Anda di halaman 1dari 40

Daftar isi

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB 1...........................................................................................................................................................3
Pendahuluan............................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................................3
1.2Rumusan Masalah..........................................................................................................................4
1.3 Tujuan Pembahasan......................................................................................................................4
BAB 2...........................................................................................................................................................5
ISI / PEMBAHASAN..................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Pemerkosaan/kekerasan seksual pada anak..............................................................5
2.2 Bentuk-bentuk kekerasan sosial...................................................................................................6
2.3 Faktor-Faktor Terjadinya Perkosaan..............................................................................................6
2.4   Macam-macam pemerkosaan.....................................................................................................7
2.5 Upaya perlindungan hukum terhadap anak..................................................................................9
2.6 Hak-hak dan Kewajiban.................................................................................................................9
2.7 Hal-hal yang menjadi faktor penghambat dan pendukung..........................................................10
2.8Dampak sosial dan psikologis.......................................................................................................11
2.9Gejala yang timbul dan Alternatif Penyembuhan.........................................................................11
3.0 ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................................................13
BAB 3.........................................................................................................................................................37
PENUTUP...............................................................................................................................................37
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................37
3.2 Saran......................................................................................................................................38
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................39

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa. bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas yang berjudul “Pemerkosaan” dalam bentuk makalah.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan rekan-rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam
menyelesaikan penulisan ini.

Semarang , 11 Maret 2020

( Risma Wulandari )

2
BAB 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang mana mereka perlu dilindungi
harkat dan martabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kodratnya. Anak sebagai generasi penerus bangsa, selayaknya mendapatkan hak-
hak dan kebutuhan-kebutuhan secara memadai. Sebaliknya, mereka bukanlah objek
(sasaran) tindakan kesewenangwenangan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari
siapapun atau pihak manapun.

Tindak kekerasan terhadap anak diantaranya dua tahun akhir ini mengalami peningkatan,
pada tahun 2017 kekerasan seksual mencapai 37 diantaranya satu korban anak lakilaki
kemudian pada tahun 2018 mencapai 46 diantaranya tiga korban anak laki-laki. Adanya
berbagai tindak kekerasan tersebut menciptakan korban anak dalam jumlah yang cukup
banyak. Masyarakat mulai resah dengan adanya berbagai masalah kekerasan terhadap anak
yang terjadi di beberapa wilayah lampung. Salah satu masalah tersebut adalah kasus
kekerasan seksual, mulai dari pencabulan, perkosaan, pelecehan seksual, serta sodomi

Pelecehan seksual pada anak tersebut mempunyai dampak yang besar dalam
keberlangsungan kehidupan anak. Pelecehan seksual tersebut dapat mengakibatkan
kecemasan, perilaku agresif, paranoid, gangguan stres pasca trauma, depresi,
meningkatkan percobaan bunuh diri, gangguan disasosiatif, rendahnya penghargaan diri,
penyalah gunaan obat, kerusakan dan kesakitan pada organ kelamin, perilaku
seksualmenyimpang, ketakutan pada seseorang atau tempat, gangguan tidur, agresif,
menarik diri, somatisasi serta menurunnya kinerja di sekolah semua bisa terjadi akibat
emosional anak terganggu.

Undang- undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1


berbunyi: “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta, serta mendapatkan
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pada masa anak-anak inilah masa dimana

3
terciptannya suasana yang sangat menyenangkan, anak anak bebas bermain, berkreasi,
penuh imajinasi dan masa depan mereka sangat panjang. Banyak cita cita yang menjadi
keinginan mereka dimasa depan namunberbeda halnya dengan anak yang menjadi korban
pelecehan seksual (pedofil) bayangan mereka akan masa depan yang indah harus hancur
karena telah dirusak oleh para pelaku pelecehan seksual.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun diatas penulis akan mengangkat
pokok permasalahan yang terkait upaya perlindungan korban perkosaan ditinjau
dari sudut pandang viktimologi. Pokok permasalahan yang dikaji yaitu :
1. Mengapa korban perkosaan perlu mendapatkan perlindungan?
2. Apa saja bentuk upaya perlindungan yang dapat diberikan kepada korban
perkosaan?
3. Bagaimana dampak perkosaan terhadap sosial dan psikologis?
4. Apa saja faktor penyebab terjadinya pemerkosaan?
5. Bagaiamana cara penyembuhannya ?
6. Ada berapa saja macam –macam dan bentuk pemerkosaan itu ?

1.3 Tujuan Pembahasan

a) untuk mengetahui pengertian dari pemerkosaan/pelecehan seksual anak


b) untuk mengetahui upaya dalam melindungi anak-anak
dari pelecehan seksual
c) Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan
d) Mampu menerapkan rencana tindakan keperawatan

e) Untuk mengetahui dampak pemerkosaan terhadap sosial. Dan psikologis


pada korban pemerkosaan.

4
BAB 2
ISI / PEMBAHASAN

2.1 A.    Pengertian Pemerkosaan/kekerasan seksual pada anak

Pengertian Kekerasan Seksual Anak. Menurut Irsyad Thamrin dan Farid


kekerasan seksual adalah semua bentuk ancaman dan pemaksaan seksual.
Dengan kata lain, kekerasan seksual adalah kontak seksual yang tidak
dikehendaki oleh salah satu pihak. Inti dari kekerasan seksual terletak pada
ancaman dan pemaksaan (Yuwono, 2015:1).

Kekerasan seksual anak menurut WHO Consultation On Child Abuse


Prevention (1999) yaitu, 52 pelibatan anak dalam kegiatan seksual , dimana anak
sendiri tidak sepenuhnya memahami atau tidak mampu memberi persetujuan,
atau oleh karena perkembangannya belum siap atau tidak dapat memberi
persetujuan, atau yang melanggar hukum atau pantangan masyarakat (Kordi,
2015:93).

Sedangkan menurut Barker dalam Hikmah (2015:19) Kekerasan seksual


pada anak yaitu kejahatan baik yang menggunakan pendekatan persuasif ataupun
paksaan pada seorang anak untuk mengadakan perilaku atau kegiatan seksual
yang nyata.

