Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK

LOKAL F

CYNTHIA RAHMAWATI 1710611060


YUDHA AGUNG N 1710611063
RAHMAD FADHIL 1710611064
TRI ADJI PRASETYA W 1710611069
JEREMI NICO 1710611079
LUTECIA WIBISONO 1710611081
FERNINDA SHAVIERA 1710611085
ISMI HASANAH 1710611094

FAKULTAS HUKUM
UPN “ VETERAN “ JAKARTA
2018
i

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Dalam
makalah ini, penulis akan membahas mengenai Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Tujuan penulis menyusun makalah ini tiada lain untuk memperkaya ilmu pengetahuan
dan memenuhi tugas dalam mata kuliah Sosiologi Hukum . Dalam menyusun makalah ini,
tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami, namun berkat dukungan,
dorongan, dan semangat dari orang terdekat, penulis mampu menyelesaikannya. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat membuat
makalah ini dengan baik.
2. Pak Kayus Kayowuan Loweleba, SH,MH selaku Dosen Sosiologi Hukum yang
telah memberikan tugas ini.
3. Keluarga dan teman, atas semua doa dan bantuan finansial untuk menyelesaikan
tugas ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
semata-mata karena keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran positif serta membangun dari semua pihak agar
makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.

Jakarta, 8 November 2018

ii

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................ii

Daftar Isi.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3. Tujuan...............................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian ........................................................................................................7
2.2. Situasi kekerasan seksual pada anak di indonesia……………………………8
2.3. Bentuk kekerasan seksual pada Anak...............................................................9
2.4. Penyebab kekerasan seksual pada anak…………...........................................10
2.5. Dampak kekerasan seksual pada anak……….................................................11
2.6. Solusi…………...............................................................................................13
2.7. Fasilitas dalam penangan kekerasan seksual pada anak ……………………18
2.8. Peran bidan dalam pencegahan dan penanganan……………………………21
2.9. Contoh Kasus…………….………………………………………………….23

BAB III KASUS


3.1. Kesimpulan………........................................................................................24
3.2. Saran..............................................................................................................24

Daftar Pustaka......................................................................................................26

iii

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak dan perempuan memang merupakan golongan yang sangat rentan untuk

menjadi korban kekerasan, terutama anak-anak. Macam-macam kasus kekerasan

terhadap anak terjadi pada lingkungan sekitar kita, baik itu kekerasan fisik,

psikologis, ataupun kekerasan seksual. Segala bentuk perlakuan salah pada anak

tidak dibenarkan, karena meskipun anak berbuat salah, anak tidak mengetahui bahwa

perbuatannya salah, dan orang tua yang memiliki kewajiban untuk memberi tahu

anaknya. Bentuk-bentuk perlakuan salah antara lain :

a. Perlakuan salah secara fisik

b. Perlakuan salah secara seksual

c. Perlakuan salah secara emosional

d. Tindakan menelantarkan anak

Kasus-kasus perlakuan salah pada anak semakin sering terjadi di lingkungan

sekitar kita. Salah satu bentuk perlakuan salah pada anak yang perlu diberikan

perhatian lebih adalah perlakuan salah seksual. Terdapat berbagai macam istilah bagi

perlakuan salah seksual pada anak, istilah yang sering digunakan adalah kekerasan

seksual dan pelecehan seksual.

Menurut Seto Mulyadi, psikolog dan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak,

kasus pelecehan seksual sangat menghancurkan hidup anak, baginya kekerasan

seksual pada anak sepuluh kali lebih kejam daripada

4
terhadap orang dewasa. Karena posisi anak-anak masih rentan, lemah, mudah dirayu dan

dibodoh-bodohi. Selain itu juga karena kekerasan dan pelecehan seksual merupakan

gabungan antara kekerasan fisik dan psikologis.

Maraknya pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual pada anak-anak

adalah sebuah kisah horor bagi para orangtua. Dan yang paling sulit kita terima,

kekerasan seksual pada anak kebanyakan justru dilakukan oleh orang-orang terdekat,

yang otomatis sudah dikenal dan dipercaya, termasuk juga oleh guru agama.

