Anda di halaman 1dari 13

PELANGGARAN HAM terhadap SISWA KELAS XII

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia”

DOSEN PENGAMPU:

MUHIBBUDDIN M.Pd.I

DISUSUN OLEH:

TUNJUNG SETO BEKTINAGARI NURULLOH (22204076)

TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt atas selesainya makalah yang berjudul

“PELANGGARAN HAM terhadap SISWA KELAS XII”. Atas dukungan moral dan materil yang

diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami mengucapkan terima kasih kepada: Bapak

Muhibbudin M.PD.I selaku dosen pengampu di bidang PKN pada TADRIS MATEMATIKA Kelas C

yang telah memberikan bimbingan, saran, ide dan juga kesempatan menggunakan fasilitas sekolah untuk

menunjang pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi

pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca terapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini

karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................................................4
A. Latar belakang................................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah..........................................................................................................................................5
C. Tujuan Makalah.............................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................................................6
1. Apa itu pelanggaran HAM..............................................................................................................................6
2. Studi Kasus Pelanggaran HAM.......................................................................................................................7
3. Faktor-Faktor terjadinya Kasus Tersebut......................................................................................................9
3. Resolusi Kasus tersebut...............................................................................................................................10
4. Solusi yang relevan menurut penulis...........................................................................................................11
BAB III PENUTUP......................................................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................................................12
B. Saran.............................................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................................13

3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masa remaja adalah masa pencarian  jati diri dan ingin mendapatkan pengakuan dilingkup

sekolah maupun kalangan remaja di luar sekolah. Di sini peran orang tua masih dibutuhkan untuk

memberikan arahan, bimbingan dan pengawasan terhadap anak yang berusia remaja.

banyak orang tua yang mengabaikkan hal ini dan menyerahkan sepenuhnya ke sekolah,

padahal waktu berada di sekolah lebih sedikit dibanding di luar sekolah, sehingga seharusnya lebih

banyak tanggung jawab orang tua dan masyarakat daripada tanggung jawab sekolah dalam

mengawasi dan mendidik anak.

Dalam hal ini, apabila terjadi kelalaian salah satu pihak, maka akan timbul hal-hal yang tidak

diinginkan, contohnya kasus kriminalitas. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)

mencatat sebanyak 2.008 kasus kriminalitas yang dilakukan anak usia sekolah terjadi di sepanjang

kuartal pertama 2012. Jumlah itu meliputi berbagai jenis kejahatan seperti pencurian, tawuran, dan

pelecehan seksual yang dilakukan siswa SD hingga SMA.

Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, angka kriminalitas yang dilakukan anak

usia sekolah cenderung meningkat setiap tahunnya.

Dari data yang diperoleh Komnas PA, pada 2010 terjadi 2.413 kasus kriminal anak usia

sekolah. Jumlah itu kemudian meningkat di 2011, yakni sebanyak 2.508 kasus.

Menurutnya, ada dua penyebab aksi kejahatan yang diperbuat anak usia sekolah. Pertama

adalah imitasi anak atas segala tindakan kekerasan yang mereka lihat. Kedua, faktor pelepasan

ekspresi yang tersumbat. Kasus kali ini dialami seorang murid SMA di kabupaten Sidoarjo.

4
B. Rumusan masalah

1. Apakah pelanggaran HAM itu?

2. Bagaimana kronologis kejadian tersebut?

3. Apa penyebab terjadinya hal tersebut?

4. Bagaimanakah akhir dari kasus tersebut?

5. Bagaimana solusi yang relevan untuk kejadian tersebut?

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui pelanggaran HAM dan bentuk-bentuknya di lingkungan Sekolah

2. Menjelaskan suatu kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM di sekolah

3. Mengetahui faktor-faktor terjadinya kasus tersebut

4. Mengetahui akhir dari kasus tersebut

5. Memberikan pendapat tentang penyelesaian kasus tersebut

5
BAB II PEMBAHASAN

1. Apa itu pelanggaran HAM

Dalam UU No.39 tahun 1999, pelanggaran HAM diartikan sebagai setiap perbuatan seseorang

atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja, atau kelalaian

yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi

manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang, dan tidak

mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,

berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Adapun dalam lingkungan sekolah ada beberapa bentuk pelanggaran HAM diantaranya:

1) Tindakan intoleransi.

Sikap abai atau rasa ketidakpedulian terhadap eksistensi orang lain.