Menurut Michele Rubenstein, yang dimaksud pelecehan seksual adalah


sifat prilaku seksual yang tidak diinginkan atau tindakan yang didasarkan pada
seks yang menyinggung si penerima. Pelecehan seksual dan kekerasan seksual
atau perkosaan sesungguhnya bukan sekedar bentuk pelanggaran hukum
terhadap hak orang lainyang tergolong tindak kriminal. Tetapi, lebih dari itu
ialah sebuah pristiwa kekerasan seksual yang dilakukan laki laki karena dilatar
belakangi oleh oleh nilai sosial budaya dimasyarakat yangsedikit banyak bias
gender.Pelecehan seksual tidak selalu berupa tindak perkosaan atau kekerasan
seksual. Bentuk pelecehan seksual bermacam macam: mulai dari sekedar

5
menyuili seseorang yang sedang berjalan, memandang dengan mata seolah
sedang menyelidiki tiap tiap lekuk tubuh, meraba raba kebagian tubuh yang
sensitive, memperlihatkan gambar porno, dan sebagainya sampai bentuk tindak
kekerasan seksual berupa perkosaan.

2.2 Bentuk-bentuk kekerasan sosial

Adapun menurut Thamrin dan Farid dalam Yuwono (2015:7)


menyebutkan bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak, meliputi:

a) Perkosaan

b) Sodomi

c) Oral Seks

d) Sexual Gesture ( serangan seksual secara visual termasuk eksibisionisme) 54

e) Sexual Remark (serangan seksual secara verbal)

f) Pelecehan seksual

g) Sunat Klitoris pada anak perempuan.

2.3 Faktor-Faktor Terjadinya Perkosaan

Perkosaan terjadi karena berbagai jenis sebab. Umumnya dapat


dibedakan dalam dua jenis yang berbeda, yakni faktor internal (yang berasal dari
korban sendiri) ataupun faktor eksternal (yang berasal dari luar diri korban
perkosaan). Pada dasarnya seorang wanita menjadi korban perkosaan karena
kondisi fisik maupun psikisnya yang lebih lemah dari pria (pelaku perkosaan).
Contohnya :

6
1.      Faktor intern yaitu:
a.       Keluarga,
b.      Ekonomi keluarga,
c.       Tingkat pendidikan,
d.      Agama/moral,
2.      Faktor ekstern,meliputi :
a.       lingkungan sosial,
b.      perkembangan ipteks,
c.       kesempatan,

2.4     Macam-macam pemerkosaan

1.      Pemerkosaan saat berkencan

Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa


persetujuan antara orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya
teman, anggota keluarga, atau pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh
orang yang mengenal korban.

2.      Pemerkosaan dengan obat

Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya


tidak sadar atau kehilangan ingatan.

3.      Pemerkosaan wanita

Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui,


diperkirakan 1 dari 6 wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak
wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan
pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku tidak bisa menahan hasrat
seksualnya melihat tubuh wanita

4.      Pemerkosaan massal

Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu


korban. Antara 10% sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1

7
penyerang. Di beberapa negara, pemerkosaan massal diganjar lebih berat
daripada pemerkosaan oleh satu orang.

5.      Pemerkosaan terhadap laki-laki

Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di


banyak negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di
Thailand hanya laki-laki yang dapat dituduh memperkosa.

7. Pemerkosaan anak-anak

Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila


dilakukan oleh kerabat dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau
nenek. Diperkirakan 40 juta orang dewasa di AS, di antaranya 15 juta laki-laki,
adalah korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.

7.      Pemerkosaan dalam perang

Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan


musuh dan menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang
biasanya dilakukan secara sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh
tentaranya untuk memperkosa orang sipil.

8.      Pemerkosaan oleh suami/istri

Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak


negara hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah
dapat berhubungan seks kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang
memaksa istrinya untuk berhubungan seks. Dalam hukum islam, seorang istri
dilarang menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual, karena hal ini telah
diterangkan di hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi suami
dilarang berhubungan seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang
haids.

8
2.5 Upaya perlindungan hukum terhadap anak

Upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum


terhadap anak korban tindak pidana pemerkosaan adalah:

a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;


b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi;
c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik,
mental, maupun sosial; dan
d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan
perkara.

2.6 Hak-hak dan Kewajiban

Korban Hak-hak korban yang terdapat di dalam Pasal 5 Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah hak legal
korban yang diberikan oleh undang-undang, yang menyebutkan bahwa korban
berhak untuk:

Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta


bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang
akan, sedang, atau telah diberikannya;

a) Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan perlindungan dan dukungan
keamanan;
b) Memberi keterangan tanpa tekanan;
c) Mendapat penerjemah;
d) Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
e) Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
f) Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
g) Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

9
h) Mendapat identitas baru;
i) Mendapatkan kediaman baru;
j) Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
k) Mendapat nasihat; dan/atau memperoleh bantuan biaya hidup sementara ampai
batas waktu perlindungan berakhir.

2.7 Hal-hal yang menjadi faktor penghambat dan pendukung

keberhasilan dalam upaya pemulihan korban pemerkosaan diantaranya adalah


sebagai berikut:
a. Faktor Penghambat;
1). Ruangan yang sempit dalam melakukan konseling.
2). Belum adanya sarana transportasi yang cukup untuk menunjang dalam
penjemputan maupun penghantaran korban dan konselor.
3). Anak dipaksa oleh orang tua sehimgga anak tertutup tidak mampu
menceritakan apa yang ia rasakan.
b. Faktor Pendukung:
1) Keberanian keluarga korban untuk melapor ke UPTD P2TP2A maupun
kepolisian.
2) Anak tidak terpaksa sehingga anak terbuka menceritakan semua
permasalahan.
3) Adanya koordinasi dan kolaburasi yang baik dengan instansi maupun
lembaga lainnya.
4) Profesionalisme dan pengalaman selaku konselor.
5) Adanya kerjasama dengan rumah sakit daerah, sehingga memudahkan dalam
pengobatan medis
6) Adanya Rumah Penyembuhan Trauma Central (RPTC) untuk
menyembuhkan trauma pada korban terhadap lingkungan tempat tinggal.