Anak-anak mempunyai hak untuk dilindungi, tumbuh dan berkembang secara

aman. Kekerasan seksual pada anak tak hanya menimbulkan luka fisik, tapi juga luka

psikologis karena trauma. Luka psikologis inilah yang paling berat. Oleh karena itu,

maka kekerasan seksual pada anak harus mendapat perhatian khusus dari pihak yang

berwenang terutama tindakan preventif jangan sampai anak-anak menjadi korban

kekerasan seksual.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah

1. Apakah yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada anak?

2. Bagaimanakah situasi kekerasan seksual pada anak di Indonesia?

3. Apa saja bentuk kekerasan seksual pada anak?

4. Apakah yang menjadi penyebab kekerasan seksual pada anak?

5. Apakah dampak fisik, dampak psikologis dan dampak seksual karena

kekerasan seksual pada anak ?

5
6. Bagaimanakah solusi menurut undang-undang, program dan fasilitas untuk

mengatasi kekerasan seksual pada anak?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari kekerasan seksual pada anak dari segi kesehatan reproduksi.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian kekerasan seksual pada anak.

b. Untuk mengetahui situasi kekerasan seksual pada anak di Indonesia.

c. Untuk mengetahui bentuk kekerasan seksual pada anak.

d. Untuk mengetahui penyebab kekerasan seksual pada anak.

e. Untuk mengetahui dampak fisik, dampak psikologis dan dampak seksual

karena kekerasan seksual pada anak.

f. Untuk mengetahui solusi menurut undang-undang, program dan fasilitas

untuk mengatasi kekerasan seksual pada anak.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Kekerasan seksual pada anak adalah pemaksaan, ancaman atau keterperdayaan

seorang anak dalam aktivitas seksual. Aktivitas seksual tersebut meliputi melihat,

meraba, penetrasi (tekanan), pencabulan dan pemerkosaan.

Kekerasan Seksual pada Anak (child sexual abuse), jika terjadi aktivitas atau

kontak seksual yang melibatkan anak/remaja dengan orang dewasa atau dengan

anak/remaja lain yang tubuhnya lebih besar, lebih kuat, atau yang kemampuan

berpikirnya lebih baik, atau yang anak/remaja lain yang usianya lebih tua (> 3

tahun).

Jadi sekali lagi, pelaku bisa saja orang yang sudah dewasa dan cukup umur,

atau bisa saja seorang anak/remaja. Selain persentuhan antar bagian tubuh, kontak

seksual juga mencakup kegiatan yang tidak bersentuhan, misalnya percakapan atau

pertukaran gambar yang berbau seks. Kedua jenis kontak seksual ini bisa

mengganggu kondisi fisik dan kondisi psikis (mental) anak.

Kekerasan seksual pada anak juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk

penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan

anak untuk rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta

atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari

hasilnya), memberikan paparan yang tidak senonoh seperti halnya pornografi.

7
2.2 Situasi kekerasan seksual pada anak di Indonesia

Kekerasan seksual terhadap anak sudah terjadi bertahun-tahun dan

bentuk-bentuk kekerasan yang dialami anak-anak di Indonesia sangat beragam dan

menakutkan. Data yang dikumpulkan dan dianalisis Pusat Data dan Informasi

(PUSDATIN) Komnas Anak, terdapat 21.689.797 kasus pelanggaran Hak Anak.

Sebanyak 42-58% dari pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan

seksual, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran dan perebutan anak,

eksploitasi ekonomi, perdagangan anak (child trafficking) untuk tujuan eksploitasi

seksual komersial. Data ini bersumber dari laporan masyarakat melalui pelayanan

pengaduan langsung (hotline service), pemberitaan media massa serta pengelolaan

data dan informasi yang dikumpulkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 34

provinsi dan 179 Kabupaten Kota.

Sedangkan di tahun 2014 saja, pelayanan pengaduan Komnas Anak sudah

menerima laporan 679 kasus, dengan jumlah korban 896 orang anak. Sebanyak 52%

adalah kejahatan seksual. Laporan KPAI yang bertajuk “Kekerasan Seksual dan

Pornografi pada Anak” menyoroti tentang berbagai fakta kekerasan seksual pada

anak dan pornografi yang terjadi di Indonesia.

Laporan ini juga menyoroti upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak

termasuk KPAI dalam mengatasi masalah ini termasuk kebijakan dan produk

legislasi yang telah dibuat. Selanjutnya laporan ini memaparkan berbagai gaps dan

tantangan yang dihadapi serta rekomendasi untuk menanggulangi masalah ini.

Terhadap laporan ini ada beberapa aspek yang perlu dikritisi dan dipertajam.

