Anda di halaman 1dari 7

DISTRIBUSI KEPADA PARA PEMEGANG SAHAM: DIVIDEN DAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM-SAHAM

PERUSAHAAN

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Intermediate Financial Management
Pembimbing: Sumiati, SE, MSi Oleh Kelompok 8: Siti Fahriyah (115020201111033) Jenyarti Dewi
Arganata (115020201111041) Yogi Harsa Pradana (115020201111047) Ongky Hiendarto
(115020200111084) UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN
MANAJEMEN NOVEMBER 2013 DIVIDEN VERSUS CAPITAL GAIN: MANA YANG DISUKAI INVESTOR
Rasio Pembayaran target (target pay out ratio) adalah prosentasi dari laba bersih yang dibayarkan
sebagai dividen tunai seperti yang diinginkan oleh perusahaan-- sebaiknya sebagian besar di
dasarkan pada preferensi investor untuk dividen versus keuntungan modal: Apakah investor
menyukai: a. Membiarkan perusahaan mendistribusikan laba sebagai dividen tunai b. Membiarkan
melakukan pembelian kembali saham atau menanamkan kembali laba ke dalam bisnis Kebijakan
Dividen Optimal (optimal dividend policy) Kebijakan dividen yang mencapai suatu keseimbangan
antara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa mendatang dan memaksimalkan harga saham
perusahaan. Ada tiga teori tentang preferensi investor : a. Teori irevalensi dividen yang menyatakan
bahwa kebijakan dividen sebuah perusahaaan tidak memiliki pengaruh pada nilai maupun biaya
modalnya. b. Teori burung di tangan (bird-in-the-hand teory) adalah istilah Miller & Modigliani (MM)
untuk teori yang menyatakan bahwa nilai sebuah perusahaan akan dapat dimaksimalkan dengan
menetapkan rasio pembayaran dividen yang tinggi. c. Teori preferensi pajak adalah yang
berdasarkan kebijakan keuntungan modal jangka panjang biasanya dikenakan pajak dengan tarif 20
%, sedangkan laba dividen dikenakan pajak dengan tarif efektif mencapai angka maksimal 38,6 %.
Ketiga teori di atas menawarkan saran yang saling bertentangan kepada manajer perusahaan,
sehingga timbul pertanyaan teori manakah yang terbaik. Jalan yang paling logis adalah dengan
menguji teori-teori tersebut secara empiris. Akan tetapi terdapat masalah-masalah yang cukup
serius pada seluruh uji empiris yang telah dilakukan. Pertama, beberapa investor jelas-jelas
menyukai dividen sehingga dapat dikelompokkan menganut teori burung di tangan. Disisi lain,
investor tidak membutuhkan dividen tunai saat ini dan berada dalam golongan tarif pajak yang
tinggi. Terakhir beberapa investor mungkin bersifat indiferen, bagi mereka keuntungan dan kerugian
dari dividen adalah sama besar, sehingga preferensi pembelian saham mereka tidak akan mengalami
perubahan jika perusahaan membayarkan keuntungan mereka menjadi lebih banyak atau lebih
sedikit. ISSUE-ISSUE KEBIJAKAN DEVIDEN LAINNYA a. Hipotesis kandungan informasi adalah teori
yang menyatakan bahwa investor akan memandang perubahan dividen sebagai suatu sinyal
peramalan laba oleh manajemen. b. Efek pelanggan (client effect) adalah kecenderungan sebuah
perusahaan untuk menarik sekumpulan investor yang menyukai kebijakan dividennya. 1. Kelompok
atau pelanggan pemegang saham yang berbeda akan menyukai kebijakan pembayaran dividen yang
berbeda-beda. 2. Jika sebuah perusahaan menahan dan menginvetasikan kembali laba daripada
membayarkan dividen, maka para pemegang saham yang membutuhkan laba berada pada posisi
kurang menguntungkan. 3. Pemegang saham dapat berganti perusahaan, perusahaan juga dapat
merubah kebijakan dividennya. STABILITAS DIVIDEN Stabilitas dividen merupakan pembayaran
dividen yang stabil dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan kebalikannya adalah pembayaran
dividen yang sesuai dengan persentase tetap dari perusahaan. Apabila semua faktor antara dua
perusahaan sama tetapi pembayaran dividennya berbeda, maka harga saham perusahaan yang
membayar dividen dengan stabil akan lebih tinggi daripada harga saham perusahaan yang
membayar dividen secara tidak stabil. Stabilitas dividen penting. Laba dan arus kas yang berubah-
ubah sepanjang waktu, demikian juga peluang investasi. Jadi, memaksimalkan harga saham