10
2.8 Dampak sosial dan psikologis

Dampak Sosial

Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius baik secara
fisik maupun secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang dapat dialami oleh
korban antara lain:

1.      kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal;

2.      korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS);

3.      kehamilan tidak dikehendaki.

Dampak Psikologis

Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk dari alam bawah


sadar mereka sering tidak berhasil. Selain kemungkinan untuk terserang depresi,
fobia, dan mimpi buruk, korban juga dapat menaruh kecurigaan terhadap orang
lain dalam waktu yang cukup lama. Ada pula yang merasa terbatasi di dalam
berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan
ketakutan akan munculnya kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi korban
perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada
kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri.

2.9 Gejala yang timbul dan Alternatif Penyembuhan

 Tanda dan gejala yang timbul pada anak korban pemerkosaaan antara
lain :

a. Mengompol (Mengalami kemunduran dalam toilet training)

b. Tidak mampu berbicara (Mengalami kemunduran perkembangan


terutama perkembangan bahasa)

c. Bertindak ekstrim (senang permainan yang membahayakan

11
d. Menjadi luar biasa menempel dengan orang tua atau orang dewasa
lainnya.

e. Anak-anak yang lebih tua dan remaja biasanya menunjukkan gejala


seperti yang terlihat pada orang dewasa. Mereka juga dapat
mengembangkan perilaku mengganggu, tidak hormat, atau merusak.

 Alternatif Penyembuhan

Proses penyembuhan korban dari trauma perkosaan ini membutuhkan


dukungan dari berbagai pihak. Dukungan ini diperlukan untuk membangkitkan
semangat korban dan membuat korban mampu menerima kejadian yang telah
menimpanya sebagai bagian dari pengalaman hidup yang harus ia jalani .
Korban perkosaan memerlukan kawan bicara, baik teman, orang tua, saudara,
pekerja sosial, atau siapa saja yang dapat mendengarkan keluhan mereka.

Pengobatan farmakologi dan non farmakologi

 Terapi Farmakologi
a. Penggunaan obat Antipsikosis

Disebut antipsikotik yang bekerja mengontrol halusinasi ,delusi ,dan perubahan


pola fikir . di bagi menjadi 3 yaitu :

1. Antipsikotik konvensional ( efek samping serius ) : haloperidol tablet


0,5 mg dan injeksi 5mg/ml dosis 5-15mg/hari , stelazine tablet 1 mg
dosis 10-15mg/hari ,Mellaaril tablet 50 dan 100 mg , dosis 150-600
mg/hari.
2. Newer apical antipsycotics ( sedikit efek samping ) :
Risperdal tablet 1,2,3 mg dosis 2-6 mg/hari .
3. Clozaril ( jarang memiliki efek samping ) :
Terapi elektrokonvulsif (ECT),perawatan di rumah sakit,psikoterapi .
 Terapi Non farmakologi
a) Terapi psikoanalisa

12
Metode terapi ini bertujuan menyadarkan individu akan konflik yang
tidak di sadarinya serta mekanisme pertahanan yang di gunakan untuk
pengendalian kecemasan
b) Terapi Perilaku
Terapi perilaku ini menekan prinsip pengondisian klasik dan operan ,
karena terapi ini berkaitan dengan perilaku yang nyata . Meningkatkan
fungsi kemandirian yaitu :
1) Social learning program : Menolong penderita untuk
mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai .
2) Social skills training : Terapi ini melatih penderita mengenai
keterampilan atau keahlian sosial .
c) Terapi Humanistik
Terapi kelompok atau keluarga .

3.0 ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

Nn. M 12 tahun, klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 14 februari
2020, dengan keluhan tidak mau berbicara dengan teman-teman maupun tetangganya.
Sering melamun, mengurung diri dan sering menyendiri. Menurut keluarga, klien pernah
mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 2 tahun yang lalu dan di rawat di RSJ aminu
gondo yang pertama pada tanggal 27 Agustus 2018 dikarenakan klien diam di kamar
(mengurung diri), menolak berhubungan dengan orang lain karena mngalami
pemerkosaan sexual dari tetangganya. Dari pengkajian, didapatkan: klien tidak minum
obat secara teratur sehingga pengobatan kurang berhasil. Keluarga klien tidak ada yang
mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh klien. Klien mengatakan punya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan karena klien mengalami kekerasan
sexual oleh pamannya sendiri dulu. Klien juga merasa malu karena sampai sekarang dia
merasa dirinya sudah kotor akibat kejadian waktu itu. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan TD : 120/ 80 mmHg, N: 86X/mnt, S:37,4°C, P:20X/mnt, TB:160cm,
BB:50kg. Hasil pengkajian juga didapatkan klien tidak mengeluh terhadap keadaan

13
fisiknya dan pada tubuh klien tidak menunjukkan adanya kelainan ataupun gangguan
fisik lainnya.

PENGKAJIAN
1.        Identitas Klien :

Nama : Nn. M

Umur : 12 tahun

Agama : Islam

Alamat : ds.winong kab.pati jawa tengah

Pekerjaan :-

Tanggal masuk RS : 14 Februari 2020

Tanggal pengkajian : 16 Februari 2020

No. RM : 23.10

2.        Alasan masuk :

Klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 14 Februari 2020, dengan keluhan:

1. Tidak mau bergaul dengan orang lain 


2. Banyak melamun
3. Mengurung diri
4. Sering menyendiri

3.        Faktor Predisposisi

a.    Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 2 tahun yang lalu dan di rawat di
RSJ aminu gondo yang pertama pada tanggal 27 Agustus 2018 dikarenakan klien diam di kamar
(mengurung diri), menolak berhubungan dengan orang lain.

b.    Klien tidak minum obat secara teratur sehingga pengobatan kurang berhasil.

