Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

CHILD ABUSE
(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak)
Dosen Pengampu: Denni Fransiska Marpaung, S.kp., M.Kep

Disusun Oleh :
AMALIA NUR FADILAH (191FK01008)
RESA ROSDIANA (191FK01096)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas Berkat dan karunia-NYA, kami dapat menyelesaikan tugas makalah
“CHILD ABUSE”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang
mencangkup aspek pengertian, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, evaluasi
diagnostic, penatalaksanaan Child Abuse. Dengan memahami aspek tersebut,
diharapkan bagi semua orang yang membaca makalah ini, dapat memahami isi makalah.
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna dalam
proses belajar dan pembelajaran. Kami sadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, kami mohon maaf bila ada suatu informasi yang salah dan
kurang lengkap.
Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca mengenai makalah
ini, sehingga kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi dikemudian hari.

Bandung, 5 november 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 4
1.3 Tujuan............................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Child Abuse.................................................................... 5
2.2 Klasifikasi Child Abuse.................................................................... 5
2.3 Etiologi.............................................................................................. 7
2.4 Manifestasi klinis.............................................................................. 8
2.5 Pencegahan dan penanggulangan..................................................... 10
2.6 Konsep asuhan keperawatan child abuse.......................................... 11
a. Pengkajian................................................................................... 11
b. Diagnosa...................................................................................... 13
c. Intervensi..................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 20
3.2 Saran................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Akhir-akhir ini, kekerasan pada anak semakin merajalela di mana-mana.
Hampir setiap hari di media masa mulai dari kekerasan ringan hingga kekerasan
yang merenggut nyawa anak tersebut. Fenomena-fenomena kekerasan yang terjadi
mengundang keprihatinan dari banyak pihak terutama komnas anak yaitu KPAI.
Kekerasan memiliki dampak negative secara psikologis terhadap anak yang menjadi
korban kekerasan dari orang terdekat seperti orang tua, keluarga, pengasuh,
tetangga, guru dan yang terdekat di lingkungan anak. Kekerasan pada anak tentu
memberikan dampak-dampak serius kepada perilaku anak di masa yang akan
datang.
Sekjen KPAI, Erlinda mengatakan kasus kekerasan terhadap anak dapat
dikatakan sudah memasuki 'fase darurat' sebab sampai awal Mei 2014 saja sudah
terjadi lebih dari 400 kasus. Kasus kekerasan anak ini, tambahnya, membutuhkan
perhatian yang lebih dari pemerintah pusat agar tidak semakin meningkat. "Ya kami
berharap ada instruksi presiden dan aparat penegak hukum agar benar-benar
memperhatikan masalah perlindungan anak. "Setelah kasus kekerasan seksual
terhadap siswa TK sekolah internasional di Jakarta, muncul kasus pedofil di
Sukabumi dengan jumlah korban 110 anak dan pelakunya satu orang. Tim KPAI
memulihkan psikologis para korban telah dilakukan bekerjasama dengan pemerintah
Kota Sukabumi, dengan dibantu relawan karena jumlah korban yang besar.
1.2. Rumusan masalah
1. Pengertian Child Abuse ?
2. Kliasifikasi Child Abuse ?
3. Etiologi Child Abuse ?
4. Manifestasi klinis Child Abuse ?
5. Pencegahan dan penanggulangan Child Abuse?
6. Asuhan keperawatan child Abuse ?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami pengertian, klasifikasi, etiologi, manifestasi
klinis, evaluasi diagnostic, penatalaksanaan, asuhan keperawatan Child Abuse.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Child Abuse
Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan
sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua,
wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat
mereka.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau
orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental
maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare
memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan
seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan
oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak,
sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.

