Anda di halaman 1dari 53

Minggu, 25 April 2021

Ahad, 13 Ramadan 1442 H

KAJIAN SURAH YUNUS AYAT 57


“Fungsi Al-Qur’an Bagi Umat Manusia, Petunjuk Jalan yang Benar”

Prof. Dr. Sofyan Sauri, M.Pd.

Q.S. Yunus Ayat 57

َ‫ُور َوهُدًى َو َرحْ َمةٌ لِّ ْل ُمْؤ ِمنِين‬ ٓ


ِ ‫ٰيََأيُّهَا ٱلنَّاسُ قَ ْد َجٓا َء ْت ُكم َّموْ ِعظَةٌ ِّمن َّربِّ ُك ْم َو ِشفَٓا ٌء لِّ َما فِى ٱلصُّ د‬

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman.

Asbabun Nuzul

Sebab ayat ini turun karena Allah memperingatkan dan menyampaikan kepada manusia
keagungan al-Qur’an. Al-Qur’an telah diturunkan kepada mereka yang mengandung pelajaran
bagi mereka dari Sang Pencipta, agar menjadi pengingat, pelembut dan obat hati, penyelamat
dari kepercayaan dan hawa nafsu yang rusak, cahaya yang melenyapkan kegelapan jahiliyah,
petunjuk menuju kebenaran, dan rahmat yang besar bagi orang-orang yang beriman kepada
Allah dan rasul-Nya (Tafsir Al-Muktasar).

Di dalam ayat ini disebutkan pedoman-pedoman hidup itu, sebagai jawaban atas
keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Allah dan ancaman-ancaman-Nya.

Ayat ini menyimpulkan fungsi Al-Qur’an al-Karim dalam memperbaiki jiwa manusia di
antaranya: mauidzhah, syifa’, huda dan rahmah

Kandungan Ayat

 Ayat ini adalah seruan untuk seluruh manusia tanpa pandang agama, suku, ras, warna
kulit dan bangsa.

 Allah mengajak seluruh makhluk-Nya untuk kembali kepada Al-Qur’an.


 Allah menyebutkan diantara sifat-sifat Al-Qur’an yang indah dan sangat di butuhkan
oleh seluruh hamba-Nya.

 Al-Qur’an adalah Mau’idhoh yaitu pemberi nasehat agar kita selalu melakukan amalan-
amalan yang mendatangkan ridha dan pahala dari Allah.

 Al-Qur’an adalah Syifaa’ yaitu obat penyembuh dari segala macam penyakit.

 Penyakit syubuhat disebabkan lemahnya iman dan kurangnya ilmu sehingga seseorang
dipenuhi dengan keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian, kebingungan,
ketidakmantapan dan berbagai macam kekacauan dalam jiwanya.

 Adapun penyakit syahwat adalah timbul dari hawa nafsu dan keinginan untuk selalu
memuaskannya sehingga seseorang tidak mau tunduk dan patuh kepada Allah.

 Apabila hati seseorang telah sehat dan sembuh dari penyakitnya maka seluruh anggota
tubuhnya akan sehat pula.

 Al-Qur’an menunjukkan jalan yang lurus agar kita melaluinya dan Al-Qur’an mengajak
kita untuk selalu membersihkan diri kita dari segala kotorannya.

 Al-Qur’an adalah Rahmat yaitu apabila kita telah mengamalkan dan tunduk kepadanya
maka rahmat Allah akan turun kepada kita dan kitapun mendapatkan kesuksesan,
keuntungan, kebahagiaan, kesenangan dan kedamaian abadi di dunia dan di akhirat.

Nilai-nilai Pendidikan

• Mendidik manusia agar senantiasa mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya

• Belajar menerima nasihat yang baik dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman

• Senantiasa menjaga kesehatan ruh dan jasad dari penyakit lahir dan batin

• Senantiasa bertaubat, berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah. Dan kembali kepada
Al-Qur’an sebagai obat penawar dari berbagai penyakit

Ayat yang Relevan


ٰ
‫َونُنَ ِّز ُل ِمنَ ْٱلقُرْ َءا ِن َما هُ َو ِشفَٓا ٌء َو َرحْ َمةٌ لِّ ْل ُمْؤ ِمنِينَ ۙ َواَل يَ ِزي ُد ٱلظَّلِ ِمينَ ِإاَّل خَ َسارًا‬
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian.” (QS. Al-Isra : 82)

Penjelasan Ayat

1) Al-Quran itu mengandung penyembuh dan rahmat. Akan tetapi, kandungan itu bukan
untuk setiap orang. Itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang beriman yang
membenarkan ayat-ayat-Nya lagi mengetahuinya.

2) Adapun orang-orang zhalim yang tidak membenarkan atau tidak mau mengamalkannya,
maka ayat-ayat itu tidak menambah kepada mereka kecuali kerugian belaka.

3) Penyembuhan yang disebutkan dalam al-Quran itu bersifat umum untuk menyembuhkan
hati dari syubhat dan kebodohan, pemikiran rusak, dan penyimpangan yang buruk, serta
niat yang busuk.

4) Al-Qur’an dapat menyembuhkan tubuh dari rasa sakit dan gangguan-gangguannya.

Kisah Teladan Al-Qur’an Merupakan Obat

Seorang mutadabbir mengatakan: suatu ketika aku ditimpa suatu kecanduan kepada hal yang
diharamkan, jika aku meninggalkannya seakan-akan hatiku terbelah, karenanya aku melalaikan
kewajiban menuntut ilmu.

Maka kemudian aku bertanya kepada salah seorang Masyaikh, beliau menasihatiku
dengan tiga perkara, dan hanya satu yang membuatku tersentuh: yaitu membaca kitab Allah
dengan tadabbur, dan memohon kesembuhan hati dari penyakit kecanduan itu, maka
akupun melakukannya, dan demi Allah setelah itu aku menjadi benci dengan kecanduan itu dan
jiwaku kembali menjadi lebih baik.

Dalam kisah, seseorang yang jiwanya sedang gelisah mendatangi Abdullah Ibn Mas'ud. Orang
tersebut meminta nasihat kepada Ibn Mas'ud, terkait kondisi hatinya yang gelisah.

Kemudian, Ibn Mas'ud menasihati orang itu untuk membaca Al-Qur’an, mendengarkan
bacaan Al-Qur’an orang lain, mendatangi tempat di mana banyak orang membaca Al-Qur’an,
dan memahami perintah Allah dalam Al-Qur’an. Setelah mengamalkan anjuran Ibn Mas'ud
untuk bersahabat dengan Alquran, orang itu merasakan ketenangan jiwa, kejernihan pikiran, dan
kesehatan jasmani.

Makna Syifa’

Asy-Syifā’ yang sejajar dengan al-Kitab, al-Huda, atau al-Furqan merupakan nama lain dari al-
Qur’an yang bermakna "obat". Kata Syifā’ disebut sebanyak 4 kali dalam al-Qur’an, yaitu
dalam surat Yunus Ayat 57, An-Nahl Ayat 69, Al-Israa’ Ayat 82, dan Fushshilat Ayat 44.

Al-Qur’an sebagai Syifā’ terhadap penyakit ruhani maupun jasmani, baik yang
berbentuk kesalahan akidah maupun kerusakan akhak. Menurut Ibnu Katsir sesungguhnya al-
Qur’an merupakan penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Sebagaimana dalam penjelasan hadis Nabi Muhammad SAW:

‫ فِإنَّهُ يَْأتِي يَوْ َم القيام ِة َشفِيعًا َألصْ حابِ ِه‬، َ‫ا ْق َرؤوا القُرْ آن‬

“Bacalah Alquran karena sesungguhnya pada hari kiamat ia akan hadir memberikan
pertolongan kepada orang-orang yang membacanya.” (HR Baihaqi).

Empat Sifat yang Terkandung dalam QS. Yunus : 57

Fakhrudin Ar-Razi dalam Kitab Mafatih Al-Ghaib menyatakan pada surat Yunus ayat 57
bahwasanya Allah memberikan sifat al-Qur’an dengan empat macam yaitu:

• Keberadaan al-Qur’an sebagai mauidzah atau pelajaran dari Allah

• Al- Qur’an sebagai Syifā’ atau obat terhadap penyakit hati

• Al-Qur’an sebagai hudan atau petunjuk

• Al-Qur’an sebagai rahmat bagi orang- orang yang beriman

4 Fungsi Diturunkannya Al-Qur’an (QS. Yunus : 52)

Mauidzhah, yaitu pelajaran dari Allah kepada seluruh manusia agar mereka mencintai yang hak
dan benar, serta menjauhi perbuatan yang batil dan jahat.
Syifa’, yaitu penyembuh bagi penyakit yang bersarang di dada manusia, seperti penyakit syirik,
kufur dan munafik, termasuk pula semua penyakit jiwa yang mengganggu ketenteraman jiwa
manusia, seperti putus harapan, dll.

Huda, yaitu petunjuk ke jalan yang lurus yang menyelamatkan manusia dari keyakinan yang
sesat dengan jalan membimbing akal dan perasaannya agar berkeyakinan yang benar dengan
memperhatikan bukti-bukti kebenaran Allah, serta membimbing mereka agar giat beramal.

Rahmah, yaitu karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang mukmin, yang dapat mereka
petik dari petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam Alquran.

Kekhususan Rahmah

Orang mukmin yang meyakini dan melaksanakan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam
Al-Qur'an akan merasakan buahnya. Mereka akan hidup tolong-menolong, sayang-menyayangi,
bekerja sama dengan menegakkan keadilan, menumpas kejahatan dan kekejaman, serta saling
bantu membantu untuk memperoleh kesejahteraan. Allah berfirman:

Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (al-Fath/48: 29)

Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan
saling berpesan untuk berkasih sayang. (al-Balad/90: 17)

Rahmah dikhususkan bagi orang-orang mukmin sebab merekalah yang mau menjadikan
Al-Qur'an sebagai pedoman, dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
Sedang orang-orang kafir dan orang-orang musyrik tidak mau mempercayai apalagi mengerjakan
isi kandungannya.

3 Fungsi Diturunkannya Al-Qur’an (Tafsir Ibnu Katsir)

Pertama, peringatan terhadap perbuatan-perbuatan yang keji.

Maksudnya adalah dari kebimbangan dan keraguan, yaitu sebagai penyembuh penyakit
yang bersumber di dalam dada.

Kedua, petunjuk.

Ketiga, sebagai rahmat.


Dengan mengamalkan Al-Qur’an kita akan memperoleh petunjuk dan rahmat dari Allah
SWT. dan sesungguhnya hal itu hanyalah diperoleh bagi orang-orang mukmin dan orang-orang
yang percaya serta meyakini apa yang terkandung di dalam Al-Qur’an.

Keistimewaan dan fungsi al-Qur’an para ulama mengemukakan bahwa ayat-ayat al-
Qur’an dapat menyembuhkan penyakit-penyakit jasmani. Mereka merujuk kepada sekian riwayat
yang diperselisihkan nilai dan maknanya. Sehingga Al-Qur’an merupakan obat bagi penyakit
ruhaniyyah dan jasmaniyyah.

Makna Ruh dan Jasad

Menurut Ar-Razi dalam Mafatih Al-Ghaib, bahwa arwah itu hakikatnya bermacam-macam. Di
antaranya ada yang suci bersinar, ada yang jelek menyesatkan, ada yang terang, ada yang rusak,
ada yang baik ada yang hina.

Sedangkan jasad dapat dipahami sebagai segala sesuatu sebagai jasadiah maupun
badaniah. Hubungan keduanya itu, digambarkan sebagai bentuk keterkaitan yang lebih mengarah
pada nilai-nilai jasadiah, mulai dorongan fisikologis yang menekan pada ruh untuk berada pada
posisi jasad sehingga subtansi ruh dapat merasakan bentuk kenikmatan dan keindahannya
melalui perantaraan panca indra.

Dikatakan dalam sabda Nabi Muhammad SAW: “Ketahuilah, di dalam tubuh manusia
ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, baiklah tubuh seluruhnya, dan apabila
daging itu rusak, rusaklah tubuh seluruhnya. Ketahuilah olehmu, bahwa segumpal daging itu
adalah kalbu [hati],” (H.R. Bukhari).

Macam-macam penyakit hati yang harus diwaspadai

Cinta Dunia

“ ... 'Akan datang suatu masa umat lain akan memperebutkan kamu ibarat orang-orang lapar
memperebutkan makanan dalam hidangan,' Sahabat bertanya, 'Apakah lantaran pada waktu itu
jumlah kami hanya sedikit, Wahai Rasulullah?'. Dijawab oleh beliau, 'Bukan, bahkan
sesungguhnya jumlah kamu pada waktu itu banyak, tetapi kualitas kamu ibarat buih yang
terapung-apung di atas laut, dan dalam jiwamu tertanam kelemahan jiwa,' Sahabat bertanya,
'Apa yang dimaksud kelemahan jiwa, Ya Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Cinta dunia dan takut
mati'," (H.R. Abu Daud).