Pertama mengenai pilihan isu. Isu kekerasan seksual pada anak memang menjadi

8
sebuah masalah yang beberapa tahun terakhir ini meningkat baik jumlah maupun

skalanya. Negara dianggap gagal dalam melindungi anak-anak sehingga kekerasan

ini terus menerus berlangsung. Isu kekerasan seksual anak seharusnya diikuti juga

dengan praktek eksploitasi seksual anak, karena dalam dokumen insternasional lebih

merelease penggunaan praktek eksploitasi seksual anak dan penyalahgunaan seksual

pada anak ketika anak-anak menjadi korban kekerasan seksual.

Eksploitasi seksual anak pun merupakan pelanggaran berat terhadap hak-hak

anak berupa penggunaan kekerasan dan anak dijadikan objek seksual dan objek

komoditas secara terus menerus yang meliputi praktek-praktek pelacuran anak,

pornografi anak, perdagangan seks anak dan pariwisata seks anak. Lalu berdasarkan

Opsional Protokol tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak

telah juga didefiniskan tentang ketiga bentuk eksploitasi seksual anak tersebut.

2.3 Bentuk Kekerasan Seksual pada Anak

Selain persentuhan antar bagian tubuh, kontak seksual juga mencakup kegiatan

yang tidak bersentuhan, misalnya percakapan atau pertukaran gambar yang berbau

seks. Kedua jenis kontak ini bisa mengganggu kondisi fisik dan kondisi psikis

(mental) anak. Definisi anak menurut UU No. 23 tahun 2002 adalah seseorang yang

belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Bentuk-bentuk pelecehan/kekerasan seksual pada anak, yaitu :

1. Pelecehan seksual yang berupa sentuhan

a. Pelaku memegang-megang, meraba atau mengelus organ vital anak seperti

alat kelamin (vagina, penis), bagian pantat, dada/payudara.

9
b. Pelaku memasukkan bagian tubuhnya atau benda lain ke mulut, anus, atau

vagina anak.

c. Pelaku memaksa anak untuk memegang bagian tubuhnya sendiri, bagian

tubuh pelaku, atau bagian tubuh anak lain.

2. Pelecehan seksual yang tidak berupa sentuhan

a. Pelaku mempertunjukkan bagian tubuhnya (termasuk alat kelamin) pada

anak/remaja secara cabul, tidak pantas, atau tidak senonoh

b. Pelaku mengambil gambar (memfoto) atau merekam anak/remaja dalam

aktivitas yang tidak senonoh, dalam adegan seksual yang jelas nyata, maupun

adegan secara tersamar memancing pemikiran seksual. Contohnya pelaku

merekam anak yang sedang membuka bajunya.

c. Kepada anak pelaku memperdengarkan atau memperlihatkan visualisasi

(gambar, foto, video, dan semacamnya) yang mengandung muatan seks dan

pronografi. Misalnya, pelaku mengajak anak menonton film dewasa (film

porno)

d. Pelaku tidak mengahargai privasi anak/remaja, misalnya tidak menyingkir

dan justru menonton ketika ada seorang anak mandi atau berganti pakaian

e. Pelaku melakukan percakapan bermuatan seksual dengan anak/remaja, baik

eksplisit (bahasa lugas) maupun implisit (tersamar). Percakapan ini bisa

dilakukan dengan melalui telepon, chatting, internet, surat, maupun sms.

2.4 Penyebab Kekerasan Seksual pada Anak

Ada banyak faktor kenapa terjadi kekerasan seksual pada anak :

10
1. Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton tv, bermain

dll. Hal ini bukan berarti orang tua menjadi diktator/over protective, namun

maraknya kriminalitas di negeri ini membuat perlunya meningkatkan kewaspadaan

terhadap lingkungan sekitar.

2. Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu.

3. Kemiskinan keluarga (banyak anak).

4. Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan Ibu dalam jangka

panjang.

5. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak,

anak yang tidak diinginkan (Unwanted Child) atau anak lahir diluar nikah.

6. Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering memperlakukan

anak-anaknya dengan pola yang sama

7. Kondisi lingkungan yang buruk, keterbelakangan.

8. Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu

kekerasan terhadap anak

9. Kurangnya pendidikan orang tua terhadap anak.

2.5 Dampak Kekerasan Seksual pada Anak

1. Dampak Fisik

Kecacatan yang dapat mengganggu fungsi tubuh anggota tubuh. Masalah

fisik yang ditimbulkan antara lain : lembam, lecet, luka bakar, patah tulang,

kerusakan organ, robekan selaput dara, keracunan, gangguan susunan saraf pusat.