mengharuskan perusahaan menyeimbangkan kebutuhan dana untuk internal dan keinginan para
pemegang sahamnya. Bagaimana keseimbangan ini dapat tercapai? Solusi yang relevan di
antaranya:  Setiap perusahaan yang dimiliki publik membuat peramalan keuangan lima atau
sepuluh tahum umtuk laba dan dividen. Dan peramalan itu danya untuk internal. Tetapi dengan
analisis sekuritas peramalan tersebut dapat diketahui oleh investor.  Kebijakan dividen saat ini
dikatakan stabil apabila meningkatkan dividen pada laju yang mantap. Kebijakan paling stabil
pertama, dari sudut pandang investor, yaitu kebijakan perusahaan yang tingkat pertumbuhan
dividennya dapat diramalkan, seperti total pengembalian perusahaan itu akan relative stabil dalam
jangka panjang dan sahamnya merupakan penangkal baik terhadap kenaikan inflasi. Kebijakan paling
stabil kedua, adalah bila pemegang saham mendapat cukup kepastian bahwa dividen saat ini tidak
akan dikurangi, jumlahnya mungkin tidak bertumbuh pada tingkat yang mantap, tetapi manajemen
mungkin akan mampu menghindari pemotongan dividen. Situai paling tidak stabil, yaitu bila laba
dan arus kas begitu mudah berubah sehingga investor tidak dapat mengandalkan perusahaan untuk
mempertahankan dividen saat ini.  Biaya ekuitas diminimumkan dan harga saham dimaksimumkan,
jika suatu perusahaan ingim berusaha sedapat mungkin menjaga kestabilan jumlah dividennya.
Penilaian Stabilitas Dividen  Muatan Informasi. Jika laba perusahaan menurun namun perusahaan
tidak mengurangi dividennya, pasar akan memiliki kepercayaan yang lebih tinggi terhadap saham.
Dividen stabil berpandangan bahwa masa depan perusahaaan lebih baik daripada yang direfleksikan
oleh penurunan laba. Maka manajemen dapat mempengaruhi harapan investor melalui informasi
yang terkandung pada dividen.  Keinginan Memperoleh Penghasilan saat ini. Walaupun investor
dapat menjual sebagian saham biasa mereka untuk memperoleh penghasilan pada saat dividen tidak
mencukupi saat ini, banyak investor enggan memakai uang pokok. Mereka sadar penghasilan
menempatkan nilai yang lebih tinggi bagi dividen stabil.  Pertimbangan-pertimbangan
Kelembagaan. Dividen stabil mungkin menguntungkan dari sudut pandang hukum karena
mengizinkan beberapa investor kelembagaan tertentu untuk membeli saham biasa. MENETAPKAN
KEBIJAKAN DIVIDEN DALAM PRAKTIK Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen
dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar
disebabkan oleh asumsi bahwa: 1. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang yang stabil. 2.
Investor melihat kenaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek
baik, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu
tidak menurunkan pembayaran dividen. Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend
Payout Ratio tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada penghasilan bersih
perusahaan (EAT). Jika DPR dijaga kestabilannya, misalnya ditetapkan sebesar 50% dari waktu ke
waktu, tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi. Pada umumnya
perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan dimana mereka yakin dapat
mempertahankannya dividen masa mendatang. Artinya jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun,
perusahaan masih dapat mempertahankan pembayaran dividennya. Model Dividen Residual Yaitu
suatu model di mana dividen yang dibayarkan ditetapakan sama dengan laba actual dikurangi
dengan jumlah laba yang perlu ditahan untuk membiayai anggaran modal perusahaan yang optimal.
Bagi perusahaan tertentu, rasio pembayaran yang optimal merupakan fungsi dari empat faktor: a.
Pilihan investasi atas dividen lawan keuntungan modal. b. Peluang investasi perusahaaan. c. Struktur
modal yang ditargetkan. d. Ketersediaan dan biaya dari modal eksternal. Pada prakteknya ada
perusahaan yang menggunakan model residual dividend dimana dividen ditentukan dengan cara: 1.
Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan. 2. Mempertimbangkan target struktur modal
perusahaan untuk menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi. 3.
Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal sendiri tersebut semaksimal
mungkin. 4. Membayar dividen hanya jika ada sisa laba. Dengan demikian, besarnya dividen bersifat
fluktuatif. Model Residual Dividend ini berkembang karena perusahaan lebih senang menggunakan
laba ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modal sendiri,
alasannya: 1) Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham (flotation cost) , dan 2) Menurut
teori signaling hypothesis penerbitan saham baru sering salah artikan oleh investor bahwa
perusahaan kesulitan keuangan sehingga menyebabkan penurunan harga saham. Model Residual
dividend menyebabkan dividen bervariasi jika kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi
(fluktuasi), Jika kita percaya pada teori signaling hypothesis, maka model ini sebaiknya tidak
digunakan secara kaku untuk menetapkan besarnya dividen secara year to year basis. Model ini lebih
banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran payout ratio jangka panjang yang
memungkinkan perusahaan memenuhi kebutuhan akan modal sendiri dengan laba ditahan. Laba,
Arus Kas, dan Dividen Dividen jelas lebih tergantung apda arus kas, yang mencerminkan kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen, dibanding pada laba, yang sangat dipengaruhi oleh praktek
akuntansi serta hal-hal lain yang tidak mencerminkan kemampuan untuk membayar dividen.
Prosedur Pembayaran Dividen 1. Tanggal Pengumuman, yaitu tanggal pada saat direksi perusahaan
mengeluarkan pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen. 2. Tanggal Pencatatan Pemegang
Saham, yaitu jika perusahaan mencatat seorang pemegang saham sebagai pemilik pada tanggal ini,
pemegang saham tersebut berhak menerima dividen. 3. Tanggal Pemisahan Dividen, yaitgu tanggal
saat dividen dipisahkan dari saham. 4. Tanggal Pembayaran, yaitu tanggal pada saat perusahaan
benar-benar mengirimkan cek dividen. Pola Pembayaran Dividen 1. Jumlah dollar stabil per saham.
Kebijakan untuk membayar jumlah dollar stabil per saham, yang disebut Kebijakan Dividen Stabil. 2.
Rasio pembayaran dividen. Kebijakan ini tidak akan memaksimumkan nilai saham, karena pasar tidak
dapat mengandalkan kebijakan ini untuk memberi informasi mengenai prospek perusahaan pada
masa mendatang dan karena kebijakan ini mempengaruhi investasi. 3. Dividen-Tetap-yang-Rendah-
Ditambah_Ekstra Yaitu suatu kebijakan yang mengumumkan dividen tetap yang rendah yang dapat
dipertahankan dalam keadaan pada masa cerah membayar dividen “ekstra” yang telah ditentukan.
RENCANA REINVESTASI DIVIDEN ATAU DEVIDEND REINVESTMENT PLANS (DRP) Yaitu suatu rencana
yang memungkinkan pemegang saham untuk secara otomatis menginvestasikan kembali dividennya
dalam bentuk saham perusahaan yang membayarkan. Ada dua jenis devidend reinvestment plans,
yaitu: 1. DRP yang melibatkan “saham lama”, apabila pemegang saham memilih reinvestasi, suatu
bank, yang bertindak selaku perwalian, mengambil seluruh dana yang tersedia untuk diinvestasikan
kembali, membeli saham perusahaan di pasar terbuka, dan mengalokasikan saham yang dibeli ke
rekening pemegang saham yang ikut serta atas dasar pro rata. 2. DRP yang melibatkan “saham
baru”, menyediakan dividen untuk diinvestasikan di dalam penerbitan saham baru, karenanya
rencana ini menambah modal baru bagi perusahaan. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEBIJAKAN DIVIDEN Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen antara lain
dikemukakan oleh Bambang Riyanto (1995) bahwa kebijakan dividen itu dipengaruhi oleh posisi
likuiditas, kebutuhan dana untuk membayar hutang, tingkat pertumbuhan emiten dan pengawasan
terhadap emiten. Sedangkan Hasan dan Puji Astuti (1994) menyebutkan faktor operating cost flow,
tingkat laba, kesempatan investasi, biaya transaksi dan pajak perorangan. Beberapa faktor yang bisa
menyebabkan pembayaran dividen yang lebih tinggi dan beberapa faktor berpengaruh sebaliknya.