Iri Dengki atau Hasad

“Jauhilah olehmu sifat dengki, sesungguhnya dengki itu akan memakan kebajikan sebagaimana
api memakan kayu bakar,“ (H.R. Abu Daud)

Sombong dan Membanggakan Diri

"[Allah] berfirman, 'Apakah yang menghalangimu [sehingga] kamu tidak bersujud [kepada
Adam] ketika Aku menyuruhmu?' Iblis menjawab, 'Aku lebih baik dari pada dia, Engkau
ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah," (Q.S. Al-A'raf [7]: 12).

Riya atau Suka Pamer

"... 'Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil,' Sahabat
bertanya: 'Apakah syirik kecil itu Rasulullah?' Rasulullah SAW menjawab: 'Riya’," (H.R.
Ahmad).

2 Hal yang Manusia Lalaikan

Kesehatan dalam Islam adalah perkara yang penting, ia merupakan nikmat besar yang harus
disyukuri oleh setiap hamba. Terkait pentingnya kesehatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

“Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu
luang.” (HR. Al-Bukhari: 6412, at-Tirmidzi: 2304, Ibnu Majah: 4170)

• Kesehatan

• Waktu Luang

Rahasia Sehat Rasulullah (Jejak Sejarah Kedokteran Islam)

Rasulullah Saw telah memberikan contoh hidup sehat antara lain:

 Tidak berlebihan dalam makan dan minum. Allah berfirman: “Makan dan minumlah
kamu sekalian, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak nmenyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan (Q.S. AL A’raf: 31)
 Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu
yang dicampur air untuk membersihan air liur dan pencernaan. Rasul bersabda,
“Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Al-Qur’an” (HR
Ibnu Majah dan Hakim).

 Makan dengan tenang, tumaninah, tidak tergesa-gesa, dengan tempo sedang.

 Tidak mengisi penuh perutnya, makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.
”Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah
bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan
jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga
untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban).

 Cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur di awal malam dan bangun pada
pertengahan malam. Biasanya, Rasulullah SAW bangun dan bersiwak, lalu berwudhu dan
shalat sampai waktu yang diizinkan Allah. Beliau tidak pernah tidur melebihi kebutuhan,
namun tidak pula menahan diri untuk tidur sekadar yang dibutuhkan.

Doa Meminta Kesehatan


ٰ ٰ
َ َ‫ اَللّهُ َّم اَ ْسَألُكَ ْال َع ْف َو َو ْال َعافِيَةَ فِ ْى ِد ْينِى َو ُد ْني‬.‫اَللّهُ َّم اِنِّ ْى اَ ْسَألُكَ ْال َعافِيَةَ فِى ال ُّد ْنيَا َواٰآْل ِخ َر ِة‬
‫اى َواَ ْهلِى َو َمالِ ْى‬

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu sehal wal ‘afiyat di dunia dan akhirat. Ya
Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu maaf dan sehat wal ‘afiyat pada agamaku, dan
duniaku, dan keluargaku, dan harta bendaku".

Doa Mengobati Diri Sendiri

 Berikut ini doa yang dianjurkan berdasarkan riwayat oleh Imam Muslim:

ِ ‫بِس ِْم هَّللا‬

Bismillāh, (dibaca 3 kali)

"Dengan nama Allah."

‫َأعُو ُذ بِاَهَّلل ِ َوقُ ْد َرتِ ِه ِم ْن َش ِّر َما َأ ِج ُد َوُأ َحا ِذ ُر‬


A'ūdzu billāhi wa qudratihī min syarri mā ajidu wa uhādziru, (dibaca 7 kali).

"Aku berlindung kepada Allah dan kuasa-Nya dari keburukan apa yang kurasakan dan
kukhawatirkan."

Doa Mendoakan Orang yang Sakit

Ini adalah salah satu doa kesembuhan yang dibaca Rasulullah SAW untuk keluarganya
sebagaimana diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim dari Aisyah RA.

‫ف َأ ْنتَ ال َّشافِي اَل َشافِ َي إاَّل َأ ْنتَ ِشفَا ًء اَل يُغَا ِد ُر َس ْق ًما‬ َ ‫ب ْالبَْأ‬
ِ ‫س ا ْش‬ ِ ‫اس َأ ْذ ِه‬
ِ َّ‫اللَّهُ َّم َربَّ الن‬

“Tuhanku, Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit. Berikanlah kesembuhan karena Kau adalah
penyembuh. Tiada yang dapat menyembuhkan penyakit kecuali Kau dengan kesembuhan yang
tidak menyisakan rasa nyeri,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul
Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 113).

Kesimpulan

 Al-Qur’an sebagai Syifā’ terhadap penyakit ruhani maupun jasmani, baik yang
berbentuk kesalahan akidah maupun kerusakan akhlak. Menurut Ibnu Katsir
sesungguhnya al-Qur’an merupakan penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

 Fungsi Al-Qur’an sebagai mauidzhah, syifa’, huda dan rahmah.

 Rahmah dikhususkan bagi orang-orang mukmin sebab merekalah yang mau menjadikan
Al-Qur'an sebagai pedoman, dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-
Nya. Sedang orang-orang kafir dan orang-orang musyrik tidak mau mempercayai apalagi
mengerjakan isi kandungannya.

 Mewaspadai penyakit-penyakit hati dan menjaga kesehatan badan

 Jangan lalaikan nikmat kesehatan dan waktu luang

 Mengikuti contoh yang diajarkan Rasululloh Saw

 Banyak berdoa dan mendoakan orang lain.


Minggu, 02 Mei 2021

Ahad, 20 Ramadan 1442 H

KAJIAN SURAH AL-JASIYAH AYAT 23


Urgensi Manajemen Hawa Nafsu di Bulan Ramadan

Prof. Dr. Sofyan Sauri, M.Pd.

Q.S. Al-Jasiyah Ayat 23

‫ ِه ِم ۢن بَعْ ِد ٱهَّلل ِ ۚ َأفَاَل‬Ÿ‫ َوةً فَ َمن يَ ْه ِدي‬Ÿ‫ ِرِۦه ِغ ٰ َش‬Ÿ‫ص‬ َ ‫َأفَ َر َءيْتَ َم ِن ٱتَّخَ َذ ِإ ٰلَهَهۥُ هَ َو ٰىهُ َوَأ‬
َ َ‫ َل َعلَ ٰى ب‬Ÿ‫ ْم ِع ِهۦ َوقَ ْلبِ ِهۦ َو َج َع‬Ÿ‫ضلَّهُ ٱهَّلل ُ َعلَ ٰى ِع ْل ٍم َو َختَ َم َعلَ ٰى َس‬
َ‫تَ َذ َّكرُون‬

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?

Asbabun Nuzul

Sebab-Sebab Diturunkannya Surah Al Jaatsiyah (45) Ayat 23

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir, yang bersumber dari Sa’id bin Jubair
bahwa orang-orang Quraisy biasa menyembah batu untuk beberapa saat lamanya. Apabila
mereka mendapat sesembahan yang lebih bagus, mereka meninggalkan yang lama, dan
menyembah yang baru. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Jaatsiyah: 23) yang melukiskan
keadaan kaum Quraisy, yang selalu mengikuti. (Tafsir Ibnu Katsir)

“Ayat ini diturunkan untuk Harits bin Qays As-Sahmiy yang merupakan salah satu orang yang
mengolok-olok, karena dia menyembah sesuatu sesuai hawa nafsunya”. Sa’id bin Jabir berkata:
”Ayat ini diturunkan untuk kaum Quraisy yang terkadang menyembah batu. Jika mereka
menemukan sesuatu yang lebih baik, mereka mengabaikan sesuatu yang pertama dan
menyembah yang akhir. Adapun orang yang dikunci pendengaran dan hatinya adalah Abu
Jahal” (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir)
Ayat ini turun berhubungan dengan peristiwa percakapan Abu Jahal dengan al-Walid
bin al-Mugirah. Pada suatu malam Abu Jahal tawaf di Baitullah bersama Walid. Kedua orang
itu membicarakan keadaan Nabi Muhammad. Abu Jahal berkata, "Demi Allah, sebenarnya
aku tahu bahwa Muhammad itu adalah orang yang benar. "Al-Walid berkata kepadanya,
"Biarkan saja, apa pedulimu dan apa alasan pendapatmu itu?" Abu Jahal menjawab, "Hai Abu
Abdisy Syams, kita telah menamainya orang yang benar, jujur, dan terpercaya dimasa
mudanya, tetapi sesudah ia dewasa dan sempurna akalnya, kita menamakannya pendusta lagi
pengkhianat. Demi Allah, sebenarnya aku tahu bahwa dia itu adalah benar." Al-Walid berkata,
"Apakah gerangan yang menghalangimu untuk membenarkan dan mempercayai seruannya?"
Abu Jahal menjawab, "Nanti gadis-gadis Quraisy akan menggunjingkan bahwa aku pengikut
anak yatim Abu thalib, padahal aku dari suku yang paling tinggi. Demi Al-Lata dan Al-Uzza,
saya tidak akan menjadi pengikutnya selama-lamanya." Kemudian turunlah ayat ini. (Tafsir
Kemenag)

Kandungan Ayat

 Hawa nafsu yang dikerjakan seseorang akan mendatangkan keridhaan Allah atau
kemurkaan dari-Nya.

 Allah membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa orang itu tidak
mau menerima petunjuk yang diberikan kepadanya sebelum ia diciptakan.

 Tidak ada seorang pun yang dapat memberinya hidayah ketika Allah Subhaanahu wa
Ta'aala telah menutup pintu-pintu hidayah dan membuka pintu-pintu kesesatan. Allah
tidaklah menzaliminya, akan tetapi dialah yang menzalimi dirinya dan yang mengadakan
sebab untuk terhalang dari rahmat Allah.

An-Nafahat Al-Makkiyah

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

• Mendidik jiwa agar tidak senantiasa mengikuti hawa nafsu serta memanajemen hawa
nafsu dengan akhlak terpuji yang menghiasi

• Memilih jalan yang lurus dan tidak terbawa kepada kesesatan

• Menerima semua kebenaran yang telah Allah sampaikan


• Rajin berdoa agar diberikan petunjuk, hidayah, dan pertolongan serta keimanan yang kuat

Ayat yang Relevan

َ‫ى لَ ۥهُ ۚ َويَ َذ ُر ُه ْم فِى طُ ْغ ٰيَنِ ِه ْم يَ ْع َمهُون‬


َ ‫ضلِ ِل ٱهَّلل ُ فَاَل هَا ِد‬
ْ ُ‫َمن ي‬

Barangsiapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk.
Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.’’ (Q.S. Al-A’raf : 186).

Penjelasan Ayat : Tafsir Al-Muyassar

Barangsiapa yang tidak diberi petunjuk oleh Allah kepada kebenaran dan Dia sesatkan
dari jalan yang lurus, maka tidak ada seorang pun yang dapat menunjukkannya ke jalan yang
benar dan Allah akan membiarkan mereka kebingungan tanpa arah di dalam kesesatan dan
kekafiran mereka.

Makna Urgensi dan Manajemen

 Urgensi berasal dari Bahasa Inggris yakni “urgent”. Urgent sendiri berarti kepentingan
yang mendesak atau sesuatu yang bersifat mendesak dan harus segera ditunaikan.
Begitupun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), urgensi adalah keharusan
yang mendesak; hal sangat penting.

 Secara umum, manajemen adalah suatu proses di mana seseorang dapat mengatur
segala sesuatu yang dikerjakan oleh individu atau kelompok. Manajemen perlu
dilakukan guna mencapai tujuan atau target dari individu ataupun kelompok tersebut
secara kooperatif menggunakan sumber daya yang tersedia.

 Manajemen merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sistematis agar dapat memahami
mengapa dan bagaimana manusia saling bekerja sama agar dapat menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat bagi orang lain maupun golongan tertentu dan masyarakat luas.

Pengertian Hawa Nafsu

 “Hawa nafsu” terdiri dari dua kata, yaitu; hawa ‫ ) )الهوى‬dan nafsu ‫))النفس‬. Perkataan ini
berasal dari bahasa Arab:

Hawa (‫ )الهوى‬: sangat cinta; kehendak


Nafsu‫ )النفس‬: ) roh; nyawa; jiwa; tubuh; diri seseorang; kehendak; niat; selera; usaha.

 Dalam bahasa Melayu, ‘nafsu’ bermakna keinginan, kecenderungan atau dorongan hati
yang kuat. Jika ditambah dengan kata hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan
dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna
selera, jika dihubungkan dengan makanan.

 Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai “syaitan yang bersemayam di
dalam diri manusia,” yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau
pengingkaran. Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan.

