Anda di halaman 1dari 48

TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN

CORPORATE VALUATION

BIAYA MODAL DAN NILAI PERUSAHAAN

KELOMPOK 4

PENYAJI

1. I PUTU GEDE RAKA BASKARA K.P. (1980611-001)


2. DENY SETIAWAN (1980611-003)
3. ASMALUDDIN (1980611-017)
4. I MADE MANU PARISUDA (1980611-019)
5. I KADEK WIWEKA PRADNYANA (1980611-020)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
BAB 10

BIAYA MODAL

A. TINJAUAN BIAYA MODAL (COST OF CAPITAL)


Biaya modal adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk
memperoleh dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, maupun
laba ditahan untuk mendanani suatu investasi atau operasional perusahaan. Penentuan
besarnya biaya modal ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa besarnya biaya riil
yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh dana yang diperlukan.
Perhitungan penggunaan biaya modal sangatlah penting, dengan alasan sebagai
berikut:
 Memaksimalkan nilai perusahaan yang mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya
modal) diminimalkan.
 Keputusan penganggaran modal (capital budgetting) yang memerlukan suatu
estimasi tentang biaya modal.
 Keputusan-keputusan lain seperti leasing modal kerja juga memerlukan estimasi
biaya modal.

Biaya modal merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena dapat
menunjukkan tingkat minimum laba investasi yang harus diproleh dari investasi
tersebut. Jika investasi itu tidak dapat menghasilkan laba investasi sekurang-kurangnya
sebesar biaya yang ditanggung, maka investasi itu tidak perlu dilakukan. Lebih
mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang akan dihimpun untuk
melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa biaya modal suatu perusahaan
adalah bagian (suku rate) yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan
pada para investornya pada tingkat risiko tertentu.
Jenis-jenis biaya modal:
1. Biaya modal individual
Biaya modal dapat dihitung berdasarkan biaya untuk masing-masing sumber dana.
Biaya modal individual terdiri dari:
a. Biaya modal hutang:
 Jangka pendek
 Jangka panjang
b. Biaya modal saham preferen
c. Biaya modal ekuitas biasa:
 Saham biasa
 Laba ditahan
2. Biaya modal keseluruhan
Apabila perusahaan menggunakan beberapa sumber modal (asing dan individual)
maka biaya modal yang dihitung adalah biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted
Average Cost of Capital/WACC) dari seluruh modal yang digunakan.
Konsep biaya modal berhubungan erat dengan konsep pengertian tingkat
keuntungan yang disyaratkan (required rate of return).  Tingkat keuntungan yang
disyaratkan sebenarnya dapat dilihat dari dua pihak yaitu sisi investor dan perusahaan.
Dari sisi investor, tinggi rendahnya required rate of return merupakan tingkat
keuntungan (rate of return) yang mencerminkan tingkat resiko dari aktiva yang
dimiliki. Sedangkan bagi perusahaan yang menggunakan dana (modal),
besarnya required rate of return merupakan biaya modal (cost of capital) yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan modal tersebut. Biaya modal biasanya digunakan
sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau ditolaknya suatu usulan investasi
(sebagai discount rate), yaitu dengan membandingkan tingkat keuntungan (rate of
return) dari usulan investasi tersebut dengan biaya modalnya.
Variabel-variabel yang mempengaruhi biaya modal:
 Keadaan-keadaan umum perekonomian. Hal ini menentukan tingkat bebas risiko
atau tingkat hasil tanpa risiko.
 Daya jual saham suatu perusahaan. Jika daya jual saham meningkat, maka tingkat
hasil minimum para investor akan turun dan biaya modal perusahaaan akan rendah.
 Keputusan-keputusan operasi dan pembiayaan yang dibuat manajemen. Jika
manajemen menyetujui penanaman modal berisiko tinggi atau memanfaatkan utang
dan saham khusus secara ekstensif, maka tingkat risiko perusahaan bertambah. Para
investor selanjutnya meminta tingkat hasil minimum yang lebih tinggi sehingga
biaya modal perusahaan meningkat pula.
 Besarnya pembiayaan yang diperlukan. Permintaan modal dalam jumlah besar akan
meningkatkan biaya modal perusahaan.
Asumsi-asumsi dalam model biaya modal diantaranya:
 Risiko bisnis bersifat konstan
Risiko bisnis merupakan potensi tingkat perubahan return atas suatu
investasi. Tingkat risiko bisnis dalam suatu perusahaan ditentukan dengan
kebijakan manajemen investasi. Biaya modal merupakan suatu kriteria
investasi yang hanya tepat untuk suatu investasi yang memiliki risiko bisnis
setingkat dengan aktiva-aktiva yang telah ada.

 Risiko keuangan bersifat konstan


Risiko keuangan didefinisikan sebagai peningkatan variasi return atas
saham umum karena bertambahnya pemanfaatan sumber pembiayaan hutang dan
saham istimewa. Biaya modal dari sumber individual merupakan fungsi dari
struktur keuangan berjalan.

 Kebijakan dividen bersifat konstan


Asumsi ini diperlukan dalam menaksir biaya modal yang berkenaan dengan
kebijakan dividen perusahaan. Asumsi ini menyatakan bahwa rasio pembayaran
dividen (dividen/laba bersih) juga konstan.

B. BIAYA MODAL RATA-RATA TERTIMBANG (THE WEIGHTED AVERAGE


COST OF CAPITAL / WACC)

Biaya modal secara keseluruhan merupakan biaya modal yang


memperhitungkan seluruh biaya atas modal yang digunakan oleh perusahaan. Karena
biaya modal dari masing-masing sumber dana berbeda-beda, maka untuk menetapkan
biaya modal dari perusahaan secara keseluruhan perlu dihitung biaya modal rata-rata
tertimbangnya (Weighted Average Cost of Capital / WACC). WACC adalah rata-rata
tertimbang biaya-biaya komponen hutang, saham preferen dan ekuitas biasa. Sebagai
unsur penimbangnya adalah proporsi dana bagi setiap jenis atau sumber modal yang
digunakan dalam investasi proyek tersebut.
Konsep biaya modal perusahaan secara keseluruhan (overall cost of capital)
bermanfaat dalam penilaian usulan investasi jangka panjang. Misalnya,
dalam menentukan proyek investasi yang harus diambil dapat ditentukan
dengan membandingkan besarnya biaya modal yang harus dikeluarkan (cost of capital)
dengan tingkat keuntungan yang diperoleh pada masa akan datang. Jika pembiayaan
suatu investasi berasal dari berbagai sumber pendanaan, maka biaya modal dihitung
berdasarkan rumus rata-rata tertimbang (WACC):

Keterangan:

wd : Proporsi/persentase hutang

wps : Proporsi/persentase saham preferen

wce : Proporsi/persentase ekuitas (saham biasa dan laba ditahan)

rd : Biaya komponen hutang

rps : Biaya komponen saham preferen

rs : Biaya komponen ekuitas (saham biasa dan laba ditahan)

T : Pajak (tax)

C. BIAYA HUTANG

Biaya hutang (rd) dapat didefinisikan sebagai bagian yang harus diterima dari
suatu investasi agar tingkat hasil minimum para kreditor terpenuhi. Jika perusahaan
menggunakan obligasi sebagai sarana untuk memperoleh dana dari hutang jangka
panjang, maka biaya hutang adalah sama dengan rd. Langkah pertama dalam
memperkirakan biaya hutang adalah menentukan tingkat pengembalian yang
dibutuhkan oleh debtholders, atau rd.
Biaya hutang setelah pajak, rd (1-T); digunakan untuk menghitung biaya rata-
rata tertimbang modal. Hal ini karena kita ingin memaksimalkan nilai saham perusahaan
dan harga saham bergantung pada arus kas setelah pajak.

Contoh:
Jika NCC dapat meminjam pada tingkat bunga 11 persen, memiliki tingkat pajak federal
plus negara sebesar 40 persen, maka biaya hutang setelah pajak adalah:
rd (1-T) = 11% (1 - 0,4) = 11% (0,6) = 6,6%
D. BIAYA SAHAM PREFEREN

Biaya saham preferen (rps) dapat didefinisikan sebagai tingkat pengembalian


yang diminta para investor dari saham preferen perusahaan dihitung dari dividen
preferen dibagi dengan harga saat ini. Sejumlah perusahaan, menggunakan saham
preferen sebagai bagian dari bauran pembiayaan permanen mereka. Dividen yang
dipilih tidak dapat dikurangkan dari pajak. Oleh karena itu, perusahaan menanggung
biaya penuh dan tidak ada penyesuaian pajak yang digunakan ketika menghitung biaya
saham preferen. Perhatikan juga bahwa sementara beberapa preferensi diterbitkan tanpa
tanggal jatuh tempo yang dinyatakan, hari ini sebagian besar memiliki dana cadangan
yang secara efektif membatasi hidup mereka. Akhirnya, meskipun tidak wajib bahwa
dividen yang disukai dibayarkan, perusahaan umumnya tetap memiliki niat untuk
melakukannya. Hal ini dikarenakan:

 Mereka tidak dapat membayar dividen pada saham biasa mereka


 Mereka akan merasa kesulitan untuk mengumpulkan dana tambahan di pasar modal
 Dalam beberapa kasus pemegang saham preferen dapat mengambil kendali
perusahaan.

Biaya komponen saham preferen (rps) yang digunakan untuk menghitung biaya rata-rata
tertimbang modal, adalah dividen pilihan (Dps) dibagi dengan harga penerbitan bersih
(Pn), yang merupakan harga yang diterima perusahaan setelah dikurangi biaya
pengapungan:

Biaya flotasi untuk saham preferen lebih tinggi daripada untuk utang. Oleh karena itu,
dimasukkan ke dalam formula untuk biaya saham preferen.