Tergantung pada umur dan ukuran anak, dan tingkat kekuatan yang

digunakan, pelecehan seksual anak dapat menyebabkan luka internal

11
dan pendarahan. Pada kasus yang parah, kerusakan organ internal dapat terjadi

dan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian. Penyebab kematian

termasuk trauma pada alat kelamin atau dubur dan mutilasi seksual.

2. Dampak Psikologis

Pelecehan seksual anak dapat mengakibatkan kerugian baik jangka pendek

dan jangka panjang, termasuk psikopatologi di kemudian hari. Dampak psikologis,

emosional, fisik dan sosialnya meliputi depresi, gangguan stres pasca

trauma, kegelisahan, gangguan makan, rasa rendah diri yang buruk, gangguan

identitas pribadi dan kegelisahan.

Gangguan psikologis yang umum seperti somatisasi, sakit saraf, sakit

kronis, perubahan perilaku seksual, masalah sekolah/belajar dan masalah perilaku

termasuk penyalahgunaan obat terlarang, perilaku menyakiti diri

sendiri, kekejaman terhadap hewan, kriminalitas ketika dewasa dan bunuh diri.

Orang dewasa yang mempunyai sejarah pelecehan seksual pada masa

kanak-kanak, umumnya menjadi pelanggan layanan darurat dan layanan medis

dibanding mereka yang tidak mempunyai sejarah gelap masa lalu. Sebuah studi

yang membandingkan perempuan yang mengalami pelecehan seksual masa

kanak-kanak dibanding yang tidak, menghasilkan fakta bahwa mereka

memerlukan biaya perawatan kesehatan yang lebih tinggi dibanding yang tidak.

Anak yang dilecehkan secara seksual menderita gerjala psikologis lebih besar

dibanding anak-anak normal lainnya, sebuah studi telah menemukan gejala

tersebut 51 sampai 79% pada anak-anak yang mengalami pelecehan seksual.

Resiko bahaya akan lebih besar jika pelaku adalah keluarga atau kerabat dekat,

12
juga jika pelecehan sampai ke hubungan seksual atau paksaan pemerkosaan, atau

jika melibatkan kekerasan fisik.

Tingkat bahaya juga dipengaruhi berbagai faktor seperti masuknya alat

kelamin, banyaknya dan lama pelecehan, dan penggunaan kekerasan. Pengaruh

yang merugikan akan kecil dampaknya pada anak-anak yang mengalami

pelecehan seksual namun memiliki lingkungan keluarga yang mendukung atau

mendampingi paska pelecehan.

3. Dampak Seksual

Kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS,

gangguan /kerusakan organ reproduksi.

2.6 Solusi

1. Kebijakan (berdasarkan Undang-Undang)

Upaya perlindungan anak korban kekerasan baru mulai mendapat perhatian

penguasa, secara lebih komprehensif, sejak ditetapkannya UU Perlindungan Anak,

meski perlindungan itu masih memerlukan instrumen hukum lainnya guna

mengoperasionalkan perlidungan tersebut.

Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap anak yang menjadi

korban tindak kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui :

1. Pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal

296 KUHP)

13
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU

Perlindungan Anak”), sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus) dari

KUHP.

3. UU No. 35 Tahun 2014 tentang tentang perubahan atas undang-undang

nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

4. Pasal 82 UU Perlindungan Anak :

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman

kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau

membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling

singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

2. Program dalam Menangani Kekerasan Seksual pada Anak

Para praktisi hukum maupun pemerintah setiap negara selalu melakukan berbagai

usaha untuk menanggulangi kejahatan dalam arti mencegah sebelum terjadi dan

menindak pelaku kejahatan yang telah melakukan perbuatan atau pelanggaran atau

melawan hukum. Berikut adalah beberapa program pemrintah yang bertujuan untuk

menangani kekerasan seksual pada anak :

1. Meningkatkan kualitas materi pendidikan agama dan budi pekerti di satuan

pendidikan, memasukkan ke dalam kurikulum tentang hak dan kewajiban anak,

kesehatan reproduksi, dan pemberdayaan anak, melindungi anak di satuan

14
pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik

dan tenaga kependidikan serta pihak lain dalam lingkungan sekolah.

2. Melalui dinas kesehatan dilakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan dan

fasilitas kesehatan tentang kewajiban untuk memberikan informasi kepada

kepolisian dan/atau pemangku kepentingan terkait atas adanya dugaan kejahatan

seksual terhadap anak.