Tingkatan Nafsu (Kitab Tanwirul Qulub Nafsu)

• Nafsu Amarah (Sumber kejahatan, keburukan, dan akhlak yang tercela)

• Nafsu Lawwamah (Penyebab permulaan terhadap kejatuhan dan kerakusan)

• Nafsu Mutmainnah (Nafsu itu lepas dengan sifat-sifat yang tercela jadi cahaya hati yang
menerangi)

• Nafsu Mulhamah (Sumber kesabaran mengemban amanat, titah dan perintah dan selalu
bersyukur)

• Nafsu Rodhiyyah (Nafsu ini selalu ridha kepada Allah dan kepada Nabi Muhammad)

• Nafsu Mardhiyyah (Nafsu yang bukan hanya ridha kepada Allah tapi juga Allah ridha
kepada dirinya)

• Nafsu Kamilah (Nafsu ini sempurna dalam keaatan kepada Allah)

Sifat Nafsu

 Sifat nafsu selalu bertentangan dengan perintah Allah SWT, namun sejalan dengan
larangan Allah. Karena memang setiap apa yang dilarang oleh Allah pada dasarnya
mengandung kenikmatan bagi nafsu itu sendiri. Tidak salah jika nabi Muhammad SAW
pernah bersabda, “Surga itu selalu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan
bagi nafsu syahwat dan neraka itu dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan bagi
nafsu syahwat.”(HR. Muslim).
Akibat Membiarkan Nafsu

 Nafsu jika dibiarkan atau tidak dikendalikan akan berdampak tidak baik. Seperti, berkata
tidak jujur, berbuat fitnah, mengadu domba, adalah sebagian kecil dari praktik
memperturutkan nafsu.

 Bisa dibayangkan, jika nafsu tersebut dibiarkan tanpa kendali, sosok manusia yang
diciptakan dengan sempurna itu akan menjadi beringas, bahkan digambarkan dalam Al-
Qur’an, manusia menjadi buas seperti hewan.

 "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS al-A'raf: 79).

Puasa Ajang Melatih Hawa Nafsu dan Memperbanyak Amal Kebaikan

Memperbanyak Amalan Kebaikan

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipat gandakan dengan sepuluh
kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan
membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi
orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia
berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menahan Hawa Nafsu di Bulan Ramadan

 Menahan hawa nafsu di bulan Ramadhan tentunya bukan perkara yang mudah.
Banyak yang menyalah artikan hanya sekedar tidak makan dan minum. Akan tetapi
dibalik itu semua menahan hawa nafsu saat ramadan memiliki arti pengelolaan.

 Pengelolaan menahan hawa nafsu di bulan Ramadan, yaitu :

a) Tidak makan dan Minum


b) Tidak berhubungan Suami Istri

c) Tidak Emosi Berlebihan

d) Mengisi dan Mengalihkan Nafsu dengan Ibadah

Cara Agar Mampu Mengelola Hawa Nafsu di Bulan Ramadan

• Mengisi dengan Aktifitas Produktif

• Berkumpul dengan Orang-Orang Saleh

• Tidur Lebih Baik dibanding Bermaksiat

• Membuat Target Selama Bulan Ramadhan

Ramadan Bulan Utama Saefudin Latief (Kasubbag Hukmas dan KUB Kanwil Depag Prov.
Sumsel)

 Pertama : Ramadan membentuk peribadi Mukmin yang taat secara total kepada Allah
SWT dan Rasulullah saw. dalam seluruh perkara yang diperintahkan ataupun yang
dilarang-Nya.

 Kedua : Di aspek lain, pada bulan Ramadan, Allah SWT menurunkan wahyu berupa al-
Quran untuk yang pertama kali. Wahyu inilah yang merupakan sumber hukum untuk
dijadikan pemimpin dan panduan kehidupan.

 Ketiga : Allah sungguh Maha Adil, Maha Bijaksana, dan Maha Pengasih, dan Maha
Penyayang. Dalam bulan Ramadan pintu keampunan dibuka oleh Allah seluas-luasnya,
syaitan-syaitan dibelenggu agar tidak dapat menggoda manusia untuk berbuat mungkar,
pintupintu syurga dibuka seluasr-luasnya, dan berbagai kenikmatan Allah dicurahkan.
Dalam bulan ini juga terdapat satu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan.

Kisah Teladan Khazanah Islam

Suatu hari Rasulullah SAW bertamu ke rumah Abu Bakar As-Shidiq. Ketika sedang
bercengkerama dengan Rasulullah SAW, tiba- tiba datang seorang Arab badui menemui Abu
Bakar dan langsung mencela Abu Bakar.
Makian, kata- kata kotor keluar keluar dari mulut orang itu. Namun, Abu Bakar tidak
menghiraukannya. Ia melanjutkan berbincang dengan Rasulullah SAW. Melihat hal ini,
Rasulullah SAW tersenyum.

Kemudian orang Arab badui itu kembali memaki-maki Abu Bakar. Kali ini makian dan
hinaannya lebih kasar. Hingga ketiga kalinya si badui mencerca Abu Bakar dengan makian
yang jauh lebih menyakitkan. Kali ini selaku manusia biasa yang memiliki hawa nafsu Abu
Bakar tidak dapat menahan amarahnya. Dibalasnya makian orang Arab badui itu dengan
makian pula. Terjadilah perang mulut. Seketika itu Rasulullah SAW beranjak dari tempat
duduknya. Ia meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam.

Kemudian Abu Bakar memanggil beliau, "Wahai Rasulullah, janganlah Anda biarkan aku
dalam kebingungan yang sangat. Jika aku berbuat kesalahan, jelaskan kesalahanku," pintanya.

Rasulullah SAW menjawab, "Sewaktu ada seorang Arab badui datang lalu mencelamu,
dan engkau tidak menanggapinya, aku tersenyum karena banyak Malaikat di sekelilingmu yang
akan membelamu di hadapan Allah. Begitu pun, yang kedua kali ketika ia mencelamu dan
engkau tetap membiarkannya, maka para Malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya. Oleh
sebab itu, aku tersenyum. Namun, ketika kali yang ketiga ia mencelamu dan engkau
menanggapinya, dan engkau membalasnya, maka seluruh Malaikat pergi meninggalkanmu.
Hadirlah Iblis di sisimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak
memberikan salam kepadanya."

Demikian Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk bersabar menahan amarah, dengan tidak
membalas keburukan dengan hal-hal yang buruk pula.

Doa agar Terhindar dari Fitnah dan Hawa Nafsu

َ‫ف َعنِّي َك ْي َده َُّن َأصْ بُ ِإلَ ْي ِه َّن َوَأ ُك ْن ِمنَ ْال َجا ِهلِين‬ َّ َ‫َربِّ السِّجْ نُ َأ َحبُّ ِإل‬
ْ ‫ي ِم َّما يَ ْدعُونَنِي ِإلَ ْي ِه ۖ َوِإاَّل تَصْ ِر‬

“Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan
jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk
(memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh”.

Kesimpulan
 Ayat ini diturunkan untuk Harits bin Qays As-Sahmiy yang merupakan salah satu orang
yang mengolok-olok, karena dia menyembah sesuatu sesuai hawa nafsunya”.

 Allah membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa orang itu tidak
mau menerima petunjuk yang diberikan kepadanya sebelum ia diciptakan.

 Urgensi adalah keharusan yang mendesak; hal sangat penting.

 Manajemen adalah suatu proses di mana seseorang dapat mengatur segala sesuatu yang
dikerjakan oleh individu atau kelompok.

 Senantiasa mengendalikan hawa nafsu

 Berdoa agar terjaga dari fitnah dan hawa nafsu


Minggu, 09 Mei 2021

Ahad, 27 Ramadan 1442 H

KAJIAN SURAH AL-A’LA AYAT 14-15


“Makna Fitri dan Fitrah dalam Mengakhiri Saum Ramadan”

Prof. Dr. KH. Sofyan Sauri, M.Pd.

Q.S. AL-A’LA : 14-15

١٤( ‫(قَ ْد َأ ْفلَ َح َمن تَزَ َّك ٰى‬

١٥( ‫صلَّ ٰى‬


َ َ‫( َو َذ َك َر ٱ ْس َم َربِِّۦه ف‬

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) [14]. Dan dia
ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang [15].

Asbabun Nuzul

Sebab turunnya Surat Al-A'la adalah sebagai berikut :

Dalam suatu riwayat yang dikemukakan bahwa apabila datang Malaikat Jibril,
membawa wahyu kepada Nabi saw, beliau mengulang bacaannya kembali wahyu itu, sebelum
Jibril selesai menyampaikannya karena takut lupa lagi. Berkenaan dengan hal tersebut, maka
Allah menurunkan (QS. Al-A’la : 6) sebagai jaminan bahwa Rasulullah saw. tidak akan lupa
pada wahyu yang telah diturunkan.

QS. Al-A’la ayat 14 turun karena Allah menjelaskan dan menegaskan bahwa beruntung
orang-orang yang membersihkan diri dengan beriman. Sedangkan QS. Al-A’la ayat 15 turun
karena Allah mengingatkan makhluknya agar senantiasa berdzikir mengingat Allah dan
menyembah Allah dengan ketaatan.

Kandungan Ayat Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an

 Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri dengan beriman kepada Allah secara
hakiki, membersihkan diri dari dosa.
 Senantiasa mengingat nama tuhannya setiap waktu, baik lapang maupun sempit, lalu dia
menunaikan salat dengan khusyuk dan sempurna sebagai tanda penghambaanya kepada
Allah.

Penjelasan Ayat

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa orang yang disebut dalam ayat adalah orang yang
membersihkan dirinya dari akhlak yang buruk dan mengikuti apa yang diturunkan Allah kepada
Rasul-Nya.

Asy-Syaukani juga menafsirkan ayat ini: orang yang membersihkan diri dari syirik seraya
mengimani Allah SWT dan mengamalkan syariah-Nya.

Secara keseluruhan, ayat ini menurut Ibnu Jarir ath-Thabari mengandung pengertian,
“Sungguh telah berhasil dan memperoleh apa yang diinginkan, orang yang membersihkan diri
dari kekufuran dan maksiat kepada Allah, mengamalkan apa yang diperintahkan Allah dan
menunaikan berbagai kewajiban.”

Inti Ayat – Ibnu Katsir

Intinya, orang yang menuai kesuksesan dan kemenangan adalah orang yang membersihkan
diri dari kekufuran, kemusyrikan dan kemaksiatan; seraya mengimani akidah Islam dan beramal
saleh dengan menaati syariah-Nya, menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya. Semua itu dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT.

Nilai-nilai pendidikan

• Senantiasa mensucikan diri dari akhlak tercela seperti sifat kikir dan lain-lain dengan
membangun akhlak terpuji.

• Belajar membiasakan banyak berdzikir mengingat Allah.

• Senantiasa berusaha meningkatkan amal saleh dan ketaatan kepada Allah sebagai wujud
keimanan.

• Banyak bertobat dan tidak mengulangi dosa yang pernah dilakukan.

Makna Fitri
Kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru arab: ‫ ]]أفطر – يفطر‬yang artinya berbuka atau tidak
lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan
kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan.

Kata Fitri terdapat dalam hadis Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :

ْ ِ‫ َوالف‬، َ‫الصَّوْ ُم يَوْ َم تَصُو ُمون‬


َ‫ط ُر يَوْ َم تُ ْف ِطرُون‬

“Hari mulai berpuasa (tanggal 1 ramadhan) adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Hari
berbuka (hari raya 1 syawal) adalah hari di mana kalian semua berbuka.” (HR. Turmudzi 697,
Abu Daud 2324, dan dishahihkan Al-Albani).

Makna Fitrah

Makna fitrah adalah “Kondisi awal penciptaan, dimana manusia diciptakan pada kondisi
tersebut.” (Zadul Masir, 3/422). Ringkasnya, bahwa makna fitrah adalah keadaan suci tanpa
dosa dan kesalahan.

Kata fitrah Allah sebutkan dalam Al-Quran,

ِ ‫يل لِخَ ْل‬


ِ ‫ق هَّللا‬ ْ ِ‫فََأقِ ْم َوجْ هَكَ لِلدِّي ِن َحنِيفًا ف‬
َ َّ‫ط َرتَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬
Ÿَ ‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب ِد‬

Hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (QS. Ar-
Rum: 30).

Makna Idul Fitri

Dalam kamus Al Mu’jam Al Wasith mengatakan bahwa ‘ied adalah suatu perkara penting atau
sakit yang berulang, bisa juga sesuatu yang berulang tersebut adalah sesuatu yang dirindukan dan
semacamnya.

‘Ied juga berarti setiap hari yang terdapat perayaan di dalamnya. Sedangkan fithri berasal
dari kata ‘afthoro’ yang berarti memutuskan puasa karena melakukan pembatalnya.

Jadi fithri di sini dimaksudkan dengan hari setelah Ramadan, di mana tidak berpuasa
lagi. Hal ini berbeda dengan kata fithroh (fitrah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang
dalam bahasa Arab bermakna sifat asli atau watak asli, atau bermakna pula tabi’at selamat yang
belum tercampur ‘aib (Lihat Al Mu’jam Al Wasith, hal. 727-728).
Penjelasan Terlahir Kembali dalam Keadaan Suci

Ulama salaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan salat
‘ied di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu
mereka melahirkan mereka.” (Dibawakan oleh Ibnu Rajab Al Hambali dalam Latho-if Al
Ma’arif, hal. 373-374).

