Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN

CYBERBULLIYING DILINGKUNGAN SEKOLAH

Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah laporan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh seseorang mahasiswa dan
memenuhi syarat keilmuan yang berlaku.

OLEH :
ANITA AMALIA
EMILIA SUSANTI

EMAIL : Anytaamaliah@gmail.com

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU HUKUM, ILMU POLITIK DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS TERBUKA TAHUN 2022
ABSTRAK

Cyberbullying adalah bullying yang terjadi di dunia maya, khususnya di media sosial. Kebanyakan
cyberbullying dilakukan oleh para remaja, khususnya kaum muda perkotaan yang dekat dengan
kemajuan teknologi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penyerangan atau hinaan satu sama
lain di dunia maya dan media sosial berujung pada agresi, dimana satu kelompok dibanggakan dan
kelompok lain disakiti atau difitnah. Salah satu jenis kekerasan dalam dunia anak adalah bullying. .
Bullying adalah bentuk tekanan yang disengaja oleh satu atau lebih kelompok yang kuat. Penelitian
ini adalah kebijakan cyberbullying perilaku kriminal di sekolah. Cyberbullying adalah bentuk
pelecehan di mana pelaku menggunakan perangkat teknologi untuk melecehkan korbannya. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data tentang faktor-faktor penyebab cyberbullying.
Fenomena cyber bullying sebenarnya sama dengan bullying pada umumnya yang menyerang aspek
psikologis dan fisik pelaku, namun dengan perbedaan yang tidak proporsional. Sementara
cyberbullying terjadi di dunia maya melalui perantara media, cyberbullying terjadi di dunia nyata
tanpa perantara kontak langsung dengan korban.

Kata kunci : perlindungan anak, cyber bullying, media sosial dan Dilingkungan

1
PENDAHULUAN

Menurut teori Erikson, masa remaja adalah transisi perkembangan antara anak dan
dewasa, disertai dengan perubahan biologis dan emosi sosial. Remaja memasuki periode
kebingungan identitas dan identitas di mana mereka berjuang untuk menentukan siapa
mereka, bagaimana dan ke mana mereka ingin pergi dalam hidup.
Dalam proses mengeksplorasi dan menemukan identitasnya, mereka sering mencoba
peran yang berbeda, dan mereka yang gagal mengatasi krisis identitas berakhir dengan
kebingungan identitas. Masa eksplorasi remaja dapat mempengaruhi remaja karena mereka
melakukan banyak upaya untuk menemukan jati diri mereka sendiri. Cyberbullying —
pelecehan/intimidasi Penggunaan teknologi digital. Ini bisa di platform obrolan media sosial,
platform game, dan ponsel. Pesatnya perkembangan teknologi internet dapat menimbulkan
kejahatan melalui penyalahgunaan media sosial.
Di era teknologi sekarang ini, penggunaan media sosial tidak diragukan lagi memiliki
dampak positif dan negatif bagi penggunaan siswa. Efek positif dari jejaring sosial: dapat
memberikan banyak informasi tentang aktivitas terkini dan memfasilitasi komunikasi dengan
orang-orang yang sulit dijangkau. Efek negatifnya antara lain adiksi atau kecanduan media
sosial, kecanduan game online, dan risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi.
Ada beberapa hal yang membedakan bullying biasa dari cyberbullying. Pertama,
dampaknya bisa sangat cepat. Mereka selalu terlibat dalam agresi fisik atau sering di-bully di
sekolah atau di tempat lain. Kedua, cyberbullying memudahkan korban untuk pergi atau
kabur dari pelakunya.
Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang mengidentifikasi 253
insiden bullying dari tahun 2011 hingga 2016, insiden cyberbullying terbanyak dilakukan
oleh anak-anak dan remaja, termasuk 122 anak. 131 anak menjadi korban dan penjahat.
Seperti yang terjadi di SMP Negeri 10 Tarakan, terdapat siswa yang menghadapi
cyberbullying dari teman sekolah atau lainnya melalui akun media sosial seperti Instagram,
WhatsApp dan SMS.
Cyberbullying siswa melalui WhatsApp yaitu: siswa mengancam siswa lain dengan
terus-menerus menuntut uang dari korban dan siswa mengejek siswa lain karena bodoh.
Selain itu, ada insiden cyberbullying di mana seorang siswa membajak akun SNS orang lain
di Instagram, dan pembajak tersebut dihukum karena melakukan bullying.

