Anda di halaman 1dari 4

Nama : Kikin Nur Fa'ini

NIM : P27226019024

Materi :

Penelitian dalam bidang biomedis pada manusia sangat penting dilakukan karena hasil penelitian jangka
panjang, sejumlah besar pada hewan terkadang tidak bisa menggantikan hasil dalam jangka panjang.
Selain itu beberapa hewan tidak dapat mewakili penelitian pada suatu penyakit tertentu. Penelitian
pada manusia penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan risiko yang dapat dipertanggungjawabkan
karena adanya protokol dan regulasi yang jelas.

Penelitian pada manusia juga penting karena semakin medesaknya penyempurnaan pelayanan
kesehatan untuk kesejahteraan umat manusia, yang bertujuan untuk melengkapi tata cara diagnostik,
terapi, pencegahan serta pengetahuan tentang etiologi dan patogenesis suatu penyakit. Perlu menjadi
catatan penting bahwa penelitian biomedis ini tidak terlepas dari beberapa prinsip utama dalam
melakukan penelitian yaitu menghormati martabat, hak azasi, dan otonomi serta melindungi hidup
insani, kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan suatu subjek penelitian. Lebih mendalam kembali,
penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian harus mengikuti aspek yang diatur
secara ilmiah maupun etika.

Kasus Pelanggaran Etika Penelitian Biomedis

Berdasarkan data yang didapatkan, etika penelitian biomedis sudah ada sejak tahun 1500 SM,
kala itu diketahui adanya sumpah dokter Hindu yang berisi “penderita yang diobati jangan
sampai dirugikan”. Pada waktu lainnya, Hipocrates sekitar tahun 500 SM pernah mengatakan
bahwa “yang pertama kali harus diperhatikan oleh seorang dokter adalah jangan menyakiti”
(Sujatno M, 2008). Belahan dunia lain tercatat, dokter – dokter Alexandria di abad ke-3 memiliki
pemikiran dan mempraktikan bahwa ilmu tentang anatomi sangat diperlukan sebelum
mengobati pasien (Juneman, 2013). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, suatu kegiatan memerlukan keterlibatan manusia dalam sebuah subjek penelitian
biomedis. Berdasarkan hal itu, perlu dibuatnya suatu perjanjian dan peraturan agar manusia
sebagai subjek penelitian biomedis tetaplah diperlaukan secara manusiawi. Lebih lanjut kita
akan membahas latar belakang dan beberapa perjanjian dan peraturan dalam penelitian
biomedis terhadap manusia. Sejarah kelam pernah ditorehkan oleh penelitian bidang
kedokteran di benua Eropa pada abad pertengahan. Kala itu, para tahanan yang dianggap
manusia terkutuk dapat dijadikan subjek penelitian kedokteran dengan alasan hasilnya dapat
bermanfaat bagi manusia. Namun, praktik tersebut akhirnya disanggah dan dianggap suatu
pembunuhan. Gairah penelitian di Eropa melahirkan suatu teori Galen (Galenius) yang
mengemuka hingga penelitian empiris yang dianggap tidak diperlukan dan imoral. Teori Galen
akhirnya ditinggalkan tetapi masih ada saja kasus penelitian yang melibatkan manusia sebagai
subjek penelitian tanpa memperhatikan sisi kemanusiaan. Beberapa pelanggaran etika
penelitian biomedis/kedokteran yang bersifat imoral dan tidak berperikemanusiaan telah
dilakukan oleh beberapa kelompok “peneliti” (Juneman,2013)

Puncak dari pelanggaran etika penelitian dalam bidang kedokteran/kesehatan terjadi pada
pemerintahan NAZI (Jerman: Nationalsozialismus) yang melakukan penelitian terhadap
tawanan perang kala itu. Pada tahun 1940 hingga tahun 1945 di sebuah penjara di Auschwitz,
Polandia terjadi sebuah kasus besar pelanggaran etika penelitian telah dilakukan oleh seorang
dokter yang diberi julukan “The Angel of Death” dialah Dr. Josef Mengele. Dokter tersebut
melakukan penelitian untuk melihat genetika anak kembar dan orang kerdil, selain itu Dr.
Mengele melakukan penelitian untuk mengetahui tubuh manusia yang dimanipulasi secara
tidak wajar. Berdasarkan data yang didapatkan, anak – anak kembar dikelompokan berdasarkan
usia dan jenis kelamin dan dikurung dalam barak – barak selama penelitian. Anak – anak
tersebut disuntikan zat pewarna pada mata untuk melihat perubahan warna mata mereka,
selain itu penelitian terhadap anak –anak kembar yang dijahit dan disatukan untuk
menciptakan kembar siam. Telah banyak dilaporkan penelitian Dr. Mengele yang imoral seperti
penelitian sterilisasi manusia, penggunaan sulfonamida, gas beracun, obat malaria, hingga
penelitian melihat hipotermia dengan merendam subjek manusia ke dalam air dingin dalam
waktu tertentu. (Sudomo M, 2017)