Perkataan ini seakan-akan membenarkan yang dimaksud kembali suci. Namun bukan
karena kita sekedar berjumpa dengan Idul Fithri, lalu kita kembali suci. Perkataan ini
dimunculkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali karena begitu banyaknya pengampunan di bulan
Ramadan dari amalan yang kita lakukan. Mulai dari amalan puasa, salat malam (salat tarawih),
menghidupkan lailatul qadar, juga permohonan maaf yang kita minta pada Allah. Itulah yang
menyebabkan seolah-olah kita keluar dari bulan Ramadan seperti bayi yang baru lahir.

Tetapi tentu saja perkataan di atas bukan ditujukan pada orang yang tidak salat atau
salatnya bolong-bolong di bulan Ramadan, bukan bagi orang yang tidak puasa, bukan bagi orang
yang malas salat tarawih, bukan bagi orang yang malas menghidupkan lailatul qadar atau enggan
mencari permintaan maaf atas dosa di hari-hari terakhir Ramadhan.

Sucikan Diri dari Menyamakan Allah dengan Makhluknya

Diantara hal yang perlu kita sucikan dari Allah adalah menyamakan Allah dengan makhluk.
Memang benar bahwasanya beberapa sifat Allah sama dengan sifat-sifat makhluk dalam
penamaan. Akan tetapi meskipun namanya sama tapi hakikatnya berbeda. Allah berfirman:

ِ َ‫ْس َك ِم ْثلِ ِه َش ْي ٌء ۖ َوهُ َو ال َّس ِمي ُع ْالب‬


‫صي ُر‬ َ ‫لَي‬

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” (QS Asy-Syura : 11)

Kebahagiaan Orang yang Berpuasa

Rasulullah SAW bersabda :

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipat gandakan dengan sepuluh
kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan
membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi
orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia
berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Momen Puasa Sebagai Ajang Peningkatan Amal dan Penghapusan Dosa

Ibadah dan amal-amal saleh yang dilakukan di bulan Ramadan merupakan penghapus dosa dari
Ramadhan sebelumnya hingga Ramadan saat ini. Ini salah satu keutamaan Ramadan,
sebagaimana sabda Rasulullah:

‫َب ْال َكبَاِئ َر‬ ٌ ‫ضانَ ُم َكفِّ َر‬


َ ‫ات َما بَ ْينَه َُّن ِإ َذا اجْ تَن‬ َ ‫ات ْال َخ ْمسُ َو ْال ُج ُم َعةُ ِإلَى ْال ُج ُم َع ِة َو َر َم‬
َ ‫ضانُ ِإلَى َر َم‬ ُ ‫صلَ َو‬
َّ ‫ال‬

“Sholat lima waktu, antara shalat Jum’at ke Shalat Jum’at dan Ramadhan ke Ramadhan
penghapus dosa diantara keduanya, jika dijauhi dosa-dosa besar” (HR. Muslim)

Lantas bagaimana dosa besar bisa digugurkan?

Caranya adalah dengan bertaubat secara khusus, memohon ampun kepada Allah atas dosa
tersebut. Sebagaimana Allah telah tunjukkan hal ini dalam Al-Quran,

‫ِإ ْن تَجْ تَنِبُوا َكبَاِئ َر َما تُ ْنهَوْ نَ َع ْنهُ نُ َكفِّرْ َع ْن ُك ْم َسيَِّئاتِ ُك ْم َونُ ْد ِخ ْل ُك ْم ُم ْد َخاًل َك ِري ًما‬

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan
kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An-Nisa: 31).

Cara atau Usaha Mencapai Keuntungan Berdasarkan Ayat di atas

Pertama yaitu, ‫ َمن تَ َز َّكى‬. Makna dari kata tersebut setidaknya memiliki 2 makna yaitu :

 Menurut Tafsir Al- Qurtubi dimaknai dengan makna “orang yang berzakat, spesifik
dengan makna “Zakat Fitrah”.

 Menurut Tafsir Ibnu Katsir kata tersebut dimaknai dengan “Tazkiyatun Nafsi” yaitu
mensucikan diri/jiwa. Dalam kitab tersebut dikatan yang disebut mensucikan diri itu yaitu
“membersihkan/ menjauhi diri dari segala akhlaq atau sifat rendah atau buruk, serta
mengikuti segala apa yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rosulnya.”
Kedua, cara mencapai keberuntung itu ‫صلَّ ٰى‬ ۡ ‫ َو َذ َك َر‬dari Ayat ini setidaknya memiliki 2
َ َ‫ٱس َم َربِّ ِهۦ ف‬
Penafsiran, yaitu :

 Merupakan keberlanjutan dari tafsir Al-Qurtubi yang telah dijelaskan diatas, yang mana
ۡ ‫ َو َذ َك َر‬mengandung arti senantiasa menyebut nama Allah SWT salah
makna dari ‫ٱس َم َربِّ ِهۦ‬
satunya bertakbir di malam I’dul Fitri. Sedangkan kata ‫لَّى‬Ÿ ‫ص‬
َ َ‫ف‬mengandung makna
“mengerjakan sholat Sunnah I’dul Fitri pada pagi hari.”

 Kata‫لَّ ٰى‬ŸŸ‫ص‬ َ ‫ َو َذ َك‬menurut Tafsir Ibnu Katsir, dimaknai dengan “senantiasa


ۡ ‫ر‬ŸŸ
َ َ‫ َم َربِّ ِهۦ ف‬ŸŸ‫ٱس‬
mengerjakan Salat Lima Waktu pada sesuai waktunya, dibarengi dengan mengharap
keridhaan Allah SWT, dan tentunya dengan mengerjakan apa yang diperintahkannya
yaitu Syari’atnya.

Menjadi Orang yang Sukses dan Beruntung

Menjadi orang yang sukses dan beruntung, maka kita harus menembuh jalan yang telah disebut
sebelumnya di dalam QS. Al-A’la yaitu :

• Orang yang mengeluarkan zakat, baik zakat mal maupun zakat fitrah.

• Orang yang meramaikan malam I’dul Fitri dengan bertakbir sepanjang malam

• Orang yang melaksanakan Salat Sunnah I’dul Fitri

• Orang yang senantisa mensucikan diri dari segala akhlaq dan sifat keburukan dan
mengikuti apa yang diperintahkan Allah SWT dan Rasulnya.

• Orang yang senantiasa menjaga Sholatnya dengan melaksanakan sesuai waktunya dengan
tidak melalaikannya dibarengi dengan mengharap Ridha Allah SWT.

Perilaku Orang yang Merugi

Sikap menjadikan dunia sebagai prioritas utama dan akhirat belakangan adalah perilaku orang
yang merugi. Justru kita harus menjadikan dunia sebagai sarana (bukan tujuan) untuk mencapai
kebahagiaan hakiki. Sebagaimana sabda Nabi Saw.,

‫ َما َسقَى َكافِرًا ِم ْنهَا شَرْ بَةَ َما ٍء‬، ‫ض ٍة‬


َ ْ‫ت ال ُّد ْنـيَا تَ ْع ِد ُل ِع ْن َد هللاِ َجنَا َح بَعُو‬
ِ َ‫لَوْ َكان‬
“Seandainya dunia di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, maka Dia tidak memberi
minum sedikit pun darinya kepada orang kafir.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah ).

Kemenangan yang Hakiki

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

َ‫ار َوُأ ْد ِخ َل ْال َجنَّةَ فَقَ ْد فَاز‬


ِ َّ‫فَ َم ْن ُزحْ ِز َح َع ِن الن‬

“Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia
telah beruntung”. (QS. Ali ‘Imran : 185).

Dari hadis di atas mengungkapkan bahwa kemenangan yang paling dinanti-nantikan


adalah ketika pertama kali menginjakkan kaki di dalam surga. Imam Ahmad bin Hanbal
pernah ditanya: ”Kapan kita bisa beristirahat wahai imam”. Imam Ahmad berkata: ”Sampai
kita menginjakkan kaki pertama ke dalam surga”, hidup di dunia ini penuh dengan cobaan,
penuh dengan ujian ditambah lagi dengan beban syariat yang harus dikerjakan dan larangan yang
harus di jauhi, kapan kita berhenti dari semuanya yaitu sampai kita menginjakkan kaki di surga.

Pasca Ramadan Terbit Momen Syawwal

Bulan yang luar biasa dan sebagai bulan pertama dari bulan-bulan Haji. Bulan disyariatkan
berpuasa selama 6 hari, sebagaimana hadist yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab
Shahīh Muslim dari Abi Ayyub al-Anshari, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫يام ال َّد ْهر‬


ِ ‫ص‬ ٍ ‫َمن صا َم َر َمضانَ ثُ َّم أ ْتبَ َعهُ ِستًّا ِمن َشو‬
ِ ‫ كانَ َك‬،‫َّال‬

Barangsiapa berpuasa Ramadhan, lalu menyambungnya dengan enam hari di bulan


Syawal,maka dia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR Muslim: 1164 )

Keutamaan Puasa Syawwal

Hadits juga menyebutkan keutamaan puasa Syawwal, yang disebutkan seperti melaksanakan
ibadah tersebut terus menerus tanpa henti,

‫تًّا‬Ÿ‫ هُ ِس‬Ÿ‫ضانَ ثُ َّم َأ ْتبَ َع‬ َ ‫ َأنَّهُ َح َّدثَهُ َأ َّن َرسُو َل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم قَا َل " َم ْن‬- ‫ رضى هللا عنه‬- ،‫ي‬
َ ‫صا َم َر َم‬ ِّ ‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ‫ُّوب اَأل ْن‬
َ ‫ع َْن َأبِي َأي‬
‫صيَ ِام ال َّد ْه ِر‬
ِ ‫" ِم ْن َشوَّا ٍل َكانَ َك‬
Abu Ayyub al-Ansari (semoga Allah SWT ridho atasnya) melaporkan Rasulullah SAW berkata,
"Dia yang berpuasa selama Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari puasa saat bulan
Syawal akan seperti melakukan puasa terus menerus." (HR Muslim).

Doa agar Selamat dari Dunia yang Fana

‫ َواَل َم ْبلَ َغ ِع ْل ِمنَا‬،‫ َواَل تَجْ َع ِل ال ُّد ْنيَا َأ ْكبَ َر هَ ِّمنَا‬،‫صيبَتَنَا فِي ِدينِنَا‬
ِ ‫َواَل تَجْ َعلْ ُم‬

“Ya Allah, Janganlah Engkau jadikan musibah yang menimpa kami dalam urusan agama kami,
dan jangan pula Engkau jadikan (harta dan kemewahan) dunia sebagai cita-cita kami yg paling
besar, dan tujuan utama dari ilmu yg kami miliki.”

(H.R. al-Tirmidzi, 5/528 No. 3502, al-Nasa’i dalam al-Sunan al-Kubra 6/106, al-Hakim
1/l528 dan Ibn al-Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah No. 445).

Doa Agar Amal Kebaikan Kita Diterima Termasuk Puasa

‫ك َأ ْنتَ ال َّس ِمي ُع ْال َعلِي ُم‬


َ َّ‫َربَّنَا تَقَبَّلْ ِمنَّا ِإن‬

Ya Allah, terimalah amal dari kami. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.

(QS. Al-Baqarah: 127).


Minggu, 16 Mei 2021

Ahad, 04 Syawwal 1442 H

KAJIAN SURAH ALI ‘IMRAN AYAT 134


“Makna Memaafkan dan Minta Maaf yang Paling Indah dan Berkah”

Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd.

QS. Ali ‘Imran : 134

َ‫اس ۗ َوٱهَّلل ُ يُ ِحبُّ ْٱل ُمحْ ِسنِين‬ ٰ


ِ َّ‫ضرَّٓا ِء َو ْٱل َك ِظ ِمينَ ْٱل َغ ْيظَ َو ْٱل َعافِينَ َع ِن ٱلن‬
َّ ‫ٱلَّ ِذينَ يُنفِقُونَ فِى ٱل َّسرَّٓا ِء َوٱل‬

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.

Asbabun Nuzul

Asbabun nuzul Surah Ali ‘Imran ayat 134 berkaitan dengan tiga karakter orang bertakwa.
Tiga karakter orang yang bertakwa meliputi orang yang gemar bersedekah, mampu menahan
amarah, dan mudah memberi maaf. Allah hendak menjelaskan mereka yang bertakwa dan Allah
menyatakan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.

Asbabun nuzul Surah Ali ‘Imran ayat 134 merupakan kunci dalam membentuk pribadi
muslim yang saleh. Ini bisa menjadi acuan yang sangat bernilai dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat.