2
METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena menggunakan kerangka ilmiah


untuk menjelaskan fenomena tersebut dan menjelaskan berbagai isu kebijakan, motif politik
dan kejahatan dunia maya yang terjadi di lingkungan sekolah.

3
HASIL DAN PEMBAHASAN

1) Definisi pengaturan faktor-faktor terjadinya bullying di sekolah

Kata Bully berasal dari bahasa Inggris Bull, yang berarti benteng yang sedang berjalan.
Kata bully dalam bahasa Indonesia secara etimologi berarti orang yang menganiaya yang
lemah. Juga, menurut definisi Ken Rigby tentang bullying dalam Astuti (2008; 3, Ariesto,
2009), itu adalah jargon keinginan untuk menyakiti. Keinginan ini menyebabkan seseorang
menderita dan bertindak, yang dilakukan langsung oleh orang atau kelompok yang lebih kuat
dan lebih tidak bertanggung jawab, biasanya berulang-ulang dan dengan senang hati.
Selanjutnya, definisi yang tepat dari bullying terus diperdebatkan dan dicari melalui
penelitian yang mendalam. Menurut American Psychological Association (APA) (Wahab et
al., 2017), bullying adalah jenis perilaku agresif yang disengaja dan terus-menerus yang
ditujukan untuk menyakiti orang lain. Neck and Steinberg (2004) juga menyimpulkan bahwa
bullying tidak hanya bullying melalui kekerasan fisik, psikologis atau verbal yang dilakukan
oleh remaja dan dewasa muda, tetapi juga bullying yang merugikan korban dan menyebabkan
ketakutan dan penderitaan pada korban. .
Bullying adalah tindakan atau serangkaian pelecehan yang didakwa dengan kekerasan
dan melanggar keseimbangan kekuatan, yang mengakibatkan perilaku agresif dan manipulatif
oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain selama periode waktu tertentu. Pelaku biasanya
berniat mencuri kesempatan untuk melakukan perbuatan tersebut dan menimbulkan rasa tidak
nyaman/cemas pada orang lain, dan korban biasanya memahami bahwa perbuatan tersebut
akan terjadi berulang-ulang. Bullying dapat mengganggu perasaan diri korban. Karena
intimidasi menciptakan rasa tidak aman dan tidak nyaman, hal itu membuat korbannya
ketakutan, rendah diri, tidak berharga, tidak mampu menghadapi lingkungan, dan bahkan
trauma. (Ahmada et al., 2020)
Sekolah sangat rentan menjadi tempat di mana intimidasi terjadi. Oleh karena itu, siswa
harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah bullying, terutama jika itu terjadi.
Penelitian menunjukkan bahwa remaja perlu berhati-hati dan waspada saat menggunakan
media sosial. Studi ini juga menyarankan untuk menciptakan lingkungan yang memengaruhi
perilaku sosial yang positif dan mempelajari cara membuat pilihan perilaku positif di dalam
dan di luar lingkungan sekolah untuk mencegah cyberbullying.
Kejahatan umum di lingkungan sekolah saat ini adalah cyberbullying. Ini adalah bentuk
pelecehan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk menyudutkan dan mendiskreditkan

4
orang lain di dunia maya. Konsekuensi dari pelecehan tersebut tidak sembarangan, dan tidak
jarang cyberbullying berakhir dengan kematian. Sifat kegiatan di dunia maya bersifat
transnasional, tidak lagi tunduk pada batas wilayah dan memerlukan tanggapan menurut
hukum adat. Hal ini karena beberapa ketentuan KUHP dianggap tidak cukup untuk mengatasi
tantangan hukum yang timbul dari aktivitas di dunia maya.