Dasar Etik Penelitian Biomedis

Berkaca pada beberapa kasus pelanggaran etika penelitian biomedis, maka terbitlah beberapa pedoman
etik penelitian khusus pada bidang biomedis/ kedokteran. Semua penelitian yang melibatkan manusia
sebagai subjek penelitian harus memiliki tiga prinsip etik yaitu: penghormatan terhadap manusia,
kebaikan, dan keadilan. Mengacu kepada prinsip tersebut maka penelitian yang mengikutsertakan
manusia harus memilki persiapan yang matang, memaksimalkan kebaikan dan meminimalkan kerugian
dan kesalahan, serta memperlakukan setiap orang layak secara moral, untuk memberikan kepada setiap
orang apa yang layak baginya. Penelitian dengan menggunakan subjek manusia tidak karena manfaat
pribadi bagi penelitia atau lembaga penelitian, tetapi lebih kebada manfaat subjek manusia yang
terlibat, serta kemungkinan sumbangannya pada ilmu pengetahuan, hilangnya penderitaan atau
bertambahnya usia. (Pedoman Kemenkes, 1993). Tercatat beberapa pedoman telah dikeluarkan, antara
lain: Nuremberg Code 1947, Deklarasi World Medical Association/WMA, Deklarasi Hak Asasi Manusia
1964, Belmont Report (National Commission for the Protection of Human Subjects of Biomedical and
Behavioral Research, 1978). Adapun pedoman – pedoman yang lebih baru menitikberatkan pada teknis
dan protokol penelitian, antara lain Good Clinical Practice (GCP) oleh WHO (2001), Revisi Deklarasi WMA
(2002), dan Pedoman Ethical Review Committee (ERC) atau Institutional Review Board (IRB) (2000).
Berikut isi dari beberapa pedoman yang sudah disebutkan diatas (Sudomo M, 2017):

Sumber : https://terbitan.biotek.lipi.go.id/index.php/biotrends/article/download/223/193
METODE DAN PRINSIP UMUM ETIKA BIOMEDIS