Kisah yang Berkaitan dengan Asbabun Nuzul (Khazanah)

Buchori, (2005:62) menyebutkan bahwa, pernah dikisahkan dari Abdurrahman bin Ghannam
Al-Daws bahwa sahabat Mu’adz bin Jabal mendatangi Rasulullah dengan mengatakan ada
pemuda tampan sedang menangis seperti sedang kehilangan ibunya. Pemuda itu lalu dipanggil
masuk oleh Rasulullah. Kemudian Rasulullah bertanya, “Apa yang membuatmu menangis anak
muda?”. Kemudian pemuda itu menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis ya Rasulallah, aku
telah melakukan dosa besar yang kurasa tidak mungkin diampuni Allah.”
 Rasulullah pun langsung bertanya, “Apakah engkau mempersekutukan-Nya?”. “Aku
berlindung kepada Allah supaya aku tidak menyekutukan-Nya.” jawab pemuda itu.
“Apakah engkau membunuh seseorang yang diharamkan oleh Allah untuk
membunuhnya?” tanya Rasulullah selanjutnya Kemudian pemuda itu menjawab, “tidak
ya Rasulallah.” Rasul pun menjawab, “Kalau begitu Allah akan mengampuni dosa-
dosamu meskipun dosamu itu sebesar gunung yang menjulang tinggi ke langit.” Namun,
dengan tangis yang teramat keras pemuda itu berkata, “Dosaku lebih besar dari gunung
itu.” “Allah akan mengampuni dosamu meski sebesar tujuh bumi beserta lautan dan
semua yang ada padanya.” hibur Rasulullah sambil tersenyum.

Kembali pemuda itu dengan memelas berkata, “Dosaku lebih besar dari itu ya Rasulullah.”
“Wahai pemuda! Apakah dosa-dosamu lebih besar dari Tuhanmu?” jawab Rasulullah. Maka
tersungkurlah pemuda itu dan berkata, “Subhanallah, tidak ada yang lebih besar dari
Tuhanku.” “Kalau begitu, dosa apa yang telah engkau perbuat?” sergah Rasulullah.

Lalu dengan penuh air mata pemuda itu bercerita, “Sudah tujuh tahun ini pekerjaanku adalah
mencuri kain kafan mayat yang baru meninggal untuk dijual di pasar. Pada suatu hari ada
seorang anak gadis Anshor meninggal dunia.

Setelah dikubur dan ditinggalkan keluarganya, kudatangi dan kugali kubur tersebut dan
kulucuti kain kafannya. Kutinggalkan mayat itu dengan keadaan telanjang di bibir kuburan dan
aku bergegas pulang membawa jarahanku. Di rumah, aku membayangkan betapa mulusnya
tubuh mayat itu, sampai aku tergoda melihatnya kembali. Ketika melihat mayat telanjang itu aku
tidak dapat menguasai diriku sehingga aku menggaulinya.

Ketika itu, aku seolah mendengar suara yang mengatakan, “Wahai pemuda, celakalah
engkau di hadapan penghisab pada hari kiamat kelak, tempatmu adalah di neraka.‟ Seketika aku
terkejut dan takut sekali. Bagaimana pendapatmu ya Rasulullah?” Dengan terkejut Rasulullah
berkata, “Pergilah engkau dari sisiku, aku takut akan terbakar bersama apimu!”

Pemuda itu seketika pergi meninggalkan Rasulullah dengan wajah yang sangat amat
memelas. Ia pergi mengasingkan diri ke suatu tempat. Selama empat puluh hari ia menangis
terus menerus memohon ampun kepada Allah, “Ya Allah, ampunilah segala kesalahanku dan
berilah wahyu kepada nabi-Mu. Jika Engkau tidak mengampuniku, maka berikanlah segera
siksaan yang menghancurkanku di dunia ini, tetapi selamatkan aku dari siksaMu ketika hari
kiamat nanti.”

 Rupanya taubat pemuda tersebut telah diampuni oleh Allah dengan diturunkannya
Q.S. Ali Imran ayat 133-136. Setelah menerima wahyu itu, Rasulullah bersama para
sahabat bergegas mencari pemuda itu. Akhirnya pemuda itu ditemukan di antara dua
batu gelap dalam keadaan lemah dengan mata yang begitu sembabnya karena banyak
menangis. Rasulullah yang mulia kemudian menghampirinya dan membersihkan debu-
debu yang menempel di kepalanya dan bersabda, “Aku ingin memberikan kabar gembira
kepadamu, bahwa engkau sekarang adalah hamba Allah yang dibebaskan dari api
neraka.” Kemudian Rasulullah berpaling kepada para sahabat yang mengikutinya dan
berkata, “Beginilah seharusnya kalian menyertai dosa yang kalian lakukan, seperti yang
dilakukan oleh pemuda ini.”

Kandungan Ayat (Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an)

Mereka adalah orang yang terus-menerus berinfak di jalan Allah, baik di waktu lapang,
mempunyai kelebihan harta setelah kebutuhannya terpenuhi, maupun sempit, yaitu tidak
memiliki kelebihan, dan orang-orang yang menahan amarahnya akibat faktor apa pun yang
memancing kemarahan dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan akan sangat terpuji orang
yang mampu berbuat baik terhadap orang yang pernah berbuat salah atau jahat kepadanya,
karena Allah mencintai, melimpahkan rahmat-Nya tiada henti kepada orang yang berbuat
kebaikan.

Nilai-nilai pendidikan

• Senantiasa berinfak di waktu sulit dan luang

• Menahan amarah

• Memaafkan kesalahan orang lain

• Bersegera kepada ampunan Allah dengan bertaubat

• Berbuat kebaikan kepada setiap makhluk Allah

Tiga karakter orang bertakwa dalam QS. Ali ‘Imran ayat 134
• Gemar Sedekah

• Menahan Amarah

• Mudah Memaafkan

Makna Memaafkan dan Minta Maaf

Meminta maaf adalah perwujudan cinta, kebaikan, dan rasa sayang yang tidak egois, tanpa
pamrih dan tidak menyalahgunakan. Sedangkan memaafkan adalah melupakan, tidak
membahasnya lagi dan itu berarti sembuh. Dalam bahasa Arab, sikap pemaaf disebut al’afwu
yang memiliki arti bertambah (berlebih), penghapusan, ampun, atau anugerah. Seorang yang
memaafkan orang lain adalah menghapus bekas luka di dalam hatinya akibat kesalahan yang
dilakukan orang lain terhadapnya.

Dalam hadis Rasulullah pun sifat pemaaf merupakan iman yang paling utama dijelaskan dalam
Riwayat Bukhari, “Iman yang paling utama adalah sabar dan memaafkan” (HR. Bukhari).

Para pakar hukum berpendapat orang yang memohon maaf dari orang lain agar terlebih
dahulu menyesali perbuatannya, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, serta memohon maaf
sambil mengembalikan hak yang pernah diambilnya. Kalau materi, materinya dikembalikan, jika
bukan materi, maka kesalahan yang dilakukan itu dijelaskan kepada yang di mohon maafnya itu.

Meminta maaf dan memaafkan juga menjadikan kita sebagai manusia yang penuh dengan
kelapangan dan kerendahan hati. Dalam salah satu sabdanya, Nabi Saw. menegaskan bahwa
setiap keturunan Adam As. memiliki kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah
orang-orang yang bertaubat.

َ‫ُكلُّ ا ْب ِن آ َد َم َخطَّا ٌء َوخَ ْي ُر ْالخَ طَّاِئينَ التَّوَّابُون‬

“Semua anak cucu Adam pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang bersalah
adalah mereka yang bertaubat” (Sunan at-Tirmidzi 2423)

Tingkatan As-Safhu Setelah Memaafkan

Untuk mencapai tingkat yang lebih baik lagi, maka masuk kepada as-safhu, karena perpindahan
untuk lebih baik lagi merupakan perbuatan baik disebut sebagai penutup pada ayat di atas.
Tahapan yang lebih tinggi lagi adalah as-safhu yang pada awal artinya adalah halaman atau
lembaran baru, serta mushafahat yang berarti berjabat tangan.

Oleh karena itu seorang yang dapat melakukan as-safhu adalah orang yang mampu
membuat lembaran baru pada orang lain, dengan meninggalkan lembaran yang lama. Adapun
maknanya adalah, jika memaafkan atau al-afwu, hubungan seseorang dengan orang lain masih
menggunakan lembaran yang lama, yang mana masih belum bisa terhapuskan seluruh kesalahan-
kesalahan orang lain atau dengan istilah lainnya masih ada goresan-goresan yang tertinggal di
dalam hati atas kesalahankesalahan orang lain.

Tetapi as-safhu merupakan lembaran baru yang tidak ada sedikitpun goresan yang
tertoreh dalam hati, tatkala hubungan hablum minannas dengan orang lain.

Tahan Amarah dan Tebarkanlah Saling Memaafkan

Siti Aisyah pernah menjadi marah karena tindakan pembantunya, tetapi beliau dapat menguasai
diri, karena sifat takwa yang ada padanya. Beliau berkata, "Alangkah baiknya sifat takwa itu, ia
bisa menjadi obat bagi segala kemarahan.“ Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda, "Orang yang kuat
itu bukanlah yang dapat membanting lawannya tetapi orang yang benar-benar kuat ialah orang
yang dapat menahan amarahnya.“ (H.R. Imam Bukhori dan Imam Muslim)

Allah ‫ ﷻ‬berfirman:
ۤ
َ‫َضبُوْ ا هُ ْم يَ ْغفِرُوْ ن‬ َ ‫َوالَّ ِذ ْينَ يَجْ تَنِبُوْ نَ َك ٰب ِٕى َر ااْل ِ ْث ِم َو ْالفَ َوا ِح‬
ِ ‫ش َواِ َذا َما غ‬

“dan juga (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji,
dan apabila mereka marah segera memberi maaf.” (QS. asy-Syura [42]: 37).

Jangan Mudah Marah

Nabi pun pernah menasihati para sahabat agar tidak mudah marah. Bahkan beliau sampai
mengulangi perkataannya (la taghdhab) lebih dari sekali. Karena orang yang kuat bukanlah ia
yang pandai bergulat, melainkan ia yang mampu mengontrol emosinya dengan baik.

‫ب‬ َ ‫ك نَ ْف َسهُ ِع ْن َد ْالغ‬


ِ ‫َض‬ ُ ِ‫د الَّ ِذى يَ ْمل‬Ÿُ ‫ ِإنَّ َما ال َّش ِدي‬، ‫د بِالصُّ َر َع ِة‬Ÿُ ‫ْس ال َّش ِدي‬
َ ‫لَي‬

Orang yang kuat bukanlah ia yang pandai bergulat, melainkan ia yang mampu mengontrol
emosinya dengan baik ketika marah (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan Saling Memaafkan

Dekat dengan Ketakwaan

Orang yang mudah memaafkan dinilai dekat dengan ketakwaan. Jadi, memberi maaf itu lebih
diutamakan dalam syariat Islam. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam Surat asy-Syura ayat 40.

ِ ‫صلَ َح فََأ ْج ُرهُ َعلَى هَّللا‬


ْ ‫فَ َمنْ َعفَا َوَأ‬

“Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya di sisi Allah.” (QS. asy-
Syura: 40).

Memiliki Bangunan di Surga dengan Derajat yang Tinggi

Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya. Meriwayatkan bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah


bersabda: Barang siapa yang menginginkan bangunan untuknya (di surga, dimuliakan, dan
derajat (pahala)nya ditinggikan, hendaklah ia memaafkan orang yang berbuat aniaya
kepadanya, memberi kepada orang yang kikir terhadap dirinya, dan bersilaturahmi kepada
orang yang memutuskannya (H.R. Imam Hakim). (Tafsir Ibnu Katsir)

Akan Diseru untuk Masuk Surga

Telah diriwayatkan melalui Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah bersabda:
Apabila hari kiamat terjadi, maka ada seruan yang memanggil, "Di manakah orang-orang yang
suka memaafkan orang lain? Kemarilah kalian kepada Tuhan kalian dan ambillah pahala
kalian!“ Dan sudah seharusnya bagi setiap orang muslim masuk surga bila ia suka memaafkan
(orang lain)(HR. Imam Ad-Dahhak). (Tafsir Ibnu Katsir)

Allah akan Menambah Kemuliaannya

Apabila dia memaafkan, maka Allah akan memuliakannya, dan ini telah dikabarkan Rasulullah
SAW. Beliau bersabda, ‘Tidaklah seseorang memaafkan kecuali Allah akan menambah
kemuliaannya.’ (HR. Muslim no 2588).”

Allah akan Mengampuni pada Hari Kesulitan

Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas maka Allah
memberinya maaf pada hari kesulitan. (HR Ath- Thabrani)”
Allah akan Mengampuni Kesalahannya

“Jika kamu menyatakan sesuatu kabaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu
kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS. An-
Nisa’ [4]: 149).

Perbuatan yang Mulia

“Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan
yang mulia” (QS. Asy-Syura[42]: 43).