Contoh:

Asumsikan bahwa NCC memiliki saham preferen yang membayar dividen $ 10 per saham
dan menjual seharga $ 100 per saham. Jika NCC mengeluarkan saham preferen baru, maka
akan menimbulkan biaya underwriting (flotasi) sebesar 2,5 persen atau $ 2,50 per saham.
Sehingga akan menghasilkan $ 97,50 per saham. Oleh karena itu, diperoleh biaya saham
preferen NCC adalah: rps = $ 10 / $ 97,50 = 10,3%
E. BIAYA SAHAM BIASA

Biaya saham biasa merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk


memperoleh dana dengan menjual saham biasa atau menggunakan laba ditahan untuk
investasi. Biaya modal saham biasa dan laba ditahan atau sering disatukan menjadi
biaya modal sendiri (biaya ekuitas) atau kadang-kadang disebut biaya modal saham
biasa saja. Sehingga biaya modal ekuitas juga bisa diartikan sama, yaitu biaya yang
dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh dana dengan menjual saham biasa atau
menggunakan laba ditahan untuk investasi. Perusahaan dapat membagikan laba setelah
pajak yang diperoleh sebagai dividen atau menahannya dalam bentuk laba ditahan. Laba
ditahan yang digunakan untuk investasi kembali tersebut perlu diperhitungkan biaya
modalnya.
Perusahaan dapat meningkatkan ekuitas dengan dua cara, yaitu:

 Secara langsung, dengan menerbitkan saham baru


 Secara tidak langsung, dengan mempertahankan laba

Ada tiga metode biasanya digunakan untuk menghitung biaya saham biasa
(biaya ekuitas):

 Model pendekatan penetapan harga aset modal (Capital Asset Pricing Model /
CAPM)
 Metode diskonto arus kas (Discounted Cash Flow / DCF)
 Pendekatan obligasi plus premi risiko (Bond Yield Plus Risk Premium)

Metode-metode ini tidak eksklusif satu sama lain. Artinya, tidak ada metode yang
mendominasi yang lain dan semuanya dapat dikesampingkan ketika digunakan dalam
praktik. Oleh karena itu, ketika dihadapkan dengan tugas memperkirakan biaya ekuitas
perusahaan, biasanya dapat menggunakan ketiga metode ini dan kemudian memilih satu
diantaranya berdasarkan kepercayaan pada data yang digunakan untuk masing-masing
dalam kasus tertentu yang dihadapi.

F. METODE PENDEKATAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM)

Untuk memperkirakan biaya saham biasa menggunakan Capital Asset Pricing


Model (CAPM) dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perkirakan tingkat bebas risiko (rRF).
2. Perkirakan premi risiko pasar yang diharapkan saat ini (RP M), yang merupakan
pengembalian pasar yang diharapkan dikurangi dengan tingkat bebas risiko.
3. Perkirakan koefisien beta saham (bi), dan gunakan sebagai indeks risiko saham ( i
menandakan beta perusahaan ith).
4. Ganti nilai-nilai sebelumnya ke dalam persamaan CAPM untuk memperkirakan
tingkat pengembalian yang diperlukan pada saham yang dimaksud dengan
menggunakan persamaan:

Persamaan 10-3 menunjukkan bahwa estimasi CAPM rs dimulai dengan tingkat


bebas risiko (rRF), yang ditambahkan premi risiko yang ditetapkan sama dengan premi
risiko di pasar (RPM), ditingkatkan atau diturunkan untuk mencerminkan risiko saham
tertentu diukur dengan koefisien beta-nya (bi).

Contoh:

Untuk menggambarkan pendekatan CAPM untuk NCC, asumsikan bahwa rRF 8%, RPM
6%, dan bi 1,1, menunjukkan bahwa NCC agak lebih berisiko daripada rata-rata. Oleh
karena itu, biaya ekuitas NCC adalah:

rs = 8% + (6%) (1,1) = 8% + 6,6% = 14,6%

Perlu dicatat bahwa meskipun pendekatan CAPM tampaknya menghasilkan


estimasi rs yang akurat, namun sulit untuk mengetahui estimasi input yang benar yang
diperlukan untuk mengoperasikannya, karena:

 Sulit untuk memperkirakan secara tepat beta yang investor harapkan dari perusahaan
untuk dimiliki di masa depan.
 Sulit untuk memperkirakan premi risiko pasar.

Meskipun mengalami kesulitan-kesulitan di atas, survei menunjukkan bahwa CAPM


adalah pilihan yang disukai untuk sebagian besar perusahaan.
G. METODE PENDEKATAN DIVIDEND YIELD PLUS GROWTH RATE atau
DISCOUNTED CASH FLOW (DCF)

Telah diketahui bahwa jika dividen diharapkan tumbuh pada tingkat yang
konstan, maka harga suatu saham adalah:

Keterangan:

P0 : Harga saham saat ini

D1 : Dividen yang diharapkan akan dibayarkan pada akhir tahun 1

rs : Tingkat pengembalian yang diperlukan

Kita dapat mencari nilai rs untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang diperlukan
atas ekuitas biasa, bagi investor marjinal juga sama dengan tingkat pengembalian yang
diharapkan:

Dengan demikian, investor berharap untuk menerima hasil dividen (D 1/P0),


ditambah capital gain (g), untuk total pengembalian yang diharapkan dari ŕs. Dalam
kesetimbangan pengembalian yang diharapkan ini juga sama dengan pengembalian
yang disyaratkan (rs). Metode untuk memperkirakan biaya ekuitas ini disebut metode
arus kas yang didiskontokan atau DCF. Untuk selanjutnya, diasumsikan bahwa pasar
berada pada ekuilibrium, maka rs = ŕs. Sehingga kita dapat menggunakan istilah rs dan ŕs
secara bergantian.

1. Memperkirakan Input Untuk Pendekatan DCF

Ada tiga input yang diperlukan untuk menggunakan pendekatan DCF, yaitu:

 Harga saham saat ini


 Dividen saat ini
 Pertumbuhan yang diharapkan dalam dividen

Dari input ini, tingkat pertumbuhan merupakan yang paling sulit untuk
diperkirakan. Berikut pendekatan yang paling umum digunakan untuk memperkirakan
tingkat pertumbuhan:

 Tingkat pertumbuhan historis

Tujuannya adalah untuk mencari tingkat pertumbuhan dividen masa depan


yang diharapkan investor. Jika tingkat pertumbuhan masa lalu stabil, maka
investor mungkin mendasarkan harapan masa depan pada tren masa lalu. Ini
adalah proposisi yang masuk akal, akan tetapi jarang ditemukan kestabilan
historis. Oleh karena itu, penggunaan tingkat pertumbuhan historis dalam analisis
DCF harus diterapkan dengan penilaian dan juga digunakan jika sama sekali ada
hubungannya dengan metode estimasi pertumbuhan lainnya.

 Model pertumbuhan retensi

Sebagian besar perusahaan membayar sebagian dari laba bersihnya


sebagai dividen dan menginvestasikan kembali atau mempertahankan sisanya.
Rasio pembayaran adalah persentase dari laba bersih yang dibayarkan perusahaan
sebagai dividen yang didefinisikan sebagai total dividen dibagi dengan laba
bersih. Rasio retensi adalah pelengkap rasio pembayaran:

Rasio retensi = 1 - Rasio pembayaran

ROE (Return on Equity) adalah laba atas ekuitas, didefinisikan sebagai


laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dibagi dengan ekuitas
biasa. Diasumsikan bahwa tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan tergantung
pada jumlah laba bersih yang dipertahankan dan tingkat yang diperolehnya dari
retensi. Dengan menggunakan asumsi ini, dapat dituliskan model pertumbuhan
retensi:

Persamaan 10-6 menghasilkan tingkat pertumbuhan yang konstan. Akan


tetapi ketika menggunakannya secara implikasi membuat empat asumsi penting:
 Mengharapkan tingkat pembayaran, dan dengan demikian tingkat retensi tetap
konstan.
 Mengharapkan pengembalian atas investasi baru akan tetap konstan.
 Perusahaan tidak diharapkan untuk mengeluarkan saham biasa yang baru, atau
jika ya, maka saham baru ini akan dijual dengan harga yang sama dengan nilai
bukunya.
 Proyek di masa depan diharapkan memiliki tingkat risiko yang sama dengan
aset perusahaan yang ada.

Contoh:

NCC telah memiliki pengembalian rata-rata ekuitas sekitar 14,5 persen selama 15
tahun terakhir. ROE relatif stabil, tetapi meskipun demikian berkisar antara 11,0
persen sampai 17,6 persen. Selain itu, tingkat pembayaran dividen NCC rata-rata
0,52 selama 15 tahun terakhir, sehingga tingkat retensi rata-rata 1,0 - 0,52 = 0,48.
Menggunakan Persamaan 10-6, dapat diperkirakan g menjadi:

g = 14,5% (0,48) = 7%

 Perkiraan analis

Analis mempublikasikan estimasi tingkat pertumbuhan pendapatan untuk


sebagian besar perusahaan publik yang lebih besar. Beberapa perusahaan
menyusun ramalan analis secara berkala dan memberikan informasi ringkasan
seperti median dan kisaran perkiraan yang diikuti secara luas perusahaan. Tingkat
pertumbuhan pendapatan ini sering digunakan sebagai perkiraan tingkat
pertumbuhan dividen. Namun, ramalan ini sering melibatkan pertumbuhan yang
tidak konstan. Sebagai contoh, beberapa analis memperkirakan bahwa NCC akan
memiliki tingkat pertumbuhan tahunan 10,4 persen dalam pendapatan dan dividen
selama lima tahun ke depan, tetapi tingkat pertumbuhan setelah lima tahun
sebesar 6,5 persen. Perkiraan pertumbuhan non-konstan ini dapat digunakan untuk
mengembangkan tingkat pertumbuhan konstan proksi.

Contoh:

Pada kasus NCC, diasumsikan tingkat pertumbuhan 10,4 persen selama 5 tahun
diikuti oleh tingkat pertumbuhan 6,5 persen selama 45 tahun. Ditimbang
pertumbuhan jangka pendek sebesar 5/50 = 10% dan pertumbuhan jangka panjang
sebesar 45/50 = 90%. Ini menghasilkan tingkat pertumbuhan rata-rata:

0,10 (10,4%) + 0,90 (6,5%) = 6,9%

Daripada mengubah estimasi pertumbuhan tidak konstan menjadi perkiraan


tingkat pertumbuhan rata-rata, maka dimungkinkan untuk menggunakan estimasi
pertumbuhan tidak konstan secara langsung dengan memperkirakan pengembalian
yang diperlukan pada saham biasa. Jika tingkat pertumbuhan pendapatan dan
dividen relatif stabil di masa lalu dan investor mengharapkan tren ini berlanjut,
maka tingkat pertumbuhan yang disadari di masa lalu dapat digunakan sebagai
perkiraan tingkat pertumbuhan yang diharapkan di masa depan.

