Pembimbing:
Dr. Nurdin, SE, MSi
Oleh Kelompok 1:
Alfan Padilah (20090319056)
R. Ayu Wulandari S (20090319052)
Antia Ayudika (20090319080)
Intan Puspita (20090319075)
Ilham Pratama (20090319062)
Ketiga teori di atas menawarkan saran yang saling bertentangan kepada manajer
perusahaan, sehingga timbul pertanyaan teori manakah yang terbaik. Jalan yang paling
logis adalah dengan menguji teori-teori tersebut secara empiris. Akan tetapi terdapat
masalah-masalah yang cukup serius pada seluruh uji empiris yang telah dilakukan.
Pertama, beberapa investor jelas-jelas menyukai dividen sehingga dapat dikelompokkan
menganut teori burung di tangan. Disisi lain, investor tidak membutuhkan dividen tunai
saat ini dan berada dalam golongan tarif pajak yang tinggi. Terakhir beberapa investor
mungkin bersifat indiferen, bagi mereka keuntungan dan kerugian dari dividen adalah
sama besar, sehingga preferensi pembelian saham mereka tidak akan mengalami
perubahan jika perusahaan membayarkan keuntungan mereka menjadi lebih banyak atau
lebih sedikit.
ISSUE-ISSUE KEBIJAKAN DEVIDEN LAINNYA
a. Hipotesis kandungan informasi adalah teori yang menyatakan bahwa investor akan
memandang perubahan dividen sebagai suatu sinyal peramalan laba oleh manajemen.
b. Efek pelanggan (client effect) adalah kecenderungan sebuah perusahaan untuk menarik
sekumpulan investor yang menyukai kebijakan dividennya.
1. Kelompok atau pelanggan pemegang saham yang berbeda akan menyukai kebijakan
pembayaran dividen yang berbeda-beda.
2. Jika sebuah perusahaan menahan dan menginvetasikan kembali laba daripada
membayarkan dividen, maka para pemegang saham yang membutuhkan laba berada
pada posisi kurang menguntungkan.
3. Pemegang saham dapat berganti perusahaan, perusahaan juga dapat merubah
kebijakan dividennya.
STABILITAS DIVIDEN
Stabilitas dividen merupakan pembayaran dividen yang stabil dalam jangka waktu
yang lama. Sedangkan kebalikannya adalah pembayaran dividen yang sesuai dengan
persentase tetap dari perusahaan. Apabila semua faktor antara dua perusahaan sama tetapi
pembayaran dividennya berbeda, maka harga saham perusahaan yang membayar dividen
dengan stabil akan lebih tinggi daripada harga saham perusahaan yang membayar dividen
secara tidak stabil. Stabilitas dividen penting. Laba dan arus kas yang berubah-ubah
sepanjang waktu, demikian juga peluang investasi. Jadi, memaksimalkan harga saham
mengharuskan perusahaan menyeimbangkan kebutuhan dana untuk internal dan keinginan
para pemegang sahamnya.
Bagaimana keseimbangan ini dapat tercapai? Solusi yang relevan di antaranya:
Setiap perusahaan yang dimiliki publik membuat peramalan keuangan lima atau
sepuluh tahum umtuk laba dan dividen. Dan peramalan itu danya untuk internal.
Tetapi dengan analisis sekuritas peramalan tersebut dapat diketahui oleh investor.
Kebijakan dividen saat ini dikatakan stabil apabila meningkatkan dividen pada laju
yang mantap.
Kebijakan paling stabil pertama, dari sudut pandang investor, yaitu kebijakan
perusahaan yang tingkat pertumbuhan dividennya dapat diramalkan, seperti total
pengembalian perusahaan itu akan relative stabil dalam jangka panjang dan sahamnya
merupakan penangkal baik terhadap kenaikan inflasi.
Kebijakan paling stabil kedua, adalah bila pemegang saham mendapat cukup
kepastian bahwa dividen saat ini tidak akan dikurangi, jumlahnya mungkin tidak
bertumbuh pada tingkat yang mantap, tetapi manajemen mungkin akan mampu
menghindari pemotongan dividen.
Situai paling tidak stabil, yaitu bila laba dan arus kas begitu mudah berubah
sehingga investor tidak dapat mengandalkan perusahaan untuk mempertahankan dividen
saat ini.
Biaya ekuitas diminimumkan dan harga saham dimaksimumkan, jika suatu perusahaan
ingim berusaha sedapat mungkin menjaga kestabilan jumlah dividennya.
Dari penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh Cornell dan Shapiro (1987),
Peterson dan Benesh (1983), Prezas (1988), Ravid (1988) serta Titman (1984),
mengungkapkan bahwa terdapat interaksi antara keputusan investasi dan keputusan
finansial. Serta teori stakeholder yang dikemukakan oleh Cornell dan Shapiro bahwa non-
investor stakeholder mempengaruhi interaksi antara keputusan investasi dan finansial ini.
Dengan demikian proposisi yang diajukan adalah non-investor stakeholder dan investor
stakeholder mempunyai pengaruh terhadap kebijakan deviden perusahaan. Pengujian
proposisi tersebut adalah dengan menggunakan pengukuran yang lebih langsung dari free
cash flow sebagai suatu cara untuk menghubungkan deviden dengan biaya agen (agency
cost) dan objective smoothing prosedures pada rasio pembayaran deviden.