2) Tindakan diskriminatif.

suatu sikap, perilaku dan tindakan yang bersifat tidak adil atau tidak seimbang yang

dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya

3) Tindakan kekerasan (fsik dan psikis).

Kekerasan fisik adalah kekerasan yang melibatkan kontak langsung dan dimaksudkan

untuk menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau penderitaan fisik lain

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa

percaya diri, dan penderitaan psikis berat seseorang

4) Tindakan pelecehan seksual.

pelecehan seksual adalah suatu tindak kejahatan yang bisa merugikan orang lain atau

bahkan menimbulkan trauma pada korban yang merujuk kepada tindakan bernuansa

seksual

6
2. Studi Kasus Pelanggaran HAM

Selasa 25 Januari 2022, seorang siswa kelas XII, dihadang oleh siswa kelas 11 di depan

perpustakaan sekolah yang bersebelahan dengan kelas korban, sebelum penyerangan sempat terjadi

adu mulut antara Korban dan Pelaku, kemudian Pelaku menyerang dengan parang dan untungnya

serangan tersebut dapat dihindari oleh Korban, Korban memberikan perlawanan dengan mendorong

Pelaku sampai jatuh, namun Pelaku menyerang untuk kedua kalinya dengan balok yang

disembunyikan di tasnya, Setelah melakukan penyerangan Pelaku kabur, dan sempat dikejar

beberapa teman Korban, namun tidak berhasil terkejar , Korban yang terluka dibawa ke UKS,

untuk mendapat pertolongan pertama, dan melaporkan kejadian itu ke Wakil kepala sekolah bagian

kesiswaan.

Setelah mendapat pertolongan pertama Korban diantar pulang ke rumah oleh teman-

temannya, dan beberapa ada yang menunggu sampai orang tua Korban pulang ke rumah, Orang tua

Korban meminta mediasi di sekolah dan dipertemukan dengan orang tua Pelaku untuk membahas

kasus tersebut

Rabu 26 Januari 2022, Korban dan Pelaku beserta kedua orang tuanya dipanggil ke ruang

waka untuk menjelaskan kejadian tersebut, namun Pelaku dan kedua orang tuanya tidak memenuhi

panggilan tersebut, dan Korban pun disuruh untuk istirahat di rumah.

Malam harinya orang tua Pelaku menemui orang tua Korban di kediaman R, mengajukan

permintaan kepada orang tua Korban untuk menggunakan jalur kekeluargaan dalam menyelesaikan

permasalahan, tersebut, namun orang tua Korban menolak dan tetap mengajukan mediasi di sekolah

dengan pihak yang berwenang

Kamis 27 Januari 2022, Korban dan Pelaku beserta kedua orang tuanya dipertemukan diruang

waka kesiswaan, beserta Guru Olahraga (paman Pelaku), kepala sekolah, waka kesiswaan, wali

kelas R, dan seorang polisi yang tidak diketahui pangkatnya, waka kesiswaan menunjukkan barang

7
bukti berupa parang, balok, handphone K, serta rekaman CCTV yang menunjukkan kejadian pada

hari selasa.

Setelah dikonfirmasi kebenarannya Pelaku kemudian dituntut untuk menjelaskan kenapa ia

melakukan aksi penyerangan tersebut. Pelaku berasalan bahwa ia tersulut emosi karena ucapan

Korban yang ditujukan kepadanya saat di warung kopi

Korban membantah dengan mengatakan bahwa ucapan tersebut tidak ditujukan untuk Pelaku,

tapi untuk teman-temannya yang ikut di warung kopi tersebut, lalu Pelaku diminta menjelaskan

asal-usul parang yang digunakan tersebut, Pelaku berkata ia meminjam dari temannya, dan hal ini

diperkuat dengan ditemukannya chat peminjaman parang tersebut di ponsel Pelaku kepada

temannya. Setelah perdebatan Panjang akhirnya dengan pasrah orang tua Korban menyepakati

perjanjian yang dituliskan dalam selembar kertas yang ditandatangani oleh orang tua Pelaku dan

orang tua Korban. Yang berisi Kedua belah pihak tidak memperpanjang kasus tersebut dengan

alasan bahwa kasus tersebut adalah kasus perkelahian antar remaja yang wajar, dan tidak membawa

kasus tersebut ke rana hukum, serta apabila dibawa kerana hukum maka sekolah tidak akan

bertanggung jawab dan akan mengeluarkan kedua pihak, mediasi pertama diakhiri.