Allah akan Mengangkat Derajatnya

“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang
lain, melainkan Allah SWT akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang
merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya’.” (HR Muslim
no 2588)

Taat Akan Perintah Allah

ِ ْ‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو َوْأ ُمرْ بِ ْالعُر‬


َ‫ف َواَ ْع ِرضْ ع َِن ْال َجا ِهلِ ْين‬

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari
pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf :199)

Manfaat Saling Memaafkan Menurut Medis

Meningkatkan Kualitas Diri

Bila dilihat dari sisi psikologis, memaafkan dapat berdampak baik bagi kualitas hidup seseorang.
Memaafkan dapat meningkatkan kualitas hubungan, baik kepada diri sendiri maupun dengan
orang lain.

Menurunkan Resiko Stres

Hal pertama yang harus dilakukan adalah menerima kondisi yang menyakitkan dan terasa tidak
nyaman. Dengan adanya fase menerima, kondisi mental akan dilatih sehingga dapat lebih baik
ketika menghadapi masalah berikutnya. Hal ini juga dapat menurunkan risiko stres.

Melatih Empati
Rasa empati akan menciptakan dampak baik bagi kehidupan sosial seseorang. Ketika ada orang
lain yang bersalah dan minta maaf dengan tulus pada Anda hingga memaafkannya, berarti Anda
telah memahami perasaan orang itu.

Lima Cara efektif Memaafkan Seseorang

• Bersikap tenang dan bersihkan hati dengan beribadah

• Beri waktu untuk diri sendiri

• Menghilangkan rasa benci yang ada dalam diri kamu

• Membuka rasa empati pada orang yang telah menyakiti kamu

• Membuka rasa empati pada orang yang telah menyakiti kamu

• Mengingat semua kebaikan seseorang yang melukai hati kamu

Kisah Teladan – Mudah Memaafkan

Rasulullah Saw. diludahi oleh kaum kafir Quraisy ketika hendak pulang dari Masjid selesai
menunaikan ibadah salat, namun tak pernah membalasnya dengan meludahi kembali.

Kisah Rasulullah saat dilempar batu oleh budak Tsaqilf, hingga kakinya berdarah, namun yang
dilakukan Rasulullah yaitu mendoakan mereka agar mendapat pengampunan Allah.

Rasulullah tak pernah membalas keburukan dengan keburukan, tak pernah ada dendam di
hatinya. Begitulah karakter pemaaf yang dimiliki Rasulullah, karakter pemaaf yang patut untuk
diteladani. Jika ada seseorang yang datang ke beliau untuk minta maaf, maka tak segan ia
memaafkan orang tersebut.

Ada sebuah kisah pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab R.A. saat memilih
Ammar bin Yasir sebagai gubernur di Kuffah, suatu ketika ada seorang awam datang
menemuinya lalu berkata kepadanya “Hai, yang telinganya terpotong!” salah satu telinga
Ammar bin Yasir putus ketika menghadapi orang-orang murtad di pertempuran Yamamah,
namun ia menjawab dengan singkat, “Yang kamu cela itu adalah telingaku yang terbaik.” (Abu
Dzikra & Sodik Hasanuddin, 2013)
Dengan hinaan orang tersebut, ia tidak membalasnya dengan kata-kata yang keji atau
tidak sopan. Namun ia memilih untuk bersabar, dan memaafkan dengan mengucapkan kata-kata
singkat dan mengandung kebenaran, tanpa bermaksud untuk menghina balik orang yang
mengecamnya. (Abu Dzikra & Sodik Hasanuddin, 2013)

Doa agar Diampuni Dosa

‫ص ًرا َك َما َح َم ْلت َٗه َعلَى الَّ ِذيْنَ ِمنْ قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل ت َُح ِّم ْلنَ……ا َم……ا اَل طَاقَ…ةَ لَنَ……ا‬ ْ ِ‫س ْينَآ اَ ْو اَ ْخطَْأنَا ۚ َربَّنَا َواَل ت َْح ِم ْل َعلَ ْينَآ ا‬
ِ َّ‫اخ ْذنَآ اِنْ ن‬
ِ ‫َربَّنَا اَل تَُؤ‬
َ‫ص ْرنَا َعلَى ا ْلقَ ْو ِم ا ْل ٰكفِ ِريْن‬ُ ‫ار َح ْمنَا ۗ اَ ْنتَ َم ْواَل نَا فَا ْن‬ ْ ‫ِب ٖ ۚه َواعْفُ َعنَّ ۗا َوا ْغفِ ْر لَنَ ۗا َو‬

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan
kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami,
ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami
menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al Baqarah ayat 286)

‫ َو َرحْ َمتُكَ َأرْ َجى ِع ْن ِديْ ِم ْن َع َملِ ْي‬،‫ك َأوْ َس ُع ِم ْن ُذنُوْ بِ ْي‬
َ ُ‫اللّهُ َّم َم ْغفِ َرت‬

“Ya Allah, ampunan-Mu lebih luas daripada dosa-dosaku, rahmat-Mu lebih ku harapkan
daripada amalan-amalanku.”
Minggu, 23 Mei 2021

Ahad, 11 Syawwal 1442 H

KAJIAN SURAH MARYAM AYAT 76


“Merawat Amal Saleh dan Menguatkan Istiqamah”

Prof. Dr. KH. Sofyan Sauri, M.Pd.

Q.S. Maryam : 76

‫ك ثَ َوابًا َوخَ ْي ٌر َّم َر ًّدا‬ ُ ‫صلِ ٰ َح‬


َ ِّ‫ت َخ ْي ٌر ِعن َد َرب‬ ُ َ‫َويَ ِزي ُد ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذينَ ٱ ْهتَدَوْ ۟ا هُدًى ۗ َو ْٱل ٰبَقِ ٰي‬
َّ ٰ ‫ت ٱل‬

Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-
amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.

Asbabun Nuzul

Sebab ayat ini turun karena Allah menegaskan dan membantah orang-orang zalim yang
menjadikan keadaan dunia berupa harta dan anak yang banyak sebagai ukuran baiknya keadaan
pemiliknya, bahkan ukuran kebahagiaan dan keberuntungan itu terletak pada iman dan amal
saleh (Tafsir As-Sa’di).

Dalam ayat ini Allah hendak memberitahukan bahwa keadaan dunia tidak sebagaimana
yang mereka sangka. Akan tetapi, amalan yang menjadi pertanda kebahagiaan dan penebar
keberuntungan adalah segala sesuatu yang disukai dan diridhai oleh Allah (Tafsir Al-Wajiz).
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan
amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik
kesudahannya (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir).

Kandungan Ayat - Tafsir as-Sa'di

 Allah memberikan petunjuk, hidayah serta karunia dan rahmat-Nya kepada orang-orang
yang yang telah mendapat petunjuk dan beriman. Hidayah di sini mencakup ilmu yang
bermanfaat dan amal yang saleh.

 Dalam ayat ini menerangkan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang. Iman adalah
ucapan hati dan lisan, serta amalan hati, lisan dan anggota badan

 Ayat ini membantah orang-orang zalim yang menjadikan keadaan dunia sebagai ukuran
baiknya keadaan pemiliknya, bahkan ukuran kebahagiaan dan keberuntungan itu terletak
pada iman dan amal saleh.

Penjelasan Ayat - Tafsir Al-Wajiz

 Allah akan memberikan tambahan hidayah bagi orang-orang yang telah meraih hidayah
sebagai (cermin) karunia dan rahmat-Nya kepada mereka. Hidayah yang mencakup ilmu
yang bermanfaat dan amal saleh.

 Setiap orang yang menempuh suatu jalan dalam mencari ilmu, keimanan, dan melakukan
amal saleh, maka Allah akan memberikan tambahan kepadanya, mempermudah
pencapaiannya, dan meringankan baginya serta memberikan karunia lain yang di luar
usahanya.

 Maksud Firman-Nya, “Dan amal-amal saleh yang kekal itu,” yaitu amal saleh yang
lestari, yang tidak terputus pada saat amalan yang lain putus, dan yang tidak pudar, itulah
amalan saleh yang istiqomah. Di antaranya, salat, zakat, puasa, haji, umrah, membaca al-
Quran, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, berbuat baik kepada sesame makhluk, amal hati dan
jasmani.

Nilai-nilai pendidikan
• Mendidik kita menjadi insan yang beriman dan mempertahankan keimanan agar tidak
turun.

• Senantiasa berdoa agar mendapatkan hidayah serta rahmat Allah.

• Senantiasa berusaha meningkatkan amal saleh dan ketaatan kepada Allah sebagai wujud
keimanan.

• Mendidik kita merawat amal saleh dan menguatkan istiqomah dalam ibadah dan
kebaikan.

Makna Al-Baaqiyaat Ash-Shaalihaat

Ibnu `Abbas, Sa’id bin Jubair dan beberapa ulama Salaf mengatakan: “Yang dimaksud
dengan al-baaqiyaat ash-shaalihaat adalah salat lima waktu.”(Tafsir Ibnu Katsir)

Sedangkan `Atha’ bin Abi Rabah dan Sa’id bin Jubair, dari Ibnu `Abbas, yang dimaksud
dengan al-baaqiyaat ash-shaalihaat adalah kalimat: laa ilaaHa illallaaHu wa subhaana wal
hamdulillaaHi wallaaHu akbar (“Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Ilah [yang
berhak diibadahi] kecuali Allah, Allah Mahabesar.”).

`Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengemukakan, “Ia adalah amal perbuatan salih secara
keseluruhan.” Dan yang terakhir ini menjadi pilihan Ibnu Jarir.

Makna Amal Saleh

 Ibnu Faris dalam Mu’jamu Maqayisul Lughah berkata, “‘’’’ ‫ ع – م – ل‬Akar suatu kata
yang menunjukkan pada satu makna yang sama, yaitu semua pekerjaan yang dilakukan”.
Sedangkan “’ ‫ ل – ح‬-‫ ‘’’ ص‬Akar suatu kata yang menunjukkan pada satu makna yang
sama yaitu lawan dari kerusakan” (Mu’jamu Maqayisul Lughah , 1/17, Cet: Darul
Kutub ‘Alamiyah).

 Syaikh Abdurrahman as Sa’diy dalam Taisiru Karimir Rahman mengaatakan,


“Amalan yang baik dinamakan amal saleh karena dengan sebab amal saleh keadaan
urusan dunia dan akhirat seorang hamba Allah akan menjadi baik dan akan hilang seluruh
keadaan-keadaannya yang rusak. Dengan amalan yang baik tersebut seseorang akan
termasuk golongan orang yang saleh yang pantas bersanding dengan Allah Yang Maha
Pengasih di dalam surga-Nya” (Taisiru Karimir Rahman: 1/62,cet:Markaz Shalih bin
Shalih ats Tsaqafiy).

Makna Istiqomah

Istiqomah menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut:

 Istiqomah menurut Ali Bin Abi Thalib adalah sebagai tindakan melakukan suatu
kewajiban.

 Ibnu Abbas memaknai istiqomah dengan tiga arti, pertama adalah istiqomah dengan
lisan dengan sikap bertahan dengan membaca syahadat. Kemudian yang kedua adalah
istiqomah dengan hati yakni dengan melakukan segala dengan disertai niat yang jujur.
Dan terakhir adalah istiqomah dengan jiwa di mana seseorang senantiasa menjalankan
ibadah serta ketaatan kepada Allah secara terus menerus.

 Mujahid memaknai istiqomah sebagai komitmen terhadap kalimat syahadat dan juga
tauhid hingga bertemu dengan Allah Swt.

Menguatkan Istiqomah

َ ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُونَ * ُأولَِئ‬


َ‫ك َأصْ َحابُ ْال َجنَّ ِة خَالِ ِدينَ فِيهَا َج َزا ًء بِ َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ ٌ ْ‫ِإ َّن الَّ ِذينَ قَالُوا َربُّنَا هَّللا ُ ثُ َّم ا ْستَقَا ُموا فَاَل خَ و‬

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap
istiqamah, maka tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.
(13) Mereka itulah para penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa
yang telah mereka kerjakan. (14). – (Q.S Al-Ahqaf: 13-14)

Hadis Istiqomah dalam Kebaikan dan Ibadah

 Nabi SAW bersabda: “Jangan membiasakan ibadah, lalu meninggalkannya.” (HR ad


Dailami).

 Nabi bersabda: “Amal (kebaikan) yang disukai Allah ialah yang langgeng meskipun
sedikit.” (HR al-Bukhari).

 Dari Aqlamah, Nabi bersabda :“Aku bertanya kepada ‘Aisyah RA, apakah Rasulullah
SAW mengkhususkan hari-hari tertentu dalam beramal?” Dia menjawab, “Tidak. Beliau
selalu beramal terus-menerus tanpa putus. Siapakah dari kalian yang akan mampu
sebagaimana yang mampu dikerjakan oleh Rasulullah SAW?” (HR. Bukhari no. 1987
dan Muslim no. 741)

Cara Merawat Amal Saleh dan Menguatkan Istiqomah

Ikhlas dalam ibadah

“Maka istiqomahlah (dengan mengikhlaskan ibadah) kepada-Nya dan mohonlah ampun


kepada-Nya.” (QS. Fushshilat: 6)

Motivasi agar istiqamah

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka
istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS.
Fushilat: 30).

