KELOMPOK 8
ANGGOTA KELOMPOK
Saleh (42) dan Ani (37) pasangan suami istri menikah selama 15 thn
Melahirkan anak laki laki yang meninggal umur 1 bulan karena kelainan fisik sejak lahir
Ani menderita endometriosis
Analisis sperma Saleh normal
Mencoba bayi tabung tetapi gagal karena endometritris yang cukup parah
Ingin sewa rahim sulit karena tidak ada pendonor
Terpikir untuk poligami tetapi menentang keyakinan dan agama Saleh
Ingin adopsi anak tetapi takut tidak mengurus sepenuh hati dan masalah hukum
Analisis sperma
Saleh 42 thn Ani 37 thn endometriosis
normal
- Syarat sah
Menikah 15 pernikahan
tahun - Tujuan
pernikahan
Usaha
mempunyai anak Dampak (+) & (-) Syarat
gagal
Aspek hukum, agama, etika
LEARNING OBJECTIVE
Aspek Hukum
UU pasal 1 tahun 1974
“Ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”
Aspek Agama
Islam : ibadah, menghindari fitnah, mendapat keturunan
Katholik : kesejahteraan suami istri, terarah pada prokreasi dan edukasi
Kristen : propagasi, kesatuan, kesenangan
Budha : membentuk suatu keluarga yang diberikati Tuhan
Hindu : kesejahteraan pernikahan & mendapat keturunan
SYARAT SAH PERKAWINAN
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak (Pasal 6 ayat 1 UU
perkawinan)
Harus mendapatkan izin dari kedua orangtua, bila masing-masing belum berusia 21 tahun
(Pasal 6 ayat 2 UU Perkawian)
Bagi pria harus berusia 19 tahun dan wanita 16 taun, kecuali ada dispensasi yang diberikan
oleh pengadilan yag ditunjuk oleh orangtua kedua belah pihak ( Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU
Perkawinan)
Bahwa kedua belah pihak tidak dalam keadaan kawin, keuali bagi mereka yang agamanya
mengizinkan untuk berpoligami (Pasal 9 Jo. Pasal 3 ayat 2 dan Pasal 4 UU perkawinan )
Bagi seorang wanita yang akan melakukan perkawinan untuk kedua kali dan seterusnya, UU
mensyaratkan setelah lewatnya masa tunggu, sekurang-kurangnya 90 hari bagi yang putus
perkawinannya karena perceraian, 130 hari bagi yang suaminya meninggal ( Pasal 10 dan 11
UU perkawinan )
Bayi Tabung
Bayi Tabung Aspek Hukum
Islam Membolehkan, karena termasuk ikhtiar/ usaha asalkan sperma dan ovum dari
pasangan yang sah
Katholik tidak menyetujui, karena sudah melampaui kuasa Tuhan yang sudah
menciptakan manusia
Kristen Membolehkan, asalkan dalam konteks yang melaksanakan adalah pasangan
suami isteri yang diberkati atau dinikahi
Buddha Membolehkan, asalkan dilakukan tanpa paksaan dan secara sukarela
Hindu tidak menyetujui, karena sudah melanggar kewajaran ketentuan Tuhan untuk
menciptakan manusia
Bayi Tabung Aspek Etika
Program bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan tradisi ketimuran
kita. Sebagian agamawan menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab
mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya Illahi”
Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak
melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang
sah. Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma, atau ovum dari pendonor.
SEWA RAHIM
Sewa Rahim (Surrogate
Mother)
Aspek Hukum:
UU No. 36 tahun 2009 ttg kesehatan. Pasal 127: Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya
dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan “Hasil pembuahan
sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari
mana ovum berasal”
UU RI No. 23 tahun 1992 ttg kesehatan pasal 16 “Kehamilan di luar cara alami dapat
dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan,
tetapi upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan pasangan suami istri yang sah”
UU No. 1 tahun 1974 pasal 42 “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah”. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita
lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak yang sah dari pasangan
yang hamil tersebut.
