ABSTRACT
This study aims to find out 1) why injustice can occur in the Makassar industrial area, 2) how
the forms of gender inequality occur in the Makassar industrial area. This type of research is
a form of qualitative research. Data collection methods used include observation, survey and
documentation. The data validation method uses Membercheck. The results of the study show
that 1) Injustice in the Makassar Industrial Estate can be caused by the stereotype that women
are still considered weak, as well as the opinion that women should not be leaders
(responsible). Understanding of gender issues is not considered, and women are still
constrained by the argument that women who are married and have given birth cannot work.
2) Forms of injustice against women workers in the industrial area of Makassar. There are
two forms: a) income inequality that arises in the form of wage differences between women
and men, b) stereotypes that women are considered weak and women should not work.
Keywords : Gender Inequity, Forms of Gender Injustice, Working Women, Makassar Industrial
Estate
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) mengapa ketidakadilan dapat terjadi di kawasan
industri Makassar, 2) bagaimana bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi di kawasan
industri Makassar. Jenis penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif. Metode
pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, survei dan dokumentasi. Metode
validasi data menggunakan Membercheck. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1)
Ketidakadilan di Kawasan Industri Makassar dapat disebabkan oleh stereotip bahwa
perempuan masih dianggap lemah, serta pendapat bahwa perempuan tidak boleh menjadi
pemimpin (bertanggung jawab) di perusahaan. Pemahaman terhadap isu gender tidak
diperhatikan, dan perempuan masih terkendala oleh argumentasi bahwa perempuan yang
sudah menikah dan melahirkan tidak boleh bekerja. 2) Bentuk-bentuk ketidakadilan terhadap
pekerja perempuan di kawasan industri Makassar. Ada dua bentuk: a) ketimpangan
pendapatan yang timbul dalam bentuk perbedaan upah antara perempuan dan laki-laki, b)
stereotip bahwa perempuan dianggap lemah dan perempuan tidak boleh bekerja.
LATAR BELAKANG
Ketidakadilan gender adalah Analisis keadilan gender dan agenda
perlakuan terhadap individu berdasarkan pembangunan didasarkan pada paradigma
jenis kelamin, ras, agama, usia atau pembangunan yang hanya mengutamakan
karakteristik lainnya. Kondisi ini faktor ekonomi, terutama pertumbuhan
merupakan identitas gender yang dianggap ekonomi, tanpa memperhatikan aspek lain,
lebih unggul dari gender lainnya. (Tahar, seperti aspek kemanusiaan (Fuady dan
2012) Gender adalah sikap dan perilaku Yusnita 2016). Banyak orang mengakui
laki-laki dan perempuan yang dibentuk bahwa pertumbuhan ekonomi negara-
secara sosial dan budaya. Gender adalah negara sudah menunjukkan angka yang
istilah yang digunakan untuk membedakan mengesankan, namun pertumbuhan
laki-laki dan perempuan berdasarkan aspek ekonomi justru menyebabkan semakin
sosial budaya. Jika gender dibentuk oleh melebarnya jurang kemiskinan, termasuk
proses alam dan memiliki sifat ketuhanan, perempuan. Akibatnya, pembangunan
sedangkan gender adalah sikap dan sampai saat ini belum memberikan manfaat
perilaku yang dibentuk oleh proses sosial, yang sama bagi laki-laki dan perempuan.
maka istilah “gender” mengacu pada Pembangunan yang sebelumnya dianggap
konstruksi budaya yang selalu netral gender dan tidak diskriminatif
dipertanyakan. atau persoalan yang terhadap laki-laki dan perempuan
berkaitan dengan peran, etika, tanggung diharapkan dapat membawa manfaat bagi
jawab, hak dan kewajiban yang dibebankan semua kalangan, termasuk keadilan gender,
kepada perempuan dan laki-laki. Isu gender ternyata proses pembangunan
seringkali muncul karena adanya menimbulkan ketimpangan dan
kesenjangan gender. (Setiadi dan Kolip ketidakadilan gender yang dikenal dengan
2011).