Karena tidak sesuai dengan keadaan yang ada, bibi Korban megajukan mediasi kedua kepada

sekolah, dengan membawa hasil visum Korban dan memperdebatkan alasan yang diberikan oleh

pihak sekolah (kasus tersebut dikategorikan perkelahian) dengan meninjau Kembali bukti-bukti

yang ada dan menyanggah bahwa kasus tersebut bukanlah perkelahian namun penyerangan yang

sudah direncanakan oleh Pelaku. Pihak sekolah berdalih bahwa surat perjanjian sudah ditanda

tangani kasus tersebut tidak akan diperpanjang lagi. Bibi Korban menyanggah bahwa

penandatanganan perjanjian itu tidak ada di berita acara sehingga dianggap tidak sah, dan sekolah

pun menyetujui penyelidikan ulang.

Hasil akhir kasus tersebut mengatakan bahwa Pelaku menyerang Korban karena memiliki

gangguan mental yang mengakibatkan keadaan mental dan emosi Pelaku kadang tidak stabil, dan

kasus ditutup.
8
3. Faktor-Faktor terjadinya Kasus Tersebut

Dapat kita simpulkan bawha kasus tersebut tergolong kasus pelanggaran HAM Korban mendapatkan

luka di bagian kepala atas penyerangan Pelaku, namun alih-alih Pelaku mendapat sanksi dari pihak

sekolah, Pelaku malah dinyatakan mengalami gangguan Kesehatan mental, dan Korban diancam

dikeluarkan dari sekolah apabila membawa kasus tersebut ke meja hijau, Faktor-faktor yang menjadi

dasar dari kejadian penyerangan tersebut adalah

1. labilnya kondisi kejiwaan Pelaku yang mana membuatnya mudah emosi dan mudah

tersinggung, serta rasa ingin coba-coba pada masa “berontaknya” dengan melakukan tindak

kenakalan, yang mana pada kasus ini berada di luar kewajaran

2. kurangnya pengawasan dan pendidikan dari orang tua terhadap keseharian Pelaku. Setelah

dilakukan wawancara diketahui bahwa Ayah Pelaku adalah seorang guru SMK Negeri di

kabupaten tersebut, dan Ibu Pelaku adalah Guru TK di kabupaten tersebut, sehingga

kurangnya pengawasan dan Pendidikan dari orang tua terhadap keseharian Pelaku menjadi

salah satu faktor pemicunya tindak kriminalitas Pelaku

3. Faktor lingkungan, karena kurangnya pengawasan dan pendidikan dari orang tua. Ananda

Pelaku diketahui sering menghabiskan waktunya di luar rumah, dalam hal ini banyak faktor

negatif yang seharusnya tidak pantas untuk Pelaku, malah ikut masuk ke dalam

kehidupannya dan mempengaruhi kondisi emosional serta psikologis Pelaku

9
3. Resolusi Kasus tersebut

a. Dari pihak sekolah

Sekolah selaku mediator mengubah keputusannya yang awalnya kasus tersebut dinyatakan sebagai

perkelahian antar siswa dan menutup kasus tersebut, mengubah dengan keputusan bahwa kasus

penyerangan oleh Pelaku merupakan kasus yang didasari atas gangguan kesehatan mental Pelaku,

yang mana keluarga Korban diminta untuk memaklumi kasus tersebut dan tidak diperkenankan

memperpanjang kasus tersebut.

Dasar-dasar dari pengambilan keputusan sekolah:

1. mengingat dan mempertimbangkan dampak dari kasus tersebut yang akan mempengaruhi

citra sekolah yang mana merupakan salah satu sekolah favorit dengan Akreditasi A di

kabupaten tersebut.

2. potensi terpengaruhnya Akreditasi di penilaian yang akan datang, apabila nilai Akreditasi

dari BAN turun, maka tentunya akan ada berbagai dampak yang bisa dirasakan langsung

maupun bertahap bagi pengajar dan peserta didik dalam sekolah tersebut.

b. dari keluarga korban

Keluarga korban awalnya tegas agar membawa kasus tersebut ke rana hukum dan mendapatkan

keadilan namun pada akhirnya keluarga korban tidak memperpanjang kasus tersebut karena

mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:

1. Korban sudah kelas 12 dan akan lulus dalam beberapa bulan setelah kejadian, sehingga

apabila tetap diteruskan Korban kemungkinan tidak akan dipermudah dalam

kelulusannya, dan tentunya pindah sekolah serta mengulang kelas 12 akan menjadi perihal

yang rumit

2. Adik Korban, masih duduk dibangku kelas 10 di sekolah tersebut, kekhawatiran akan apa

yang akan dilakukan pihak sekolah kepada adik Korban apabila keluarga Korban masih