Faktor-faktor Terjadinya Bullying Disekolah yaitu:

a. Faktor Individu

Hal ini karena anak pendiam memilih menerima jenis bullying yang mereka terima
karena merasa tidak berdaya untuk melawan. Mengenai siswa yang pendiam, Astuti
(2008:55) menjelaskan bahwa bullying dapat terjadi bahkan pada anak yang pendiam
dan siswa yang sebelumnya ceria yang pernah dibully dapat menjadi pemalu atau
pendiam. Siapa pun yang pendiam atau pemalu kemungkinan besar atau berisiko
diintimidasi.

b. Faktor Keluarga

Dengan kata lain, keluarga memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian
anak, dan pola asuh keluarga mempengaruhi perilaku, pergaulan dan hubungan anak
dengan orang lain. Keluarga memberikan kebebasan kepada anak dan melakukan segala
hal serta mendiskusikan setiap isu atau masalah yang perlu didiskusikan. Ini, tentu saja,
menunjukkan bahwa pengasuhan anak di rumah adalah pengasuhan yang dapat
diterima. Namun, terkadang ayah atau ibu dikatakan marah bahkan memukuli
mereka.Jika seorang anak tidak mendengarkan atau berperilaku buruk di rumah, itu
merupakan indikasi pola asuh yang otoriter.

c. Faktor Sekolah

Dengan kata lain, kurangnya pengawasan oleh guru sekolah berarti kekerasan terhadap
anak tidak diketahui oleh guru yang bersangkutan. Rahmavati (2016:177) berpendapat
bahwa sekolah tidak dapat menciptakan iklim psikologis yang sehat bagi seluruh warga
sekolah, kontribusi guru dalam memecahkan masalah siswa kurang optimal, dan guru
tidak mendukung siswa dengan peraturan sekolah yang kuat, tidak jelas atau tidak
konsisten. tidak memperhatikan dan Hubungan Hubungan yang buruk antar siswa di
sekolah menunjukkan iklim sekolah yang negatif yang cenderung membully atau
menindas mereka.
5
d. Faktor Teman sebaya
Terutama seperti kebanyakan orang yang terlibat di awal. Secara alami, hal ini membuat
para penjahat meniru perilaku teman-teman dewasa mereka. Tiga dari empat pelaku
juga diketahui merokok dan memiliki pengetahuan. Temuan Kusuma (2016:77)
menunjukkan bahwa anak-anak di usia prasekolah berjuang dan melawan. Jika ada
teman yang berperilaku buruk, anak bisa meniru perilaku teman sebayanya. Penerimaan
atau persetujuan dari teman memotivasi anak untuk melakukan apa yang diminta
temannya.

Efek negatif bullying antara lain depresi, kecemasan, sakit fisik, ketakutan, dan rendah
diri (Muammar, 2017). Sebuah studi tahun 2019 oleh Harahap dan Saputri menemukan bahwa
perundungan menurunkan harga diri korban. Studi pendahuluan dengan menyurvei mantan
korban bullying dengan huruf m menemukan bahwa ketika ditanya apa arti bullying bagi
kehidupan mereka, para advokat mendorong korban untuk tetap tenang dan meninggalkan
lingkungan. Dia mengatakan intimidasi memengaruhi nilai-nilainya, terutama penampilannya.
Dia pikir dia jelek, jadi dia tidak yakin pada dirinya sendiri.

Tindak pidana melecehkan seseorang yang memenuhi kriteria Pasal 27 Ayat 3 diancam
dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak 1 milyar won, dan
tindak pidana penghinaan terhadap dua orang atau lebih di media sosial dapat dipidana . . ,
KUHP dengan tegas mengatur bahwa hukuman diterapkan atas dasar pengaduan. 3 LIHAT
melanggar aturan ini. Artinya, jika dua orang mengajukan pengaduan, mereka bisa menuntut.