kesenjangan gender (Setiadi dan kolip, sebagian besar perempuan masih berkiprah
2011). pada sektor informal atau pekerjaan yang
tidak memerlukan kualitas pengetahuan
Adapun kesetaraan gender
dan keterampilan canggih. Dalam
menginginkan perempuan dan laki-laki
perspektif gender, proporsi tenaga kerja
menikmati status setara dan juga memiliki
perempuan dan laki-laki di sektor informal
keadaan yang sama, yang dimana bertujuan
adalah 40% perempuan, dan 60% laki-laki.
untuk mewujudkan secara penuh hak asasi
Proporsi tenaga kerja perempuan di sektor
keutuhan dan kelangsungan rumah tangga
informal ini mencakup 70% dari
secara proporsional. Beriring dengan hal
keseluruhan tenaga kerja perempuan.
tersebut, akan semakin banyak perempuan
yang bekerja yang dimana bertujuan untuk Robins (2008) menjelaskan salah satu
membantu pasangannya atau suaminya bentuk diskriminasi dalam imbalan kerja,
dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan biasanya dibayar atau di beri
keluarga. Jika dibandingkan zaman dulu, upah lebih sedikit daripada pria dalam
perempuan belum mendapatkan pekerjaan yang dimana sebanding dan
kesempatan bekerja seluas saat ini. mempunyai harapan yang imbalan kerja
Nyatanya adalah di dalam kehidupan yang lebih rendah daripada laki-laki untuk
bermasyarakat baik itu di desa maupun di pekerjaan yang samajadi.
kota tuntutan terhadap ekonomi menjadi
Kaum perempuan saat ini tidak begitu
faktor keterlibatan perempuan dalam sektor
saja berperan tunggal, akan tetapi berperan
publik (Hidayati, 2016).
ganda juga. Pemaknaan lainnya, bahwa
(Khotimah, 2009) selama satu dekade seorang ibu rumah tangga tidak saja
terakhir ini, partisipasi perempuan di pasar berperan pada sektor domestik, tetapi juga
tenaga kerja mengalami peningkatan yang berperan pada sektor publik, misalnya
cukup nyata, meskipun presentase kecil jika berdagang keliling, membuka warung,
dibandingkan dengan laki-laki. Dengan pembantu rumah tangga, pegawai salon,
demikian, perubahan tersebut penjaga toko, buruh pabrik, petani, dan
menunjukkan adanya suatu peningkatan buruh bangunan. (Damayanti & Awaru,
peran perempuan yang dimana sangat 2018). Meskipun seorang perempuan
berarti dalam kegiatan ekonomi di bekerja, namun hal tersebut bukan
Indonesia. Namun demikian, struktur merupakan fenomena baru, akan tetapi
angkatan kerja perempuan memiliki tingkat masalah perempuan bekerja tampaknya
pendidikan yang rendah. Dengan demikian, masih terus diperbincangkan sampai saat
ini. Namun demikian, seiirng dengan keseimbangan. Perubahan tersebut muncul
perkembangan zaman, tentu saja peran dikarenakan adanya penggeneralisasian
tersebut tidak semestinya dibakukan, dalam perekonomian yang diberlakukan,
apalagi kondisi ekonomi yang membuat disamping karena budaya patriarki
mereka tidak bisa menutup mata bahwa sehingga menimbulkan diskriminasi dalam
kadang-kadang istri pun dituntut untuk dunia pekerjaan. Kondisi ini diperparah
bekerja sebagai pencari nafkah. Kondisi ini dengan adanya sistem yang dipakai yang
lah yang memicu adanya diskriminasi dimana dalam masyarakat modern dalam
dalam sektor pekerjaan, pemikiran pekerjaan. Akibat dari modernitas tersebut,
masyarakat yang selalu me-nomorduakan perempuan mengalami marginalisasi dalam
perempuan dalam sektor pekerjaan. sektor pekerjaan yang berakibat pada
kecenderungan perempuan untuk
Dengan adanya pemikiran atau
melakukan pekerjaan informal yang
anggapan masyarakat tersebut bahwa
dimana kurang memberikan perlindungan
perempuan sebaiknya mengurusi rumah
hukum dan diberikan upah yang rendah.
tangga yang dimana anggapan tersebut
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
merupakan stereotipe bahwa apabila
pelbagai kalangan untuk menyetarakan
perempuan bekerja diluar rumah maka akan
laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan
mengakibatkan rumah tangga terganggu
salah satunya dengan reinterpretasi teks Al-
keharmonisannya. Walaupun ada dampak
Qur'an yang mendeskripsikan perempuan
jika suami-istri bekerja di luar rumah, akan
serta disahkannya Konvensi Penghapusan
tetapi solusi yang diambil sebaiknya tidak
Segala diskriminasi terhadap perempuan
membebankan istri dengan dua peran
pada tahun 1979 sebagai wujud
sekaligus (double burden), mengasuh anak
perlindungan perempuan dari berbagai
dan mencari nafkah, akan tetapi suami pun
diskriminasi, termasuk dalam sektor
seharusnya bantu-membantu supaya
pekerjaan. (Khotimah, 2009)
tercapai rumah tangga yang harmonis.
