahuan Empirik. Jakarta: Rajawali Pres

Sawitri Supardi Sadarjoen. 2005. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung:
Refika Aditama

Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi Remaja Rosdakarya. Bandung: Aksara

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, t.t.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, t.t.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, t.t.

Urquiza, A. & Capra, M. 1990. Dampak dari pelecehan seksual: Efek awal dan jangka
panjang

14

Anda mungkin juga menyukai