Dari teori yang telah dikemukakan diatas, terdapat beberapa faktor yang diduga
dapat mempengaruhi kebijakan deviden, yaitu:
1. Variabel NOC
Shapiro (1990), mengindikasikan bahwa manajer memberikan signal mengenai
kemampuan mereka untuk menghargai klaim implisit adalah dengan membayar
deviden yang rendah. Hal ini berarti bahwa lebih banyak kas yang yang tersimpan di
dalam perusahaan untuk membayar klaim implisit dan mengurangi risiko yang
mungkin terjadi bila dilakukan pemotongan deviden.
Suatu masalah yang muncul dalam pengujian hipotesa ini adalah kesulitan
dalam mengukur NOC. Namun spillover effect dapat dipakai sebagai proksi untuk
tingkat NOC, dimana hal ini didasarkan pada ide dari fokus perusahaan yang
mengukur konsentrasi perusahaan di dalam core business-nya.
2. Besarnya Perusahaan
Dari penelitian yang dilakukan oleh Lloyd, Jahera, dan Page (1985) dan Vogt
(1994), mengindikasikan bahwa besarnya perusahaan memainkan peranan dalam
menjelaskan rasio pembayaran deviden dalam perusahaan. Mereka menemukan
bahwa perusahaan yang besar cenderung untuk lebih mature dan mempunyai akses
yang lebih mudah dalam pasar modal, dimana hal tersebut akan mengurangi
ketergantungan mereka pada pendanaan internal, sehingga perusahaan akan
memberikan rasio pembayaran deviden yang tinggi. Untuk memisahkan agency effects
dari pengaruh besarnya perusahaan, maka dalam penelitian ini akan diregresi
prosentase dari saham yang dimiliki oleh insiders dan natural log dari jumlah
pemegang saham biasa dengan natural log dari total aset. Proksi yang digunakan untuk
mengukur besarnya perusahaan dalam penelitian ini adalah log total asset. Penggunaan
proksi tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Newbould dan Wilson
(1977) serta Mumford (1990) seperti diungkapkan dalam penelitian Machfoedz
(1994).
3. Variabel Agency Cost
Kepemilikan insider digunakan untuk mengukur biaya agen, yaitu dengan
menghitung prosentase dari total share outstanding yang dimiliki oleh insider. Dengan
semakin meningkatnya kepemilikan dari manajemen, maka biaya agensinya akan
semakin menurun, sepanjang manajer tersebut mengharapkan efek kesejahteraan yang
lebih pada keputusannya (Subrahmanyam, Rangan, dan Rosenstein, 1997).
Pengukuran kedua dari biaya agen adalah dengan memonitor/mengawasi
(monitoring) manajer yang dilakukan oleh pemegang saham. Jika seorang pemegang
saham memegang bagian yang substansial dalam ekuitas perusahaan, institutional
investor misalnya, maka monitoring yang dilakukan terhadap individual ini merupakan
aktivitas yang berbiaya rendah sebagai suatu prosentase dari kesejahteraan individual
di dalam kepemilikan. Dengan demikian perusahaan dengan konsentrasi pemilikan
yang rendah, atau secara relatif mempunyai jumlah pemegang saham yang banyak,
akan menaikkan rasio pembayaran deviden.
Pengukuran yang ketiga dari biaya agen adalah free cash flow di dalam suatu
perusahaan. Jensen (1986), mengatakan free cash flow sebagai aliran kas dimana
kelebihan pendanaan dibutuhkan untuk semua proyek yang mempunyai net present
value yang positif setelah keseluruhan proyek tersebut didiskontokan pada cost of
capital-nya. Free cash flow (FCF) secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai kas
yang menganggur, yaitu sisa kas setelah digunakan untuk berbagai keperluan proyek
yang telah direncanakan perusahaan, seperti: melunasi hutang, membayar deviden,
melakukan investasi, dan lain- lain. Dengan demikian tingkat FCF yang relatif rendah
akan mengurangi biaya agen sehingga kebutuhan dari deviden untuk membayar biaya
agen menjadi berkurang. Oleh karena itu semakin tinggi FCF maka semakin tinggi
rasio pembayaran deviden.
4. Variabel Transaction Cost
Pembayaran deviden yang tinggi akan mengurangi ekuitas biaya agen namun akan
menaikkan biaya transaksi yang berhubungan dengan pendanaan internal (Rozeff,
1982). Perusahaan yang memiliki pengalaman ataupun yang mengharapkan tingkat
pertumbuhan yang tinggi akan mempertahankan rasio pembayaran deviden yang
rendah untuk menghindari biaya untuk pembiayaan internal. Karena tidak dapat
digunakan pengukuran secara langsung terhadap biaya transaksi, maka digunakan
variabel pertumbuhan yang dipakai sebagai proksi, yang diciptakan oleh Barton,
Hill, dan Sundaram (1989), dimana mereka menggunakan variabel pertumbuhan
penjualan yang berhubungan dengan natural log dari penjualan dengan waktu. Dengan
demikian digunakan variabel tingkat pertumbuhan sebagai proksi dari biaya transaksi.
Brigham, Eugene F., dan Philip R. Daves. 2002. Intermediate Financial Management.
Seventh edition. United States: Thomson Learning.
Salim, Agus. 2012. Bab 14 Distribusi kepada Para Pemegang Saham: Dividen dan
Pembelian Kembali Saham (online). http://mybacaan.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 1 November 2013.
Putra, Indra. 2012. Kebijakan Deviden (online). http://indraputrabintan.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013.
Cornell, B. Dan A. C. Shapiro. “Corporate Stakeholder and Corporate Finance”. Financial
Management Spring 1987.
Peterson, P. P. Dan G. A. Benesh. “A Reexamination of Empirical Relationship between
Invesment and Financing Decisions”. Journal of Finance and Quantitative
Analysis. Desember 1983.