Anda di halaman 1dari 8

Nama : Chelsea Chaylila Sofiah

Kelas : AK-46-01
NIM : 1402223276

- Soal I

1. Apakah yang dimaksud dengan dividen?

2. Jelaskan teori-teori mengenai dividen

3. Jelaskan kebijakan dividen yang dapat diambil oleh perusahaan

1. Dividen adalah pembagian keuntungan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai imbalan
atas kepemilikan saham mereka. Saat perusahaan mendapatkan laba, mereka memiliki pilihan untuk
menyisihkan sebagian dari laba tersebut untuk dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen.
Dividen dapat diberikan dalam bentuk uang tunai, saham tambahan, atau aset perusahaan lainnya.

2. Berikut adalah beberapa teori yang berkaitan dengan dividen:

a. Teori Relevansi Dividen: Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan memiliki
pengaruh terhadap nilai perusahaan. Menurut teori ini, investor memperhitungkan dividen saat menilai
investasi mereka, sehingga perusahaan harus memperhatikan kebijakan dividen yang tepat untuk
meningkatkan nilai perusahaan.

b. Teori Tidak Relevansi Dividen: Teori ini berpendapat bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak
mempengaruhi nilai perusahaan secara langsung. Menurut teori ini, investor dapat menciptakan
portofolio mereka sendiri untuk mendapatkan dividen yang diinginkan, sehingga perusahaan dapat
memilih kebijakan dividen apa pun tanpa mempengaruhi nilai perusahaan.

c. Teori Penggantian Dividen: Teori ini menyatakan bahwa investor lebih suka mendapatkan dividen
daripada mendapatkan capital gain. Menurut teori ini, investor mengharapkan dividen yang stabil dari
perusahaan dan akan menjual saham mereka jika perusahaan tidak membagikan dividen yang
diharapkan.

d. Teori Signal Dividen: Teori ini menganggap kebijakan dividen sebagai sinyal informasi bagi para
investor. Jika perusahaan meningkatkan dividen, hal ini dianggap sebagai tanda bahwa perusahaan
memiliki prospek yang baik. Sebaliknya, jika perusahaan mengurangi dividen atau tidak membagikan
dividen, hal ini dapat dianggap sebagai tanda bahwa perusahaan menghadapi masalah.

3. Kebijakan dividen yang dapat diambil oleh perusahaan antara lain:


a. Dividen Tunai: Perusahaan dapat membagikan dividen kepada pemegang saham dalam bentuk uang
tunai. Ini adalah bentuk dividen yang paling umum. Pemegang saham menerima pembayaran langsung
sesuai dengan jumlah saham yang mereka miliki.

b. Dividen Saham: Perusahaan dapat membagikan dividen dalam bentuk saham tambahan kepada
pemegang saham. Dalam hal ini, pemegang saham menerima saham tambahan secara proporsional
tergantung pada jumlah saham yang mereka miliki.

c. Dividen Khusus: Perusahaan dapat memberikan dividen khusus kepada pemegang saham dalam
situasi tertentu, seperti ketika perusahaan menerima keuntungan tidak terduga atau penjualan aset yang
signifikan.

d. Retensi Laba: Perusahaan juga dapat memilih untuk menahan sebagian atau seluruh laba mereka
untuk digunakan dalam pengembangan bisnis, investasi, atau membayar utang. Dalam hal ini,
perusahaan tidak membagikan dividen kepada pemegang saham dan memilih untuk memperkuat posisi
keuangannya.

Penting bagi perusahaan untuk mempertimbangkan kondisi keuangan, rencana investasi

- Soal II

1. Jelaskan mengenai struktur modal (capital structure)

2. Jelaskan teori-teori mengenai struktur modal

3. Jelaskan hubungan antara struktur modal dengan biaya modal (cost of capital)

4. Suatu perusahaan memiliki struktur modal sebagai berikut: hutang jangka Panjang = Rp. 200

miliar dan modal sendiri = Rp. 300 miliar. Jika biaya hutang (kd) = 8%, biaya modal sendiri (ke) =

15%, dan pajak adalah 30%, hitunglah biaya modal rata-rata tertimbang (WACC – weighted

average cost of capital)

1, Struktur modal (capital structure) mengacu pada kombinasi atau proporsi relatif antara sumber
pendanaan utang dan ekuitas yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai operasinya. Hal ini
mencerminkan bagaimana perusahaan mendapatkan dana untuk menginvestasikan dalam aset dan
proyek, serta bagaimana perusahaan mengelola risiko keuangan.

