DOSEN PENGAMPU:
MUHIBBUDDIN M.Pd.I
DISUSUN OLEH:
TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt atas selesainya makalah yang berjudul
“PELANGGARAN HAM terhadap SISWA KELAS XII”. Atas dukungan moral dan materil yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami mengucapkan terima kasih kepada: Bapak
Muhibbudin M.PD.I selaku dosen pengampu di bidang PKN pada TADRIS MATEMATIKA Kelas C
yang telah memberikan bimbingan, saran, ide dan juga kesempatan menggunakan fasilitas sekolah untuk
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca terapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................................................4
A. Latar belakang................................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah..........................................................................................................................................5
C. Tujuan Makalah.............................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................................................6
1. Apa itu pelanggaran HAM..............................................................................................................................6
2. Studi Kasus Pelanggaran HAM.......................................................................................................................7
3. Faktor-Faktor terjadinya Kasus Tersebut......................................................................................................9
3. Resolusi Kasus tersebut...............................................................................................................................10
4. Solusi yang relevan menurut penulis...........................................................................................................11
BAB III PENUTUP......................................................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................................................12
B. Saran.............................................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................................13
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masa remaja adalah masa pencarian jati diri dan ingin mendapatkan pengakuan dilingkup
sekolah maupun kalangan remaja di luar sekolah. Di sini peran orang tua masih dibutuhkan untuk
memberikan arahan, bimbingan dan pengawasan terhadap anak yang berusia remaja.
banyak orang tua yang mengabaikkan hal ini dan menyerahkan sepenuhnya ke sekolah,
padahal waktu berada di sekolah lebih sedikit dibanding di luar sekolah, sehingga seharusnya lebih
banyak tanggung jawab orang tua dan masyarakat daripada tanggung jawab sekolah dalam
Dalam hal ini, apabila terjadi kelalaian salah satu pihak, maka akan timbul hal-hal yang tidak
diinginkan, contohnya kasus kriminalitas. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)
mencatat sebanyak 2.008 kasus kriminalitas yang dilakukan anak usia sekolah terjadi di sepanjang
kuartal pertama 2012. Jumlah itu meliputi berbagai jenis kejahatan seperti pencurian, tawuran, dan
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, angka kriminalitas yang dilakukan anak
Dari data yang diperoleh Komnas PA, pada 2010 terjadi 2.413 kasus kriminal anak usia
sekolah. Jumlah itu kemudian meningkat di 2011, yakni sebanyak 2.508 kasus.
Menurutnya, ada dua penyebab aksi kejahatan yang diperbuat anak usia sekolah. Pertama
adalah imitasi anak atas segala tindakan kekerasan yang mereka lihat. Kedua, faktor pelepasan
ekspresi yang tersumbat. Kasus kali ini dialami seorang murid SMA di kabupaten Sidoarjo.
4
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Makalah
5
BAB II PEMBAHASAN
Dalam UU No.39 tahun 1999, pelanggaran HAM diartikan sebagai setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja, atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
Adapun dalam lingkungan sekolah ada beberapa bentuk pelanggaran HAM diantaranya:
1) Tindakan intoleransi.
2) Tindakan diskriminatif.
suatu sikap, perilaku dan tindakan yang bersifat tidak adil atau tidak seimbang yang
dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya
pelecehan seksual adalah suatu tindak kejahatan yang bisa merugikan orang lain atau
bahkan menimbulkan trauma pada korban yang merujuk kepada tindakan bernuansa
seksual
6
2. Studi Kasus Pelanggaran HAM
Selasa 25 Januari 2022, seorang siswa kelas XII, dihadang oleh siswa kelas 11 di depan
perpustakaan sekolah yang bersebelahan dengan kelas korban, sebelum penyerangan sempat terjadi
adu mulut antara Korban dan Pelaku, kemudian Pelaku menyerang dengan parang dan untungnya
serangan tersebut dapat dihindari oleh Korban, Korban memberikan perlawanan dengan mendorong
Pelaku sampai jatuh, namun Pelaku menyerang untuk kedua kalinya dengan balok yang
disembunyikan di tasnya, Setelah melakukan penyerangan Pelaku kabur, dan sempat dikejar
beberapa teman Korban, namun tidak berhasil terkejar , Korban yang terluka dibawa ke UKS,
untuk mendapat pertolongan pertama, dan melaporkan kejadian itu ke Wakil kepala sekolah bagian
kesiswaan.