Contoh cyberbullying antara lain:

a. Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting gambar sugestif


seseorang di jejaring sosial;
b. Mengirim pesan atau ancaman yang menyinggung dengan menulis peringkat di kolom
komentar jejaring sosial;
c. Bertindak atas nama seseorang (menggunakan akun palsu, masuk dengan akun orang
lain, dll.) atau mengirim pesan jahat ke orang lain.

2.) Perlindungan Hukum Terhadap Korban Cyberbullying


Fenomena hukum cyberbullying juga tampak bermasalah. Khususnya, dalam hal sistem
pembuktian menurut hukum pidana Indonesia, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 184
6
undang-undang yang berlaku, perlu adanya alat bukti yang tidak dapat dibuktikan secara sah.
Hukum Kriminal. Jika kejahatan dilakukan di lingkungan dunia maya, bukti tampaknya tidak
sesuai dengan definisi bukti menurut hukum pidana. Oleh karena itu, sudah saatnya untuk
mengklarifikasi atau memperbaharui sistem pembuktian dan pembuktian yang terdapat dalam
hukum pidana sesuai dengan realitas hukum yang berubah, khususnya yang berkaitan dengan
cyberbullying.
Komisi Pengakuan dan Perlindungan Hak Anak dijamin oleh Pasal 2 Pasal 28b
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Meskipun telah banyak undang-undang
dan peraturan terkait anak yang telah diundangkan, namun masih banyak bentuk kekerasan
yang dihadapi anak ketika diturunkan di lapangan. Dunia pendidikan semakin memperhatikan
kasus bullying yang sering terjadi.
Kasus bullying terjadi hampir di setiap sekolah di Indonesia, sehingga berisiko tinggi
untuk terkena dan ditangani, bahkan bullying secara verbal maupun psikis. korban agresi.
Ada berbagai masalah kesehatan, baik fisik maupun mental. Selain itu, hasil terburuknya
adalah korban cyberbullying tidak dapat mengatasi masalah yang mereka hadapi saat mereka
mengakhiri hidup atau mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Di Indonesia, UU No. 11 Tahun 2008 tentang hukum pidana dan cyberbullying adalah
hukum dan peraturan yang paling ketat dan kita dapat melihat beberapa pasal dalam hukum
pidana mencakup jenis-jenis cyberbullying berikut:
a. Pasal 310 ayat. 1: Tindak pidana pencemaran nama baik diancam dengan pidana
penjara paling lama 9 bulan, jika suatu benda disingkapkan kepada umum dengan
penghambaan dengan maksud yang jelas dengan sengaja merusak kehormatan atau
nama baik orang lain.
b. Pasal 310 (2): Penghinaan tertulis melalui siaran rekaman atau foto, diputar atau
diumumkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
c. Pasal 311 (1): Orang yang melakukan tindak pidana fitnah atau fitnah tertulis dibuat
bersaksi tanpa pembuktian kebenaran terdakwa, dan jika ia berbeda dari yang
diketahuinya, ia diancam. Pencemaran nama baik dapat dihukum hingga empat
tahun penjara.
d. Bagian 315: Setiap fitnah, disengaja atau tidak disengaja, dalam bentuk pencemaran
nama baik di depan umum, lisan atau tulisan, atau oleh atau dalam kata-kata atau
perbuatan yang dilakukan oleh atau terhadap orang lain di hadapan orang lain atau

7
dalam bentuk pencemaran tertulis . Penghinaan ringan dapat dihukum hingga 4
bulan dan 2 minggu penjara.
e. Pasal 369 § 1 Barangsiapa memaksa, dengan ancaman pengungkapan, untuk
melepaskan seluruh atau sebagian utang kepada orang ini atau kepada orang lain,
atau untuk mengambil alih suatu barang atau membatalkan suatu utang,
barangsiapa memaksanya, untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, kehilangan
hutang untuk mendapatkan keuntungan ilegal. Secara default, hingga 4 tahun
penjara

