Anda di halaman 1dari 5

ESSAY SOSIOLOGI

“WANITA, MASYARAKAT DAN DUNIA KERJA”

GURU PEMBIMBING :
Dra. Hartini Soeprapto

DISUSUN OLEH :
Ayuning Putri Hapsari (XI-SKS/04)

SMA NEGERI 1 SIDOARJO


Jl. Jenggolo No.1, Bedrek, Siwalan Panji, Kec. Buduran, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur 61251
TELEPON : (031) 8941493
WANITA, MASYARAKAT DAN DUNIA KERJA
Ayuning Putri Hapsari
Sarihapsari313@gmail.com

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang selalu tumbuh dan berkembang. Manusia
mengalami beberapa macam perkembangan di dalam kehidupan, seperti perkembangan fisik,
perkembangan kognitif dan perkembangan psikososial. Salah satu fase yang pasti dilewati oleh manusia
yang tumbuh dan perkembang adalah fase dunia kerja. Dunia kerja merupakan tempat berbagai individu
melakukan suatu aktivitas untuk memperoleh pendapatan. Berbicara soal susah senang dunia kerja
tentunya bukan hal yang asing lagi ditelinga semua orang. Mulai dari hal mengenai betapa susahnya
memasuki dunia kerja, susahnya mencari pekerjaan tetap, susahnya tugas yang diberikan atasan dan
kerjasama antar divisi juga perasaan senang saat memiliki penghasilan dari usaha sendiri. Namun dari
semua hal yang dibicarakan di masyarakat, permasalahan kesenjangan gender adalah hal yang masih
sangat kurang dibicarakan dan diperhatikan.

Terjadinya kesenjangan gender di dunia kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, contohnya
karena dipengaruhi oleh institusi pemberi kerja dan karena dipengaruhi oleh sosial budaya. Kesenjangan
gender yang dipengaruhi oleh institusi disebabkan anggapan atau persepsi bahwa tingkat pendidikan dan
pengalaman kerja yang dimiliki pekerja perempuan lebih rendah dari pekerja laki-laki. Kesenjangan yang
dipengaruhi oleh sosial budaya disebabkan dengan Budaya Patriarki yang menempatkan perempuan
sebagai manusia kelas 2 dan sebagai makhluk yang lebih lemah dibandingkan laki-laki. Budaya Patriarki
lah yang mendorong kaum perempuan untuk terus tertindas dan tereksploitasi di manapun mereka berada.

Di Dalam tata sosial masyarakat masih sering ditemukan kasus diskriminasi terhadap gender,
terutama pada kaum perempuan. Alasan utama terjadinya kasus diskriminasi ini adalah masih lekatnya
budaya patriarki dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia. Budaya patriarki mengajarkan bahwa kaum
laki-laki sebagai pihak yang mendominasi, melakukan operasi dan mengeksploitasi kaum perempuan.
Salah satu kasus diskriminasi dan ketidaksetaraan gender di dunia kerja paling sering terjadi adalah di
kawasan perindustrian. Di kawasan perindustrian tingkat resiko kekerasan verbal dan kekerasan seksual
buruh perempuan lebih tinggi daripada buruh laki-laki.

Perkembangan perindustrian Indonesia selalu tidak lepas dari peran para buruh perempuan, tetapi
masih banyak ditemukan bahwa pihak petinggi industri kurang mengedepankan kepentingan hak-hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh buruh perempuan. Salah satu perusahaan industri yang memiliki banyak
kasus pengabaian hak-hak buruh perempuan yang bekerja adalah perusahaan produsen es krim merk A.

Perusahaan A ini diduga melakukan eksploitasi, sehingga menyebabkan sejumlah buruh


perempuan yang hamil mengalami keguguran. Kasus tersebut menunjukkan adanya ketidaksetaraan
gender yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menyangkut persepsi masyarakat, seperti stigma
dari budaya patriarki yang mengungkapkan bahwa perempuan lebih lemah ketimbang laki-laki. Walaupun
para buruh perempuan sudah mengungkapkan suara mengenai kesehatannya, namun perusahaan justru
mengancam akan menghentikan buruh perempuan dari pekerjaan.