Mengkaji Al-Qur’an dan menghayatinya

“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)

Menjadikan kisah orang saleh sebagai teladan

“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta
pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Hud: 11).

Memperbanyak doa kepada Allah

“Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan
tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian
kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada
mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebaikan” (Q.S. Ali Imran: 147-148).

Bergaul dengan orang saleh


“ hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 119)

Terus menerus dalam berbuat kebaikan dan ibadah

"Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian dan amal yang paling dicintai Allah adalah
amalan yang terus menerus meskipun sedikit.” (HR. Bukhari).

Meyakini adanya balasan yang agung dan kebaikan yang banyak dari suatu amal yang
rutin dikerjakan

“Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka.
Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah "salaam". (QS. Ibrahim Ayat 23)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga
Firdaus menjadi tempat tinggal.” (QS. Al-Kahfi Ayat 107)

Mengapa Kita Diperintahkan Senantiasa Istiqomah dalam Ibadah dan Amal Saleh ?

Akan Turun Malaikat yang Menghibur

Sungguh Allah SWT berfirman : “Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka (istiqamah), maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata) :
Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati dan bergembiralah kamu
dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan kepadamu” (Q.S Fusilat : 30)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa para malaikat akan turun menuju orang-orang yang
beristiqamah, ketika kematian menjemput, ketika dalam kubur dan ketika dibangkitkan. Ketika
itu para malaikat akan datang dan memberi rasa aman dari ketakutan ketika kematian
menjemput. Menghilangkan kesedihannya yang disebabkan berpisah dengan keluarganya karena
Allah pengganti dari hal itu. Memberikan kabar gembira berupa dihilangkan keburukan dan
mendapatkan kebaikan dengan surga.

Mengapa Kita Diperintahkan Senantiasa Istiqomah dalam Ibadah dan Kebaikan ?

Takut Meninggal dalam Keadaan Tidak Ibadah dan Tidak Berbuat Kebaikan
“Sungguh, ada orang yang melakukan kebaikan selama tujuh puluh tahun, tetapi ia berwasiat
dan zhaim dalam wasiatnya, lalu menutup usianya dengan kejelekan amalnya sehingga ia
dimasukkan ke dalam neraka. Dan sungguh, ada orang yang melakukan keburukan selama tujuh
puluh tahun, lalu ia adil dalam wasiatnya, dan menutup usianya dengan kebaikan amalnya,
sehingga ia dimasukkan ke dalam surga” (HR. Imam Ahmad bin Hanbal dari Abu
Hurairah).

Membetengi dari Godaan Setan

Karena ketika seorang hamba lalai maka kesempatan setan menggoda. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata,

َ َّ‫س فَِإ َذا َذ َك َر هللاَ تَ َعالَى خَ ن‬


‫س‬ ِ ‫ال َّش ْيطَانُ َجاثَ َم َعلَى قَ ْل‬
َ ‫ب اِ ْب ِن آ َد َم فَِإ َذا َسهَا َو َغفَ َل َو ْس َو‬

“Setan itu mendekam pada hati manusia. Jika ia luput dan lalai, setan menggodanya. Jika
manusia mengingat Allah, setan akan bersembunyi.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-
Mushannaf 13: 469-470, Adh-Dhiya’ dalam Al-Mukhtar 10: 367 dengan sanad yang
shahih)

Faktor-Faktor Yang Melahirkan Istiqâmah

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (691 – 751 H) dalam kitabnya “Madaarijus Salikiin”
menjelaskan bahwa ada enam faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang
sebagaimana berikut :

• Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang
jelas.

• Berlaku moderat antara tindakan melampui batas dan menyia-nyiakan

• Mengikuti Sunnah

• Beramal dan melakukan optimalisasi

• Tidak melampui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya

• Ikhlas

Kekuatan Istiqomah Rasulullah dalam Kebaikan dan Perjuangan Keimanan


Rasulullah Saw tak hanya memberikan teladan dengan menjalani perilaku istiqomah yang tidak
terbatas dalam memegang erat Islam dan iman. Namun, juga dalam mendakwahkan Islam di
segenap lapisan masyarakat, baik bangsa Arab maupun ‘Ajamy.

Dalam beristiqomah Rasulullah Saw tidaklah sepi dari berbagai ujian keimanan, di antaranya
tawaran kenikmatan duniawi, gelaran buruk seperti gila, gangguan, pemboikotan, siksaan fisik
hingga percobaan pembunuhan. Semua itu dilakukan musuh-musuh Allah agar beliau
meninggalkan Islam dan dakwah. Tapi semua upaya itu tidak menyurutkan langkah beliau.

Rasulullah Saw terus menunjukkan keteguhannya dari kaum Quraisy yang ingin menghentikan
dakwah yang dilakukannya sehingga Abu Thalib berjanji akan melindunginya.

Beliau mengatakan kepada pamannya Abu Thalib :

“Wahai paman, demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan
bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini (dakwah), hingga Allah
memenangkannya atau aku mati karenanya, niscaya aku tidak akan meninggalkannya.”

Nabi Saw mengira pamannya akan meninggalkannya dan mengurangi pertolongannya. Beliau
pun bersedih hati hingga meneteskan air mata. Mengetahui keteguhan hati keponakannya ini,
Abu Thalib mempersilakannya untuk meneruskan perjuangannya. Bahkan ia bersumpah akan
tetap melindunginya selama hayat masih di kandung badan. (Ar-Rahiqul Al-Makhtum,
AlMubarokfury, I/86).

Kisah Teladan – Ladang Amal Banyak Caranya

Suatu hari Nabi Muhammad SAW dicurhati sahabatnya yang miskin. Sahabat miskin ini iri
kepada orang kaya, uangnya banyak, punya kesempatan bersedekah, pasti pahalanya banyak.
Sedangkan dirinya hanyalah orang miskin.

"Sahabat-sahabat Nabi yang miskin mengutarakan kepada Nabi bahwa mereka iri terhadap
ibadahnya orang kaya yang memiliki banyak kesempatan bersedeqah di jalan Allah SWT,“

Kisah ini diambil dari periwayatan Abu Dzar RA: "Beberapa sahabat waktu itu bertanya
kepada Nabi Muhammad SAW, Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat
pahala, mereka mengerjakan salat sebagaimana kami salat, mereka berpuasa sebagaimana
kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka." (HR. Muslim).
Kemudian Nabi menjelaskan kepada mereka bahwa ada banyak jalan untuk mendapatkan pahala
sedekah, seperti menyuruh kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, tasbih, tahmid, dan tahlil,
semua ini adalah sedekah.

Perbaikilah Amal Sebagai Persiapan Bekal Akhirat

Allah SWT juga telah memberitakan di dalam banyak ayat-Nya bahwa amalan yang dilakukan
seseorang dicatat oleh malaikat dan di akhirat nanti akan diberikan catatan amalannya serta akan
ditimbang dengan timbangan keadilan. Allah SWT berfirman:

“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran, maka barang siapa berat timbangan kebaikannya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung dan barang siapa yang ringan timbangan
kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka
selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (Q.S al-A’raf: 8—9).

Doa Agar Amal Kebaikan Kita Diterima

‫ك َأ ْنتَ ال َّس ِمي ُع ْال َعلِي ُم‬


َ َّ‫َربَّنَا تَقَبَّلْ ِمنَّا ِإن‬

Ya Allah, terimalah amal dari kami. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.

(QS. Al-Baqarah: 127).

Doa Meminta Akhir Husnul Khotimah

‫اختِ ْم لَنَا بِ ُحس ِْن ْالخَ اتِ َم ِة‬ ِ ‫اختِ ْم لَنَا بِاْ ِال ْي َم‬
ْ ‫ان َو‬ ْ ‫اختِ ْم لَنَا بِاْ ِال ْسالَ ِم َو‬
ْ ‫اَللّهُ َّم‬

“Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan Islam, akhirilah hidup kami dengan membawa iman
dan akhirilah hidup kami dengan husnul khotimah.”
Minggu, 30 Mei 2021

Ahad, 18 Syawwal 1442 H

KAJIAN SURAH ALI ‘IMRAN AYAT 190-191


“Urgensi Tafakur dalam Kehidupan”

Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd.

Q.S. Ali ‘Imran : 190-191

‫ الَّ ِذينَ يَ… ْ…ذ ُكرُونَ هَّللا َ ِقيَا ًم……ا َوقُ ُع……ودًا َو َعلَ ٰى‬.)١٩٠( ‫ب‬ ِ ‫ت ُأِلولِي اَأْل ْلبَ……ا‬
ٍ ‫ف اللَّ ْي ِل َوالنَّ َه……ا ِر آَل يَ……ا‬ ْ ‫ض َو‬
ِ ‫اختِاَل‬ ِ ‫ت َواَأْل ْر‬ ِ ‫س َما َوا‬ ِ ‫ِإنَّ فِي َخ ْل‬
َّ ‫ق ال‬
)١٩١ (‫اب النَّا ِر‬ َ ‫س ْب َحانَ َك فَقِنَا َع َذ‬ ُ ‫ض َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ ٰ َه َذا َبا ِطاًل‬ ِ ‫ت َواَأْل ْر‬
ِ ‫س َما َوا‬ َّ ‫ق ال‬ ِ ‫ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّكرُونَ ِفي َخ ْل‬

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190).

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka (191).

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh At-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa
orang Quraisy datang kepada orang Yahudi untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa Musa
kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya”.

Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nashrani: “Mukjizat apa yang dibawa Isa
kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Ia dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir hingga
dapat melihat, menyembuhkan orang berpenyakit sopak dan menghidupkan orang mati”.

Kemudian mereka menghadap Nabi Saw. dan berkata: “Hai Muhammad, coba
berdoalah engkau kepada Tuhanmu agar gunung Shafa ini dijadikan emas”. Lalu Rasulullah
Saw. berdoa. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali-Imran ayat 190) sebagai petunjuk untuk
memperhatikan apa yang telah ada yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang
menggunakan akalnya. (Tafsir al-Wajiz)

Sebab turunnya ayat dari riwayat lain:

Riwayat tentang penurunan ayat ini diriwayatkan juga oleh Imam Ibnu Hibban di dalam kitab
Shahihnya, suatu hari ketika Bilal hendak adzan salat Shubuh, ia mendapati Nabi Saw. sedang
menangis. “Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu menangis?” Tanya Bilal. Nabi Saw.
menjawab, “Apa yang dapat melarangku untuk menangis, sedangkan telah turun kepadaku
malam ini ayat, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,”

Kemudian beliau bersabda, “Celakalah bagi orang yang membacanya namun ia tidak mau
merenungkannya.” Hadis di atas juga terdapat dalam riwayat imam Ibnul Mundzir, imam
Ibnu Mardawaih, dan imam Ibnu Abi Ad-Dunya di dalam kitab At-Tafakkur dari
sayyidah ‘Aisyah Ra.

Kandungan Ayat

 Allah menegaskan bahwa penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang
merupakan tanda kekuasaan Allah yang hanya diketahui oleh ulul albab.
 Allah menjelaskan dua ciri ulul albab. Yakni berdzikir dan berpikir.

 Tafakkur atau berpikir yang benar akan mengantarkan pada kesimpulan bahwa Allah
menciptakan alam semesta dan segala sesuatu di dalamnya tidak ada yang sia-sia.
Semuanya benar, semuanya bermanfaat.

 Tafakkur atau berpikir yang benar juga melahirkan kedekatan kepada Allah, mengakui
kelemahan makhluk dan mengakui kekuasaan Allah, serta memperbanyak doa kepada-
Nya.

(Dalam Tafsir Al Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az


Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka).

Nilai-nilai pendidikan

• Mendidik menjadi insan yang bertafakur akan semua kondisi untuk mengingat Allah.

• Mendidik menjadi insan yang bertadabbur akan penciptaan langit dan bumi

• Senantiasa berusaha meningkatkan amal saleh dan ketaatan kepada Allah sebagai wujud
keimanan.

• Mendidik menjadi insan yang tawadhu’ dan tidak sombong karena segala apa yang kita
punya adalah milik Allah dan kekuasaannya.

Siapa Ulul Albab ?

Ulul albab yaitu orang yang memiliki kedalaman dzikir (spiritual), ketajaman fikir
(analisis/logika) dan kecerdasan beramal saleh.

Sayid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalilquran menerangkan, ulil albab adalah orangorang yang
memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar. Mereka membuka pikirannya untuk menerima
tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

Islam sangat menganjurkan umatnya agar berkepribadian ulul albab. Bukti anjuran Islam
terhadap sifat ulul albab ini dalam Al-Qur’an telah disebutkan sebanyak 16 kali.