Setelah mendapat pertolongan pertama Korban diantar pulang ke rumah oleh teman-
temannya, dan beberapa ada yang menunggu sampai orang tua Korban pulang ke rumah, Orang tua
Korban meminta mediasi di sekolah dan dipertemukan dengan orang tua Pelaku untuk membahas
kasus tersebut
Rabu 26 Januari 2022, Korban dan Pelaku beserta kedua orang tuanya dipanggil ke ruang
waka untuk menjelaskan kejadian tersebut, namun Pelaku dan kedua orang tuanya tidak memenuhi
Malam harinya orang tua Pelaku menemui orang tua Korban di kediaman R, mengajukan
permintaan kepada orang tua Korban untuk menggunakan jalur kekeluargaan dalam menyelesaikan
permasalahan, tersebut, namun orang tua Korban menolak dan tetap mengajukan mediasi di sekolah
Kamis 27 Januari 2022, Korban dan Pelaku beserta kedua orang tuanya dipertemukan diruang
waka kesiswaan, beserta Guru Olahraga (paman Pelaku), kepala sekolah, waka kesiswaan, wali
kelas R, dan seorang polisi yang tidak diketahui pangkatnya, waka kesiswaan menunjukkan barang
7
bukti berupa parang, balok, handphone K, serta rekaman CCTV yang menunjukkan kejadian pada
hari selasa.
melakukan aksi penyerangan tersebut. Pelaku berasalan bahwa ia tersulut emosi karena ucapan
Korban membantah dengan mengatakan bahwa ucapan tersebut tidak ditujukan untuk Pelaku,
tapi untuk teman-temannya yang ikut di warung kopi tersebut, lalu Pelaku diminta menjelaskan
asal-usul parang yang digunakan tersebut, Pelaku berkata ia meminjam dari temannya, dan hal ini
diperkuat dengan ditemukannya chat peminjaman parang tersebut di ponsel Pelaku kepada
temannya. Setelah perdebatan Panjang akhirnya dengan pasrah orang tua Korban menyepakati
perjanjian yang dituliskan dalam selembar kertas yang ditandatangani oleh orang tua Pelaku dan
orang tua Korban. Yang berisi Kedua belah pihak tidak memperpanjang kasus tersebut dengan
alasan bahwa kasus tersebut adalah kasus perkelahian antar remaja yang wajar, dan tidak membawa
kasus tersebut ke rana hukum, serta apabila dibawa kerana hukum maka sekolah tidak akan
bertanggung jawab dan akan mengeluarkan kedua pihak, mediasi pertama diakhiri.
Karena tidak sesuai dengan keadaan yang ada, bibi Korban megajukan mediasi kedua kepada
sekolah, dengan membawa hasil visum Korban dan memperdebatkan alasan yang diberikan oleh
pihak sekolah (kasus tersebut dikategorikan perkelahian) dengan meninjau Kembali bukti-bukti
yang ada dan menyanggah bahwa kasus tersebut bukanlah perkelahian namun penyerangan yang
sudah direncanakan oleh Pelaku. Pihak sekolah berdalih bahwa surat perjanjian sudah ditanda
tangani kasus tersebut tidak akan diperpanjang lagi. Bibi Korban menyanggah bahwa
penandatanganan perjanjian itu tidak ada di berita acara sehingga dianggap tidak sah, dan sekolah
Hasil akhir kasus tersebut mengatakan bahwa Pelaku menyerang Korban karena memiliki
gangguan mental yang mengakibatkan keadaan mental dan emosi Pelaku kadang tidak stabil, dan
kasus ditutup.
8
3. Faktor-Faktor terjadinya Kasus Tersebut
Dapat kita simpulkan bawha kasus tersebut tergolong kasus pelanggaran HAM Korban mendapatkan
luka di bagian kepala atas penyerangan Pelaku, namun alih-alih Pelaku mendapat sanksi dari pihak
sekolah, Pelaku malah dinyatakan mengalami gangguan Kesehatan mental, dan Korban diancam
dikeluarkan dari sekolah apabila membawa kasus tersebut ke meja hijau, Faktor-faktor yang menjadi
1. labilnya kondisi kejiwaan Pelaku yang mana membuatnya mudah emosi dan mudah
tersinggung, serta rasa ingin coba-coba pada masa “berontaknya” dengan melakukan tindak
2. kurangnya pengawasan dan pendidikan dari orang tua terhadap keseharian Pelaku. Setelah
dilakukan wawancara diketahui bahwa Ayah Pelaku adalah seorang guru SMK Negeri di
kabupaten tersebut, dan Ibu Pelaku adalah Guru TK di kabupaten tersebut, sehingga
kurangnya pengawasan dan Pendidikan dari orang tua terhadap keseharian Pelaku menjadi
3. Faktor lingkungan, karena kurangnya pengawasan dan pendidikan dari orang tua. Ananda
Pelaku diketahui sering menghabiskan waktunya di luar rumah, dalam hal ini banyak faktor
negatif yang seharusnya tidak pantas untuk Pelaku, malah ikut masuk ke dalam
9
3. Resolusi Kasus tersebut
Sekolah selaku mediator mengubah keputusannya yang awalnya kasus tersebut dinyatakan sebagai
perkelahian antar siswa dan menutup kasus tersebut, mengubah dengan keputusan bahwa kasus
penyerangan oleh Pelaku merupakan kasus yang didasari atas gangguan kesehatan mental Pelaku,
yang mana keluarga Korban diminta untuk memaklumi kasus tersebut dan tidak diperkenankan
1. mengingat dan mempertimbangkan dampak dari kasus tersebut yang akan mempengaruhi
citra sekolah yang mana merupakan salah satu sekolah favorit dengan Akreditasi A di
kabupaten tersebut.