Sejak 2019 hingga saat ini sudah terdapat 15 kasus keguguran dan kasus bayi yang dilahirkan
dalam kondisi tak bernyawa yang dialami oleh para buruh perempuan perusahaan A. Buruh perempuan
yang sedang hamil baru bisa Non-Shift (tidak bekerja) saat usia kandungan sudah tujuh bulan. Sebelum
tujuh bulan, para buruh perempuan yang hamil masih harus angkat barang berat dan dapat Shift (waktu
kerja) malam. Melihat informasi ini tentunya perusahaan A membantah tuduhan tersebut. Perwakilan dari
perusahaan A menyatakan bahwa pihaknya sudah melarang buruh perempuan yang sedang hamil untuk
bekerja di shift malam. Namun walaupun sudah menjelaskan, Perusahaan A tetap mendapat kecaman dari
berbagai pihak dan bahkan menghadapi aksi boikot. Para pengamat buruh dan gender berargumen bahwa
praktik penindasan hak buruh perempuan merupakan akibat dari pelanggengan budaya patriarki di sektor
ketenagakerjaan Indonesia.

Budaya patriarki membuat perempuan sering diperlakukan semena-mena dan di banyak


perusahaan, buruh perempuan dipersulit untuk mendapatkan cuti haid yang sebenarnya sudah dilindungi
dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan No 18 Tahun 2003. Para buruh perempuan bisa izin cuti
haid setelah mendapatkan surat keterangan dokter (SKD) yang dikeluarkan oleh klinik pabrik atau klinik
tingkat I yang tercantum dalam kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Proses yang rumit
untuk mendapatkan izin ini memaksa para buruh perempuan untuk menahan sakit haid saat bekerja.

Walaupun UU ketenagakerjaan tahun 2003 sudah cukup melindungi hak pekerja dan buruh
perempuan Indonesia, namun yang menjadi permasalahan adalah minimnya pengawasan pemerintah.
Minimnya pengawasan dari pemerintahan terkait perlindungan tenaga kerja perempuan juga membuat
perusahaan melaksanakan peraturan dengan seenaknya tanpa melihat hak-hak para buruh perempuan. Saat
ini jumlah aparat untuk mengawasi sektor ketenagakerjaan masih kurang. Terbatasnya jumlah pengawas
ini berpengaruh pada lambatnya respons pemerintah dalam menanggapi permasalahan yang menimpa
buruh.

Selain minimnya pengawasan dari pemerintah, saat ini perlindungan para pekerja dan buruh
perempuan Indonesia akan semakin terancam karena rencana pemerintah untuk mengesahkan Undang-
Undang Cipta Kerja. Jika dalam UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 pekerja perempuan yang tidak masuk
kerja karena cuti haid tetap dibayar upahnya, di dalam draf Omnibus law hak tersebut tidak tercantumkan.
Hal ini dapat meningkatkan kesenjangan gender dan kasus diskriminasi terhadap buruh perempuan.
Stigma masyarakat terhadap budaya patriarki pun akan semakin meningkat dan menjadi-jadi.

Saat ini didalam masyarakat, kenyataanya masih banyak yang masih belum bisa membedakan
gender dengan jenis kelamin. Dilihat dari definisinya, gender dan jenis kelamin adalah 2 hal yang
memiliki arti berbeda. Jenis kelamin merupakan sifat alamiah yang dapat dibedakan secara kodrat
biologis. Sedangkan gender adalah peran dan fungsinya yang dibentuk oleh keadaan di masyarakat, sosial
dan budaya. Gender adalah suatu konsep cultural yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran,
perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa gender adalah cara pandang atau persepsi manusia terhadap perempuan atau laki-laki
yang bukan didasarkan pada perbedaan jenis kelamin secara biologis. Gender pada hakikatnya lebih
menekankan pada aspek Masculinity dan Feminity seseorang dalam budaya tertentu.