(Akbar) Maka dalam hal ini, di kota Makassar
khususnya pada kawasan industri Makassar
Senada dengan hasil penelitian
(KIMA), banyak sekali terdapat buruh yang
khotimah yang menyatakan bahwa dalam
bekerja di perusahaan tersebut termasuk
sejarah pada awalnya pembagian kerja,
diantaranya perempuan baik itu yang belum
baik itu secara biologi maupun gender
berkeluarga maupun yang sudah
antara laki-laki dan perempuan dianggap
berkeluarga bekerja di perusahaan tersebut,
sama-sama memiliki nilai dan
berdasarkan dari hasil observasi wawancara menggunakan teknik purposive sampling.
awal ditemukan bahwa para buruh Teknik pengumpulan data dalam penelitian
perempuan dan buruh laki-laki mengalami ini adalah dengan metode observasi,
perbedaan gaji (upah) yang dimaksudkan wawancara sert dokumentasi. Pengecekan
dikarenakan pekerjaan laki-laki berat keabsahan data pada penelitian ini adalah
daripada perempuan. Pekerjaan laki-laki dengan menggunakan teknik member
berat dalam artian mereka melakukan check. Teknik analisis data dalam
pekerjaan yang berat dengan mengangkat penelitian ini menggunakan reduksi data,
hasil melaut ke lokasi perusahaan penyajian data, serta pengambilan
sedangkan perempuan hanya mengerjakan kesimpulan.
hal-hal yang lebih ringan seperti mengolah
HASIL DAN PEMBAHASAN
hasil laut yang dianggap sebagai pekerjaan
tersebut tidak sebanding dengan pekerjaan Banyaknya hasil penelitian yang
yang diketahui sejak lahir dan diajarkan hubungan dengan hasil penelitian yang
oleh orang tua bahwa perempuan dan laki- dilakukan oleh peneliti karena teori ini
laki berbeda yang terdapat di kawasan berkenaan dengan masalah yang dibahas
mengatakan jika perempuan tidak cocok upah, dan yang menjadi korban adalah
untuk bertanggung jawab dalam sebuah perempuan. Teori feminisme sosialis juga
feminisme sosialis ini, anggapan semacam teliti yakni, adanya stereotipe lingkungan
mengubah pandangan masyarakat bahwa itu lemah, serta tidak memuliki jiwa
perempuan juga bisa menjadi penanggung kepemimpinan yang tinggi, serta dalam
wawancara Peneliti masih banyak hak-hak
perempuan yang tidak dipenuhi misalnya, diskriminasi atau ketidakadilan
upah yang tidak setara antara laki-laki dan (Muslikhati, 2004). Memperjuangkan
perempuan. Fenomena tersebut terjadi di kesetaraan gender bukan berarti menentang
dalam lingkungan pekerjaan dan dua jenis-jenis kelamin, laki-laki dan
berhubungan dengan teori feminisme perempuan. Tapi ini lebih tentang
sosialis yang intinya merupakan tuntutan membangun hubungan (relasi) adalah
hak perempuan dan kesempatannya dalm sama. Menurut teori feminisme sosialis,
pekerjaan yang mereka minati tanpa kesempatan harus setara lebar untuk laki-
perbedaan-perbedaan yang selalu menjadi laki dan perempuan, penting untuk
kendala perempuan untuk maju dan mengambil pendidikan, kesehatan,
berkembang kearah yang lebih positif. kesempatan kerja, dll. Cepat atau lambat
dalam mencapai kesetaraan gender pada
1. Ketidakadilan Yang Terjadi Di
dasarnya adalah anugerah kemanusiaan,
Kawasan Indusrti Makassar
dan karena itu demi kepentingan semua
Seperti yang telah diungkapkan dari pihak. Jadi tujuan teori feminis adalah
hasil penelitian penulis di daerah rawan kesetaraan atau persamaan dalam hal
diskriminasi gender terhadap perempuan pergerakan orang wanita itu sendiri. Dan