14
c.    Klien pernah mengalami,pemerkosaan seksual

d.   Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh klien.

e.    Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
Klien mengatakan pernah mengalami tindakan pemerkosaan sexual oleh pamannya

f.     Klien mengatakan malu karena sampai sekarang klien merasa dirinya kotor karena kejadian
itu

4.        Faktor Presipitasi

Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:

a.    Masa Dulu

 Klien tidak pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan.


b. Masa Sekarang

 Klien mengatakan “ malu karena sampai sekarang merasa dirinya kotor karena telah di
perkosa”.
 Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan sesuai
pernyataan klien “saya dulu pernah di perkosa oleh paman saya”.
5.        Pemeriksaan Fisik

a.    Tanda- tanda vital

TD : 120/ 80 mmHg

N : 86 X/ mnt

S : 37,4° C

P : 20 X/ mnt

b.    Ukur

TB : 160 cm

15
BB : 50 kg

c.    Keluhan fisik

Dari hasil pengkajian didapatkan klien mengeluh terhadap keadaan fisiknya nyeri pada bagian
genetalia.

6.        Psikososial

a.    Genogram

Klien belum menikah dan klien tinggal bersama ayah, ibu dan kedua adiknya,serta kakaknya.
pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah, yang dipimpin oleh ayahnya. Pola asuh
klien keras, penuh dengan kedisiplinan, klien merasa dirinya kotor dan hina akibat kejadian
buruk tersebut.

Nn.M

b.    Konsep diri

1.    Citra tubuh

Klien mengatakan: menyukai seluruh bagian tubuhnya.

Tidak ada kecacatan anggota tubuh dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Dengan pernyataan klien: “ saya menyukai seluruh bagian tubuh saya”.

16
2.      Identitas diri

Di rumah klien berperan sebagai seorang anak dan seorang kakak,


menuntut klien merasa puas sebagai seorang Wanita , karena di keluarga klien di ajarkan untuk
bertanggung jawab dan disiplin, serta di diperlakukan sebagai seorang anak perempuan.

Dengan pernyataan klien: “saya di perlakukan sebagai seorang kakak perempuan yg bertanggung
jawab”.

3.      Peran

Klien berperan sebagai anak dan kakak, yang harus berbakti dan menuntun adik- adik.

Dengan pernyataan klien: “ di rumah saya di tuntut untuk bisa menuntun adik- adik saya.”

4.      Harga diri

Klien mengatakan malu apabila bergaul dengan teman dan orang- orang sekitar, karena mereka
merasa apa yang terjadi padanya adalah sebuah aib.

Dengan pernyataan klien: “saya malu bermain dengan teman- teman.”

c.    Hubungan sosial

1.      Orang terdekat

Klien mengatakan tidak memiliki orang yang berarti dalam hidup, bila punya masalah,hanya
memendam masalah sendiri.

Dengan pernyataan klien: “ kalau saya ada masalah saya tidak punya tempat untuk bercerita,
saya hanya memendamnya sendiri.”

2.    Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat

Klien mengatakan dahulu pernah ikut-ikut mengaji Bersama teman-teman tapi semenjak
kejadian itu saya merasa malu dan hina dan lebih banyak menhabiskan waktu sendirian, selama
di RSJ lebih banyak menyendiri, tiduran dan jarang mengikuti kegiatan kelompok.”

17
Dengan pernyataan klien: “ saya di rumah hanya diam di kamar, tidak pernah ikut kegiatan
apapun.”

3.      Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan di rumah klien termasuk orang yang pendiam, malas bicara dengan orang lain,
tidak ada teman dekat dengan klien dan klien tidak nyaman di lingkungan banyak orang dan
ramai.

Dengan pernyataan klien: “ saya tidak mempunyai teman dekat, saya juga tidak menyukai tempat
yang ramai dan banyak orang.”

d.   Spiritual

1.      Nilai dan keyakinan

Klien beragama islam dan yakin adanya Allah, klien pasrah dengan keadaannya mungkin sudah
ditakdirkan oleh Allah.

Dengan pernyataan klien: “ saya yakin kalau saya bisa senbuh atas kehendak Allah.”

2.    Kegiatan ibadah

Klien mengatakan selama berada di RSJ tidak pernah menjalankan ibadah shalat 5 waktu, klien
hanya berdoa dan yakin akan kesembuhan.

Dengan pernyataan klien: “ saya tidak pernah sholat, saya hanya berdoa sama Allah supaya saya
cepat sembuh.”

7.        Status Mental

a.    Penampilan

Klien tampak tidak rapi, baju tidak rapi, kuku klien tampak panjang, rambut acak- acakan.

b. Pembicaraan

Kontak mata kurang selama komunikasi, berbicara seperlunya, klien tampak tidak mampu
memulai pembicaraan,cenderung menolak untuk diajak berkomunikasi.

18
c. Aktivitas motorik

Klien terlihat lesu, lebih banyak duduk menyendiri dan tiduran daripada beraktivitas, klien mau
beraktivitas apabila dimotivasi.

d. Alam perasaan

Klien tampak sedih, karena klien merasa sendiri, tidak ada yang peduli dengan dirinya, klien
merasa putus asa dan tidak berharga dalam hidup ini.

e. Afek

Tidak ada perubahan roman muka pada saat diceritakan cerita lucu yang membuat tertawa, klien
tampak biasa saja, hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat (afek tumpul).

f. Interaksi selama wawancara

Klien lebih banyak diam, kontak mata pada saat wawancara kurang, klien lebih sering
menunduk, bahkan sampai memutuskan pembicaraan atau pergi saat diajak bercakap- cakap.

g. Persepsi halusinasi

Klien mengatakan klien suka mendengar bisikan seperti suara temannya menyuruh pergi,
biasanya bisikan itu datang pada saat klien melamun.

Dengan pernyataan pasien: “ saya suka mendengar bisikan dan bisikannya datang kalau saya
sedang melamun.”

h. Proses piker : Pembicaraan klien secukupnya.

i. Isi pikir

Selama wawancara, klien mengalami depersonalisasi (perasaan klien yang asing terhadap diri
sendiri, orang atau lingkungan), sehingga klien menolak untuk berhubungan dengan orang lain
dan tampak memisahkan diri dari orang lain.

j. Tingkat kesadaran

19
Klien sadar sepenuhnya ditandai klien tidak tampak bingung klien bisa menyebutkan namanya
dengan benar, juga bisa membedakan waktu pagi, siang dan malam serta dapat menyebutkan
tempat di mana klien berada.

k. Memori

Klien mampu mengingat dengan baik kejadian jangka panjang, dan jangka pendek dan kejadian
saat ini.