2. Ilustrasi Untuk Pendekatan DCF

Ilustrasi pendekatan arus kas yang didiskon untuk menggambarkan


pendekatan DCF sebagai berikut:

Misalkan saham NCC dijual seharga $ 32; dividen yang diharapkan berikutnya
adalah $ 2,40; dan tingkat pertumbuhan yang diharapkan adalah 7 persen. Tingkat
pengembalian dan ekspektasi NCC adalah sama, maka didapat saham biasa:

rs = ŕs = ($ 2,40 / $ 32,00) + 7,0% = 7,5% + 7,0% = 14,5 %

3. Mengevaluasi Metode Untuk Memperkirakan Pertumbuhan

Perhatikan bahwa pendekatan DCF menyatakan biaya ekuitas biasa sebagai


hasil dividen (dividen yang diharapkan dibagi dengan harga saat ini) ditambah
tingkat pertumbuhan. Hasil dividen dapat diperkirakan dengan tingkat kepastian
yang tinggi, tetapi ketidakpastian dalam estimasi pertumbuhan menyebabkan
ketidakpastian dalam estimasi biaya DCF. Telah dibahas tiga metode untuk
memperkirakan pertumbuhan di masa depan, yaitu tingkat pertumbuhan historis,
model pertumbuhan retensi, dan perkiraan analis. Dari ketiga metode ini, penelitian
telah menunjukkan bahwa perkiraan analis biasanya merupakan sumber data laju
pertumbuhan terbaik untuk perkiraan biaya modal DCF.
H. METODE PENDEKATAN IMBAL HASIL OBLIGASI PLUS PREMI RISIKO
(BOND YIELD PLUS RISK PREMIUM)

Dalam situasi dimana input yang dapat diandalkan bagi pendekatan CAPM
maupun DCF tidak tersedia, maka analis sering menggunakan prosedur yang sedikit
lebih subjektif untuk mengestimasi biaya ekuitas. Analisis hanya menambahkan premi
risiko penilaian 3 hingga 5 poin persentase ke tingkat bunga dari hutang jangka panjang
perusahaan sendiri. Perusahaan dengan utang berisiko tinggi, berperingkat rendah, suku
bunga tinggi dan berisiko, juga akan memiliki biaya ekuitas yang tinggi dan berisiko,
dan prosedur yang menjadi dasar dari biaya ekuitas pada biaya utang perusahaan yang
dapat diamati dengan mudah memang menggunakan logika tersebut.

Dalam pendekatan ini, obligasi menghasilkan premi risiko obligasi. Obligasi


NCC memiliki yield 11,0 persen. Jika premi risiko obligasi adalah 3,7 persen, maka
estimasi biaya ekuitasnya adalah:

rs = bond yield + risk premium = 11,0% + 3,7% = 14,7%

Karena premi risiko 3,7 persen adalah estimasi berdasarkan perkiraan, maka estimasi
nilai rs juga didasarkan atas perkiraan. Secara empiris menunjukkan bahwa premi risiko
atas imbal hasil obligasi perusahaan sendiri umumnya berkisar antara 3 hingga 5 poin
persen, dan mendapatkan nilai mendekati 3 persen. Dengan rentang yang begitu besar,
metode ini tidak mungkin menghasilkan biaya ekuitas yang tepat. Namun, dapat
memberikan gambaran kasar yang benar.

I. PERBANDINGAN METODE CAPM, DCF, dan BOND YIELD PLUS RISK


PREMIUM

Di atas telah dibahas tiga metode untuk memperkirakan pengembalian yang


diperlukan atas saham biasa. Sebagai contoh untuk NCC, estimasi CAPM adalah 14,6
persen, estimasi pertumbuhan konstan DCF adalah 14,5 persen, dan imbal hasil obligasi
plus premi risiko adalah 14,7 persen. Rata-rata keseluruhan dari ketiga metode ini
adalah:

(14,6% + 14,5% + 14,7%) / 3 = 14,6%


Hasil ini luar biasa konsisten, sehingga akan membuat sedikit perbedaan mana yang
akan digunakan. Namun, jika metode tersebut menghasilkan estimasi yang sangat
bervariasi, maka seorang analis keuangan harus menggunakan penilaiannya mengenai
manfaat relatif dari masing-masing estimasi dan kemudian memilih estimasi yang
tampaknya paling masuk akal dalam keadaan tersebut.

Survei terbaru menemukan bahwa pendekatan CAPM sejauh ini merupakan


metode yang paling banyak digunakan. Meskipun sebagian besar perusahaan
menggunakan lebih dari satu metode, hampir 74 persen responden dalam satu survei
dan 85 persen dalam yang lain, menggunakan CAPM. Ini sangat kontras dengan survei
1982, yang menemukan bahwa hanya 30 persen dari responden menggunakan CAPM.
Sekitar 16 persen sekarang menggunakan pendekatan DCF, turun dari 31 persen pada
tahun 1982. Imbal hasil obligasi plus premi risiko digunakan terutama oleh perusahaan
yang tidak diperdagangkan secara publik. Orang yang berpengalaman dalam
memperkirakan biaya ekuitas mengakui bahwa analisis yang cermat dan penilaian yang
baik sangat diperlukan.

J. COMPOSITE, RATA-RATA TERTIMBANG, BIAYA MODAL, WACC

Setiap perusahaan memiliki struktur modal optimal yang didefinisikan sebagai


campuran utang, preferensi, dan ekuitas bersama yang menyebabkan harga sahamnya
dimaksimalkan. Oleh karena itu, dalam memaksimalkan nilai, sebuah perusahaan akan
menetapkan target optimal struktur modal dan kemudian meningkatkan modal baru
dengan cara akan menjaga struktur modal aktual sesuai target seiring berjalannya waktu.
Pada bagian ini diasumsikan bahwa perusahaan telah mengidentifikasi struktur modal
yang optimal dan akan digunakan sebagai target, serta pembiayaan tetap konstan pada
target. Proporsi target utang, saham preferen, dan ekuitas bersama, dengan komponen
biaya modal, digunakan untuk menghitung WACC perusahaan.

Sebagai ilustrasi, misalkan NCC memiliki struktur modal target yang menuntut
30 persen utang, 10 persen saham preferen, dan 60 persen ekuitas biasa. Biaya utang
sebelum pajaknya (rd) adalah 11 persen; biaya hutang setelah pajak (rd (1 - T)) adalah
11% (0,6) = 6,6%; biaya saham preferen (rps) adalah 10,3 persen; biaya ekuitasnya (rs)
adalah 14,6 persen; tarif pajak marjinalnya adalah 40 persen; dan semua ekuitas baru
akan berasal dari laba ditahan. Dari data tersebut dapat dihitung biaya modal rata-rata
tertimbang NCC, yaitu WACC sebagai berikut:

WACC = 0,3 (11,0%) (0,6) + 0,1 (10,3%) + 0,6 (14,6%) = 11,76% = 11,8%

Di sini wd, wps, dan wce adalah persentase yang digunakan untuk hutang, preferen, dan
ekuitas. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa, setiap modal baru yang
diperoleh NCC (dalam dollar) terdiri dari 30 sen utang dengan biaya setelah pajak 6,6
persen, 10 sen saham preferen dengan biaya 10,3 persen, dan 60 sen ekuitas biasa
dengan biaya 14,6 persen. Biaya rata-rata setiap dolar, WACC, adalah 11,8 persen.

K. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA MODAL RATA-RATA


TERTIMBANG (WACC)
a. Faktor-faktor Yang Tidak Dapat Dikendalikan Perusahaan

Ada tiga faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan, yaitu:

 Tingkat Suku Bunga

Jika suku bunga dalam perekonomian meningkat, maka biaya hutang naik
karena perusahaan harus membayar bunga obligasi kepada pemegang obligasi
lebih tinggi untuk mendapatkan modal utang (pinjaman). Perlu diingat dalam
CAPM, bahwa suku bunga yang lebih tinggi akan meningkatkan biaya ekuitas
dan pilihan. Penurunan suku bunga dapat mengurangi biaya hutang dan modal
ekuitas untuk semua perusahaan, yang mendorong investasi tambahan. Suku
bunga yang lebih rendah juga memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk
bersaing lebih efektif dengan perusahaan-perusahaan lainnya, yang di masa lalu
menikmati biaya modal yang relatif rendah.

 Premium Risiko Pasar

Risiko yang dirasakan melekat pada saham dan keengganan investor


untuk mengambil risiko menentukan premi risiko pasar. Perusahaan individual
tidak memiliki kontrol atas faktor ini, akan tetapi itu mempengaruhi biaya
ekuitas.

 Tarif Pajak

Tarif pajak digunakan dalam perhitungan komponen biaya hutang dan


memiliki pengaruh penting pada biaya modal. Secara tidak langsung tarif pajak
juga mempengaruhi biaya modal. Misalnya, menurunkan tarif pajak atas dividen
dan keuntungan atas penghasilan bunga membuat saham relatif lebih menarik,
hal ini akan mengurangi biaya ekuitas relatif terhadap utang dan WACC.

b. Faktor-faktor Yang Dapat Dikendalikan Perusahaan

Ada tiga faktor yang dapat dikendalikan oleh perusahaan, yaitu:

 Kebijakan struktur modal

Diasumsikan bahwa perusahaan memiliki sasaran struktur modal yang


sudah ada dan dengan menggunakan persentase nilai berdasarkan struktur
sasaran tersebut untuk menghitung WACC perusahaan. Akan tetapi, jika
perusahaan dapat mengubah sasaran struktur modalnya, maka persentase nilai
yang digunakan untuk menghitung WACC juga akan berubah. Jika biaya hutang
setelah pajak lebih rendah dari biaya ekuitas, maka kenaikan dalam rasio hutang
sasaran cendrung akan menurunkan WACC dan sebaliknya jika terjadi
penurunan rasio hutang. Namun demikian, kenaikan dalam penggunaan hutang
akan meningkatkan tingkat risiko dari hutang maupun ekuitas, dan kenaikan
komponen-komponen biaya ini akan dapat menutupi pengaruh perubahan
persentase nilai dan menyebabkan WACC tidak berubah bahkan lebih tinggi.

 Kebijakan dividen

Kebijakan dividen mempengaruhi jumlah laba ditahan yang tersedia bagi


perusahaan, sehingga timbul kemungkinan untuk menjual saham baru dan
menanggung biaya emisi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio
pembayaran dividen, makan semakin kecil tambahan atas laba ditahan dan biaya
ekuitas akan semakin tinggi demikian juga untuk WACC-nya.
 Kebijakan investasi (penganggaran modal)

Kebijakan investasi dapat mempengaruhi biaya modal perusahaan. Pada


saat memperkirakan biaya modal, kita akan menggunakan tingkat pengembalian
yang diminta atas saham dan obligasi perusahaan yang beredar sebagai titik
awal. Tingkat biaya ini mencerminkan tingkat risiko asset yang dimiliki oleh
perusahaan. Oleh karena itu, secara implisit dapat diasumsikan bahwa modal
baru akan diinvestasikan dalam aset dengan tingkat risiko yang sama dengan
aset yang ada. Asumsi ini umumnya benar, karena sebagian besar perusahaan
berinvestasi dalam aset yang mirip dengan yang mereka gunakan saat ini.
Namun, akan salah jika perusahaan secara dramatis mengubah kebijakan
investasinya dalam lini usaha yang baru dan berisiko, maka biaya komponen
hutang dan ekuitas perusahaan dan WACC akan meningkat.

