Oleh :
Elisabeth Ruslin
051140005
APRIL 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis haturkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“KEKERASAN PADA ANAK DITINJAU DARI ASPEK GENDER”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran Penulis nantikan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan adalah tindak
kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk
tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. Seharusnya seorang
anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar
jiwanya tidak terganggu. Hal ini terjadi karena banyak orangtua menganggap kekerasan pada
anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari
mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung
jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup,
dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak
belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kekerasan
terhadap anak dapat diartikan sebagai perilaku yang sengaja maupun tidak sengaja yang
ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental.
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak,
faktor-faktor yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak, bentuk-bentuk kekerasan
terhadap anak, upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak
dan kekerasan ditinjau dari aspek gender.
1.4 Manfaat
PEMBAHASAN
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak
disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi
maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan
norma-norma dalam masyarakat.
Istilah gender berasal dari bahasa latin (genus), artinya jenis atau tipe. Kemudian istilah
ini dipergunakan untuk jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Istilah gender lebih banyak
menunjuk kepada perbedaan status dan peranan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu,
kata gender juga dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kesadaran, baik secara sadar
ataupun tidak bahwa seseorang tergolong dalam suatu jenis kelamin tertentu dan bukan
dalam jenis kelamin lain.
Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan budaya terhadap laki-laki dan
perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan
keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat
itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada
perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat
terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Wilson mengartikan gender
sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada
kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan
perempuan. Sedangkan Linda Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat
perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian
gender. Dan Elaine Showalter menegaskan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan laki-
laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial-budaya.
Dari beberapa kajian literatur, kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh laki‐
laki terhadap perempuan hal ini lebih sering terjadi yaitu kekerasan yang dilakukan laki‐laki
ditujukan kepada perempuan. Persepsi yang menjadi pelaku kekerasan lebih memungkinkan
adalah laki‐laki dan yang mengalami kekerasan korbannya adalah perempuan hal ini
berhubungan dengan stereotipe bias gender (Seelau & Seelau, 2005).
Oleh karena itu, kekerasan terhadap anak termasuk kekerasan dalam rumah tangga yang
yang berhubungan dengan gender. Hal tersebut terjadi diakibatkan adanya bias gender yaitu
terdapat perbedaan‐perbedaan faktor biologis antara perempuan dan laki‐laki. Perempuan
memang berbeda secara jasmaniah dari laki‐laki, perempuan mengalami haid, dapat
mengandung, melahirkan serta menyusui yang melahirkan mitos dalam masyarakat bahwa
perempuan berhubungan dengan kodrat sebagai ibu. Perbedaan ciri‐ciri perempuan dan laki‐
laki terlihat sejak masa kanak‐kanak di mana anak laki‐laki lebih banyak memperoleh
kesempatan bermain di luar rumah dan mereka bermain lebih lama dari anak perempuan,
permainan anak laki‐laki lebih bersifat kompetitif dan konstruktif hal ini disebabkan karena
anak laki‐laki lebih tekun dan lebih efektif dari anak perempuan, serta permainan anak
perempuan lebih banyak bersifat kooperatif serta lebih banyak di dalam ruangan. Perbedaan-
perbedaan biologis dan psikologis ini menimbulkan pendapat‐pendapat atau suatu
kesimpulan di masyarakat dimana kesimpulan itu pada umumnya merugikan pihak
perempuan. Kesimpulan itu antara lain adalah laki‐laki lebih unggul dan lebih pandai
dibanding anak perempuan, laki‐laki lebih rasional dari anak perempuan, serta perempuan
lebih diharapkan menjadi istri dan ibu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak adalah segala tindakan baik yang disengaja maupun tidak
disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi
maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan
norma-norma dalam masyarakat. Beberapa faktor memicu kekerasan terhadap anak Menurut
Komnas Perlindungan Anak pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya:
struktur keluarga, pewarisan kekerasan dari generasi ke generasi, stress sosial dan isolasi
sosial, serta keterlibatan masyarakat bawah. Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak yaitu:
kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan kekerasan
secara sosial. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap
anak yaitu: pendidikan dan pengetahuan orang tua yang cukup, keluarga yang hangat dan
demokratis, adanya komunikasi yang efektif. Namun kekerasan terhadap anak juga dapat
ditinjau dari aspek gender. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan faktor biologis
antara perempuan dan laki-laki. Dimana laki-laki dianggap paling berkuasa dalam sebuah
rumah tangga yang berimbas pada kekerasan terhadap anak.
3.2 Saran
Asmarany, Anugriaty Indah. Bias Gender Sebagai Prediktor Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Jurnal Psikologi, 35, 1-20.
Darmayanti, Nefi. Meta-Analisis : Gender dan Depresi Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 35,
164-180.
Suryani. Benarkah Faktor Gender Berperan dala Pengungkapan Kekerasan Seksual Anak?
Studi Meta Analisis. Jurnal Psikologi, 36, 55-72.