Hadis Tentang Ulul Albab


‫ق‬
ِ ‫المش… ِر‬
ْ َ ُ‫َأنَّه‬ َ‫َوعَنْ َأبي ُه َر ْي َرة‬
َ‫إنَّ ا ْل َع ْب……د لَيَتَ َكلَّ ُم بِال َكلِم… ِة َم……ا يَتَ……بيَّنُ في َه……ا يَ… ِز ُّل ب َه……ا ِإلَى النَّا ِر أ ْب َع… َد ِم َّما بيْن‬ :‫س ِم َع النَّب َّي ﷺ يَقُ……و ُل‬
)٢٩٨٨( ‫ مسلم‬،)٦٤٧٧( ‫ )أخرجه البخاري‬.‫ق علي ِه‬ ٌ ‫ متف‬.‫ب‬ ِ ‫والم ْغ ِر‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda:


“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan suatu kata yang tidak dipikir (apakah ia baik
atau buruk), sehingga dengan satu kata itu, ia terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih
jauh daripada jarak antara timur dan barat.’’ (Muttafaq ‘alaih) Shahih Bukhari: nomer
6477, Shahih Muslim: nomer 2988

Makna Urgensi dan Tafakur

 Urgensi berasal dari Bahasa Inggris yakni “urgent”. Urgent sendiri berarti kepentingan
yang mendesak atau sesuatu yang bersifat mendesak dan harus segera ditunaikan.
Begitupun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), urgensi adalah keharusan
yang mendesak; hal sangat penting.

 Menurut para ulama, tafakur menjadi cara beribadah dalam diam. Tafakur menjadi
cara untuk mensyukuri segala nikmat serta menjadikannya pembelajaran berharga dalam
kehidupan. Untuk itu, tafakur dimaknai sebagai cara makhluknya untuk beribadah dalam
diam mengingat kebesaran Allah SWT karena hanya dilakukan melalui pikiran dan hati.

 Menurut para sufi, Tafakur adalah cara untuk memperoleh pengetahuan tentang tuhan
dalam arti yang hakiki. Para Ulama mengatakan bahwa tafakur itu ibarat pelita hati,
sehingga dapat terlihat baik dan buruk maupun manfaat dan madharat dari segala sesuatu.

Urgensi Tafakur

Di zaman seperti ini taffakur dinilai sangat penting. Kalau kita tidak memiliki waktu untuk
merenung dan berpikir, tentunya kita justru akan mengalami ketakutan. Akibatnya bisa timbul
stres, kecemasan dan kurangnya kedamaian dalam diri. Yang perlu kita lakukan adalah
melepaskan dan membebaskan diri dari belenggu yang mengikat kita ke dunia ini.

Allah Ta’ala berfirman,


‫هّٰللا‬
ٌ ‫“ ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا َ َو ْلتَ ْنظُ ْر نَ ْف‬
‫س َّما قَ َّد َمتْ لِ َغ ۚ ٍد‬
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).”[ A-Hasr/: 18]

Yang terpenting adalah merenung dan tafakur dapat mendorong penambahan semangat dalam
ketaatan, baik dalam beramal. Bukan menuju keputus asaan dan kemalasan.

Dalam masalah introspeksi ini ada atsar dari Umar radhiallahuanhu yang terkenal,

Hisablah dirimu semua sebelum (nanti) dihisab. Dan timbanglah diri kamu semua sebelum
(nanti) ditimbang. Karena nanti hisabmu akan lebih mudah jika engkau evaluasi dirimu
sekarang. Dan hiaslah dirimu untuk pertemuan akbar (besar). Di hari akan ditampakkan semua
dari kamu dan tidak ada yang tersembunyi.”

Intropeksi (muhasabah) ini diperlukan sebelum beramal, saat beramal dan setelahnya dan pada
setiap waktu. Sehingga kita berusaha memperbaiki semua amal perbuatan kita sebelum menyesal
di hari seluruh amal dihisab.

Tafakur Merupakan Salah Satu Alternatif Meditasi Islam dalam Kehidupan

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, "Allah Ta'ala berfirman: Aku
sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku
saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu
kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan
malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia
mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku
dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat." (HR. Bukhari no.
6970 dan Muslim no. 2675).

Menurut Syeikh Nawawi al Bantani, tafakur terbagi dalam Lima macam

• Tafakur melalui ayat-ayat Allah SWT

• Tafakur tentang segala nikmat yang Allah SWT berikan

• Tafakur tentang peringatan dari Allah SWT

• Tafakur untuk merenungi janji-janji Allah SWT

• Tafakur untuk merenungi kelalaian diri sendiri


Keutamaan Tafakur dalam Kehidupan

Tafakur lebih besar nilainya daripada amal kebajikan yang dikerjakan

Tafakur menjadi salah satu amalan yang disukai oleh Rasulullah Saw. seperti yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah “Tafakur juga menjadi salah satu hal yang disukai Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bersabda, “Merenung sesaat untuk (bertafakur) lebih besar nilainya daripada
amal kebajikan yang dikerjakan oleh dua jenis makluk (manusia dan jin).” (HR. Ibnu Majah)

Menentramkan Hati

Selain itu merenung juga dapat menentramkan hati sehingga menghasilkan stabilitas emosi. Ini
sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya “Ingatlah hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tentram” (Q.S Ar-Ra’d:28).

Melahirkan Kegairahan

Berpikir tentang sejauh mana ketaatannya kepada Allah, padahal Allah selalu berbuat baik
kepadanya, sehingga lahirlah kegairahan dalam beribadah. "Dan tidaklah aku jadikan jin dan
manusia kecuali agar mereka beribadah kepada- Ku“(QS. Adz-Dzariyat : 56)

Tafakur bisa mengantarkan kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat

Ka’ab bin Malik berkata, “Barangsiapa menghendaki kemuliaan akhirat, maka hendaknyalah
ia memperbanyak tafakur.” Hatim menambahkan, “Dengan merenungi perumpamaan,
bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan mengingat-ingat nikmat Allah, bertambahlah
kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur, bertambahlah ketakwaan kepadaNya.” Imam
Syafi’i menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam, dan milikilah
kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berpikir.” (Mau’idhatul Mu’minin)

Tafakur adalah pangkal segala kebaikan

Ibnul Qayyim berkata, “Berpikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan


melahirkan perubahan keadaan yang terjadi pada hati, perubahan keadaan hati akan
melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal perbuatan. Jadi, berpikir adalah asas
dan kunci semua kebaikan (Miftah Daris Sa’adah: 226).

Tafakur Melahirkan Rasa Cinta dan Syukur kepada Allah SWT


Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu
yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan
ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti
(yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan
perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al A’raf: 69)

Allah memuji orang-orang yang senantiasa bertafakur dan berdzikir

(QS. Ali Imran ayat 190-191)

Melahirkan Tauhid dan Keyakinan kepada Allah SWT

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan
(juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Az-Zariyat: 20-
21)

Selalu diberikan jalan-jalan yang mudah, merubah setiap ketakukan menjadi aman dan
mengantarkan orang mukmin ke surga.

Allah SWT berfirman, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa,dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),maka Kami kelak akan
menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al-Lail : 5-7)

Melahirkan Sikap Waspada Terhadap Perbuatan Dosa

“Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (QS. al
Infithar: 14)

munculnya rasa malu dan sifat zuhud, cinta akhirat dan tak lupa mengingat akan
kematian

Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT, “Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115)

Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin Idealnya. Seorang Muslim
harus membiasakan diri bertafakur dengan model sebagai berikut :
 Pertama, apakah sesuatu yang saya akan lakukan diridhoi Allah atau tidak?

 Kedua, jika ternyata suatu jalan itu tidak disukai Allah, bagaimana cara kita menjauh dan
terhindar darinya?

Oleh karena itu, insan beriman mesti selektif terhadap dirinya agar terlepas dari segala hal yang
tidak mengundang keridhoan-Nya.

Pada akhirnya, tafakur memang benar-benar kita butuhkan untuk selamat dunia-akhirat. Ibn al-
Jauzi dalam bukunya Shaid al-Khatir menuliskan, “Orang yang memikirkan akhir kehidupan
pasti akan menaruh kewaspadaan, dan orang yang meyakini lamanya perjalanan tentu akan
melakukan persiapan.”

Nasihat Tafakur

“Lawanlah nafsu bicara dengan menutup mulut. Hadapilah persoalan pelik dengan tafakur,”
demikian ungkap Imam Syafi’I yang dikutip Imam Ghazali dalam kitabnya al-Munqidz min
al-Dholal.

Jika seseorang merasa hidupnya tak ada harapan, sebaiknya dia bersegera untuk bertafakur,
terutama tentang akhirat. Hal ini menurut Imam Ghazali akan memudahkan hati untuk insaf,
semakin teguh keyakinan bahwa akhirat lebih utama dan kekal, serta muncul harapan besar
bahwa Allah pasti menolong.

Tafakur memang benar-benar kita butuhkan untuk selamat dunia-akhirat. Ibn al-Jauzi dalam
bukunya Shaid al-Khatir menuliskan, “Orang yang memikirkan akhir kehidupan pasti akan
menaruh kewaspadaan, dan orang yang meyakini lamanya perjalanan tentu akan melakukan
persiapan.”

Kisah Teladan Nabi Yahya as

 Sedari kecilnya Yahya ‘Alaihissalam sudah senang bertafakur. Ibnu Katsir, dalam
bukunya Qashahil Anbiya, menceritakan, "Satu hari, Nabi Zakaria ‘Alaihissalam tidak
mendapati Yahya 'Alaihissalam seharian. Sedari pagi hingga senja hari, tak dilihatnya
Yahya ‘Alaihissalam.
 Nabi Zakaria khawatir Yahya ‘Alaihissalam dibunuh oleh para rabi Yahudi.
Kekhawatiran ini beralasan mengingat sedari kecilnya Yahya ‘Alaihissalam telah
memahami Taurat dengan baik. Sementara para rabi Yahudi itu hobinya memalsukan
ayat-ayat Taurat dan memperjual belikannya dengan harga yang murah. Yahya
‘Alaihissalam kerap mengoreksi kekeliruan-kekeliruan rabi Yahudi.

 Maka, Nabi Zakaria mencari Yahya 'Alaihissalam ke berbagai tempat. Hingga


ditemukanlah Yahya 'Alaihissalam tengah berada di sebuah kebun terduduk termangu.
Nabi Zakaria mendekat. Dilihatnya anak kesayangan itu tengah menangis sesenggukan.
Di hadapannya ada lubang persis menyerupai liang lahat.

 "Wahai anakku tersayang, apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Nabi Zakaria.

 "Wahai ayahku tersayang, bukankah engkau yang menerangkan bahwa api neraka itu
hanya dapat dipadamkan oleh tangisan karena takut kepada Allah dan mengharap
rahmat-Nya? Aku menggali liang lahat ini. Kemudian, aku pandangi dengan penuh
penghayatan dan penginsyafan sambil berbisik lirih dalam hati, 'Wahai Yahya, inilah
kelak rumahmu sebenarnya. Apa yang sudah kau persiapkan untuk menghadapi
kematian? Bekal apa yang sudah kau kumpulkan untuk menjumpai Tuhanmu? Di
manakah kelak tempatmu di akhirat? Surgakah atau nerakakah? Aku duduk di sini dan
terus gelisah memikirkan nasibku di hadapan Allah kelak."

 Ketika itu, Yahya ‘Alaihissalam masih berusia tujuh tahun. Bayangkan, anak usia tujuh
tahun telah memiliki kebiasaan tafakur. Pikirkan anak usia tujuh tahun telah mampu
memikirkan perkara akhirat. Renungkan anak usia tujuh tahun telah mengerti adab
kepada Tuhannya.

 Dan, melalui kebiasaan tafakur inilah Yahya ‘Alaihissalam diberikan hikmah oleh Allah.
Bukan sekadar ilmu, melainkan hikmah. Hikmah adalah ilmu yang mengantarkan pada
iman kepada Allah, keta’atan dan ketundukkan total kepada-Nya. Ilmu yang menjadikan
pemiliknya memiliki kearifan, kebijaksanaan, kelembutan hati, dan ketajaman firasat.

 Allah menerangkan keteladanannya dalam Al-Qur'an menerangkan tentang Yahya


‘Alaihissalam, "Wahai Yahya, ambillah (pelajarilah) kitab (Taurat) itu dengan sungguh-
sungguh." Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak.
Dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa).
Dan dia pun seorang yang bertakwa." (QS Maryam [19]: 12-13)

Doa Agar Senantiasa Bersyukur atas Nikmat yang Allah Berikan

َّ ‫ش ُك َر نِ ْع َمتَكَ الَّتِي َأ ْن َع ْمتَ َعلَ َّي َو َعلَ ٰى َوالِ َد‬


‫ي‬ ْ ‫َر ِّب َأ ْو ِز ْعنِي َأنْ َأ‬

“Ya Tuhanku, tunjukkanlah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku”

Anda mungkin juga menyukai