L. MENYESUAIKAN BIAYA MODAL UNTUK RISIKO

Biaya modal mencerminkan risiko rata-rata dan struktur modal keseluruhan dari
seluruh perusahaan. Banyak perusahaan menggunakan CAPM untuk memperkirakan
biaya modal untuk divisi tertentu.

Contoh:

Perhatikan kasus Huron Steel Company, produsen baja terintegrasi yang


beroperasi di wilayah Great Lakes. Untuk kesederhanaan, asumsikan bahwa Huron
hanya memiliki satu divisi dan hanya menggunakan modal, sehingga biaya ekuitasnya
juga merupakan biaya modal perusahaan, atau WACC. Beta Huron b 1,1; rRF 7%; dan
RPM 6%. Dengan demikian, biaya ekuitas Huron adalah:

rs = 7% + ( (6%) 1,1 ) = 13,6%

Ini menunjukkan bahwa investor harus bersedia memberikan Huron modal


untuk berinvestasi dalam proyek-proyek berisiko rata-rata jika perusahaan
mengharapkan untuk mendapatkan 13,6 persen atau lebih dari modal ini. Risiko rata-
rata yang dimaksud adalah proyek-proyek yang memiliki risiko serupa dengan divisi
perusahaan yang ada. Sekarang anggaplah Huron menciptakan divisi transportasi baru
yang terdiri dari armada tongkang untuk mengangkut bijih besi dan operasi tongkang
memiliki beta 1,5 daripada 1,1. Divisi tongkang dengan b 1,5, memiliki biaya modal:

rlarge = 7% + ((6%) 1,5) = 16,0%

Di sisi lain, jika Huron menambahkan divisi berisiko rendah, seperti pusat
distribusi baru dengan beta hanya 0,5, maka biaya modal divisi akan menjadi:

rcenter = 7% + ( (6%) 0,5) = 10,0%

Portofolio adalah rata-rata tertimbang dari beta aset masing-masing,


menambahkan divisi tongkang dan pusat distribusi akan mengubah beta Huron secara
keseluruhan. Nilai pasti dari beta baru akan tergantung pada ukuran relatif dari investasi
pada divisi baru versus operasi baja asli Huron. Jika 70 persen dari total nilai Huron
berakhir di divisi baja, 20 persen di divisi tongkang, dan 10 persen di pusat distribusi,
maka beta korporat barunya akan menjadi beta baru:

New Beta = 0,7 (1,1) + 0,2 (1,5) + 0,1 (0,5) = 1,12

Dengan demikian, investor dalam saham Huron akan memiliki pengembalian


yang disyaratkan:

rHuron = 7% + ((6%) 1,12) = 13,72%

Meskipun investor membutuhkan pengembalian keseluruhan sebesar 13,72 persen,


mereka akan mengharapkan pengembalian setidaknya 13,6 persen dari divisi baja, 16,0
persen dari divisi tongkang, dan 10,0 persen dari pusat distribusi.
Gambar 10-1 memberikan kesimpulan grafik dari konsep-konsep ini
sebagaimana diterapkan pada Huron Steel. Berdasarkan grafik diperoleh kesimpulan:

a. Jika tingkat pengembalian yang diharapkan pada proyek modal yang diberikan
terletak di atas SML, maka tingkat pengembalian yang diharapkan pada proyek lebih
dari cukup untuk mengkompensasi risiko dan proyek tersebut harus diterima.
Sebaliknya, jika tingkat pengembalian proyek berada di bawah SML, itu harus
ditolak. Dengan demikian, Proyek M pada Gambar 10-1 dapat diterima, sedangkan
Proyek N harus ditolak. N memiliki pengembalian yang diharapkan lebih tinggi dari
M, tetapi diferensial tidak cukup untuk mengimbangi risiko yang jauh lebih tinggi.
b. Ilustrasi Huron Steel didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan tidak menggunakan
pembiayaan utang yang memungkinkan kita untuk menggunakan SML untuk
merencanakan biaya modal perusahaan. Konsep dasar yang disajikan dalam ilustrasi
Huron juga berlaku untuk perusahaan yang menggunakan pembiayaan utang. Ketika
pembiayaan hutang digunakan, biaya ekuitas divisi harus dikombinasikan dengan
biaya hutang divisi dan struktur modal target untuk memperoleh biaya modal
keseluruhan divisi.

M. TEKNIK UNTUK MENGUKUR DIVISI BETA


1. The Pure Play Method
Dalam metode ini, perusahaan mencoba untuk menemukan beberapa
perusahaan produk tunggal di lini bisnis yang sama dengan divisi yang dievaluasi,
dan kemudian menghitung rata-rata nya menggunakan beta-beta perusahaan untuk
menentukan biaya modal untuk divisi sendiri. Sebagai contoh, misalkan Huron
dapat menemukan tiga perusahaan produk tunggal yang ada yang mengoperasikan
tongkang dan asumsikan juga bahwa manajemen Huron percaya bahwa divisi
tongkangnya akan menghadapi risiko yang sama dengan perusahaan-perusahaan itu.
Huron kemudian dapat menentukan beta dari perusahaan-perusahaan itu, merata-
ratakannya, dan menggunakan beta rata-rata ini sebagai proksi untuk beta divisi
tongkang.

2. The Accounting Beta Method

Telah disampaikan di atas, ada ketidakmungkinan untuk menemukan produk


tunggal, perusahaan publik yang cocok untuk pendekatan The Pure play Method.
Jika permasalahan itu muncul, maka dapat menggunakan metode beta akuntansi.
Beta biasanya ditemukan dengan melakukan regresi pengembalian saham
perusahaan tertentu terhadap pengembalian pada indeks pasar saham. Namun, dapat
menggunakan regresi dari pengembalian akuntansi divisi atas aset terhadap
pengembalian rata-rata atas aset untuk sampel besar perusahaan. Beta yang
ditentukan dengan cara ini, yaitu menggunakan data akuntansi daripada dari data
pasar saham disebut beta akuntansi.

N. MEMPERKIRAKAN BIAYA MODAL UNTUK PROYEK INDIVIDU

Meskipun secara intuitif jelas bahwa proyek berisiko yang memiliki biaya modal
lebih tinggi akan sulit untuk memperkirakan risiko proyeknya. Ada tiga jenis risiko
berbeda yang kemungkinan bisa diidentifikasi:

 Risiko yang berdiri sendiri adalah variabilitas dari pengembalian yang diharapkan
proyek.
 Risiko perusahaan atau di dalam perusahaan adalah variabilitas yang dikontribusikan
oleh proyek terhadap pengembalian perusahaan dengan mempertimbangkan fakta
bahwa proyek tersebut hanya mewakili satu aset dari portofolio aset perusahaan,
sehingga beberapa dampak risikonya akan terdiversifikasi.
 Risiko pasar atau beta adalah tingkat risiko proyek seperti yang terlihat oleh
pemegang saham yang terdiversifikasi dengan baik. Risiko pasar diukur oleh efek
proyek terhadap koefisien beta perusahaan. Mengambil proyek dengan tingkat tinggi
risiko yang berdiri sendiri atau perusahaan tidak akan mempengaruhi beta
perusahaan. Namun, jika proyek memiliki pengembalian yang sangat tidak pasti, dan
jika pengembalian tersebut sangat berkorelasi dengan pengembalian aset perusahaan
yang lain dan dengan sebagian besar aset lain dalam perekonomian, maka proyek
akan memiliki tingkat tinggi semua jenis risiko.

Dari ketiga ukuran tersebut, risiko pasar secara teoritis paling relevan karena
efek langsungnya terhadap harga saham. Akan tetapi, risiko pasar untuk suatu proyek
juga merupakan yang paling sulit diperkirakan. Dalam praktiknya, sebagian besar
pembuat keputusan mempertimbangkan ketiga ukuran risiko dengan langkah-langkah
sebagai berikut:

a. Menentukan biaya modal divisi.


b. Mengelompokkan proyek-proyek divisi ke dalam kategori risiko subjektif.
c. Menggunakan WACC divisi sebagai titik awal, biaya modal yang disesuaikan
dengan risiko dikembangkan untuk setiap kategori.

O. MENYESUAIKAN BIAYA MODAL UNTUK BIAYA FLOTATION

Sebagian besar hutang ditempatkan secara pribadi, dan sebagian besar ekuitas
dinaikkan secara internal sebagai laba ditahan. Dalam kasus ini, tidak ada biaya
pengapungan. Oleh karena itu, biaya komponen hutang dan ekuitas harus diperkirakan.
Namun, jika perusahaan menerbitkan hutang atau saham baru kepada publik, maka
biaya flotasi bisa menjadi hal penting. Biaya emisi (flotation cost, F) adalah persentase
biaya untuk menerbitkan saham biasa baru.

Contoh:

Axis Goods Inc., pengecer pakaian olahraga yang trendi, memiliki struktur modal target
utang 45 persen, saham preferen 2 persen, dan saham biasa 53 persen. Saham biasa
dijual seharga $ 23, dividen yang diharapkan berikutnya adalah $ 1,24, dan tingkat
pertumbuhan konstan yang diharapkan adalah 8 persen. Berdasarkan model DCF
pertumbuhan konstan, biaya ekuitas umum Axis adalah r s 13,4% ketika ekuitas
dinaikkan sebagai laba ditahan. Biaya saham pilihan Axis adalah 10,3 persen, yang
mencakup biaya pengapungan. Berikut akan diuji pengaruh biaya flotasi pada biaya
komponen hutang dan saham biasa, dan juga pada biaya modal marjinal.

 Biaya Flotation dan Komponen Biaya Hutang

Axis dapat menerbitkan obligasi nilai nominal 30 tahun senilai $ 1.000


dengan tingkat bunga 10 persen, dibayarkan setiap tahun. Di sini T = 40%,
sehingga biaya komponen utang setelah pajak adalah:

rd (1 - T) = 10% (1,0 - 0,4) = 6,0%

Namun, jika Axis harus mengeluarkan biaya flotasi F sebesar 1 persen, maka
rumus ini harus digunakan untuk menemukan biaya utang setelah pajak:

Keterangan:

M : Nilai nominal obligasi

F : Persentase flotasi

N : Jatuh tempo obligasi

T : Tarif pajak perusahaan

INT : Bunga per periode (dollar)

rd (1 - T) : Biaya setelah pajak dari hutang disesuaikan untuk biaya


pengapungan.