• Jangka panjang

Klien mampu mengingat tanggal masuk ke RSJ Aminu gondo.

• Jangka pendek

Klien mampu mengingat apa yang terjadi pada minggu ini.

• Memori saat ini

Klien dapat mengingat apa yang dilakukan tadi sebelum melakukan interaksi.

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien mampu berhitung sederhana, klien mampu menyebutkan angka, klien juga mampu
menjawab 3 dikurangi 1, klien menjawab 2.

m. Kemampuan penilaian

Klien mampu mengambil keputusan yang ringan misalnya klien memilih cuci tangan dulu
sebelum makan.

n. Daya tilik diri

Klien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ dan menyadari dirinya sakit.

8. Kebutuhan Persiapan Peluang

a. Makan

20
Klien makan 3X sehari, mampu menghabiskan 1 porsi makan dengan menu seimbang yang
sudah disiapkan dari instalasi gizi (nasi, lauk, sayur, buah- buahan), klien makan pagi pukul
07.00 WIB, makan siang pukul 12.00 WIB, makan malam jam pukul 19.00 WIB, setelah makan
klien merapikannya sendiri

Dengan pernyataan klien: “ saya makan sesuai dengan jadwal yang di berikan di RSJ.”

b. BAB/ BAK

Bila klien ingin BAB/ BAK pergi ke WC tanpa bantuan orang lain, BAK ± 3X sehari dan BAB ±
1X sehari. Dengan pernyataan klien: “ saya BAB/BAK sendiri tanpa bantuan suster, biasanya
BAK ± 3X sehari dan BAB ± 1X sehari.”

c. Mandi

Klien mandi di kamar mandi 2X sehari tanpa bantuan orang lain dan tidak lupa menggosok gigi,
mencuci rambut 1 minggu sekali.

Dengan pernyataan klien: “ saya mandi 2X sehari tanpa di bantu siapapun, dan keramas 1
minggu sekali.”

d. Berpakaian/ berhias

Klien mengganti pakaian 1X sehari dilakukan sendiri walaupaun kurang rapi.

Dengan pernyataan klien: “ saya ganti baju 1X sehari.”

e. Istirahat dan tidur

Klien tidur siang pukul 11.00- 12.00 WIB dan tidur malam pukul 20.00- 05.00 WIB, aktivitas
sebelum tidur klien adalah melamun dan diam, tapi tidak lupa untuk membaca doa sebelum tidur.
Setelah bangun klien langsung mandi.

Dengan pernyataan klien: “ biasanya sebelum tidur saya melamun dan tidak lupa membaca
do’a.”

21
f. Penggunaan obat

Klien mengatakan tidak mengetahui obat apa yang klien minum dan tidak mengetahui efek
samping dan manfaat dari obat tersebut, minum obat 2X sehari dengan bantuan dari perawat,
setelah minum obat merasa ngantuk dan lemas.

Dengan pernyataan klien: “Saya tidak tahu apa nama obat yang saya minum, efek samping dan
manfaatnya, tapi setelah minum obat tersebut saya merasa ngantuk dan lemas.”

g. Pemeliharaan kesehatan

Klien tidak mengetahui akan berobat kemana jika telah keluar dari tumah sakit.

Dengan pernyatan klien: “Saya tidak tahu harus berobat kemana kalau saya sudah sembuh
nanti.”

h. Aktivitas di dalam rumah

Klien mengatakan ketika di rumah klien tidak suka melakukan kegiatan apapun, seperti kegiatan
rumah tangga sehari-hari. Klien tidak ikut dalam mengatur keuangan untuk kebutuhan seharinya.

Dengan pernyataan klien: “Di rumah saya tidak pernah mengerjakan apapun, dan tidak pernah
ikut mengatur biaya kebutuhan sehari- hari.”

i. Aktivitas di luar rumah

Klien mengatakan jarang keluar rumah, tidak suka berbelanja atau melakukan perjalanan.

Dengan pernyataan klien: “Saya tidak jarang keluar rumah, tidak suka belanja dan melakukan
perjalanan apapun.”

9. Mekanisme Koping

Maladaptif: Klien mengatakan jika ia mempunyai masalah, klien senang memendamnya dan
tidak mau menceritakannya kepada orang lain.

10. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Klien mengatakan tidak mengenal semua teman dan jarang berinteraksi dengan lingkungan.

22
11. Pengetahuan

Keluarga klien mengerti bahwa klien mengalami gangguan jiwa, oleh sebab itu keluarga
membawanya ke RSJ.

12. Aspek Medik

Terapi medis:

a. Clarpramazine(cpz)

• Warna obat orange.

• Dosis yg diberikan 10 mg/hari.

• Indikasi:

Untuk penanganan psikotik seperti skizopenia bisa menimbulkan efek seperti:ansietas dan
agitasi,cegukkan yang sulit diatasi .anak hiperaktif yang menunjukkan aktifitas motorik yang
berlebihan,masalah perilaku berat pada anak yang dikaitkan dengan perilaku hiperaktif lagi atau
menyerang mual dan muntah berat.

• Mekanisme kerja:

Mekanisme kerja antipsikatik yang tepat belum dipahami sebelumnya namun mungkin
berhubungan dengan antiodapaminergik.antipsikotik dapat menyeliat reseptor domain post maps
pada ganglia basal,hipotalamus,sistem umbila batang ptak dan medula.

• Efek samping :

Seperti sedasi,sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, keletihan, penglihatan kabur, kegelisahan,
ansietas dan depresi.

• Kontra indikasi :

Penyakit hati, penyakit ginjal, kelainan jantung, ketergantungan obat, penyakit ssp, gangguan
kesadaran disebabkan oleh depresi ssp.