Peran gender dalam masyarakat tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan aneka
karakteristik yang diasumsikan masyarakat. Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender dan
perbedaan gender telah melahirkan bermacam-macam ketidakadilan. Ketidakadilan ini bisa diminimalisir
dengan adanya pemikiran mengenai kesetaraan gender. Kesetaraan gender memiliki makna, terealisasikan
sebuah persamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya
sebagai manusia. Pemikiran ini sangat diperlukan agar perempuan dan laki-laki mampu berperan dan ikut
andil dalam perkembangan, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan.
Pemerintah sudah memberikan kebebasan hal kerja kepada warga negara. Semua lapisan memiliki
hak yang sama, hanya paradigma atau pandangan patriarki yang seringkali mempengaruhi pola pikir
manusia yang kemudian menyebarkan asumsi bahwa perempuan meski menempuh pendidikan tinggi,
meski memiliki jabatan dalam dunia kerja, posisi yang paling baik dan amat ideal adalah sebagai kepala
dapur keluarga.

Pemahaman terhadap kesetaraan dan keadilan gender saat ini mulai direalisasikan secara perlahan-
lahan. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesetaraan kesempatan kerja yang dijamin oleh pemerintah.
Namun, ketidakadilan masih berdiri tegak. Banyak kaum perempuan yang bekerja sebagai buruh harus
rela kehilangan buah hati mereka hanya karena keputusan semena-mena perusahaan. Banyaknya kasus
kekerasan dan pelecehan seksual terhadap kaum perempuan juga mengindikasikan bahwa bias gender
masih belum dihilangkan dari kultur masyarakat Indonesia.

Penanganan masalah gender ini tidak dapat diatasi oleh satu pihak saja, namun perlu adanya
kerjasama antara pihak masyarakat dan pemerintah. Walaupun kerja sama ini sangat sulit untuk
direalisasikan secara sempurna, namun kita sebagai masyarakat Indonesia yang demokratis harus terus
berusaha mewujudkan hal tersebut demi meruntuhkan tiang ketidakadilan. Pihak pemerintah perlu
menciptakan hukum yang tegas bagi pelaku ketidakadilan gender dan masyarakat harus ikut serta dalam
gerakan penegakan gender tersebut. Masyarakat dapat terus melakukan edukasi dan secara perlahan
menghilangkan budaya patriarki yang berdiri kokoh dalam tatanan masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Sulistyowati, Yuni (2021). “KESETARAAN GENDER DALAM LINGKUP PENDIDIKAN DAN TATA
SOSIAL”. Diakses pada 27 Juni 2023, dari file:///C:/Users/asus/Downloads/2317-7871-1-
PB.pdf

Trisnawati Opy, Widiansyah Subhan (2022). “KESETARAAN GENDER TERHADAP PEREMPUAN


DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI”’. Diakses pada 27 Juni 2023,
dari file:///C:/Users/asus/Downloads/54606-75676664841-2-PB.pdf

Indonesia, Studi Kasus. “Kasus Aice : Buruh Perempuan di Indonesia”. Diakses pada 27 Juni 2023, dari
https://www.studocu.com/id/document/universitas-diponegoro/sosio-antropologi/studi-kasus-
indonesia/49912859

Izah, Fafa (2015). “Perkembangan Manusia”. Diakses pada 27 Juni 2023, dari
https://www.kompasiana.com/faizah02/54f3444e745513982b6c6e62/perkembangan-manusia

Amelia Aisha, Krismantari Ika, Tamara Nashya (2020). “Kasus Aice : Dilema Buruh Perempuan di
Indonesia dan Pentingnya Kesetaraan Gender dan Lingkungan Kerja”. Diakses pada 27 Juni
2023, dari https://theconversation.com/kasus-aice-dilema-buruh-perempuan-di-indonesia-dan-
pentingnya-kesetaraan-gender-di-lingkungan-kerja-133010

KPPPA, Republik Indonesia (2017). “Hak Perempuan Untuk Mencapai Kesetaraan Gender”. Diakses
pada 27 Juni 2023, dari https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1436/hak-
perempuan-untuk-mencapai-kesetaraan-gender

Anda mungkin juga menyukai