Etika Biomedis, menurut Bertens, merupakan cabang dari etika terapan dari studi filsafat.
Menurutnya, perkembangan yang sangat pesat di bidang ilmu dan teknologi kemudian
menimbulkan berbagai persoalan etis, khususnya dalam bidang ilmu-ilmu biomedis. Selain itu,
ruang lingkup pembahasan etika juga tidak lepas dari hubungan antar individu (konteks sosial)
dan juga hubungan yang menyangkut manusia secara pribadi. Pada konteks sosial misalnya,
etika memainkan peran yang sangat penting dalam pelaksanaan profesi kedokteran karena
berkaitan dengan profesinya yang berpotensi untuk membawa kebaikan atau keburukan bagi
kehidupan manusia. Ditinjau dari perspektif sejarah, profesi kedokteran dan etika sudah terlihat
ada keterkaitan sejak Hipokrates (460-370 SM) yang merupakan seorang Yunani yang diberi
gelar sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran” memberi dasar ilmiah pada profesi kedokteran dan
melepaskan anggapan yang pada masa itu masih memandang bahwa penyakit adalah sebuah
kutukan dari dukun dan sihir (Bertens, 2011).
Dalam Etika Biomedis dikenal ada empat prinsip utama yaitu: 1) Prinsip Tidak Merugikan
(Nonmaleficence); 2) Prinsip Berbuat Baik (Beneficence); 3) Prinsip Menghormati Otonomi
(Autonomy); dan 4) Prinsip Keadilan (Justice) (Beauchamp & Childress, 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan empat prinsip umum dalam prinsip etika
biomedis, terutama prinsip otonomi dan prinsip keadilan, yang dirumuskan oleh Tom L.
Beauchamp dan James Childress dalam melihat hambatan yang dialami pasien transgender di
Indonesia dalam mengakses layanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan ini, peneliti sepakat
dengan Beauchamp (2003) yang mengombinasikan dua pendekatan utama dalam menganalisis
kasus bioetika, yakni metode analisis moral keseimbangan reflektif yang dirumuskan oleh John
Rawls dan paradigma kasuistis.
Peneliti mengasumsikan empat prinsip umum dalam etika biomedis yang dirumuskan oleh Tom
L. Beauchamp dan Childress sebagai pertimbangan moral awal, sebagaimana yang diajukan
John Rawls dalam metode keseimbangan reflektifnya (Rawls, 1951), yaitu prinsip menghormati
otonomi (kewajiban untuk menghormati kapasitas seseorang dalam membuat keputusan
otonomnya); prinsip tidak merugikan (kewajiban untuk menghindari kerugian); prinsip berbuat
baik (kewajiban untuk berbuat baik dan menyeimbangkan antara risiko dan manfaat untuk
pasien); serta prinsip keadilan (kewajiban untuk adil dalam mendistribusikan risiko dan manfaat
untuk pasien) (Beauchamp & Childress, 2008). Metode dalam etika bermula dari keyakinan
moral yang memantik keyakinan tertinggi dan tampaknya memiliki tingkat bias yang terendah.
Keempat prinsip umum ini dipakai sebagai prinsip pertama dan prasyarat konsepsi moral yang
lebih spesifik. Mengutip Beauchamp, kerangka etik ini bersifat universal yang merupakan
jaminan untuk membuat pertimbangan lintas budaya (crosscultural dan intercultural) tentang
kerusakan moral, kepercayaan moral yang salah, dan kegagalan moral lainnya. Kedua, untuk
membuat keempat prinsip abstrak ini cocok untuk menganalisis sebuah kasus, kebijakan, dan
keadaan tertentu. Mendeskripsikan empat prinsip etika biomedis diperlukan untuk mereduksi
ketidakpastian yang terdapat dalam norma-norma guna meningkatkan kemampuan teori dalam
memandu masyarakat, sembari mempertahankan komitmen moral dalam norma asli.
Menyempurnakan komitmen moral dapat dimulai dengan mempersempit ruang lingkup
norma-norma itu. Proses ini melibatkan, sebagaimana yang diungkapkan Henry Richardson,
dengan “menjelaskan di mana, kapan, mengapa, bagaimana, makna dibalik nilai itu, kepada
siapa, atau oleh siapa tindakan itu harus dilakukan atau dihindari.” Sebab, isu-isu problematis
atau kompleks selalu melibatkan konflik normatif secara satu kesatuan (Richardson, 1990).
Untuk meredakan konflik normatif tersebut dibutuhkan penentuan norma-norma yang relevan.
Metode ini, menurut Beauchamp, memberikan syarat, sebagaimana metode keseimbangan
reflektif Rawls, untuk menyesuaikan penilaian moral yang didapatkan dari observasi kasus
kompleks ini dengan komitmen moral universal, yakni empat prinsip etika biomedis.
Ketiga, sejalan dengan Beauchamp, peneliti sepakat dengan paradigma kasuistis yang dapat
dijadikan sumber refleksi dan pengambilan keputusan yang otoritatif. Keputusan masa lalu
mengenai hak moral dan kesalahan yang dilakukan dalam kasus-kasus problematis berfungsi
sebagai otoritas untuk pengambilan keputusan dalam kasus baru (Beauchamp & Childress,
2008). Kasus-kasus tersebut, menurut Beauchamp, sangat mempengaruhi standar keadilan,
kelalaian, paternalisme, dan sejenisnya. Dengan kata lain, secara analog kasus di masa lalu
dengan kasus saat ini saling terhubung satu sama lain untuk dijadikan rujukan refleksi dan
pengambilan keputusan. Tetapi paradigma ini mensyaratkan bahwa harus adanya kesamaan
normatif di seluruh kasus. Oleh karena itu, metode kasuistik mengasumsikan bahwa norma-
norma umum dari relevansi moral berpasangan dengan kasus-kasus dilematis. Secara singkat,
semua penalaran analogis dalam etika membutuhkan norma penghubung untuk menunjukkan
bahwa satu objek atau peristiwa mirip atau tidak seperti yang lain dalam hal yang relevan.
Penemuan norma-norma yang menghubungkan keadaan ini tidak dapat dicapai secara murni
dengan analogi. Setidaknya diperlukan prinsip atau aturan awal. Dengan demikian, paradigma
kasuistis tidak bersaing dengan metode pendeskripsian prinsip etis tertentu, walaupun kedua
metode ini dianggap bertentangan dalam literatur etika (Arras, 2001). Sementara yang terakhir,
ragamnya gaya analisis dari kasus problematis merupakan hal yang dibenarkan. Berbagai
disiplin ilmu dan tujuan analisis kasus yang berbeda akan mengarahkan pembaca untuk
mengidentifikasi elemen-elemen spesifik dalam kasus dilematis yang layak untuk dikembangkan
secara analitis. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa metode filsafat moral atau
penjabaran teoretis menyediakan satu-satunya cara atau cara terbaik untuk menangani suatu
kasus. Dengan kata lain, tidak ada solusi tunggal yang tepat untuk masalah-masalah yang
disajikan dalam suatu kasus, tetapi bukan berarti bahwa jawaban secara moral tidak dapat
dibenarkan.

Sumber : https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/53016

Anda mungkin juga menyukai