2.2 Klasifikasi
A. Physical abuse (Kekerasan fisik)
Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh
orang dewasa. Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang,
mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau
rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang seorang anak.
Guncangan terhadap seorang anak dapat menyebabkan sindrom
guncangan bayi yang dapat mengakibatkan tekanan intrakranial,
pembengkakan otak, cedera difusaksonal, dan kekurangan oksigen yang
mengarah ke pola seperti gagal tumbuh, muntah, lesu, kejang, pembengkakan
atau penegangan ubun-ubun, perubahan pada pernapasan, dan pupil melebar.
Perbedaan antara disiplin anak dan tindak kekerasan sering kurang
didefinisikan. Budaya norma tentang apa yang merupakan tindak kekerasan
sangat bervariasi: kalangan profesional serta masyarakat yang lebih luas tidak
setuju pada apa yang disebut merupakan perilaku kekerasan.
B. Psychological/emotional abuse (Psikologis / Kekerasan emosional)
Kekerasan emosional didefinisikan sebagai produksi cacat psikologis
dan sosial dalam pertumbuhan seorang anak sebagai akibat dari perilaku
seperti berteriak keras, kasar dan sikap kasar, kurangnya perhatian, kritik
keras, dan fitnah dari kepribadian anak. Contoh lain termasuk nama
panggilan, ejekan, degradasi, kerusakan barang-barang pribadi,
penyiksaan atau pembunuhan hewan peliharaan kesayangan, kritik
berlebihan, tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan, pemutusan
komunikasi, dan pelabelan rutin atau penghinaan.
Korban kekerasan emosional dapat bereaksi dengan menjauhkan
diri dari pelaku, internalisasi kata-kata kasar atau dengan menghina
kembali pelaku penghinaan. Kekerasan emosional dapat mengakibatkan
gangguan kasih sayang yang abnormal atau terganggu, kecenderungan
korban menyalahkan diri sendiri (menyalahkan diri sendiri) untuk
pelecehan tersebut, belajar untuk tak berdaya, dan terlalu bersikap pasif.
C. Neglect (Penelantaran)
Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung
jawab gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai
keperluan, termasuk fisik (kegagalan untuk menyediakan makanan yang
cukup, pakaian, atau kebersihan), emosional (kegagalan untuk
memberikan pengasuhan atau kasih saying, keselamatan, dan
kesejahteraan terancam bahaya), pendidikan (kegagalan untuk
mendaftarkan anak di sekolah), atau medis (kegagalan untuk mengobati
anak atau membawa anak ke dokter).
Penelantaran juga kurangnya perhatian dari orang-orang di
sekitarnya anak, dan tidak ada penyediaan kebutuhan yang relevan dan
memadai untuk kelangsungan hidup anak, yang akan menjadi anak
kurang perhatian, cinta, dan kasih sayang.
Anak terlantar mungkin mengalami keterlambatan perkembangan
fisik dan psikososial, mungkin mengakibatkan psikopatologi dan
gangguan neuropsikologi fungsi termasuk fungsi eksekutif, perhatian,
kecepatan berpikir, bahasa, memori dan keterampilan sosial. Anak-anak
terlantar menunjukkan peningkatan perilaku agresif dan hiperaktif,
memiliki waktu lebih sulit membentuk dan mempertahankan hubungan,
seperti romantis atau persahabatan, di kemudian hari karena kurangnya
keterikatan mereka dalam tahap awal mereka hidup.
D. Sexual Abuse (Kekerasan Seksual)
Kekerasan seksual anak (CSA) adalah bentuk kekerasan anak di
mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua pelanggaran anak untuk
rangsangan seksual. Kekerasan seksual mengacu pada partisipasi anak
dalam tindakan seksual yang ditujukan terhadap kepuasan fisik atau
keuntungan dari orang yang melakukan tindakan tersebut. Bentuk CSA
termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas
seksual (terlepas dari hasilnya), paparan senonoh dari alat kelamin untuk
anak, menampilkan pornografi untuk anak, aktual kontak seksual dengan
seorang anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin
anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi
pornografi anak . Jual jasa seksual anak-anak dapat dilihat dan
diperlakukan sebagai kekerasan anak dengan layanan yang ditawarkan
kepada anak daripada penahanan sederhana.