3. Tenaga kesehatan untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada

anak, masyarakat dan pemangku kepentingan tentang kesehatan reproduksi,

dampak kejahatan seksual terhadap tumbuh kembang anak, pemberdayaan anak,

dan melakukan upaya pencegahan.

4. Melalui kementerian Komunikasi dan Informasi, adanya upaya pencegahan dan

penanganan pornografi melalui pemblokiran situs-situs porno dan situs-situs

kekerasan terhadap anak dan perempuan, meningkatkan koordinasi dengan

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), asosiasi media cetak dan media elektronika,

serta asosiasi dan penyelenggara jasa internet dalam rangka pencegahan dan

pemberantasan kejahatan sesual terhadap anak.

5. Melalui kementerian Hukum dan HAM, adanya penyusunan peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan anak; melakukan

pencegahan dan penangkalan imigrasi terhadap pelaku yang diduga melakukan

kejahatan seksual terhadap anak sesuai dengan permintaan Polri dan Jaksa Agung.

Jaksa Agung berwenang mempercepat proses penanganan dan penyelesaian

perkara yang berhubungan dengan kejahatan seksual terhadap anak, melakukan

tuntutan pidana seberat mungkin terhadap pelaku tindak pidana kejahatan seksual

15
terhadap anak, dan melakukan pengawasan terhadap putusan pidana bersyarat,

pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat terhadap pelaku tindak pidana

kejahatan seksual terhadap anak.

6. Adanya upaya dari pihak kepolisian RI dalam hal penanganan dan

penyelesaian proses penyidikan dan berkas perkara hukum bagi pelaku kejahatan

seksual terhadap anak, melakukan penegakan hukum yang optimal kepada pelaku

kejahatan seksual terhadap anak di tingkat penyidikan, dan meningkatkan

kegiatan kepolisian yang bersifat pre-emptif yaitu bimbingan dan penyuluhan

kepada masyarakat, khususnya di satuan pendidikan dalam rangka pencegahan

dan pemberantasan keahatan seksual terhadap anak, bekerja sama dengan instansi

terkait.

7. Negara berusaha meningkatkan kapasitas para penegak hukum ini agar lebih

terlatih menangani kasus-kasus kekerasan seksual, mereka juga perlu memiliki

sensitvitas terhadap korban sehingga lebih sungguh-sungguh bekerja, adanya

fasilitas yang handal sehingga dapat dengan mudah mengenali kejahatan ini,

disamping penambahan unit cyber crime dibeberapa kota yang dinilai kadar

kejahatan seksualnya tinggi.

8. Menjamin tersedianya pusat-pusat rehabilitasi terhadap korban kekerasan

seksual anak di setiap kota di Indonesia yang pengelolaannya dapat dilakukan

bersama-sama dengan komponen-komponen terpilih di masyarakat yang memiiki

kepeduliaan terhadap pengasuhan, pemulihan masa depan anak. Pusat-pusat

rehabilitasi ini harus dikelola secara profesional dengan anggaran yang mencukupi

sehingga negara memberikan jaminan pemulihan yang seimbang. Pusat-pusat

16
rehabilitasi ini perlu diintegrasikan dengan peran penyidik dan peran-peran

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

9. Sektor swasta merupakan salah satu mitra kunci dalam memerangi kekerasan

seksual ini, sehingga negara tidak membiarkan mereka menjadi “penonton” dan

“pendengar” terhadap berbagai praktek kekerasan seksual anak. Mereka perlu

didorong dalam memberikan tanggapan, meningkatkan kesadaran mereka dalam

berpartisipasi mencegah, menanggulangi masalah kekerasan seksual anak.

Ada kode etik atau hukum yang perlu diterapkan kepada mereka agar tidak

memfasilitasi terjadinya kekerasan seksual pada anak. Industri telekomunikasi,

penyedia layanan internet, industri pariwisata termasuk sektor swasta yang sering

bersentuhan dengan praktek-praktek kekerasan seksual pada anak.

Mereka harus memiliki aturan untuk menolak menjadi “tuan rumah” bagi

kekerasan seksual (online) pada anak, mereka juga didorong untuk melaporkan

kasus-kasus kekerasan seksual pada anak yang mereka ketahui, mereka juga harus

memiliki software atau hardware yang dapat mengenali kekerasan seksual

online pada anak dan melaporkannya, mereka juga didorong untuk memiliki

program corporate social responsibility dalam memulihkan korban di daerah

wisata.

10. Kementrian Komunikasi dan Informasi memiliki peran strategis dalam mencegah

terjadinya kekerasan seksual online. Peran ini sudah mereka lakukan, namun

penapisan terhadap konten seksual online ternyata hanya sebatas pada

konten-konten yang mereka berhasil pantau.

17
Kebijakan menyeluruh dalam melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan

seksual online belum sepenuhnya berhasil dirumuskan mekskipun kementerian ini

faham betul apa yang harus dilakukan. Karena itu, kementerian ini perlu dimotivasi

agar sungguh-sungguh menjalankan mandat sebagai institusi negara untuk

mencegah kekerasan seksual online pada anak.

2.7 Fasilitas dalam Menangani Kekerasan Seksual pada Anak

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan

kekerasan seksual pada anak :

1) Sarana Penal (hukum pidana)

Penanggulangan secara penal yaitu penanggulangan setelah terjadinya

kejahatan atau menjelang terjadinya kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu

tidak terulang kembali. Penanggulangan secara penal dalam suatu kebijakan

kriminal merupakan penanggulangan kejahatan dengan memberikan sanksi pidana

bagi para pelakunya sehingga menjadi contoh agar orang lain tidak melakukan

kejahatan.

Dengan diberikannya sanksi hukum pada pelaku, maka memberikan

perlindungan secara tidak langsung kepada korban perkosaan anak di bawah umur

ataupun perlindungan terhadap calon korban. Ini berarti memberikan hukuman yang

setimpal dengan kesalahannya atau dengan kata lain para pelaku diminta

pertanggungjawabannya.

Penanggulangan kejahatan perkosaan terhadap anak di bawah umur melalui

upaya penal dilakukan secara represif. Penanggulangan kejahatan yang bersifat


18
represif, maksudnya adalah upaya penanggulangan kejahatan dengan memberikan

tekanan terhadap pelaku kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak terjadi lagi.

Penanggulangan kejahatan yang bersifat represif ditujukan pada pelaku kejahatan

tersebut, yang dimulai dengan usaha penangkapan, pengusutan di peradilan, dan

penghukuman.

2) Upaya Non Penal

Penanggulangan secara non penal maksudnya adalah penanggulangan dengan

tidak menggunakan sanksi hukum, yang berarti bahwa penanggulangan ini adalah

penanggulangan kejahatan yang lebih bersifat preventif.

Usaha-usaha non penal bisa berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam

rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan

kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama, dan sebagainya,

peningkatan usaha dan kesejahteraan anak remaja, kegiatan patroli dan pengawasan

lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya dan sebagainya.

Usaha-usaha non penal ini dapat meliputi :

a) Upaya Preventif

Penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dapat

dilakukan dengan cara yang bersifat preventif maksudnya adalah upaya

penanggulangan yang lebih dititikberatkan pada pencegahan kejahatan yang

bertujuan agar kejahatan itu tidak sampai terjadi. Kejahatan dapat dikurangi

dengan melenyapkan faktor-faktor penyebab kejahatan itu sebab

bagaimanapun kejahatan tidak akan pernah habis.

19
Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti

antara lai mengadakan usaha perubahan yang positif, dalam hal perkosaan

khususnya perkosaan terhadap anak dibawah umur, seperti memberikan

perlindungan terhadap anak karena anak merupakan orang yang paling mudah

dibujuk dan selain itu anak belum dapat memberontak seperti yang dilakukan

oleh orang-orang dewasa.

Penanggulangan secara non penal kejahatan perkosaan terhadap anak di

bawah umur adalah dengan meningkatkan kesadaran hukum bagi anggota

keluarga untuk lebih memahami kepentingan anak di masa depan.

b) Upaya Reformatif.

Upaya reformatif adalah segala cara pembaharuan atau perbaikan kepada

semua orang yang telah melakukan perbuatan jahat yang melanggar

undang-undang. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi jumlah residivis atau

kejahatan ulangan. Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yang

kesemuanya adalah menuju kepada kesembuhan, sehingga si pelaku kejahatan

dapat menjadi manusia yang baik kembali. Upaya reformatif ini dilakukan

setelah adanya upaya-upaya yang lain serta upaya ini bertujuan

mengembalikan atau memperbaiki jiwa si penjahat kembali, yang mana untuk

kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan dengan

metode reformatif dinamik (dalam hal ini metode klasik dan metode moralisasi)

serta metode profesional service. Melalui metode reformatif dinamik, metode

yang memperlihatkan cara bagaimana mengubah penjahat dari kelakuannya

20
yang tidak baik, terdapat metode klasik dengan jalan memberikan hukuman

yang berat.

Ada 3 pokok yang menjadi solusi dalam penanganan kekerasan seksual pada

anak :

1. Pencegahan.

Aktivitas pencegahan ini dapat dilakukan secara bersama dalam bentuk

sosialisasi hak-hak anak dan sejumlah peraturan ditengah-tengah

kehidupan masyarakat dan keluarga.

2. Deteksi Dini

Bagi anak-anak yang rentan terhadap terjadinya kekerasan serta dalam

lingkungan keluarga dan masyarakat perlu dilakukan langkah cepat (quick

response) untuk mengevakuasi sementara anak ke tempat yang aman, serta

memberikan peringatan dini kepada lingkungan keluarga yang rentan

melakukan kekerasan. Artinnya, bagi anak-anak yang rentan terhadap

kekerasan sedini mungkin bisa dihindari.

3. Intervensi Krisis.

Bagi anak-anak yang telah mengalami kekerasan, langkah yang perlu

dilakukan melalui pendekatan Intervensi Krisis. Aktivitas ini dilakukan

dengan metoda mendampingi korban dan keluarga korban untuk

melakukan upaya hukum, dan melakukan terapi terhadap trauma yang

diakibatkan oleh tindak kekerasan.

2.8 Peran Bidan dalam Mencegah dan Menangani Kekerasan Seksual pada Anak.

21
Sebagai tenaga kesehatan, seorang bidan harus mampu menangani jika

ditemukannya kasus kekerasan seksual pada anak, melalui langkah-langkah berikut

diharapkan agar bidan dapat menjadi tempat utama dalam perlindungan korban kekerasan

seksual pada anak, berikut merupakan langkah yang diperlukan bidan :

1. Melakukan pendekatan

Pendekatan awal untuk mengobati seseorang yang telah menjadi korban

pelecehan seksual tergantung pada beberapa faktor penting, yaitu :

a. Umur pada saat pemberian arahan

b. Keadaan pada saat pemberian arahan dan saat perawatan

c. Kondisi tidak wajar

Tujuan pengobatan tidak hanya untuk mengobati masalah – masalah kesehatan

mental yang ada pada saat ini, tetapi juga mencegah hal yang sama pada masa yang

akan datang

2. Membantu anak melindungi diri

Menjelaskan pada anak bahwa tidak ada seorangpun yang boleh menyentuh nya

dengan tidak wajar. Berikan pemahaman dan ajarkan anak untuk menolak segala

perbuatan yang tidak senonoh dengan segera meninggalkan dimana sentuhan

tersebut terjadi. Ingatkan anak untuk tidak gampang mempercayai orang asing dan

buat anak untuk selalu mencerikan jika terjadi sesuatu dengan diri nya

3. Melakukan penyuluhan terhadap anak tengtang Pelecehan seksual terhadap anak

4. Laporkan Pada pihak yang berwajib

Bila terjadi kekerasan fisik, psikis atau pun seksual ada baik nya segera laporkan

pada pihak yang berwajib. Hal ini bertujuan agar segera diambil tindakan lebih lanjut

22
terhadap tersangka dan dapat mengurangi kejahatan yang sama terjadi. Sementara

untuk korban nya harus segera mendapatkan bantuan ahli medis serta dukungan dari

keluarganya.

2.9 Contoh Kasus

SEMARANG - Seorang anak di bawah umur, sebut saja Bunga, asal Kota Semarang,
Jawa Tengah, diduga menjadi korban pelecehan seksual kakek bernama Slamet,66. Agar
aksinya tak terbongkar, si kakek memberikan uang Rp1.000 kepada korban agar tutup
mulut.

Perbuatan tak senonoh itu akhirnya terbongkar. Orang tua korban, F,38, tak terima
anaknya menjadi korban pelecehan sehingga mendatangi Mapolrestabes Semarang
melaporkan Slamet atas tuduhan dugaan perbuatan pencabulan terhadap anak. Dalam
pelaporan yang diterima polisi, pencabulan terjadi di rumah kakek Slamet pada 21 Febuari
2018. Peristiwa bermula saat korban ikut neneknya pergi ke rumah pelaku di Pedurungan,
Semarang untuk keperluan pijat badan. Sesampai di tempat tujuan, tiba-tiba korban
menyampaikan berkeinginan buang air kecil.

"Pada saat neneknya pijat, korban mau buang air kecil dan diantar oleh dia (kakek
Slamet) ke kamar mandi," kata F kepada petugas kepolisian saat melakukan pelaporan,
Rabu (18/7/2018).

Nenek korban tidak menaruh curiga. Sampai di kamar mandi, Slamet membuka celana
korban dan melancarkan aksinya yang diduga melakukan perbuatan tindak asusila.
"Setelah membuka celana (korban), kemudian ibu jarinya (kakek Slamet)
dimasuk-masukkan," katanya. Setelah melakukan perbuatan bejatnya, pelaku memberikan
uang tutup mulut agar korban tak menceritakan peristiwa itu kepada orang lain. "Dikasih
uang Rp1.000," katanya.

Korban yang kesakitan akhirnya menceritakan itu kepada orang tuanya. Geram
dengan perbuatan terlapor, F melaporkan kejadian ini ke kepolisian supaya diproses
hukum. Barang bukti pelaporan yang ada yakni bukti periksa dokter dari sebuah rumah
sakit. "Akibat dari kejadian ini, (korban) menderita luka-luka lecet dan trauma," katanya.

Pelaporan dugaan kasus ini telah dikoordinasikan dengan Unit Perlindungan


Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Semarang. Menanggapi hal tersebut,
Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Fahmi Arifriyanto enggan membeberkan
keterangan terkait pelaporan ini. "Saya belum menerima (laporan), silakan langsung saja
ke Kapolrestabes Semarang," katanya.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kekerasan seksual pada anak adalah pemaksaan, ancaman atau keterperdayaan

seorang anak dalam aktivitas seksual. Aktivitas seksual tersebut meliputi melihat,

meraba, penetrasi (tekanan), pencabulan dan pemerkosaan.

Salah satu praktek kekerasan seksual anak terhadap anak di bawah umur yang

dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual. Jelas praktek tersebut

bertentangan dengan nilai-nilai agama serta melanggar hukum yang berlaku dan

membuat masyarakat termotivasi untuk membasmi praktek seks yang kini telah

banyak dilakukan di kota-kota maupun di desa.

Upaya perlindungan anak korban kekerasan seksual mendapat perhatian

penguasa, secara lebih komprehensif, sejak ditetapkannya UU Perlindungan Anak,

meski perlindungan itu masih memerlukan instrumen hukum lainnya guna

mengoperasionalkan perlidungan tersebut.

Sebagai tenaga kesehatan, seorang bidan harus mampu menangani jika

ditemukannya kasus kekerasan seksual pada anak, melalui langkah-langkah berikut

diharapkan agar bidan dapat menjadi tempat utama dalam perlindungan korban

kekerasan seksual pada anak

3.2 Saran

Dari berbagai informasi yang telah kita dapatkan bahwa pelecehan seksual

sangat berbahaya karena akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya mulai dari

24
beban mental yang diderita oleh korban,penyakit yang akan diderita oleh pelaku dan

juga oleh korban dan lain sebagainya. Maka dari itu diharapkan kepada orang tua

agar dapat menjaga anak mereka agar terhindar dari kekerasan seksual yang

memberikan efek negative yang berkepanjangan bagi masa depan anak.

Pemerintah diharapkan dapat menjalankan kebijakan yang telah dirumuskan

baik untuk tindakan pencegahan maupun tindakan perlindungan hukum terhadap

anak yang menjadi korban tindakan kekerasan seksual pada anak.

25
Daftar Pustaka

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2002. Pelecehan Seksual dan


Kekerasan Seksual. Jakarta : BKKBN.

Hadisuprapto, Paulus. 2006. Masalah Perlindungan Hukum Bagi Anak. Jakarta :


PT.Gramedia Indonesia.

Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta : Penerbit Nuansa

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35


Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Jakarta : KPAI. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015, dari
http://www.kpai.go.id/hukum/undang-undang-republik-indonesia-nomor-35-tahun-2014-tent
ang-perubahan-atas-undang-undang-nomor-23-tahun-2002-tentang-perlindungan-anak/

Komnas Perlindungan Anak. 2006. Pemerkosa Pelajar ditangkap: Terapi Psikologis Amat
diperlukan, www.kompas.com diakses 18 Oktober 2015.

Kumalasari, Intan dan Iwan Andhyantoro. 2012. Jakarta : Salemba Medika.

Romauli, Suryati. 2009. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasisiwi Kebidanan.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Widyastuti, Yani. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya.

https://daerah.sindonews.com/read/1322916/22/modal-rp1000-kakek-di-semarang-cabuli-

bocah-bawah-umur-1531911318

26
27

Anda mungkin juga menyukai