• Manfaat :

23
Memberikan pikiran tenang,perilaku jadi lebih adaktif.

b. Haloperidol (HPD)

• Warna obat pink.

• Dosis yang diberikan 3- 5 mg/ hari.

• Indikasi :

Penatalaksanaan psikopsus kronik dan akut, pengendalian TIK dan pengucapanb vokal pada
gangguan jiwa . penanggulangan dimensia pada lansia, pengendalian hiperaktivitas dan masalah
perilaku berat pada anak- anak

• Kontra indikasi:

Penyakit hati, penyakit darah tinggi, epilepsi, kelainan jantung, ketergantungan obat, gangguan
kesadaran, penyakit sindrom saraf pusat.

• Efek samping:

Mengantuk, penglihatan kabur, mulut kering, kelemahan otot, konstipasi.

• Manfaat:

Memberikan pikiran tenang, perilaku menjadi lebih adaftif.

c. Trihexypenidil (THP)

• Warna obatnya putih.

• Dosis yang diberikan 2 mg/ hari.

• Indikasi :Segala jenis penyakit parkinson, gejala ekstra piramida, berkaitan dengan obat-
obat psikotik.

• Kontra indikasi :Hipersensitivitas terhadap obat ini atau pada anti polinergik lain glaukoma
sudut tertutup.

24
• Efek samping :Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, dilatasi ginjal, retensi urin.

• Manfaat :Anti depresi, menetralkan dan menghilangkan efek samping dari anti spikasi
seperti mual.

    ANALISA DATA


Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data objektif : Isolasi Sosial
1. Tidak mau bergaul
dengan teman-temannya
2. -Banyak melamun.
Mengurung diri, Sering
menyendiri.
3. klien tidak minum
obat secara teratur
sehingga pengobatan
kurang berhasil.
4. Klien tampak
sedih.
5. Kontak mata
kurang selama
komunikasi, berbicara
seperlunya

6. klien tampak tidak


mampu memulai
pembicaraan, cenderung

25
menolak untuk diajak
berkomunikasi.
7. Klien mengalami
depersonalisasi (perasaan
klien yang asing terhadap
diri sendiri, orang atau
lingkungan), sehingga
klien menolak untuk
berhubungan dengan
orang lain dan tampak
memisahkan diri dari
orang lain.
Data subjektif :
-   Klien mengatakan punya
pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan dan dulu pernah
dikucilkan oleh teman- temannya.
-   Klien merasa malu karena
sampai sekarang belum bisa
melanjutkan pendidikan .
-   Klien mengatakan tidak
memiliki orang yang berarti
dalam hidup, bila punya
masalah,hanya memendam
masalah sendiri.
-   Klien mengatakan tidak
mengenal semua teman dan jarang
berinteraksi dengan lingkungan.
Data Objektif : Kegagalan Harga diri rendah situasional
-   Kontak mata kurang selama
komunikasi, berbicara seperlunya,

26
klien tampak tidak mampu
memulai pembicaraan, cenderung
menolak untuk diajak
berkomunikasi.
-   Klien terlihat lesu, lebih banyak
duduk menyendiri dan tiduran
daripada beraktivitas, klien mau
beraktivitas apabila dimotivasi.
-   Klien tampak sedih, karena klien
merasa sendiri, tidak ada yang
peduli dengan dirinya, klien
merasa putus asa dan tidak
berharga dalam hidup ini.
Data subjektif
-   Klien mengatakan malu karena
sampai sekarang belum bisa
melanjutkan pendidikannya.
Data objektif : Isolasi sosial Resiko kesepian
-   1. Tidak mau bergaul dengan
orang lain.
-    2. Mengurung diri.
3. Sering menyendiri.
-   4.Kontak mata kurang selama
komunikasi, berbicara seperlunya,
klien tampak tidak mampu
memulai pembicaraan, cenderung
menolak untuk diajak
berkomunikasi.
-   5..Klien mengalami
depersonalisasi (perasaan klien
yang asing terhadap diri sendiri,

27
orang atau lingkungan), sehingga
klien menolak untuk berhubungan
dengan orang lain dan tampak
memisahkan diri dari orang lain.
Data subjektif :
-   Klien mengatakan tidak
memiliki orang yang berarti
dalam hidup, bila punya
masalah,hanya memendam
masalah sendiri.
-   Klien mengatakan tidak
mengenal semua teman dan jarang
berinteraksi dengan lingkungan.

DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1.    Isolasi Sosial
Domain 12 : 1.    Lonliness severity Counseling
Kenyamanan. Definisi: keparahan respon Definisi: menggunakan
Kelas 3 : Kenyamanan emosi , sosial atau respon proses interaktif yang
sosial. isolasi. berfokus pada kebutuhan
Definisi : pengalaman Indikator: masalah atau perasaan pasien
sendirian yang dialami -  Depresi menurun untuk meningkatkan
individu dan disadari -  Rasa mengisolasi diri dukungan koping,
sebagai beban oleh orang menurun menyelesaikan masalah dan
lain dan sebagai hal yang -  Kesulitan menurun dalam hubungan interpersonal.
negatif atau tahap yang merencanakan sesuatu Aktifitas:
mengancam -  Aktifitas dapat ditingkatkan -       Minta pasien untuk
Batasan Karakterisitik : mengekspresikan perasaan
-   Tidak mau bergaul2.    Social Involvement -       Bantu pasien untuk