Aspek Agama
Agama Islam, Katolik, Kristen, dan Hindu: Tidak diperbolehkan untuk sewa rahim
Buddha: diperbolehkan asalkan dilakukan dengan sukarela tanpa paksaan.
Aspek Etika
Di Indonesia tidak memperbolehkan. Tapi sebagian negara ada yang memperbolehkan
dan ada yang tidak.
POLIGAMI
POLIGAMI
Aspek hukum :
UU no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Azas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan prosedur
tertentu tidak bertentangan dengan ajaran agama
Timbulnya rasa dengki dan permusuhan di antara para istri. Perasaan ini biasanya timbul
karena suami lebih mencintai satu istri dbandingkan dengan istri yang lain atau karena kurang
adanya keadilan. Akan tetapi hal ini jarang terjadi apabila suami dan istri mengerti mengenai
hak dan kewajibannya.
Perasaan di atas juga biasanya terwarisi kepada anak-anak dari masing-masing istri sehingga
tidak mempunyai rasa persaudaraan.
Dampak ekonomi
Dampak psikologis istri
Syarat Mengadopsi Anak
(Pasal 12&13 Peraturan Pemerintah RI No. 54 tahun 2007)
Sehat Jasmani dan Rohani, Usia <18 tahun (<6 tahun merupakan prioritas
Minimal usia 30 tahun, maksimal 55 tahun, utama),
Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum, Berada didalam asuhan keluarga atau dalam
lembaga pengasuhan anak
Menikah minimal 5 tahun,
Tidak merupakan pasangan sejenis,
Belum mempunyai anak atau hanya mempunyai 1,
Mampu secara ekonomi dan sosial
Aspek Hukum
1. Aspek Hukum
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1983 yang mengatur tentang
pengangkatan anak dengan cara mengajukan permohonan pengesahan.
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga,
orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orangtua
angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
Aspek Agama
Kristen
Islam Katolik Hindu Budha
Protestan
-Seagama
Aspek Agama
1. Menurut Islam
berdasarkan Q.S Al-Ahzab: 4-5 dapat diambil kesimpulan:
Hubungan anak angkat dengan orangtua angkat dan keluarganya tetap seperti sebelum
diadopsi yang tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan baik anak angkat itu
diambil dari kerabat dekat maupun orang lain.
2. Menurut Kristen Protestan
“Dalam kasih ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi
anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya” (Ef 1:5)
Adopsi adalah sesuatu yang baik dalam Alkitab, baik yang mengadopsi maupun yang
diadopsi mendapatkan berkat yang luar biasa.
3. Menurut katolik
Dalam kitab hukum kanonik dikatakan “Anak yang diadopsi menurut
hukum norma sipil, dianggap sebagai anak dari orang atau orang-orang
yang mengadopsinya” (KHK 1983 kan 110 )
Tindakan mengadopsi menyebabkan adanya hubungan pertalian
hukum antara yang mengadopsi dan yang diadopsi dan seorang anak
yang diadopsi mempunyai hukum yang sama dengan anak kandung.
5. Menurut Hindu
Yang perlu dipahami dan diyakini adalah bahwa anak kandung maupun anak
angkat sesungguhnya mempunyai kedudukan yang sama dalam segala hal.
Hal ini tercermin dalam kekawin nitisastra bahwa yang bisa disebut anak
adalah anak kandung, anak yang lahir dari pendidikan kesucian, anak yang
ditolong jiwanya, anak yang dipelihara, diberi makan seumur hidup.
Aspek Etik
Peraturan Pemerintah RI. Pelaksanaan Pengangkatan Anak. 2007[cited 2015 July 29].
Available: kepri.kemenag.go.id/file/file/perpu/hjig1391671799.pdf.
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4thed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2014.p.314-6.
Mulyatno KC. Analisis Sperma [cited 2015 July 29]. Available:
www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/analisa%20sperma.pdf.