Cyberbullying memiliki dampak yang lebih besar pada emosi, perkembangan, dan
kesejahteraan remaja daripada intimidasi tradisional. Hal ini disebabkan adanya ketimpangan
kekuasaan di kalangan anak muda, dimana korban cyberbullying mungkin tidak pernah
mengetahui identitas dari cyberbully tersebut.
Perlindungan hukum yang tersedia bagi anak korban bullying, khususnya: Baik melalui
jalur pidana (pidana) maupun non-pidana (bukan di luar sistem peradilan pidana), dalam
beberapa tahun terakhir masyarakat dan guru telah melakukan lebih banyak upaya untuk
mencegah penganiayaan anak baik oleh orang tua guru maupun pemerintah. Menurut Aristo
2009, faktor pemicu agresi adalah keluarga, sekolah, lingkungan sosial, program televisi dan
media cetak.
UU no. 35 Tahun 2014 (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak), yang diubah UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, merupakan perangkat hukum yang dapat
melindungi anak dari berbagai tindak pidana, termasuk cyber bullying. Hal itu tertuang dalam
pasal 76c C Jo. Khususnya Pasal 80 ayat 1: Dalam kasus cyberbullying terhadap anak-anak,
pelaku diancam hukuman tiga setengah tahun penjara dan/atau denda maksimal 5.000 tenge.
72.000.000,00 (72.000.000,00) dan Putusan Pidana, Korban berhak mendapatkan ganti rugi
akibat kejahatan cyberbullying.
Perlindungan anak korban cyberbullying diatur dalam Pasal 76 C “UU Perlindungan
Anak”. Sekolah sangat rentan menjadi tempat di mana intimidasi terjadi. Oleh karena itu,
siswa harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah bullying, terutama jika itu terjadi.
Penelitian menunjukkan bahwa remaja perlu berhati-hati dan waspada saat menggunakan
media sosial. Studi ini juga menyarankan belajar bagaimana membuat pilihan perilaku positif
di dalam dan di luar sekolah untuk menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku sosial
yang positif dan mencegah cyberbullying.

8
Kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi cyber bullying yaitu:

a. Identifikasi dini terhadap bullying peka terhadap keadaan yang dihadapi siswa,
mencegah situasi yang mengarah pada bullying oleh siswa, dan
b. Misalnya, sekolah yang sadar akan bullying harus mengkomunikasikan dan
mendidik semua warga sekolah, seperti guru, siswa, staf administrasi, staf keamanan
dan kebersihan, tentang masalah ini.
c. Dukungan korban,
d. Buat situs anti-intimidasi
e. Sosialisasikan kembali dan manfaatkan internet sebaik-baiknya.
f. Berikan contoh atau model yang baik untuk anak-anak Anda dan sebagai guru Anda
harus sangat berhati-hati dengan apa yang Anda lakukan atau katakan agar tidak
meniru orang-orang di sekitar Anda.
g. Mengajarkan siswa cara menghadapi perundungan tampaknya menjadi bentuk anti
perundungan. Penindas tidak harus melakukan kekerasan atau bertindak seperti
penindas. Salah satu cara untuk menghadapi bullying adalah dengan berani
melaporkannya kepada guru atau orang tua.
h. Membantu pelaku menghentikan perilaku buruk, seperti membutuhkan terapi untuk
menghentikan bullying dan mendidik korban untuk menunjukkan kasih sayang dan
empati kepada orang lain serta menginformasikan kepada pelaku tentang bahaya
bullying.