2.3 Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik
kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
1) Stres yang berasal dari anak
a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik
anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah
anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda
dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga
anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi
dengan lingkungan disekitarnya
c. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku
dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya
d. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang
memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang
memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan
dengan anak bertemperamen lemah
2) Stress keluarga
a. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab
lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku anak.
b. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua
c. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan
munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik,
lemah mental, dsb
3) Stress berasal dari orangtua, yaitu:
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan
kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu
mengecewakan orang lain
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama
terhadap orang lain atau anaknyasebagai bentuk pelampiasan atas
kejadian yang pernah dialaminya
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuatorangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan
anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan
kekerasan.
2.4 Manifestasi Klinis
1) Akibat pada fisik anak
a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan
retina akibatdari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ
dalam lainnya
b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan
saraf,gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
c. Kematian
2) Akibat pada tumbuh kembang anak 
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah,
pada umumnyalebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak
sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a) Kecerdasan
- Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan
dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
- Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
jugakarena malnutrisi.
b) Emosi
- Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri
yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,
perkembangan hubungan sosialdengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
- Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi
agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang
lainnya menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka
ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal
sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb.
c) Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu
menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d) Agresif
Anak mendapatkan perlakuan yang salah secara badani, lebih agresif
terhadap temansebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru
tindakan orangtua mereka ataumengalihkan perasaan agresif kepada
teman sebayanya sebagai hasil miskinnyakonsep harga diri
e) Hubungan social
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman
sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit
teman dan suka mengganggu orangdewasa, misalnya dengan
melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
3) Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
a) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret
vagina, dan perdarahan anus.
b) Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia,atau perubahan tingkah laku.
c) Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan
umurnya.Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan
vulva, himen, dan anus anak.

2.5 Pencegahan dan penanggulangan Child Abuse


Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah
melalui:
1) Pedidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus dan bagian lain dalam pelajaran
biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan
harus dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu
meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak
juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat
membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan
pada anak.
2) Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no. 4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan
secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk
penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak
berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
secara wajar.
3) Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleha
artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik
jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan
lebih ditekankan.

2.6 KONSEP ASUHAN KEPEWATAN CHILD ABUSE


A. Pengkajian
Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda
adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-
macam child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk
mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa
disertai anak, kemudian menginterview anak.
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah
orang lain atau saudaranya untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi,
atau masalah psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan
ketergantungan tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah,
intoleransi makanan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan
gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa
dengan jenis kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan
anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan
diagnosa keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
1. Psikososial
a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
b. Gagal tumbuh dengan baik
c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan
psikososial
d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
a. FrakturDislokasi
b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
a. Infeksi saluran kemih
b. per vagina
c. pada vagina/penis
d. Nyeri waktu miksi
e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4. Integumen
a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
b. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
c. tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
d. Bengkak.

Pemeriksaan radiologi :
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak,
yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi,
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk
meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada
rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya
fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma
kepala yang berat.
- MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan
kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
- Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
-  Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
- Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami
penganiayaan seksual.

B. Diagnosa Keperawatan
1. kekerasan
2. Isolasi social
3. Koping keluarga inefektif
4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan

C. Intervensi
1) Perilaku kekerasan
Tujuan :
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan
orang lain.
Kriteria hasil :
- Klien dapat membina hubungan saling percaya.
- Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang
dimiliki.
- Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
- Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
- Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
- Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada
perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
c. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien
dalam hidupnya.
d. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek
positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
e. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
f. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah
sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
g. Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
h. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai
kemampuan yang dimiliki
i. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan
j. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
2) Isolasi social
Tujuan :
Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.
Kliteria Hasil:
- Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
- Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.
- Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.
- Kecemasan klien telah berkurang.
Intervensi :
1. Psikotrapeutik
a. Bina hubungan saling percaya
- Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan
waktu interaksi dan tujuan.
- Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk
menunjukkan penghargaan yang tulus.
- Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien
tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak
berkepentingan.
- Selalu memperhatikan  kebutuhan klien.
b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
- Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai
istilah yang sederhana
-  Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas
dan teratur.
- Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan
perawat.
- Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan
c. Kenal dan dukung kelebihan klien
- Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa
digunakan klien, cara menceritakan perasaanya  kepada orang
lain yang terdekat/dipercaya.
- Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif
- Dukung koping klien yang konstruktif
- Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
- Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal
terapi.
- Lakukan interaksi dengan klien  sesering mungkin.
- Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.
- Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap, dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan
dua perawat, kemudian ditambah dengan satu klien dan
seterusnya.
- Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.
2. Pendidikan kesehatan
a. Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-
kata seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-raga,
bermain musik, cara berhubungan dengan orang lain : keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
b. Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
c. Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan
hubungan dengan klien.
d. Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas
dilingkungan masyarakat.
3. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat
melaksanakannya sendiri.
b. Bimbing klien berpakaian yang rapi
c. Batasi kesempatan untuk tidur
d. Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar,
radio dan televisi.
e.   Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
4. Lingkungan Terapeutik
a. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun
orang lain dari ruangan.
b. Cegah  agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam
jangka waktu yang lama.
c. Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di ruangan.
3) Koping keluarga inefektif
Tujuan :
Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal
Kriteria hasil :
Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan menyelesaikannya
dengan tindakan yang tepat.
Intervensi :
a. Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .
Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima
perasaannya sehingga mempermudah pemberian asuhan kepada anak
dengan benar.
b. Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.
Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara baik
dan benar tanpa menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan yang
buruk.
c. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap
anak.
Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya dapat
dilaksanakan keluarga terhadap anak.
d. Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai
status pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.
Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk
meningkatkan peran sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh
kembang anaknya.
e. Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.
Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
( orang tua ),tentang pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang
anak,memiliki pengetahuan tentang metode pengasuhan yang baik,dan
menanamkan kesadaran untuk menerima anaknya dalam keadaan apapun.
4) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan :
Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Kriteria hasil :
- Klien dapat membina hubungan saling percaya.
- Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
- Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
- Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa
dilakukan.
- Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
- Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan
secara konstruktif.
- Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
- Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan.
- Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu
tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman
dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat
dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien
dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
c. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak
mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian
persoalan.
d. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari
penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
e. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga
memudahkan untuk intervensi.
f. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
g. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
h. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
i. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan
masalahnya.
j. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
k. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
l. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel /
marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
m. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam
perubahan perilaku klien.
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Child Abuse (Kekerasan anak) adalah penganiayaan fisik, seksual atau
emosional atau penelantaran anak atau anak-anak. Di Amerika Serikat, Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) and the Department for Children And
Families (DCF) (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan
Departemen Anak dan Keluarga (DCF)) mendefinisikan penganiayaan anak
sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan atau kelalaian oleh orang tua
atau pengasuh lainnya yang mengakibatkan kerugian, potensi bahaya, atau
ancaman membahayakan anak. Penyalahgunaan anak dapat terjadi di rumah
anak, atau dalam organisasi, sekolah atau komunitas anak berinteraksi. Ada
empat kategori utama kekerasan terhadap anak: pengabaian, kekerasan fisik,
kekerasan psikologis atau emosional, dan kekerasan seksual. Etiologi, fator
penyebab kekerasan pada anak baik kekerasan fisik atau psikhis yaitu: Stress
yang berasal dari anak, Stress keluarga, dan Stress berasal dari orangtua.
Manifestasi klinis atau dampak dari kekerasan anak baik fisik atupun pshikis
yaitu: Akibat pada fisik anak, Akibat pada tumbuh kembang anak, Akibat dari
penganiayaan seksual. Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologis
yang lengkap, laboratorium dan radiologi. Pencegahan dan penanggulangan
penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui: Pelayanan kesehatan,
Pendidikan, Penegak hukum dan keamanan dan Media massa.

2.2 Saran
Kekerasan memang tidak dapat ditolerir, apalagi terhadap anak. Menyarankan
agar orangtua bahkan semua orang 'bergerak' bila mengetahui anak mengalami
kekerasan. Tidak perlu ragu meski pelaku kekerasan datang dari kerabat atau
pasangan Anda sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.scribd.com/doc/39800308/Child-Abuse-pada-anak
http://en.wikipedia.org/wiki/Child_abuse
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/05/140506_kekerasan_anak.shtml
http://www.ayahbunda.co.id/Berita.Ayahbunda/Seputar+AB/
saran.pakar.soal.kekerasan.pada.anak/002/001/41/all/0/1

Anda mungkin juga menyukai