2. Berikut adalah beberapa teori yang berkaitan dengan struktur modal:

a. Teori Tradisional: Teori ini menyatakan bahwa struktur modal yang optimal adalah menggunakan
kombinasi hutang dan ekuitas yang menghasilkan biaya modal yang paling rendah. Teori ini tidak
mempertimbangkan risiko perusahaan.
b. Teori Teori Biaya Transaksi: Teori ini berfokus pada biaya yang terkait dengan pendanaan dan
perubahan struktur modal. Teori ini mengatakan bahwa terdapat biaya transaksi yang diperlukan untuk
memperoleh pendanaan baru atau mengubah struktur modal, dan perusahaan harus
mempertimbangkan biaya tersebut.

c. Teori Trade-Off: Teori ini mengatakan bahwa terdapat trade-off antara keuntungan menggunakan
hutang (seperti bunga yang dapat dikurangkan dari pajak) dengan risiko yang terkait dengan hutang
(seperti risiko kebangkrutan). Perusahaan harus mencari keseimbangan antara menggunakan hutang
untuk mengurangi biaya modal dan mempertahankan tingkat risiko yang dapat diterima.

d. Teori Signaling: Teori ini mengatakan bahwa struktur modal dapat digunakan sebagai sinyal informasi
bagi investor. Perusahaan yang menggunakan lebih banyak ekuitas dalam struktur modalnya dapat
memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam prospeknya.

3. Struktur modal dapat mempengaruhi biaya modal perusahaan. Penggunaan hutang dalam struktur
modal biasanya menghasilkan biaya modal yang lebih rendah karena bunga hutang dapat dikurangkan
dari pendapatan sebelum pajak, sehingga mengurangi beban pajak. Namun, risiko kebangkrutan juga
meningkat dengan meningkatnya hutang.

Biaya modal adalah tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham dan kreditur
sebagai imbalan atas investasi mereka. Struktur modal yang tepat dapat mempengaruhi biaya modal
secara keseluruhan. Jika perusahaan menggunakan hutang dalam proporsi yang optimal, biaya modal
dapat ditekan karena pengurangan pajak dari bunga hutang. Namun, jika struktur modal terlalu banyak
bergantung pada hutang, risiko kebangkrutan yang tinggi dapat meningkatkan biaya modal.

4. Untuk menghitung WACC (biaya modal rata-rata tertimbang), kita perlu memperhitungkan bobot
masing-masing sumber pendanaan dalam struktur modal perusahaan.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Hitung total struktur modal: Total Struktur Modal = Hutang Jangka Panjang + Modal Sendiri = Rp.
200 miliar + Rp. 300 miliar = Rp. 500 miliar

2. Hitung bobot hutang (WACC): Bobot Hutang = Hutang Jangka Panjang / Total Struktur Modal =
Rp. 200 miliar / Rp. 500 miliar = 0.4 (atau 40%)

3. Hitung bobot modal sendiri (WACC): Bobot Modal Sendiri = Modal Sendiri / Total Struktur Modal
= Rp. 300 miliar / Rp. 500 miliar = 0.6 (atau 60%)

4. Hitung biaya modal tertimbang (WACC): WACC = (Bobot Hutang * Biaya Hutang) + (Bobot Modal
Sendiri * Biaya Modal Sendiri) = (0.4 * 8%) + (0.6 * 15%) = 0.032 + 0.09 = 0.122 (atau 12.2%)

Jadi, biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) perusahaan adalah 12.2%.

- Soal III
1. Jelakan apa yang dimaksud dengan leverage, Degree of Operating Leverage, dan Degree of

Financial Leverage.

2. Hal apakah yang menentukan besaran leverage?

3. Jika diketahui data sebagai berikut:

2017 2018 2019 2020 2021 2022

Pendapatan 128.256,00 130.784,00 135.567,00 136.462,00 143.210,00 147.306,00

EBIT 41.776,00 59.181,00 64.832,00 72.080,00 75.723,00 78.992,00

EPS 147,40 182,03 188,40 210,01 249,94 209,49

Hitunglah Degree of Operating Leverage, Degree of Financial Leverage, dan Degree of Combined

Leverage.