dalam pembangunan karena faktor budaya berdasarkan hasil pencarian, penulis
patriarki kedudukan laki-laki atas menemukan diskriminasi yang terjadi di
perempuan. Dari teori feminisme sosialis kawasan industri Makassar seperti adanya
muncul karena berusaha menciptakan prasangka Penyebab diskriminasi adalah
kedudukan yang setara dalam kepentingan pengetahuan yang kita bawa sejak lahir
kapital dan kekuasaan. Feminisme sosialis diajarkan oleh orang tua mereka bahwa pria
menuntut keadilan tidak membedakan dan wanita berbeda dalam kawasan industri
mereka dari laki-laki dalam hal gaji dan Makassar yaitu adanya laki-laki atau orang
memberi mereka kemampuan untuk absen sekitar bahwa perempuan tidak cocok
dari pekerjaan on demand seperti cuti untuk menjalankan bisnis. Anggapan
hamil, cuti haid dan menyusui. (Hutasoit, seperti ini seharusnya dihilangkan dengan
Tahun 2020) adanya teori feminisme sosialis ini dapat
pusatnya adalah proses kognitif perempuan perempuan itu bisa juga menjadi
penindasan seperti ini terkhusun terhadap feminisme sosialis mengejar borjois yang
feminisme sosialis berhubungan dengan dalam hal kesempatan kerja dan upah.
peneliti karena dari teori feminisme ini analisis kelas dan gender untuk memahami
dibahas oleh peneliti yang berkaitan dengan bentuk-bentuk ketidakadilan gender terjadi
Diskriminasi gender yang selalu menjadi tentang wanita yang bekerja di salah satu
feminisme sosialis berkaitan dengan Mengapa, dalam hasil penelitian ini, dapat
fenomena yang peneliti teliti yakni, masih dikatakan bahwa kelas Borjois dan pemilik
mengatakan bahwa perempuan itu lemah, Apa yang kita lihat secara biologis,
dan tidak memiliki jiwa kepemimpinan pria dan wanita itu berbeda, tapi Perbedaan
yang tinggi, dan dalam wawancara peneliti ini tidak boleh dijadikan alasan untuk
masih ada hak-hak perempuan yang tidak perlakuan yang berbeda antara kedua belah
dipenuhi seperti, upah yang tidak setara pihak. Dalam kehidupan nyata masyarakat
antara laki-laki dan perempuan. Fenomena- pada umumnya, tampaknya kedudukan
fenomena yang terjadi didalam lingkungan perempuan tidak sebaik laki-laki. Hal ini
pekerjaan ini berhubungan dengan teori
disebabkan adanya ideologi gender keluarga, kata mereka, dan ada juga yang
mengatur peran laki-laki dan perempuan berpendapat bahwa perempuan tidak boleh
secara berbeda, berdasarkan pemahaman menjadi pemimpin (bertanggung jawab).
tentang perbedaan biologis dan fisiologis
Kedua, ketimpangan pendapatan
antara pria dan wanita perempuan dalam
adalah bentuk diskriminasi gender terhadap
mendefinisikan peran mereka. Lihat
wanita. Karena perbedaan upah antara
penelitian sebelumnya mengungkapkan
perempuan menurut jenis kelamin
Perubahan yang terjadi karena generalisasi
pekerjaan yang dilakukan yang
ekonomi moneter yang dipaksakan, di
memberikan upah berbeda bagi perempuan
samping budaya patriarki untuk
dan laki-laki. Mereka yang harus memiliki
menimbulkan diskriminasi dalam
hak yang sama dalam pemberian upah dan
pekerjaan. Situasi ini diperparah oleh
kategori tidak peduli apa pekerjaannya, itu
system digunakan dalam masyarakat
harus selalu memiliki hak yang sama untuk
modern di tempat kerja. Di bawah pengaruh
dibayar dan tidak ada pembedaan.
modernitas, perempuan terpinggirkan di
sektor ketenagakerjaan, yang menyebabkan Kaetidakadilan/ Diskriminasi gender