10
teguh dengan pendirian yang tidak sejalan dengan keinginan sekolah juga menjadi salah

satu faktor yang diwaspadai keluarga Korban

4. Solusi yang relevan menurut penulis

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam kasus tersebut, tindakan yang dilakukan Pelaku melanggar

HAM yang mengakibatkan Korban hampir meregang nyawa, namun sayangnya hal tersebut juga tidak

bisa dibawa ke rana hukum karena berbagai hal, salah satunya adalah pertimbangan aspek masa depan

Pelaku, masa depan adik Korban, dan juga masa depan sekolah, yang mana apabila sekolah

terpengaruhi maka pengajar dan peserta didik di sekolah tersebut pasti akan terkena imbasnya.

Saya rasa sekolah dan keluarga Korban sudah melakukan tindakan yang baik, namun hal tersebut tidak

akan menjadi solusi dari kasus tersebut, menurut saya, sekolah harus bisa mengambil tindakan pasca

kejadian tersebut, serta tindakan pencegahan agar kejadian serupa dimasa yang akan datang tidak

terulang lagi.

Lalu daripada tidak memberikan sanksi apapun dan menyatakan bahwa pelaku melakukan tindak

kriminal di bawah pengaruh gangguan Kesehatan mental, yang belum diketahui kebenarannya, hanya

demi menjaga nama baik keluarga pelaku dan nama baik sekolah, yang memungkinkan munculnya

potensi terulangnya kejadian tersebut dimasa yang akan datang, maka solusi yang dirasa dapat

diberikan selain dibawa ke meja hijau ialah, Pelaku harusnya diberi sanksi skors selama batas waktu

tertentu, atau bahkan harus tinggal kelas, dan mengikuti bimbingan konseling yang diadakan oleh

sekolah dengan alasan agar sekolah bisa mengawasi dan ikut membina Pelaku agar kasus serupa tidak

terulang lagi.

Sekolah juga harus menjamin keselamatan para muridnya dengan lebih teliti lagi dalam mengawasi

siswa-siswinya agar senjata tajam dan senjata tumpul seperti itu tidak lolos dari pemeriksaan. Hal ini

akan lebih baik mengingat bahwasanya keselamatan siswa adalah yang utama.

11
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Masa berontak remaja memanglah tidak bisa dihindari, namun hal ini bisa dikendalikan oleh orang tua,

sekolah, dan juga lingkungan sebagai indicator pengontrol yang akan menjadi penentu arah dari masa

berontak remaja, sehingga kenakalan remaja tidak akan melebihi batas kewajaran yang akan

membahayakan keselamatan orang lain dan berpotensi merebut, atau menghilangkan Hak Asasi

Manusia orang lain.

B. Saran

Sebagai mediator, Lembaga terkait harus bisa bersikap adil namun tetap memperhatikan berbagai

aspek, yang mana sudah tercantum dalam kode etik penanganan masalah, khususnya di lingkungan

sekolah, yang mana kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah, akan melaksanakan penanganan

sebuah kasus dengan penerapan kode etik tersebut, tanpa memihak salah satu pihak. Saya harap

kedepannya sekolah dapat bersikap netral dengan tidak membela salah satu pihak, dan dapat bersikap

adil dalam melaksanakan mediasi, apabila sekolah tidak dapat memberikan keadilan maka tindakan

yang paling efektif adalah membawa kasus ke rana hukum, yang mana akan timbul berbagai

konsekuensi baik bagi pelaku, maupun sekolah yang telah lalai dan membiarkan hal tersebut terjadi

12
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, D. (2018). kenakalan remaja dilingkungan sekolah. Bogor: STKIP Muhammadiyah Bogor.

ikhsan, K. (2016). FAKTOR PENYEBAB ANAK MELAKUKAN TINDAKAN KRIMINAL. FAKTOR PENYEBAB ANAK
MELAKUKAN TINDAKAN KRIMINAL, 9-11.

patimura, u. (2022). sosialisasi dampak kenakalan remaja bagi anak di sma. community development journal, 701-
705.

PEDOMAN AKREDITASI SEKOLAH DAN MADRASAH. (2021). BAN S/M.

siddiqah, l. (2010). pencegahan dan penanganan perilaku agresif remaja. jurnal psikologi, 50-64.

Wawancara dengan Keluarga korban

Wawancara dengan Wmagz selaku jurnalis sekolah

13

Anda mungkin juga menyukai