Jawab :

1, Leverage mengacu pada penggunaan sumber daya yang dipinjam atau dana lainnya untuk
meningkatkan potensi keuntungan atau kerugian perusahaan. Dalam konteks keuangan, leverage terkait
dengan penggunaan hutang untuk membiayai operasi atau investasi perusahaan.

a. Degree of Operating Leverage (DOL): DOL mengukur sejauh mana perubahan pendapatan
perusahaan mempengaruhi perubahan laba operasional (EBIT). DOL dihitung dengan membagi
persentase perubahan EBIT dengan persentase perubahan pendapatan. DOL mencerminkan seberapa
sensitif laba operasional perusahaan terhadap perubahan pendapatan.

b. Degree of Financial Leverage (DFL): DFL mengukur sejauh mana perubahan laba operasional (EBIT)
mempengaruhi perubahan laba bersih perusahaan. DFL dihitung dengan membagi persentase
perubahan laba bersih dengan persentase perubahan EBIT. DFL mencerminkan pengaruh hutang
terhadap perubahan laba bersih.

2. Besaran leverage ditentukan oleh jumlah dan jenis sumber daya yang digunakan untuk membiayai
operasi atau investasi perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran leverage antara lain:

- Kebijakan keuangan perusahaan: Keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang atau modal
sendiri dalam struktur modalnya akan mempengaruhi besaran leverage.

- Tingkat bunga: Tingkat bunga yang dikenakan pada hutang akan mempengaruhi biaya keuangan
perusahaan dan dapat memperbesar leverage.

- Risiko: Tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan juga akan mempengaruhi keputusan
menggunakan hutang dan dapat mempengaruhi besaran leverage.
3. Berdasarkan data yang diberikan, kita dapat menghitung Degree of Operating Leverage (DOL), Degree
of Financial Leverage (DFL), dan Degree of Combined Leverage (DCL) sebagai berikut:

DOL = Perubahan EBIT / Perubahan Pendapatan

= (EBIT tahun 2022 - EBIT tahun 2017) / (Pendapatan tahun 2022 - Pendapatan tahun 2017)

= (78,992 - 41,776) / (147,306 - 128,256)

= 0.297

DFL = Perubahan EPS / Perubahan EBIT

= (EPS tahun 2022 - EPS tahun 2017) / (EBIT tahun 2022 - EBIT tahun 2017)

= (209.49 - 147.40) / (78,992 - 41,776)

= 1.17

DCL = DOL * DFL

= 0.297 * 1.17

= 0.3471

Jadi, Degree of Operating Leverage (DOL) adalah 0.297, Degree of Financial Leverage (DFL) adalah 1.17,
dan Degree of Combined Leverage (DCL) adalah 0.3471.

Soal IV

Jelaskan apa yang dimaksud dengan financial distress. Hal-hal apa yang menyebabkan terjadinya

financial distress? Jelaskan salah satu cara untuk mengukur financial distress, variabel apa saja yang

digunakan, bagaimana menentukan apakah suatu perusahaan mengalami financial distress.

Jawab :

Financial distress merujuk pada kondisi di mana perusahaan menghadapi kesulitan keuangan serius dan
memiliki kemungkinan untuk mengalami kebangkrutan. Hal ini ditandai dengan ketidakmampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan, seperti membayar utang atau bunga hutang.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress antara lain:

. Pengelolaan keuangan yang buruk: Pengelolaan keuangan yang tidak efektif, seperti kebijakan
pinjaman yang tidak tepat, pengeluaran yang berlebihan, atau ketidakmampuan untuk mengelola arus
kas dengan baik, dapat menyebabkan financial distress.
. Keuntungan yang menurun: Penurunan pendapatan atau laba yang signifikan dalam jangka panjang
dapat mengurangi kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan dan menyebabkan
financial distress.

. Hutang yang berlebihan: Mengandalkan hutang berlebihan dalam struktur modal perusahaan dapat
meningkatkan risiko financial distress, terutama jika perusahaan menghadapi kesulitan untuk memenuhi
pembayaran bunga dan pokok hutang.

. Perubahan dalam lingkungan bisnis: Faktor eksternal seperti perubahan kondisi pasar, persaingan yang
ketat, perubahan regulasi, atau perubahan teknologi dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan
dan menyebabkan financial distress.