Dengan menggunakan kalkulator keuangan, masukkan N = 30, PV =


990, PMT = 60, dan FV = 1000. Diperoleh nilai I:

I = rd (1 - T) = 6,07%
I = 6,07 % merupakan biaya komponen setelah pajak hutang. Penyesuaian flotasi
akan lebih tinggi jika F lebih besar atau jika waktu lebih pendek. Sebagai
contoh, jika F adalah 10 persen daripada 1 persen, maka:

rd (1 - T) = 6,79 %

Dengan N pada 1 tahun daripada 30 tahun, dan F masih sama dengan 1 persen,
diperoleh:

rd (1 - T) = 7,07%

Akhirnya, jika F = 10% dan N = 1, maka:

rd (1 - T) = 17,78%

 Biaya Saham Biasa Baru Yang Diterbitkan atau Ekuitas Eksternal

Biaya ekuitas baru (re) atau ekuitas eksternal, lebih tinggi daripada biaya
ekuitas yang dinaikkan secara internal dengan menginvestasikan kembali laba rs,
karena biaya flotasi yang terlibat dalam penerbitan saham biasa yang baru. Stok
pertumbuhan konstan ditemukan dengan menerapkan rumus ini:

Keter
angan:

F : Persentase biaya flotasi yang terjadi dalam menjual saham baru

P0 (1 - F) : Harga bersih per saham yang diterima oleh perusahaan.

Berdasarkan contoh di atas, dengan asumsi bahwa Axis memiliki biaya


flotasi 10 persen, biaya ekuitas baru dihitung sebagai berikut:

re = 6,0% + 8,0% 14,0%

Investor memerlukan pengembalian rs 13,4% atas saham. Namun, karena biaya


flotasi perusahaan harus mendapatkan lebih besar dari 13,4 persen atas dana bersih
yang diperoleh agar dapat memberikan pengembalian kepada investor sebesar 13,4
persen yang diminta atas uang mereka.
Secara khusus, jika perusahaan menghasilkan 14 persen dana yang
diperoleh dengan menerbitkan saham baru, maka laba per saham akan tetap pada
tingkat yang diharapkan sebelumnya, dividen yang diharapkan perusahaan dapat
dipertahankan, dan harga per saham tidak akan turun. Jika perusahaan
menghasilkan kurang dari 14 persen, maka laba, dividen, dan pertumbuhan akan
turun di bawah ekspektasi, menyebabkan harga saham menurun. Jika perusahaan
menghasilkan lebih dari 14 persen, harga saham akan naik.

P. MASALAH-MASALAH DALAM BIAYA MODAL

Beberapa masalah yang berkaitan dengan biaya modal:

 Perusahaan milik pribadi


Pembahasan tentang biaya ekuitas terkait dengan perusahaan milik publik, dan
berkonsentrasi pada tingkat pengembalian yang diperlukan oleh pemegang saham
publik. Namun, ada pertanyaan serius tentang bagaimana seseorang harus mengukur
biaya ekuitas untuk perusahaan yang sahamnya tidak diperdagangkan. Masalah pajak
juga sangat penting dalam kasus-kasus ini. Secara umum, prinsip-prinsip estimasi
biaya modal yang sama masih tetap berlaku untuk perusahaan swasta dan milik
publik, tetapi masalah dalam mendapatkan data input agak berbeda untuk masing-
masing.
 Usaha kecil
Usaha kecil umumnya milik pribadi, sehingga sulit untuk memperkirakan biaya
ekuitasnya.
 Masalah pengukuran
Tidak dapat terlalu menekankan kesulitan praktis yang dihadapi ketika
memperkirakan biaya ekuitas. Sangat sulit untuk mendapatkan data input yang baik
untuk CAPM, g dan premi risiko obligasi dalam rumus imbal hasil obligasi plus
premi risiko. Akibatnya, tidak akan pernah bisa memastikan seberapa akurat
perkiraan biaya modal.
 Biaya modal untuk proyek dengan risiko yang berbeda-beda
Suatu hal yang sulit untuk mengukur risiko proyek, atau menyesuaikan biaya modal
dari proyek-proyek penganggaran modal dengan tingkat risiko yang berbeda-beda.
 Pembobotan struktur modal
 Modal yang dihasilkan oleh penyusutan
Salah satu sumber modal terbesar bagi banyak perusahaan adalah penyusutan. Arus
kas penyusutan dapat diinvestasikan kembali atau dikembalikan kepada investor.
Biaya modal yang dihasilkan oleh penyusutan yang kira-kira sama dengan WACC
dari laba ditahan, saham preferen, dan hutang.

Q. KESALAHAN YANG HARUS DIHINDARI


1. Jangan pernah menggunakan tingkat kupon pada hutang perusahaan yang ada
sebagai biaya hutang pajak sebelum pajak. Biaya utang sebelum pajak yang relevan
adalah tingkat bunga yang akan dibayar perusahaan jika menerbitkan utang hari ini.
2. Pada saat memperkirakan premi risiko pasar untuk metode CAPM, jangan pernah
gunakan pengembalian rata-rata historis atas saham sehubungan dengan tingkat
bebas risiko saat ini.
3. Jangan pernah menggunakan nilai buku ekuitas ketika memperkirakan bobot struktur
modal untuk WACC. Pilihan pertama Anda harus menggunakan modal target
struktur untuk menentukan bobot. Jika Anda tidak tahu bobot target, gunakan nilai
pasar ekuitas daripada nilai buku untuk mendapatkan bobot yang digunakan untuk
menghitung WACC.
4. Selalu ingat bahwa komponen modal adalah dana yang berasal dari investor. Jika itu
bukan dari investor, maka itu bukan komponen modal. Kadang-kadang dibuat
argumen bahwa hutang dagang dan akrual adalah sumber pendanaan dan harus
dimasukkan dalam perhitungan WACC. Namun, akun ini adalah karena hubungan
operasi dengan pemasok dan karyawan, dan mereka dikurangkan ketika menentukan
persyaratan investasi untuk suatu proyek. Karena itu, mereka tidak boleh dimasukkan
dalam WACC.
BAB 11

NILAI PERUSAHAAN DAN MANAJEMEN BERBASIS NILAI

A. TINJAUAN NILAI PERUSAHAAN

Nilai perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu
perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah
melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut
didirikan sampai dengan saat ini. Meningkatnya nilai perusahaan adalah sebuah prestasi
yang sesuai dengan keinginan para pemiliknya, karena dengan meningkatnya nilai
perusahaan, maka kesejahteraan para pemilik juga akan meningkat. Kekayaan
pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang
merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen
aset.
Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai
perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik
perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar,
maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai utang perusahaan dalam
bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan, bahwa nilai dari
saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat
efektifitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah maka tujuan manajemen keuangan
dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan atau
memaksimalkan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti
bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan
mengorbankan para pemegang obligasi.

Jika perusahaan terdiri dari hanya satu aset besar dan aset itu menghasilkan
semua arus kas yang digunakan untuk membayar dividen, maka strategi alternatif dapat
dinilai melalui penggunaan model pertumbuhan dividen. Namun, sebagian besar
perusahaan memiliki beberapa divisi yang berbeda dengan banyak aset, sehingga nilai
korporasi bergantung pada arus kas dari banyak aset yang berbeda dan tindakan
manajer. Manajer membutuhkan cara untuk mengukur dampak keputusan mereka
terhadap nilai perusahaan, tetapi model dividen yang didiskon sangat tidak berguna
karena masing-masing divisi tidak membayar dividen.

Model penilaian perusahaan tidak bergantung pada dividen dan dapat diterapkan
untuk divisi dan sub unit serta ke seluruh perusahaan. Aspek penting lain dari
manajemen berbasis nilai adalah konsep tata kelola perusahaan. Model penilaian
perusahaan menunjukkan bagaimana keputusan perusahaan mempengaruhi pemegang
saham. Namun, keputusan perusahaan dibuat oleh manajer, bukan pemegang saham dan
memaksimalkan kekayaan pemegang saham tidak sama dengan manajer individu
memaksimalkan kepuasan mereka sendiri. Dengan demikian, aspek kunci dari
manajemen berbasis nilai adalah memastikan bahwa manajer fokus pada tujuan
memaksimalkan kekayaan pemegang saham.

Nilai perusahaan dalam beberapa literatur disebut dengan beberapa istilah


diantaranya:

1. Price To Book Value


Price to book value yaitu perbandingan antara harga saham dengan nilai buku
saham. Rasio harga/nilai buku (price/book value ratio) merupakan sebuah rasio
valuasi yang digunakan investor untuk membandingkan harga per lembar saham
(nilai pasar) dengan nilai bukunya (shareholder’s equity), atau berapa yang mereka
(investor) bayar untuk setiap lembar saham dengan suatu pengukuran konservatif
dari nilai perusahaan. Nilai buku perusahaan adalah nilai aset perusahaan yang
ditujukan di neraca keuangan. Ini merupakan perbedaan antara neraca aset dan
neraca kewajiban, yang merupakan estimasi nilai perusahaan jika dilikuidasi.

2. Market Book Ratio

Market book ratio adalah perbandingan antara nilai buku per lembar saham
dengan nilai pasar saham. Nilai buku per lembar saham sangat mencerminkan nilai
perusahaan dan nilai perusahaan tercermin pada nilai kekayaan bersih ekonomis
yang dimilikinya. Nilai buku per lembar saham adalah nilai kekayaan bersih
ekonomis dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar.

3. Market to Book Assets Ratio

Market to Book Assets Ratio yaitu ekspektasi pasar tentang nilai dari peluang
investasi dan pertumbuhan perusahaan yaitu perbandingan antara nilai pasar aset
dengan nilai buku aset.

4. Market Value of Equity

Market Value of Equity yaitu nilai pasar ekuitas perusahaan menurut


penilaian para pelaku pasar. Nilai pasar ekuitas adalah jumlah ekuitas (saham
beredar) dikali dengan harga per lembar ekuitas.

5. Enterprise Value

Enterprise Value yaitu nilai kapitalisasi market yang dihitung sebagai nilai
kapitalisasi pasar ditambah total kewajiban ditambah minority interest dan saham
preferen dikurangi total kas dan ekuivalen kas.