Upaya untuk menjamin hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan menyesuaikan
diri dengan menjamin perlindungan yang optimal dan jaminan hukum yang sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, sekaligus melindungi anak dari kekerasan dan diskriminasi.
Sekolah dan guru harus memberikan panduan kepada siswa tentang cara menggunakan
internet untuk mencegah atau mengurangi cyberbullying di Instagram atau media sosial
lainnya.
Kebijakan peradilan pidana terhadap cyberbullying, pencemaran nama baik dan
pelanggaran kesehatan media sosial di era Revolusi Industri 4.0 dapat merujuk pada KUHP
dan KUHP 11 Tahun 2008 dalam hal ini. KUHP Umum dan KUHP Undang-undang ini
mengatur semua larangan, perilaku, etika, penggunaan alat komunikasi untuk komunikasi dan
interpretasi hukuman dan sanksi pidana, tetapi tidak secara khusus mengatur kejahatan

9
cyberbullying. Pasal 1-2 Bab 5 Bab 8 KUHP Jilid 2 Tahun 2015 mengatur kegiatan yang
merugikan sistem elektronik yang digunakan oleh pemerintah untuk kepentingan pertahanan,
dan Pasal 3 tidak tercakup dalam dua pasal yang berkaitan dengan pornografi anak. Melalui
komputer. Oleh karena itu, untuk mengendalikan kejahatan di era Revolusi Industri 4.0,
kejahatan dunia maya melalui kekerasan dunia maya sangat dibutuhkan oleh kebijakan
peradilan pidana.
Selain itu, reformasi kebijakan peradilan pidana terhadap cybercrime atau
cyberbullying dapat memastikan sinkronisasi hukum dengan mempertimbangkan perjanjian
dan peraturan penegakan hukum cybercrime internasional di negara lain, dalam konteks
penegakan hukum cybercrime atau cyberbullying. Misalnya, di era Revolusi Industri 4.0,
kebijakan peradilan pidana masih mengacu pada KUHP dan UU No. 11 Tahun 2008 ketika
menangani kejahatan kekerasan dunia maya, dan perjanjian internasional dapat berlaku untuk
kejahatan lintas batas.
Dukungan orang tua terhadap anak korban bullying sangat penting. Karena orang tua
merasa kasihan dengan perasaan anak yang dibully. Orang tua memberikan dukungan yang
memadai kepada anak yang menjadi korban bullying. Kita juga bisa mengajari anak cara
membela diri saat menghadapi perundungan. Untuk membangun kepercayaan diri pada anak-
anak yang diintimidasi, Anda harus menjadi orang tua sekaligus teman untuk melihat
kemajuan mereka di sekolah dan di tempat lain. Sebagai orang tua dan guru, kita perlu
membuat anak-anak kita merasa nyaman dengan diri mereka sendiri dan merasa percaya diri.
Menurut pendapat ini (Pratikno) dari tahun 2012, ada lima jenis minat orang tua terhadap
anaknya. Karena pendidikan anak tidak bisa berjalan lancar tanpa pengawasan terus menerus.
Siswa yang menjadi korban cyberbullying akan merasakan perubahan ketika
mendapatkan bantuan dan tidak akan depresi di kemudian hari, tidak akan takut untuk pergi
keluar dengan orang lain dan tidak akan depresi. Hak-hak tersebut diatur dalam berbagai
instrumen HAM yang berlaku dan ditetapkan dalam yurisprudensi komisi HAM internasional
dan regional.

Menurut Arif Gosita hak-hak korban yang mengalami cyber bullying yaitu:

a. Untuk mendapatkan kompensasi atas penderitaan mereka, reparasi harus sebanding


dengan kemampuan pelaku untuk memberikan kompensasi dan tingkat keterlibatan
korban dalam kejahatan yang dilakukan oleh korban

10
b. Penolakan pengembalian uang untuk kepentingan penjahat (Anda tidak
menginginkan pengembalian uang karena Anda tidak membutuhkannya).
c. Restitusi atau santunan kepada ahli waris dalam hal korban meninggal dunia akibat
perbuatan tersebut.
d. konstruksi dan perbaikan
e. dia memulihkan kekayaannya
f. Laporkan dan jika Anda menyaksikan, lindungi diri Anda dari ancaman pelaku.
g. PENERAPAN UPAYA HUKUM.