28
dengan orang lain. Definisi: Interaksi sosial dengan mengidentifikasi situasi atau
-   Tidak banyak bercakap- orang, kelompok maupun masalah yang dapt
cakap. organisasi. menyebabkan distres
-   Banyak melamun. Indikator: -       Gunakan tekhnik refleksi
-   Mengurung diri. -       Interaksi dengan teman -       Minta pasien mendata
-   Sering menyendiri. meningkat alternatif masalah
-   Klien tidak minum obat-       Interaksi dengan tetangga -       Identifikasi perbedan
secara teratur sehingga meningkat pandangan pasien dan
pengobatan kurang-       Interaksi dengan anggota psikiatri.
berhasil. keluarga -       kaji kemampuan atau
-   Klien tampak sedih. kekuatan pasien.
-   Kontak mata kurang3.    Social interaction skills
selama komunikasi,Definisi: tingkah laku individu 2.    Self Esteem Enhancement
berbicara seperlunya, yang mengintepretasikan Definisi: membantu pasien
klien tampak tidak mampu hubungan. untuk meningkatkan
memulai pembicaraan,Indokator: kepribadian dalam menilai
cenderung menolak untuk-       Bekerja sama dengan orang dirinya.
diajak berkomunikasi. lain meningkat. Aktifitas:
-   Tidak ada perubahan-       Mengesampingkan -       Monitor pernyataan tentang
roman muka pada saat sensitifitas pada orang lain. harga diri pasien.
diceritakan cerita lucu -       Bantu pasien meningkatkan
yang membuat tertawa, atau mengidentifikasi
klien tampak biasa saja, kemampuannya.
hanya bereaksi bila ada -       Tingkatkan kontak mata
stimulus emosi yang kuat paien dalam komunikasi
(afek tumpul). dengan orang lain.
-   Klien mengatakan punya -       Tingkatkan kemampuan
pengalaman masa lalu pasien untuk mengevaluasi
yang tidak menyenangkan tingkah lakunya.
dan dulu pernah -       Tingkatkan kemampuan
dikucilkan oleh teman- pasien untuk menerima

29
temannya waktu SMA. kesempatan baru.
-   Klien merasa malu -       Fasilitasi lingkungan dan
karena sampai sekarang aktifitas yang dapat
belum mendapatkan meningkatkan harga diri.
pekerjaan. -       Monitor tingkat harga diri
-   Klien mengatakan tidak tiap waktu
memiliki orang yang -       Buat pernyataan positif
berarti dalam hidup, bila tentang pasien.
punya masalah,hanya
memendam masalah 3.    Therapy group
sendiri. Definisi: Mengaplikasikan
-   Klien mengatakan tidak tekhnik psikoterapeutik ke
mengenal semua teman kelompok termasuk kesatuan
dan jarang berinteraksi dalam interaksi diantara
dengan lingkungan. anggota kelompok.
Aktifitas:
-       Tentukan tujuan kelompok
(kominikasi, dukungan).
-       Bentuk kelompok
maksimal 5-12 anggota.
-       Pilih anggota yang aktif
dari kelompok untuk
membuat respon yang baik.
-       Tentukan motivasi yang
akan didapat dari kelompok
terapi.
-       Gunakan ketua kelompok
jika memungkinkan.
-       Bertemu tiap 1-2 jam setiap
sesi.
-       Mulai dan akhiri dengan

30
mempertahankan partisipasi
pasien dan beri kesimpulan.
-       Susun kursi secara
melingkar
-       Tingkatkan diskusi.
-       Gunakan role play dan
menyelesaikan masalah
-       Ambil anggota baru untuk
mempertahankan integritas
kelompok.

STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi
sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang


pertama-seorang perawat-)

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan

orang pertama -seorang perawat-)


SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi

sosial,penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi


sosial

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan


masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

31
IMPLEMENTASI

1. Tindakan Keperawatan Untuk Klien

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan pasien berkenalan

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap

(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang kedua-
seorang pasien)

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial,


penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah


isolasi sosial langsung dihadapan pasien

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

32
Nama klien      : Nn.M                        Nama perawat/mahasiswa : Risma
Wulandari
No. CM           : 23.10
Ruangan          : Melati

Hari/Tgl/Puku Nm. Dx Implementasi Evaluasi Paraf


l Kep.
Senin,17 Isolasi SP I S: -Klien
februari 2020 Sosial           Mengidentifikasi penyebab mengatakan senang
10.30-10.50 isolasi social berkenalan dengan
WITA           Berdiskusi dengan pasien temannya
tentang   keuntungan erinteraksi - Klien mengatakan
dengan orang lain akan mencoba
          Berdiskusi dengan pasien melakukan kegiatan
tentang kerugian menarik diri yang telah diajarkan
          Mengajarkan klien cara suster
berkenalan dengan satu orang O : - Klien tampak
kooperatif dengan
perawatan
-Klien dapat
melakukan tindakan
yang diajarkan oleh
perawat
A : - Klien mampu
melakukan hal yang
di contohkan
perawat
PK : - Menganjurkan
klien untuk
melakukan kegiatan

33
tersebut dan
memasukan ke
dalam jadwal
kegiatan
PP : Intervensi di
lanjutkan

CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama Klien     : Nn.M Nama perawat : Risma Wulandari


No CM            : 23.10
Ruang              : Melati

Hari/Tgl No.Dx Kep Implementasi Evaluasi Paraf

Selasa, 18 Isolasi sosial SP II S : - klien tampak


februari -    Mengevaluasi jadwal termenung
2020 kegiatan harian -  Klien kadang
Jam 12.30 – -    Memberi kesempatan menundukan kepala
12.40 kepada pasien ketika interaksi
mempraktekan cara -  Klien suka
berkenalan dengan satu menyendiri
orang O:
-    Membantu pasien           klien tampak
memasukan kegitan jarang berinteraksi
berbincang-bincang           klien lebih suka
dengan orang lain tidur
A : klien mampu
berinteraksi dengan
temannya

34
PK : menganjurkan
klien untuk tetap
sering berinteraksi
dengan temannya
serta berkenalan
dengan yang lain
PP : melanjutkan
intervensi isos II
yaitu membantu
pasien untuk lebih
sering berinteraksi
dengan teman –
temannya

CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama Klien     : Nn.M                                          Nama perawat : Risma


Wulandari
No CM            : 23.10 
Ruang              : Melati

Hari/Tgl No.Dx Implementasi Evaluasi Paraf


Kep
Rabu, 19 Isolasi SP III S : Klien mengatakan
februari Sosial -    Mengevaluasi jadwal senang berkenalan
2020 kegiatan harian dengan temannya
Jam 08.30 -    Memberi kesempatan O : Klien tampak
– 08.15 kepada pasien berinteraksi dengan

35
mempraktekan cara temannya
berkenalan dengan dua A : Klien mampu
orang mepraktekan kegiatan
          Membantu pasien yang dicontohkan oleh
memasukan kegitan perawat
berbincang-bincang dengan PK : menganjurkan
orang lain klien untuk tetap sering
berinteraksi dengan
temannya serta
berkenalan dengan
yang lain
PP : melanjutkan
intervensi isos III yaitu
membantu pasien
untuk lebih sering
berinteraksi dengan
teman – temannya

BAB 3

PENUTUP

36
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari korban pemerkosaan anak ini maka terlihat beberapa
bentuk dukungan keluarga terhadap korban yaitu dukungan secara emosional, dukungan
secara psikologis, dukungan secara materi, dan dukungan secara sosiologis. Dukungan
tersebut membantu korban dalam menghadapi trauma yang dialaminya.