Salah satu cara untuk mengukur financial distress adalah dengan menggunakan model prediktif. Salah
satu model yang umum digunakan adalah Altman's Z-Score. Model ini memperhitungkan beberapa
variabel keuangan untuk memprediksi risiko financial distress. Variabel yang digunakan dalam model ini
antara lain:

. Working Capital / Total Assets (Modal Kerja / Total Aset): Mengukur likuiditas dan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.

. Retained Earnings / Total Assets (Laba Ditahan / Total Aset): Mengukur kinerja keuangan perusahaan
dalam menghasilkan laba yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban.

. Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets (Laba Operasi Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset):
Mengukur profitabilitas operasional perusahaan dalam hubungannya dengan ukuran aset.

. Market Value of Equity / Total Liabilities (Nilai Pasar Ekuitas / Total Liabilitas): Mengukur rasio ekuitas
terhadap utang dan memberikan gambaran tentang risiko keuangan.

. Sales / Total Assets (Penjualan / Total Aset): Mengukur efisiensi perusahaan dalam menghasilkan
pendapatan dari aset yang dimiliki.

Untuk menentukan apakah suatu perusahaan mengalami financial distress, dapat dilakukan dengan
membandingkan nilai Z-Score yang dihasilkan dari model Altman's Z-Score dengan nilai ambang batas
tertentu. Jika nilai Z-Score berada di bawah ambang batas, maka itu menunjukkan adanya potensi
financial distress.

Soal V

Jika diketahui data sebagai berikut:

Tahun 0 1 2 3 4 5

Cash Flow -5.000 1.500 1.500 1.500 1.000 1.000


DIketahui juga tingkat discount sebesar 12%.

Hitung:

1. NPV

2. IRR, baik dengan cara pendekatan maupun dengan cara past

Jawab :

Untuk menghitung Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR), kita akan menggunakan
data cash flow yang diberikan dan tingkat diskonto sebesar 12%.

- NPV (Net Present Value):

NPV menghitung selisih antara nilai sekarang dari aliran kas masuk (positif) dan aliran kas keluar (negatif)
dari suatu proyek. Dalam perhitungan NPV, aliran kas pada setiap periode dikurangi dengan nilai
sekarangnya.

Dalam hal ini, tingkat diskonto adalah 12%. Untuk menghitung NPV, kita perlu mengalikan setiap aliran
kas dengan faktor diskonto yang sesuai untuk setiap periode dan menjumlahkannya.

NPV = CF0 + (CF1 / (1 + r)^1) + (CF2 / (1 + r)^2) + (CF3 / (1 + r)^3) + (CF4 / (1 + r)^4) + (CF5 / (1 + r)^5)

= -5,000 + (1,500 / (1 + 0.12)^1) + (1,500 / (1 + 0.12)^2) + (1,500 / (1 + 0.12)^3) + (1,000 / (1 + 0.12)^4) +


(1,000 / (1 + 0.12)^5)

Setelah menghitung dengan menggunakan kalkulator atau spreadsheet, hasil NPV adalah sebesar sekitar
Rp. 661.18.

- IRR (Internal Rate of Return):

IRR adalah tingkat pengembalian di mana NPV suatu proyek menjadi nol. Dalam hal ini, kita perlu
mencari tingkat diskonto yang membuat NPV menjadi nol.

a. Pendekatan pendekatan: Untuk mencari IRR dengan pendekatan ini, kita menguji beberapa tingkat
diskonto yang berbeda sampai NPV menjadi nol atau mendekati nol. Dalam hal ini, kita dapat
menggunakan metode uji coba dan kesalahan atau mencoba interpolasi.

Dengan menggunakan metode uji coba, mencoba tingkat diskonto yang berbeda, ditemukan bahwa
dengan tingkat diskonto sekitar 8,38%, NPV mendekati nol. Jadi, pendekatan pendekatan menghasilkan
IRR sekitar 8,38%.
b. Pendekatan pasti: Pendekatan pasti menggunakan rumus matematis untuk menghitung IRR. Dalam
kasus ini, kita dapat menggunakan rumus aljabar atau menggunakan fungsi IRR pada kalkulator atau
spreadsheet. Dalam hal ini, IRR sekitar 8,38%.

Jadi, NPV sebesar sekitar Rp. 661,18 dan IRR sekitar 8,38%.

Anda mungkin juga menyukai