2. potensi terpengaruhnya Akreditasi di penilaian yang akan datang, apabila nilai Akreditasi
dari BAN turun, maka tentunya akan ada berbagai dampak yang bisa dirasakan langsung
maupun bertahap bagi pengajar dan peserta didik dalam sekolah tersebut.
Keluarga korban awalnya tegas agar membawa kasus tersebut ke rana hukum dan mendapatkan
keadilan namun pada akhirnya keluarga korban tidak memperpanjang kasus tersebut karena
1. Korban sudah kelas 12 dan akan lulus dalam beberapa bulan setelah kejadian, sehingga
kelulusannya, dan tentunya pindah sekolah serta mengulang kelas 12 akan menjadi perihal
yang rumit
2. Adik Korban, masih duduk dibangku kelas 10 di sekolah tersebut, kekhawatiran akan apa
yang akan dilakukan pihak sekolah kepada adik Korban apabila keluarga Korban masih
10
teguh dengan pendirian yang tidak sejalan dengan keinginan sekolah juga menjadi salah
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam kasus tersebut, tindakan yang dilakukan Pelaku melanggar
HAM yang mengakibatkan Korban hampir meregang nyawa, namun sayangnya hal tersebut juga tidak
bisa dibawa ke rana hukum karena berbagai hal, salah satunya adalah pertimbangan aspek masa depan
Pelaku, masa depan adik Korban, dan juga masa depan sekolah, yang mana apabila sekolah
terpengaruhi maka pengajar dan peserta didik di sekolah tersebut pasti akan terkena imbasnya.
Saya rasa sekolah dan keluarga Korban sudah melakukan tindakan yang baik, namun hal tersebut tidak
akan menjadi solusi dari kasus tersebut, menurut saya, sekolah harus bisa mengambil tindakan pasca
kejadian tersebut, serta tindakan pencegahan agar kejadian serupa dimasa yang akan datang tidak
terulang lagi.
Lalu daripada tidak memberikan sanksi apapun dan menyatakan bahwa pelaku melakukan tindak
kriminal di bawah pengaruh gangguan Kesehatan mental, yang belum diketahui kebenarannya, hanya
demi menjaga nama baik keluarga pelaku dan nama baik sekolah, yang memungkinkan munculnya
potensi terulangnya kejadian tersebut dimasa yang akan datang, maka solusi yang dirasa dapat
diberikan selain dibawa ke meja hijau ialah, Pelaku harusnya diberi sanksi skors selama batas waktu
tertentu, atau bahkan harus tinggal kelas, dan mengikuti bimbingan konseling yang diadakan oleh
sekolah dengan alasan agar sekolah bisa mengawasi dan ikut membina Pelaku agar kasus serupa tidak
terulang lagi.
Sekolah juga harus menjamin keselamatan para muridnya dengan lebih teliti lagi dalam mengawasi
siswa-siswinya agar senjata tajam dan senjata tumpul seperti itu tidak lolos dari pemeriksaan. Hal ini
akan lebih baik mengingat bahwasanya keselamatan siswa adalah yang utama.
11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa berontak remaja memanglah tidak bisa dihindari, namun hal ini bisa dikendalikan oleh orang tua,
sekolah, dan juga lingkungan sebagai indicator pengontrol yang akan menjadi penentu arah dari masa
berontak remaja, sehingga kenakalan remaja tidak akan melebihi batas kewajaran yang akan
membahayakan keselamatan orang lain dan berpotensi merebut, atau menghilangkan Hak Asasi
B. Saran
Sebagai mediator, Lembaga terkait harus bisa bersikap adil namun tetap memperhatikan berbagai
aspek, yang mana sudah tercantum dalam kode etik penanganan masalah, khususnya di lingkungan
sekolah, yang mana kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah, akan melaksanakan penanganan
sebuah kasus dengan penerapan kode etik tersebut, tanpa memihak salah satu pihak. Saya harap
kedepannya sekolah dapat bersikap netral dengan tidak membela salah satu pihak, dan dapat bersikap
adil dalam melaksanakan mediasi, apabila sekolah tidak dapat memberikan keadilan maka tindakan
yang paling efektif adalah membawa kasus ke rana hukum, yang mana akan timbul berbagai
konsekuensi baik bagi pelaku, maupun sekolah yang telah lalai dan membiarkan hal tersebut terjadi
12
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, D. (2018). kenakalan remaja dilingkungan sekolah. Bogor: STKIP Muhammadiyah Bogor.
ikhsan, K. (2016). FAKTOR PENYEBAB ANAK MELAKUKAN TINDAKAN KRIMINAL. FAKTOR PENYEBAB ANAK
MELAKUKAN TINDAKAN KRIMINAL, 9-11.
patimura, u. (2022). sosialisasi dampak kenakalan remaja bagi anak di sma. community development journal, 701-
705.
siddiqah, l. (2010). pencegahan dan penanganan perilaku agresif remaja. jurnal psikologi, 50-64.
13