SIMPULAN

11
Cyberbullying sangat dilarang di negara kita, dan dalam banyak peraturan yang
diadopsi oleh pemerintah untuk memerangi cyberbullying, kita dapat melihat bahwa bullying
dapat diartikan sebagai tindakan seseorang melecehkan orang lain. Segala bentuk perilaku
fisik atau verbal dapat menyebabkan kerugian fisik atau psikologis bagi orang lain.

Pemahaman tentang cyberbullying sebagai bentuk kejahatan atau penyimpangan


subkultur perlu disosialisasikan dengan mengacu pada UU ITE. Hal ini penting karena
cyberbullying seringkali dipandang sebagai aktivitas yang melembagakan beberapa subkultur
di kalangan siswa, bukannya digolongkan sebagai pelanggaran hukum. Sangat membantu
bagi guru dan keluarga untuk mendengarkan dengan cermat para korban dan pelaku
intimidasi. Sekolah juga diharapkan peduli dengan situasi bullying yang terjadi di lingkungan
anak-anak.

Dukungan orang tua dan guru terhadap anak yang di-bully sangat penting karena orang
tua merasa kasihan dengan anak yang dibully atau perasaan anaknya, dan orang tua perlu
memberikan dukungan yang memadai kepada anak yang di-bully.

DAFTAR PUSTAKA

12
Jauhari Dewi Kusuma & Unizar Law Review, (2018)
penegakan hukum tindak pidana cyber bullying oleh anak berdasarkan undang-undang
nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
https://e- journal.unizar.ac.id/index.php/ulr/article/download/5/1
Fadhlullah Fadhlullah.,Mutia Wati.,Rambang Muharramsyah.,Iis Marsithah. (2022 )
dampak cyber bullying di sekolah dan upaya pencegahannya
http://journal.umuslim.ac.id/index.php/jpips/article/view/1217
Kadek Cintyadewi Permana.,I Gusti Ketut Ariawan.,I Gusti Agung Ayu Dike.,Widhiyaastuti.,
( 2016)
perlindungan hukum terhadap artis sebagai korban tindak pidana cyber bullying pada
media sosial Instagram di Indonesia
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/download/24811/16060
Ela Zain Zakiyah.,Muhammad Fedryansyah.,Arie Surya Gutama Focus (2018 )
dampak bullying pada tugas perkembangan remaja korban bullying
http://jurnal.unpad.ac.id/focus/article/view/20502
MUHARRAM DWI PUTRANTO Universitas Airlangga, (2018)
cyber bullying di kalangan remaja urban
https://repository.unair.ac.id/75115/3/JURNAL_Fis.S.51%2018%20Put%20c.pdf
Faujiah Ariyanti.,Universitas Borneo Tarakan, (2022)
upaya Guru bimbingan dan konseling untuk mengatasi cyber bullying
https://repository.ubt.ac.id/repository/UBT11-04-2022-121450.pdf
Budi Utomo, Universitas Muhammadiyah Surakarta, (2018)
dukungan orang tua pada anak korban bullying
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/69325
Ela Zain Zakiyah, Sahadi Humaedi, Meilanny Budiarti Santoso, (2017)
faktor yang mempengaruhi remaja dalam melakukan bullying
http://journal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/14352
Anita Anita.,Hidayat Andyanto.,Meidy TriasaviraTriasavira, (2021)
perlindungan hukum terhadap korban dan pelaku tindak pidana praktik bullying di
lingkungan sekolah
https://ejournalwiraraja.com/index.php/FH/article/view/1581
Nabila Sella Almira, Adijanti Marheni, (2021)

13
Analisis fenomenologis interpretatif tentang definisi bullying dan harga diri bagi
korban bullying
https://media.neliti.com/media/publications/482472-none-8b8da45f.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai