Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

KASUS PELECEHAN SEKSUAL DAN PEMERKOSAAN

DI JEMBER

Disusun oleh :

Yuniar Raka Siwi 19050044

Arien Daning Astiti 19050045

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER


PROGRAM STUDI S ILMU KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah “Kasus
Pelecehan Seksual dan Pemerkosaan” ini bisa selesai pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas SOCA (Student Oral Case Analysis) yang diharapkan akan menambah
pengetahuan pembaca.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.Kami berharap
semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya
yang lebih baik lagi.

Jember, 6 Januari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..……2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..………..4

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………4

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………..5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………..7

2.1 Tinjauan Teori……………………………………………………………………....7

2.2 Tinjauan Kasus……………………………………………………………………...9

BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………………………..11

3.1 Analisis Data……………………………………………………………………….11

3.2 Opini Penulis……………………………………………………………………...11

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………....12

4.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..12

4.2 Saran ………………………………………………………………………………12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal di saat korban dipaksa untuk melakukan
hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin di luar kemauannya sendiri. Saat
ini tindak pidana kekerasan seksual atau yang sering disebut dengan tindak pidana perkosaan
merupakan kejahatan yang mendapat perhatian di kalangan masyarakat dan pemerintah,
banyak pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik memberitakan kejadian
tentang tindak pidana perkosaan.Tindak pidana perkosaan dalam sejarah, sebenarnya tindak
pidana yang sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik
yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia. Tindak pidana perkosaan
tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau
pengetahuan hukumnya, tetapi juga terjadi di pedesaan yang relatif masih memegang nilai
tradisi dan adat istiadat.

Di Indonesia kasus tindak pidana perkosaan setiap tahunnya mengalami peningkatan,


korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja
bahkan anak-anak. Kebanyakan korban dari kasus perkosaan adalah anak dibawah umur
yang tidak berdaya dan takut untuk melakukan perlawanan. Maraknya kasus perkosaan
terhadap anak-anak sering kali disebabkan karena kemajuan teknologi. Peredaran materi
pornografi melalui media massa antara lain tersalur melalui media cetak, televisi, internet,
film layar lebar, VCD maupun telepon selular. Pelaku perkosaan terhadap anak sering kali
terjadi justru di lingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan
dan lingkungan sosialnya. Pelakunya adalah orang yang seharusnya melindungi anak, seperti
orang tua, paman, guru, pacar, teman, bapak/ibu angkat, maupun ayah/ibu tiri. Hal ini
mencerminkan betapa parahnya kebobrokan moral di negeri ini. Perlu adanya penanganan
dan penelitian secara khusus tentang faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya kasus-
kasus kriminal berupa perkosaan yang terjadi di negeri ini.

4
Laporan dari tahun ke tahun kasus perkosaan pada anak mengalami peningkatan yang
terus menerus, menurut laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia sepanjang tahun
2011 telah mencatat 2.508 kasus kekerasan terhadap anak. Angka ini meningkat jika
dibandingkan dengan tahun 2010 yakni 2.413 kasus. 1.020 atau setara 62,7 persen dari
jumlah angka tersebut adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk sodomi,
perkosaan, pencabulan serta incest, dan selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis. Korban
perkosaan berpotensi mengalami trauma parah karena peristiwa perkosaan tersebut dapat
menyebabkan goncangan kejiwaan, dimana goncangan kejiwaan dapat dialami pada saat
perkosaan maupun sesudahnya. Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan reaksi-reaksi fisik
maupun psikis, secara umum peristiwa tersebut dapat menimbulkan dampak jangka pendek
maupun jangka panjang. Dampak jangka panjang dan pendek tersebut merupakan suatu
proses adaptasi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis. Korban perkosaan dapat
menjadi murung, menangis, mengucilkan diri, menyesali diri, merasa takut, dan sebagainya.
Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk dari alam bawah sadar mereka sering
kali tidak berhasil. Ada pula dari mereka yang merasa terbatasi didalam berhubungan dengan
orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan ketakutan akan munculnya kehamilan
akibat dari perkosaan. Bagi korban perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang
sangat hebat, ada kemungkinan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri. Dampak
lain dari tindak pidana perkosaan, korban mengalami kehamilan. Kehamilan akibat
perkosaan biasanya menjadi kehamilan yang tidak diinginkan, baik dari sisi korban
perkosaan maupun dari keluarganya. Korban perkosaan yang mengalami kehamilan, sering
kali mereka tidak diijinkan untuk melanjutkan sekolahnya. Hal ini dikarenakan kebanyakan
pihak sekolah memilih untuk mengeluarkan siswi hamil tersebut dengan alasan kehamilan
tersebut merupakan aib yang dapat menghancurkan nama baik sekolah.

1.2 Rumusan Masalah

1) Berapa presentase kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan sepanjang tahun 2014-2019
di Kabupaten Jember?
2) Penyebab terjadinya kasus pelecahan seksual dan pemerkosaan?
3) Apa tindakan hukum bagi pelaku tindakan kasus pelecahan dan pemerkosaan?

5
4) Baigamana bentuk perlindungan korban kasus pelecehan dan pemerkosaan?
5) Apa akibat dan dampak yang diperoleh korban?
6) Apa bentuk pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kasus pemerkosaan?

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

Perkosaan merupakan hal yang sangat ditakuti oleh kaum perempuan. Ada dua aspek
yang menyebabkan perkosaan memiliki arti menakutkan. Aspek-aspek tersebut dapat ditinjau
dari segi yuridis formal dan segi sosiologis. Aspek-aspek tersebut sangat mempengaruhi persepsi
masyarakat terhadap perbuatan yang dinamakan perkosaan .

Istilah kekerasan seksual adalah perbuatan yang dapat dikategorikan hubungan dan
tingkah laku seksual yang tidak wajar, sehingga menimbulkan kerugian dan akibat yang serius
bagi para korban.5 Kekerasan seksual (perkosaan) membawa dampak pada fisik dan psikis yang
permanen dan berjangka panjang. Kekerasan seksual yang akan lebih dibahas disini adalah
khususnya kejahatan seksual pemerkosaan, maka sangat penting ditelusuri pula faktor-faktor
penyebab timbulnya kejahatan tersebut, khususnya kejahatan kekerasan seksual pemerkosaan.
Kejahatan kekerasan seksual (perkosaan) yang tidak surut oleh perkembangan jaman, kemajuan
teknologi, dan kemajuan pola pikir manusia, menjadi salah satu kejahatan yang sangat
meresahkan masyarakat di tengahtengah perkembangan-perkembangan tersebut. (Abdul Wahid
dan Muhammad Irfan)

Pelaku tindak pidana perkosaan terhadap wanita ternyata tidak terbatas pada usia,
pekerjaan ataupun status sosial melainkan pada umumnya pelakunya berlatar belakang mewakili
kaum lelaki yang termasuk telah mempunyai pengalaman dalam tindak pidana perkosaan
tersebut. Adapun bentuk-bentuk tindak pidana perkosaan yang diungkapkan oleh kriminolog
Mulyana W. Kusuma, antara lain:

a. Sadistic Rape
Perkosaan sadistic, artinya, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam
bentuk kekerasan yang merusak, pelaku perkosaan telah Nampak menikmati
kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, melainkan melalui serangan
yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
b. Anger Rape

7
Anger Rape adalah penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana
untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan marah yang tertahan. Di
sini tubuh korban seakan-akan merupakan obyek terhadap siapa pelaku yang
memproyeksikan pemecahan atas frustasi-frustasi, kelemahan-kelemahan, kesulitan
dan kekecewaan hidupnya.
c. Domination Rap
Domination Rape adalah suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk
gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan
seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan
seksual.
d. Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang, yang tercipta oleh
kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal
harus dibatasi tidak sampai sejauh kesenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai
keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tak mempunyai rasa bersalah
yang menyangkut seks.
e. Victim Precipitatied Rape
Victim Precipitatied Rape adalah perkosaan yang terjadi (berlangsung)
dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya.
f. Exploitation Rape
Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan hubungan
seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang
berlawanan dengan posisi wanita yang tergantung padanya secara ekonomis dan
sosial.
Perkosaan selain mempunyai tipe-tipe dan berbagai kemungkinan yang timbul
sebagai akibat dari perkosaan juga mempunyai sifat-sifat dari perkosaan yaitu:
1. Sifat perkosaan yang eksprensif, yaitu sifat perkosaan yang maksud dan tujuannya
itu hanya sebagai pemenuhan kebutuhan latent (seks) dan tidak untuk tujuan di luar
selain tujuan itu.

8
2. Sifat perkosaan yang instrumental, yaitu sifat perkosaan yang maksud dan
tujuannya itu di luar kebutuhan latent (seks) tersebut. Contohnya seks tersebut hanya
sebagai pelampiasan balas dendam.

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan
atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak-anak
melakukan atau melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan
penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah
dan paling sedikit 60 juta rupiah.

2.2 Tinjauan Kasus

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 3 Januari 2020 di POLRES Kabupaten


Jember. Wawancara ini dilakukan dengan PPA yang mengatasi permasalah terkait perempuan
dan anak jumlah kejadian terbanyak adalah kasus setubuh anak di bawah umur, yang kedua
kasus pemerkosaan, diikuti dengan kasus KDRT, penganiayaan, sodomi, dan aborsi. Penyebab
banyaknya kasus setubuh anak di bawah umur dikarenakan adanya modus berupa rayuan pelaku.

Contoh kasus pemerkosaan di Jember :

1. Identitas

Nama : Siswa X

Usia : Dibawah 18 tahun

Alamat : Daerah B

Pendidikan : Pelajar SMP

Pekerjaan : -

2. Kronologi :

9
Seorang siswa SMP akan memperkosa temannya sendiri. Korban mendapatkan ancaman
ketika pelaku ternyata membawa senjata tajam. Korban berhasil melarikan diri dan
melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.

3. Latar Belakang :
- Adanya kesempatan
- Pelaku melakukan tindakan tersebut karena hasrat atu keinginannya sendiri dengan objek
temannya sebagai korban.
- Pengaruh lingkungan pelaku sehingga mempengaruhi niat dan perilaku pelaku.
4. Penanganan :
Laporan diterima oleh pihak PPA dan ditindaklanjuti sesuai prosedur. Penanganan
dilakukan 15 hari setelah penangkapan. Pelaku dibawa ke kejaksaan dikarenakan pelaku
masih di bawah umur atau di bawah usia 18 tahun. Saat proses pemeriksaan, pelaku akan
didampingi orangtua dan lingkungan tersangka akan diteliti. Korban akan mendapatkan
perlindungan dan ditangani lebih lanjut oleh Dinas Sosial.
5. Pasal yang disangkakan :
1. Pasal 368 KUHP yang mengatur tentang pemerasan dan pengancaman. Yang berbunyi
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk
memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau
supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam dengan pidana penjara
paling lama 9 tahun.”
2. Pasal 285 tentang pemerkosaan. Yang berbunyi “Barangsiapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia,
dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas
tahun.”

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisis Data

Menurut data diatas, laporan kasus pemerkosaan yang terjadi di Jember dari tahun 2014-
2019 meningkat dan menurun. Pada tahun 2014 ada total 104 laporan yang masuk dan menjadi
yang tertinggi di Jember. Sedangkan, pada tahun 2019 ada total 33 laporan yang masuk dan
menjadi yang terendah.

3.2 Opini Penulis

Opini kami tentang kasus pemerkosaan dibawah umur khususnya yang terjadi di Jember
adalah banyak faktor yang menyebabkan kasus pemerkosaan itu terjadi. Ada faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal antara lain, kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua,
kurangnya pemahaman tentang seks, dan napsu yang tidak terkontrol. Untuk faktor eksternal
antara lain, lingkungan pertemanan dan tontonan yang tidak senonoh.
Hal demikian dapat dihindari dan dapat dimulai dari pengawasan orangtua ketika anak
mengakses internet dan menonton televisi. Pilihlah tontonan yang berkualitas dan mendidik sesuai
umur. Pastikan orangtua memberi edukasi seks sejak dini agar anak tahu batasan.

11
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari data yang telah di dapat, laporan kasus pemerkosaan di Jember dari tahun 2014-2019
meningkat dan menurun. Pada tahun 2014 ada total 104 laporan yang masuk dan menjadi yang
tertinggi di Jember. Pada tahun 2015 ada total 73 laporan, pada tahun 2016 ada total 74 laporan,
pada tahun 2017 ada total 61 laporan, pada tahun 2018 ada total 50 laporan. Sedangkan, pada
tahun 2019 ada total 33 laporan yang masuk dan menjadi yang terendah.
Dari kasus pemerkosaan yang kita angkat, kasus pemerkosaan yang terjadi memiliki
banyak faktor. Ada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain, kurangnya
perhatian dan pengawasan orang tua, kurangnya pemahaman tentang seks, dan napsu yang tidak
terkontrol. Untuk faktor eksternal antara lain, lingkungan pertemanan dan tontonan yang tidak
senonoh.
4.2 Saran
Orang tua sudah seharusnya mengawasi pergaulan sang anak, baik dari tontonan
maupun lingkungan. Pilihlah tontonan yang berkualitas dan mendidik sesuai umur.
Pastikan orangtua memberi edukasi seks sejak dini agar anak tahu batasan. Untuk anak
yang dibawah umur, harus berhati-hati terhadap orang asing atau orang yang tidak
dikenal. Jangan mudah percaya terhadap rayuan orang asing. Bagi orang dewasa
sebaiknya lebih bisa untuk mengontrol hawa napsunya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arist Merdeka Sirait, “Menggugat Peran Negara,pemerintah,masyarakat dan orang tua dalam
menjaga dan melindungi anak”, Komisi Perlindungan Anak, diakses dari
http://komnaspa.wordpress.com/ 2011/12/21/catatan-akhir-tahun-2011- komisi-nasional-
perlindungan-anak/ pada tanggal 4 Januari 2020 pukul 12.58

Ni Made Dwi Kristiani, 2014. “KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL (PERKOSAAN)


DITINJAU DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI” jurnal hukum: diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/44124-ID-kejahatan-kekerasan-seksual-
perkosaan-ditinjau-dari-perspektif-kriminologi.pdf pada tanggal 4 Januari pukul 13.02

13

Anda mungkin juga menyukai