Dampak yang dirasakan korban adalah penderitaan ganda yang meliputi


penderitaan fisik, psikis, dan sosial. Kedudukan dan peran korban perkosaan sebagai
saksi di dalam persidangan turut menambah penderitaan korban. Penderitaan korban
perkosaan dialami korban pada saat sebelum persidangan, selama persidangan dan
sesudah persidangan oleh karenanya korban perkosaan memerlukan perlindungan agar
korban merasa aman dari segala bentuk ancaman dan untuk menjamin korban dalam
usaha pemulihannya.

Faktor terjadinya pemerkosaan terhadap anak dari aspek viktimologi ada beberapa
faktor, diantaranya korban merasa malu dan tidak ingin aib yang menimpa dirinya
diketahui oleh orang lain, atau korban merasa takut karena telah diancam oleh pelaku
bahwa dirinya akan dibunuh jika melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Hal ini
tentu saja mempengaruhi perkembangan mental/kejiwaan dari para korban dan juga
berpengaruh pada proses penegakan hukum itu sendiri untuk mewujudkan rasa keadilan
bagi korban dan masyarakat.

Efek klinis pencabulan berkisar dari pendarahan pada genital dan anus, fisur pada
anus, pembesaran liang vagina dan anus, dan penipisan/kerusakan hymen pada vagina.
Efek psikologis pencabulan terhadap anak umumnya berjangka panjang, antara lain:
kemarahan, kecemasan, mimpi buruk, rasa tak Iman, kebingungan, ketakutan, kesedihan,
dan perubahan perilaku baik menjadi buruk.

3.2 Saran

Disarankan kepada aparat penegak hukum dalam memberi perlindungan kepada anak
korban perkosaan dengan memperhatikan hak-hak korban, sehingga korban pasti
mendapatkan rehabilitasi mental dan sosial.

37
Disarankan kepada pemerintah untuk memberikan sarana dan prasarana terhadap
pemulihan anak korban pemerkosaan, sehingga korban bisa melanjutkan kehidupannya di
masa mendatang. Disarankan kepada masyarakat juga ikut mendukung para anak korban
kekerasan (perkosaan) untuk mendapatkan perlindungan hokum.

Disarankan kepada Keluarga atau orang tua dalam membantu anak yang
mengalami seksual abuse harus memberikan perawatan anak dengan metode yang
berbeda dengan anak yang normal. Oleh karena itu hendaknya orang tua atau keluarga
menyusun kegiatan sehingga anak mempunyai rutinitas yang sama tiap hari, mengatur
kegiatan harian, menggunakan jadwal untuk pekerjaan rumah, dan memperpertahankan
aturan secara konsisten dan berimbang.

Disini sangat penting peran aktif masyarakat, individu, dan pemerintah untuk
menanggulangi praktek kekerasan seksual/pemerkosaan terhadap anak di bawah umur
dan penjualan anak serta untuk tujuan prostitusi dan pornografi. Sebenarnya ditinjau dari
faktor penyebab terjadinya praktek kekerasan seksusal adalah faktor kejiwaan pada
pelaku. Hal-hal yang demikian perlu dicermati dan diwaspadai terhadap pelaku
kejahatan..

Daftar Pustaka
Ekandari, Mustaqfirin, & Faturochman. (2019). PERKOSAAN, DAMPAK, DAN ALTERNATIF
PENYEMBUHANNYA. PERKOSAAN, DAMPAK, DAN ALTERNATIF PENYEMBUHANNYA, 18.

38
faura, r. (2017, agustus 7). Makalah Alm. Yuyun. Dipetik mei 2018, 25 , dari (DOC) Makalah Alm. Yuyun |
Regilia Faura - Academia.edu: https://www.academia.edu/29898992/Makalah_Alm._Yuyun

G.Widiartono. (2014). UPAYA PERLINDUNGAN KORBAN PERKOSAAN DITINJAU DARI . JURNAL UPAYA
KORBAN PEMERKOSAAN, 16.

Rahmawati, E. D. (2019, juli 24). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien skizofrenia residual
dengan maslah harga diri rendah kronik. Retrieved juli 24, 2019, from ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN SKIZOFRENIA RESIDUAL DENGAN MASALAH HARGA DIRI RENDAH KRONIK Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin Surakarta:
http://eprints.umpo.ac.id/5092/1/01.%20HALAMAN%20DEPAN.pdf

Reliya. (2018). UPAYA PEMULIHAN TERHADAP EMOSI ANAK KORBAN PELECEHAN SEXSUAL (PEDOFILIA).
UPAYA PEMULIHAN TERHADAP EMOSI ANAK KORBAN PELECEHAN SEXSUAL (PEDOFILIA), 91.

Wahyuni, H. (2016). FAKTOR RESIKO GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA. Jornal kependidikan , 13.

Zuleha. (2015). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PEMERKOSAAN DALAM PERSPEKTIF
VIKTIMOLOGI. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PEMERKOSAAN, 9.

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

TENTANG ANAK KORBAN PEMERKOSAAN

39
Disusn Oleh :

Risma Wulandari ( 30901800150 )

Dosen pembimbing :

Ns. Betie Febriana, M.Kep

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
TAHUN PELAJAR 2019/2020

40

Anda mungkin juga menyukai