6. Price Earnings Ratio (PER)


Price earnings ratio (PER) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh pembeli
apabila perusahaan itu dijual. PER dapat dirumuskan sebagai:

PER = Price per share / Earnings per share

Pendekatan PER disebut juga pendekatan multiplier dimana investor akan


menghitung berapa kali nilai earnings yang tercermin dalam harga suatu saham.

B. MODEL PENILAIAN PERUSAHAAN

Aset perusahaan terdiri dari dua jenis, yaitu:

 Aset operasi, menyediakan aliran arus kas yang diharapkan terdiri dari:
 Aset di tempat; meliputi aset berwujud seperti tanah, bangunan, mesin, dan
inventaris, ditambah aset tidak berwujud seperti paten, daftar pelanggan,
reputasi, dan pengetahuan umum.
Contoh:
Wal-Mart memiliki toko, inventaris, dan aset berwujud lainnya, Wal-Mart
memiliki nama terkenal, reputasi yang baik, dan memiliki banyak
pengetahuan bisnis. Aset ini menghasilkan penjualan saat ini dan arus kas,
dan mereka juga memberikan peluang untuk investasi baru yang akan
menghasilkan arus kas tambahan di masa depan.
 Opsi pertumbuhan; merupakan peluang untuk berkembang yang muncul dari
pengetahuan operasional perusahaan saat ini, pengalaman, dan sumber daya
lainnya.
Contoh:
Merck memiliki manufaktur tanaman, paten, dan aset nyata lainnya, dan
memiliki basis pengetahuan yang memfasilitasi pengembangan obat baru dan
arus kas baru.

 Aset tidak beroperasi, terdiri dari:


 Portofolio surat berharga
Contoh:
Operasi otomotif Ford Motor Company memiliki sekitar $ 8 miliar dalam
investasi jangka pendek pada Desember 2004, dan ini adalah tambahan $ 10
miliar dalam bentuk tunai.
 Investasi di bisnis lain, yang dilaporkan pada sisi aset dalam neraca sebagai
ekuitas
Contoh:
Ford juga memiliki $ 1,9 miliar investasi di bisnis lain, yang dilaporkan pada
sisi aset dalam neraca sebagai “Ekuitas dalam Aset Bersih Perusahaan
Afiliasi.”

Bagi sebagian besar perusahaan, aset operasi jauh lebih penting daripada aset
yang tidak beroperasi. Selain itu, perusahaan dapat mempengaruhi nilai aset operasi
mereka, tetapi nilai aset yang tidak beroperasi sebagian besar di luar kendali langsung
mereka. Oleh karena itu, manajemen berbasis nilai berfokus pada aset operasi.

1. Memperkirakan Nilai Operasi

Nilai operasi adalah nilai sekarang dari arus kas bebas yang diharapkan
dihasilkan perusahaan ke masa depan. Berikut adalah persamaan untuk nilai operasi,
yang merupakan nilai perusahaan sebagai kelangsungan usaha:
Tabel 11-1 dan 11-2 memuat laporan keuangan aktual 2006 dan proyeksi
2007 hingga 2010 untuk MagnaVision Inc., yang menghasilkan sistem optik untuk
digunakan dalam fotografi medis. Pertumbuhan di masa lalu sangat cepat, tetapi
pasar menjadi jenuh, sehingga tingkat pertumbuhan penjualan diperkirakan akan
menurun dari 21 persen pada tahun 2007 ke tingkat yang berkelanjutan 5 persen
pada 2010 dan seterusnya. Margin laba diharapkan membaik karena proses produksi
menjadi lebih efisien dan karena MagnaVision tidak akan lagi menimbulkan biaya
pemasaran yang terkait dengan pengenalan produk utama. Semua item pada laporan
keuangan diproyeksikan akan tumbuh pada tingkat 5 persen setelah 2010.
Perhatikan bahwa perusahaan tidak membayar dividen, tetapi diharapkan mulai
membayar sekitar 75 persen dari pendapatannya mulai tahun 2009. Ingat bahwa arus
kas bebas (FCF) adalah uang tunai dari operasi yang sebenarnya tersedia untuk
dibagikan kepada investor, termasuk pemegang saham, pemegang obligasi, dan
pemegang saham preferen.

Oleh karena itu, nilai MagnaVision dapat dihitung sebagai nilai sekarang
dari arus kas bebas masa depan yang diharapkan dari operasi, didiskontokan pada
biaya modal rata-rata tertimbang (WACC), ditambah nilai aset nonoperasinya.
Biaya modal MagnaVision adalah 10,84 persen. Untuk menemukan nilai operasinya
sebagai kelangsungan usaha, digunakan pendekatan yang mirip dengan model
pertumbuhan dividen non-konstan untuk saham, kemudian dilanjutkan sebagai
berikut:

 Asumsikan bahwa perusahaan akan mengalami pertumbuhan tidak konstan


selama N tahun, setelah itu akan tumbuh pada tingkat yang konstan.
 Hitung arus kas bebas yang diharapkan untuk masing-masing tahun
pertumbuhan non-konstan N.
 Ketahuilah bahwa setelah pertumbuhan tahun N akan konstan, sehingga kita
dapat menggunakan rumus pertumbuhan konstan untuk menemukan nilai
perusahaan di tahun N. Ini adalah jumlah PV untuk tahun N + 1 dan semua
tahun berikutnya, didiskon kembali ke tahun N.
 Temukan PV dari arus kas bebas untuk masing-masing tahun pertumbuhan
non-konstan dan juga temukan PV dari nilai perusahaan di tahun N.
 Jumlahkan semua PV, yang dari arus kas bebas tahunan selama periode non-
konstan ditambah PV dari nilai tahun N, untuk menemukan nilai operasi
perusahaan.

Baris 1, dengan data untuk tahun 2006 dari neraca pada Tabel 11-2,
menunjukkan modal kerja operasi neto yang diperlukan, atau aset lancar operasi
dikurangi operasi kewajiban lancar, untuk tahun 2006:
Required net operating working capital

= (Cash + Accounts receivable + Inventories) – (Accounts payable + Accruals)

= ($17,00 + $85,00 + $170,00) – ($17,00 + $43,00)

= $212,00

Pada Tabel 11-2, jalur 2 menunjukkan instalasi dan peralatan bersih yang
diperlukan dan jalur 3 yang merupakan jumlah dari baris 1 dan 2, menunjukkan
aset operasi bersih yang diperlukan, juga disebut total modal operasi neto, atau
hanya modal operasional. Untuk tahun 2006, modal operasi adalah:

$ 212 + $ 279 = $ 491 juta

Tabel 11-3 menghitung arus kas bebas untuk setiap tahun. Baris 4
menunjukkan tambahan tahunan yang diperlukan untuk modal operasional, yang
ditemukan sebagai perubahan modal operasional dari tahun sebelumnya. Untuk
tahun 2007, investasi yang diperlukan dalam modal operasi adalah:

$ 560 - $ 491 = $ 69 juta

Baris 5 menunjukkan NOPAT, atau laba operasi bersih setelah pajak.


Perhatikan bahwa EBIT adalah laba operasi sebelum pajak, sementara NOPAT
mengoperasikan laba setelah pajak. Oleh karena itu:
NOPAT = EBIT (1 - T)

Dengan EBIT 2007 sebesar $ 85 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11-1 dan tarif
pajak 40 persen, NOPAT seperti yang diproyeksikan untuk 2007 adalah:

NOPAT = EBIT (1 - T) = $ 85 (1,0 - 0,4) = $ 51 juta

Meskipun modal operasi MagnaVision diproyeksikan untuk menghasilkan $


51 juta dari laba setelah pajak pada tahun 2007, perusahaan harus menginvestasikan
$ 69 juta dalam modal operasi baru pada tahun 2007 untuk mendukung rencana
pertumbuhannya. Oleh karena itu, arus kas bebas untuk tahun 2007, ditunjukkan
pada Baris 7, adalah:

Arus kas bebas (FCF) = $ 51 - $ 69 = - $ 18 juta (negatif)

Aliran kas bebas negatif ini pada tahun-tahun awal adalah tipikal bagi
perusahaan muda dan pertumbuhan tinggi. Meskipun laba operasi bersih setelah
pajak (NOPAT) positif di semua tahun. Arus kas bebas negatif karena kebutuhan
untuk berinvestasi dalam aset operasional. Arus kas bebas negatif berarti
perusahaan harus mendapatkan dana baru dari investor dan neraca pada Tabel 11-2
yang menunjukkan bahwa wesel bayar, obligasi jangka panjang, dan saham
preferen semua meningkat dari 2006 hingga 2007. Pemegang saham juga akan
membantu mendanai pertumbuhan MagnaVision. Mereka tidak akan menerima
dividen hingga 2009, sehingga semua laba bersih dari 2007 dan 2008 akan
diinvestasikan kembali. Namun, ketika pertumbuhan melambat, arus kas bebas
akan menjadi positif dan MagnaVision berencana untuk menggunakan beberapa
FCF untuk membayar dividen mulai tahun 2009.

Varian dari model dividen pertumbuhan konstan ditunjukkan di bawah ini


sebagai Persamaan 11-2. Persamaan ini dapat digunakan untuk menemukan nilai
operasi MagnaVision pada waktu N, ketika arus kas bebasnya stabil dan mulai
tumbuh pada tingkat yang konstan. Ini adalah nilai dari semua FCF di luar waktu
N, didiskon kembali ke waktu N, yaitu 2010 untuk MagnaVision.
Berdasarkan biaya modal 10,84 persen, arus kas bebas $ 49 juta pada 2010,
dan tingkat pertumbuhan 5 persen, nilai operasi MagnaVision pada tanggal 31
Desember 2010, diperkirakan:

= ($ 49 (1 + 0,05)) / (0,1084 – 0,05) = $ 51,45 / (0,1084 – 0,05) = $ 880,99 juta

Angka $ 880,99 juta ini disebut nilai terminal perusahaan, karena ini adalah
nilai pada akhir periode perkiraan, kadang-kadang disebut juga nilai berkelanjutan.
Itu adalah jumlah yang MagnaVision dapat harapkan untuk menerima jika ia
menjual aset operasinya pada 31 Desember 2010.
Gambar 11-1 menunjukkan arus kas bebas untuk setiap tahun selama periode
pertumbuhan yang tidak konstan, bersama dengan nilai horizon dari operasi pada
2010. Untuk menemukan nilai operasi pada saat ini, 31 Desember 2006, maka
ditemukan PV dari setiap arus kas tahunan pada Gambar 11-1, dengan diskon pada
biaya modal 10,84 persen. Jumlah PV adalah sekitar $ 615 juta, dan itu merupakan
perkiraan harga yang bisa diterima MagnaVision jika ia menjual aset operasinya
hari ini, 31 Desember 2006.

2. Memperkirakan Harga Per Saham

Nilai total perusahaan adalah nilai operasinya ditambah nilai aset non
operasinya. Seperti yang ditunjukkan pada 31 Desember 2006, neraca dalam Tabel
11-2, MagnaVision memiliki $ 63 juta sekuritas yang dapat dipasarkan pada tanggal
itu. Tidak seperti aset operasional, kita tidak harus menghitung nilai sekarang untuk
sekuritas yang dapat dipasarkan karena aset keuangan jangka pendek seperti yang
dilaporkan pada neraca berada pada atau mendekati nilai pasarnya. Oleh karena itu,
nilai total MagnaVision pada tanggal 31 Desember 2006 adalah $ 615,27 $ 63,00 $
678,27 juta. Jika nilai total perusahaan pada 31 Desember 2006, adalah $ 678,27
juta, maka nilai ekuitasnya adalah:

Wesel bayar + Hutang jangka panjang = $ 123 + $ 124 = $ 247 juta

Sekuritas ini memiliki klaim pertama atas aset dan pendapatan. Hutang dan
akrual akun dicatat sebelumnya ketika menghitung arus kas bebas, sehingga akun
tersebut telah diperhitungkan. Namun, saham preferen memiliki klaim $ 62 juta dan
juga peringkat di atas yang umum. Oleh karena itu, nilai yang tersisa untuk
pemegang saham biasa adalah:

$ 678,27 - $ 247 - $ 62 = $ 369,27 juta

Gambar 11-2 adalah bagan batang yang memberikan rincian nilai


MagnaVision. Batang kiri menunjukkan nilai total perusahaan sebagai jumlah dari
aset yang tidak beroperasi ditambah nilai kelangsungannya. Selanjutnya, batang
tengah menunjukkan klaim setiap kelas investor tentang nilai total itu. Debtholders
memiliki klaim prioritas tertinggi dan MagnaVision berhutang $ 123 juta pada
wesel bayar dan $ 124 juta pada obligasi jangka panjang dengan total $ 247 juta.
Pemegang saham yang disukai memiliki klaim berikutnya $ 62 juta. Nilai yang
tersisa milik ekuitas bersama dan jumlahnya menjadi:

$ 678,27 - $ 247,00 - $ 62,00 = $ 369,27 juta

Akhirnya, batang di sisi kanan membagi nilai pasar ekuitas ke dalam nilai
buku, yang mewakili investasi aktual yang dibuat oleh pemegang saham, dan nilai
pasar tambahan ditambahkan oleh manajemen (MVA).

Tabel 11-4 merangkum perhitungan yang digunakan untuk menemukan nilai


saham MagnaVision. Ada 100 juta saham yang beredar, dan nilai totalnya adalah $
369,27 juta. Oleh karena itu, nilai satu saham adalah:

$ 369,27 / 100 = $ 3,69

3. Model Pertumbuhan Dividen Yang Diaplikasikan ke MagnaVision

MagnaVision belum mulai membayar dividen. Namun, seperti yang terlihat


pada Tabel 11-1, dividen tunai $ 0,442 per saham diperkirakan untuk 2009. Dividen
diperkirakan akan tumbuh sekitar 2,5 persen pada 2010, dan kemudian pada tingkat
konstan 5 persen sesudahnya. Biaya ekuitas MagnaVision adalah 14 persen. Dalam
situasi ini, kita dapat menerapkan model pertumbuhan dividen non-konstan seperti
yang dikembangkan sebelumnya.
Gambar 11-3 menunjukkan bahwa nilai saham MagnaVision berdasarkan
model ini adalah $ 3,70 per saham, yang sama dengan nilai yang ditemukan
menggunakan model penilaian perusahaan kecuali untuk perbedaan pembulatan.

4. Membandingkan Model Penilaian Perusahaan dan Pertumbuhan Dividen

Karena model penilaian perusahaan dan pertumbuhan dividen memberikan


jawaban yang sama, maka sebagai seorang analis keuangan yang memperkirakan
nilai perusahaan dewasa yang dividennya diperkirakan akan tumbuh dengan stabil
di masa depan, mungkin akan lebih efisien jika menggunakan model pertumbuhan
dividen. Dalam hal ini hanya perlu memperkirakan tingkat pertumbuhan dalam
dividen, bukan seluruh rangkaian laporan keuangan proforma. Namun, jika
perusahaan membayar dividen tetapi masih dalam tahap pertumbuhan yang tinggi
dari siklus hidupnya, maka perlu memproyeksikan laporan keuangan masa depan
sebelum dapat membuat estimasi yang masuk akal dari dividen masa depan.

C. MANAJEMEN BERBASIS NILAI

Contoh Penerapan:

Bell Electronics Inc. memiliki dua divisi, Memory and Instruments, dengan total
penjualan $ 1,5 miliar dan modal operasi $ 1,07 miliar. Berdasarkan harga saham dan
obligasi saat ini, total nilai pasar perusahaan adalah sekitar $ 1,215 miliar,
memberikannya MVA $ 145 juta, ditemukan sebagai:

$ 1,215 - $ 1,070 = $ 0,145 miliar = $ 145 juta


Karena memiliki MVA positif, Bell telah menciptakan nilai bagi investornya. Meski
begitu, manajemen sedang mempertimbangkan beberapa rencana strategis baru dalam
upayanya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Semua aset Bell digunakan dalam
operasi. Divisi Memori menghasilkan chip memori untuk perangkat elektronik genggam
seperti telepon seluler dan PDA, sedangkan Divisi Instrumen memproduksi perangkat
untuk mengukur dan mengendalikan fasilitas pengolahan air limbah dan air.

Tabel 11-5 menunjukkan hasil keuangan terbaru untuk dua divisi dan untuk
perusahaan secara keseluruhan. Seperti yang ditunjukkan Tabel 11-5, Bell Memory
adalah yang lebih besar dari dua divisi, dengan penjualan yang lebih tinggi dan modal
operasional yang lebih besar. Bell Memory juga lebih menguntungkan, dengan
rasio NOPAT / Penjualan = 7,9 persen / 7,2 persen untuk Instrumen Bell. Bell Memory
telah berkembang pesat karena pertumbuhan fenomenal dalam elektronik konsumen,
dan divisi ini meroket melewati Instrumen beberapa tahun yang lalu.

Meskipun pertumbuhan Memory telah meruncing, manajemen senior umumnya


setuju bahwa divisi ini akan mendapat perhatian yang cukup besar dan sumber daya
perusahaan karena lebih besar, lebih menguntungkan, dan lebih menarik. Bell Memory
dikaitkan dengan pasar glamor untuk telekomunikasi dan perangkat elektronik pribadi,
sedangkan Bell Instruments dikaitkan dengan limbah dan lumpur. Asumsi dan proyeksi
keuangan yang terkait dengan rencana strategis awal untuk dua divisi ditunjukkan pada
Tabel 11-6 dan 11-7. Berdasarkan rencana strategis awal, setiap divisi diproyeksikan
memiliki pertumbuhan tahunan 5 persen untuk lima tahun ke depan dan sesudahnya.
Rencana strategis juga mengasumsikan bahwa struktur biaya dari dua divisi akan tetap
tidak berubah dari tahun berjalan 2006. Hanya proyeksi keuangan parsial ditunjukkan
pada Tabel 11-6 dan 11-7, tetapi ketika manajemen Bell memutuskan pada rencana
strategis akhir, itu akan mengembangkan laporan keuangan lengkap untuk perusahaan
secara keseluruhan dan menggunakannya untuk menentukan persyaratan pembiayaan.
Untuk mengevaluasi rencana, manajemen Bell menerapkan model penilaian
perusahaan untuk setiap divisi, sehingga menilai mereka menggunakan teknik penilaian
arus kas bebas. Setiap divisi memiliki WACC 10,5 persen, dan Tabel 11-8
menunjukkan hasilnya.

Tiga item utama adalah NOPAT, investasi yang diperlukan dalam modal
operasional, dan arus kas bebas yang dihasilkan untuk setiap tahun. Selain itu, tabel
menunjukkan nilai horizon masing-masing divisi operasi pada 2011, yang merupakan
akhir dari lima tahun perkiraan eksplisit, dihitung dengan Persamaan 11-2. Nilai operasi
pada tahun 2006 adalah nilai sekarang dari arus kas bebas dan nilai cakrawala,
didiskontokan pada biaya modal rata-rata tertimbang. Seperti yang diharapkan, Bell
Memory memiliki nilai operasi yang lebih besar $ 709,6 juta dibandingkan $ 505,5 juta
untuk Bell Instruments. Namun, ada hal yang mengejutkan bahwa nilai tambah pasar
Bell Memory (MVA) adalah negatif:
Nilai operasi - modal operasi = $ 709,6 - $ 870,0 = - $ 160,4 juta (negatif)

Sebaliknya, MVA Bell Instruments positif:

Nilai operasi - modal operasi = $ 505,5 - $ 200 = $ 305,5 juta

Manajer mengubah tingkat pertumbuhan divisi Bell Memory dari 5 menjadi 6 persen,
kemudian nilai operasi divisi turun menjadi $ 691,5 juta dan MVA-nya juga menurun
dari $ 160,4 juta menjadi $ 178,5 juta. Meskipun Bell Memory menguntungkan,
meningkatkan pertumbuhan penjualan sebenarnya mengurangi nilainya.

Berikut adalah empat faktor yang dapat mendorong nilai perusahaan:

 g : Pertumbuhan dalam penjualan (growth in sales)


Tingkat pertumbuhan penjualan pada umumnya (tidak selalu) memiliki efek positif
pada nilai perusahaan. Namun, efeknya bisa negatif jika pertumbuhan
membutuhkan modal besar, dan biaya modal itu tinggi.
 OP : Profit Operasional (Operating Profitability) = NOPAT / Penjualan (sales)
Profitabilitas operasi yang mengukur laba setelah pajak per dolar penjualan, selalu
memiliki efek positif. Semakin tinggi OP, semakin baik nilai perusahaan.
 CR : Persyaratan modal (Capital Requirement) = Modal operasi / Penjualan

Rasio persyaratan modal yang mengukur seberapa banyak modal operasi yang
diperlukan untuk menghasilkan satu dolar penjualan, juga memiliki efek yang
konsisten. Semakin rendah CR semakin baik, karena CR yang rendah berarti bahwa
perusahaan dapat menghasilkan penjualan baru dengan jumlah modal baru yang
lebih kecil.

 WACC : Biaya modal rata-rata tertimbang

WACC juga memiliki efek yang konsisten. Semakin rendah WACC, semakin
tinggi nilai perusahaan.

Parameter penting lainnya dalam model penilaian perusahaan adalah


pengembalian yang diharapkan atas modal yang diinvestasikan (EROIC), yang
didefinisikan sebagai NOPAT yang diharapkan untuk tahun mendatang dibagi dengan
jumlah modal operasi pada awal tahun (yang merupakan akhir dari tahun sebelumnya).
Dengan demikian, EROIC mewakili pengembalian yang diharapkan dari modal yang
telah diinvestasikan. Sebagai ilustrasi, EROIC dari divisi Memory Bell untuk 2011,
tahun terakhir dalam periode perkiraan adalah:

EROIC2011 = NOPAT2012/CAPITAL2011 = $ 100,3 (1,05) / $ 1110,4 = 9,5 %

Untuk melihat dengan tepat bagaimana empat parameter pendorong nilai dan
ROIC yang diharapkan menentukan nilai untuk perusahaan pertumbuhan konstan, maka
dapat dimulai dengan Persamaan 11-2:

Kemudian diperoleh:

Persamaan 11-3 menunjukkan bahwa nilai operasi dapat dibagi menjadi dua
komponen, yaitu modal operasi yang disediakan oleh investor (dollar) dan nilai
tambahan yang ditambahkan atau dikurangkan oleh manajemen (dollar), yang setara
dengan MVA. Perhatikan bahwa tanda kurung pertama dari Persamaan 11-3
menunjukkan nilai sekarang dari pertumbuhan penjualan, didiskon di WACC. Ini akan
menjadi MVA dari perusahaan yang tidak memiliki biaya dan yang tidak perlu
menginvestasikan modal tambahan. Tetapi perusahaan memang memiliki biaya dan
persyaratan modal, dan pengaruhnya ditunjukkan pada braket kedua.

Di sini terlihat bahwa untuk mempertahankan g konstan, MVA akan meningkat


jika profitabilitas operasi (OP) meningkat, persyaratan modal (CR) menurun, atau
WACC menurun. Perhatikan bahwa peningkatan pertumbuhan belum tentu
meningkatkan nilai. OP bisa positif jika CR cukup tinggi, artinya diperlukan banyak
modal baru untuk mendukung peningkatan penjualan, sehingga nilai pada tanda kurung
kedua bisa negatif. Dalam situasi ini, pertumbuhan menyebabkan istilah di tanda kurung
pertama meningkat, tetapi sedang dikalikan dengan istilah negatif di tanda kurung
kedua, dan hasil bersih akan menunjukkan penurunan MVA. Kami juga dapat menulis
ulang Persamaan 11-2 dalam hal EROIC:

Persamaan 11-4 juga membagi nilai menjadi dua komponen, yaitu nilai modal
dan MVA, yang ditunjukkan pada suku kedua. Istilah MVA ini menunjukkan bahwa
nilai tergantung pada spread antara pengembalian yang diharapkan atas modal yang
diinvestasikan (EROIC) dan WACC. Jika EROIC lebih besar dari WACC, maka
pengembalian modal lebih besar dari yang diharapkan investor dan manajemen
menambah nilai (MVA). Dalam hal ini, peningkatan tingkat pertumbuhan menyebabkan
nilai naik. Jika EROIC persis sama dengan WACC, maka perusahaan dalam arti
ekonomi, "mencapai titik impas". Perusahaan memiliki laba akuntansi positif dan arus
kas, akan tetapi arus kas ini hanya cukup untuk memuaskan investor yang menyebabkan
nilai persis sama dengan jumlah modal yang telah disediakan. Jika EROIC kurang dari
WACC, istilah dalam tanda kurung negatif, maka manajemen menghancurkan nilai
perusahaan dan berbahaya bagi pertumbuhan. Dalam hal ini, semakin cepat tingkat
pertumbuhannya, semakin rendah nilai perusahaan. Kita juga harus mencatat bahwa
wawasan dari Persamaan 11-3 dan 11-4 berlaku untuk semua perusahaan, tetapi
persamaan itu sendiri hanya dapat diterapkan pada perusahaan yang relatif stabil yang
pertumbuhannya telah naik pada tingkat yang konstan.

Tabel 11-9 menunjukkan pendorong nilai untuk dua divisi Bell diukur pada
2011, akhir periode perkiraan. Disini dilaporkan untuk akhir periode perkiraan karena
rasio dapat berubah selama periode perkiraan disebabkan perubahan input. Namun, pada
akhir periode perkiraan, semua input dan rasio harus stabil. Tabel 11-9 juga
menunjukkan bahwa kedua divisi memiliki tingkat pertumbuhan yang sama dan WACC
yang sama. Bell Memory lebih menguntungkan, tetapi juga memiliki persyaratan modal
yang jauh lebih tinggi. Hasilnya adalah ROIC Bell Memory yang diharapkan hanya 9,5
persen, jauh di bawah WACC 10,5 persen. Dengan demikian, pertumbuhan tidak
membantu Bell Memory. Hal ini dapat menurunkan nilai divisi. Berdasarkan analisis
ini, manajer Bell Memory memutuskan untuk tidak meminta dana untuk kampanye
pemasaran. Sebagai gantinya, mereka mengembangkan rencana untuk mengurangi
persyaratan modal.

Rencana baru menyerukan pengeluaran $ 50 juta pada sistem informasi rantai


pasokan terintegrasi yang akan memungkinkan mereka untuk memotong rasio
persediaan/penjualan dari 30 persen menjadi 20 persen dan juga mengurangi rasio
pabrik bersih/penjualan dari 59 persen menjadi 50 persen. Tabel 11-10 menunjukkan
hasil operasi berdasarkan rencana baru ini. Nilai operasi meningkat dari $ 709,6 juta
menjadi $ 1,1574 miliar, atau sebesar $ 447,8 juta. Karena ini lebih dari $ 50 juta yang
diperlukan untuk mengimplementasikan rencana tersebut, maka manajemen puncak
memutuskan untuk menyetujui rencana tersebut. Perhatikan juga bahwa MVA menjadi
positif pada $ 287,4 juta dan ROIC divisi diharapkan naik menjadi 13,0 persen jauh di
atas WACC 10,5 persen.

Manajer Bell Instruments juga menggunakan model penilaian untuk menilai


perubahan dalam rencana untuk divisi mereka. Mengingat ROIC yang tinggi, divisi
Instruments mengusulkan kampanye pemasaran yang agresif dan peningkatan inventaris
yang memungkinkan pengiriman lebih cepat dan lebih sedikit stock-out. Bersamaan
dengan perubahan ini akan meningkatkan tingkat pertumbuhan dari 5 menjadi 6 persen.
Biaya langsung untuk mengimplementasikan rencana tersebut adalah $ 20 juta, tetapi
ada juga biaya tidak langsung di mana secara signifikan lebih banyak persediaan harus
dilakukan. Rasio persediaan terhadap penjualan diperkirakan meningkat dari 15 menjadi
16 persen.

Tabel 11-10 menunjukkan hasil yang diperkirakan. Persyaratan modal terkait


dengan peningkatan persediaan menyebabkan ROIC yang diharapkan turun dari 18,9
menjadi 18,6 persen, tetapi pengembalian 18,6 persen jauh melebihi 10,5 persen
WACC, dan penyebaran antara 18,6 persen dan 10,5 persen akan diperoleh dari modal
tambahan. Ini menyebabkan nilai perkiraan operasi meningkat dari $ 505,5 menjadi $
570,1 juta, atau sebesar $ 64,6 juta. Pengembalian 18,6 persen atas modal $ 274,3 juta
lebih berharga daripada pengembalian 18,9 persen atas modal $ 255,3 juta.

Oleh karena itu, rencana baru harus diterima, meskipun menurunkan ROIC yang
diharapkan dari divisi Instruments. Terkadang perusahaan fokus pada profitabilitas dan
pertumbuhan mereka, tanpa memberikan pertimbangan yang memadai untuk
persyaratan modal mereka. Semua faktor pendorong penciptaan kekayaan nilai
perusahaan harus diperhitungkan, bukan hanya pertumbuhan saja. Aspek utama dari
manajemen berbasis nilai adalah untuk memotivasi eksekutif dan manajer lain untuk
benar-benar mengambil tindakan yang diperlukan di bawah manajemen berbasis nilai

D. TATA KELOLA PERUSAHAAN


Tata kelola perusahaan didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan prosedur
yang memastikan bahwa manajer memang menggunakan prinsip-prinsip manajemen
berbasis nilai. Inti dari tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa tujuan
pemegang saham utama untuk maksimalisasi kekayaan dilaksanakan.

Sebagian besar ketentuan pada tata kelola perusahaan datang dalam dua bentuk,
yaitu:

Ancaman pemindahan; baik sebagai keputusan oleh dewan direksi atau sebagai
hasil dari pengambilalihan yang berlawanan. Jika manajer perusahaan
memaksimalkan nilai sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, maka
mereka tidak perlu takut kehilangan pekerjaan mereka. Di sisi lain, jika manajer
tidak memaksimalkan nilai, mereka mungkin dihapus oleh dewan direksi mereka
sendiri, oleh pemegang saham pembangkang, atau oleh perusahaan lain yang
mencari untung dengan membentuk tim manajemen yang lebih baik.
Kompensasi; jika kompensasi secara ketat dalam bentuk gaji, maka manajer akan
memiliki insentif lebih sedikit untuk fokus pada nilai-nilai perusahaan mereka
daripada jika kompensasi terkait dengan kinerja perusahaan mereka, terutama
kinerja harga saham.

Tata kelola perusahaan mencakup faktor-faktor berikut:

 Kemungkinan perusahaan yang berkinerja buruk dapat diambil alih.


 Apakah dewan direksi didominasi oleh orang dalam atau orang luar.
 Sejauh mana sebagian besar saham dimiliki oleh beberapa "blockholder" besar
versus banyak pemegang saham kecil.
 Ukuran dan bentuk kompensasi eksekutif.
DAFTAR PUSTAKA

Brigham EF and Daves PR. 2010. Intermediate Financial Management, 10th Edition,
South Western Cengage Learning, USA.

Brigham EF and Hosuton JF. 2011. Essentials of Financial Management, 11th Edition.
Cengage Learning, Singapore.

Anda mungkin juga menyukai