Oleh karena itu penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dividen payout ratio perlu
dilakukan yaitu menguji konstruksi pengaruh faktor profitabilitas, kas, potensi pertumbuhan, dan
ukuran perusahaan dan kepemilikan minoritas terhadap dividen payout ratio. Sedangkan banyak
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebijakan deviden menurut Van Horne dan M. Machowicz
(2007), antara lain: 1. Kebutuhan Dana Untuk Membayar Utang Apabila suatu perusahaan akan
memperoleh utang baru atau menjual obligasi untuk membiayai perusahaan, sebelumnya harus
sudah direncanakan bagaimana caranya untuk membayar kembali utang tersebut. Utang dapat
dilunasi pada hari jatuhnya dengan mengganti utang tersebut dengan utang baru. Atau alternatif lain
ialah perusahaan harus menyediakan dana sendiri yang berasal dari keuntungan untuk melunasi
utang tersebut. Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari
laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk
keperluan tersebut, ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang
dibayarkan sebagai dividen. Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan dividend payout ratio
yang rendah. 2. Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak
kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi
kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan
untuk membayar dividen. Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan dan profitable akan
memerlukan dana yang cukup besar untuk membiayai investasinya, oleh karena itu mungkin akan
kurang likuid karena dana yang diperoleh lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva
lancar yang permanen. Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi
perusahaan dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dana. Keputusan investasi akan menentukan
tingkat ekspansi dan kebutuhan dana perusahaan, sementara itu keputusan pembelanjaan akan
menentukan pemilihan sumber dana untuk membiayai investasi tersebut. 3. Tingkat Pertumbuhan
Perusahaan Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan akan dana
untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Makin besar kebutuhan dana untuk waktu
mendatang untuk membiayai pertumbuhannya, perusahaan tersebut biasanya lebih senang untuk
menahan earning nya daripada dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham dengan
mengingat batasan-batasan biayanya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin cepat
tingkat pertumbuhan perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan
untuk memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam
perusahaan, yang ini berarti makin rendah dividend payout rationya. Apabila perusahaan telah
mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established,
dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber
dana eksteren lainnya, maka keadaannya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan
dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi. 4. Keadaan Pemegang Saham Jika perusahaan
itu kepemilikan sahamnya relatif tertutup, manajemen biasanya mengetahui dividen yang
diharapkan oleh pemegang saham dan dapat bertindak dengan tepat. Jika hampir semua pemegang
saham berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gains, maka perusahaan
dapat mempertahankan dividend payout ratio yang rendah. Dengan dividend payout ratio yang
rendah tentunya dapat diperkirakan apakah perusahaan akan menahan laba untuk kesempaan
investasi yang profitable. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya besar hanya dapat
menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam konteks pasar. 5. Pembatasan Hukum
Pembatasan hukum tertentu bisa membatasi jumlah dividen yang bisa dibayarkan perusahaan.
Menurut Arthur J Keown, at al menyatakan bahwa batasan hukum ada dua kategori : a. Pembatasan
menurut Undang-Undang, dapat mengahalangi perusahaan dalam membayar dividen. Batasan-
batasan ini mungkin saja berbeda, biasanya perusahaan tidak membayar dividen karena kewajiban
perusahaan melebihi assetnya, jika jumlah dividen melebihi akumulasi laba (laba ditahan), dan jika
dividen dibayarkan dari modal yang diinvestasikan dalam perusahaan. b. Adalah unik bagi tiap
perusahaan dan hasil dari batasan dalam kontrak hutang dan saham preferen. Untuk
meminimumkan resiko, investor seringkali menerapkan aturan pembatasan atas manajemen sebagai
syarat investasi mereka dalam perusahaan. Batasan ini bisa meliputi aturan bahwa dividen takkan
diumumkan sebelum utang dibayar kembali. Juga perusahaan mungkin disyaratkan
mempertahankan jumlah modal kerja tertentu. Pemegang saham preferen bisa menuntut agar
dividen biasa tidak akan dibayar jika saham preferen tidak dibayarkan. 6. Pengawasan Terhadap
Perusahaan Variabel penting lainnya adalah kontrol atau pengawasan terhadap perusahaan. Ada
perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal
dari sumber interen saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau
ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan
control dari kelompok dominan di dalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai ekspansi
dengan uang akan memperbesar risiko financialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan interen
dalam usaha mempertahankan control terhadap perusahaan, berarti mengurangi dividen payout
ratio nya. Dari penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh Cornell dan Shapiro (1987), Peterson dan
Benesh (1983), Prezas (1988), Ravid (1988) serta Titman (1984), mengungkapkan bahwa terdapat
interaksi antara keputusan investasi dan keputusan finansial. Serta teori stakeholder yang
dikemukakan oleh Cornell dan Shapiro bahwa noninvestor stakeholder mempengaruhi interaksi
antara keputusan investasi dan finansial ini. Dengan demikian proposisi yang diajukan adalah non-
investor stakeholder dan investor stakeholder mempunyai pengaruh terhadap kebijakan deviden
perusahaan. Pengujian proposisi tersebut adalah dengan menggunakan pengukuran yang lebih
langsung dari free cash flow sebagai suatu cara untuk menghubungkan deviden dengan biaya agen
(agency cost) dan objective smoothing prosedures pada rasio pembayaran deviden. Dari teori yang
telah dikemukakan diatas, terdapat beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi kebijakan
deviden, yaitu: 1. Variabel NOC Shapiro (1990), mengindikasikan bahwa manajer memberikan signal
mengenai kemampuan mereka untuk menghargai klaim implisit adalah dengan membayar deviden
yang rendah. Hal ini berarti bahwa lebih banyak kas yang yang tersimpan di dalam perusahaan untuk
membayar klaim implisit dan mengurangi risiko yang mungkin terjadi bila dilakukan pemotongan
deviden. Suatu masalah yang muncul dalam pengujian hipotesa ini adalah kesulitan dalam mengukur
NOC. Namun spillover effect dapat dipakai sebagai proksi untuk tingkat NOC, dimana hal ini
didasarkan pada ide dari fokus perusahaan yang mengukur konsentrasi perusahaan di dalam core
business-nya. 2. Besarnya Perusahaan Dari penelitian yang dilakukan oleh Lloyd, Jahera, dan Page
(1985) dan Vogt (1994), mengindikasikan bahwa besarnya perusahaan memainkan peranan dalam
menjelaskan rasio pembayaran deviden dalam perusahaan. Mereka menemukan bahwa perusahaan
yang besar cenderung untuk lebih mature dan mempunyai akses yang lebih mudah dalam pasar
modal, dimana hal tersebut akan mengurangi ketergantungan mereka pada pendanaan internal,
sehingga perusahaan akan memberikan rasio pembayaran deviden yang tinggi. Untuk memisahkan
agency effects dari pengaruh besarnya perusahaan, maka dalam penelitian ini akan diregresi
prosentase dari saham yang dimiliki oleh insiders dan natural log dari jumlah pemegang saham biasa
dengan natural log dari total aset. Proksi yang digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan
dalam penelitian ini adalah log total asset. Penggunaan proksi tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Newbould dan Wilson (1977) serta Mumford (1990) seperti diungkapkan dalam
penelitian Machfoedz (1994). 3. Variabel Agency Cost Kepemilikan insider digunakan untuk
mengukur biaya agen, yaitu dengan menghitung prosentase dari total share outstanding yang
dimiliki oleh insider. Dengan semakin meningkatnya kepemilikan dari manajemen, maka biaya
agensinya akan semakin menurun, sepanjang manajer tersebut mengharapkan efek kesejahteraan
yang lebih pada keputusannya (Subrahmanyam, Rangan, dan Rosenstein, 1997). Pengukuran kedua
dari biaya agen adalah dengan memonitor/mengawasi (monitoring) manajer yang dilakukan oleh
pemegang saham. Jika seorang pemegang saham memegang bagian yang substansial dalam ekuitas
perusahaan, institutional investor misalnya, maka monitoring yang dilakukan terhadap individual ini
merupakan aktivitas yang berbiaya rendah sebagai suatu prosentase dari kesejahteraan individual di
dalam kepemilikan. Dengan demikian perusahaan dengan konsentrasi pemilikan yang rendah, atau
secara relatif mempunyai jumlah pemegang saham yang banyak, akan menaikkan rasio pembayaran
deviden. Pengukuran yang ketiga dari biaya agen adalah free cash flow di dalam suatu perusahaan.
Jensen (1986), mengatakan free cash flow sebagai aliran kas dimana kelebihan pendanaan
dibutuhkan untuk semua proyek yang mempunyai net present value yang positif setelah
keseluruhan proyek tersebut didiskontokan pada cost of capital-nya. Free cash flow (FCF) secara
sederhana dapat diterjemahkan sebagai kas yang menganggur, yaitu sisa kas setelah digunakan
untuk berbagai keperluan proyek yang telah direncanakan perusahaan, seperti: melunasi hutang,
membayar deviden, melakukan investasi, dan lain- lain. Dengan demikian tingkat FCF yang relatif
rendah akan mengurangi biaya agen sehingga kebutuhan dari deviden untuk membayar biaya agen
menjadi berkurang. Oleh karena itu semakin tinggi FCF maka semakin tinggi rasio pembayaran
deviden. 4. Variabel Transaction Cost Pembayaran deviden yang tinggi akan mengurangi ekuitas
biaya agen namun akan menaikkan biaya transaksi yang berhubungan dengan pendanaan internal
(Rozeff, 1982). Perusahaan yang memiliki pengalaman ataupun yang mengharapkan tingkat
pertumbuhan yang tinggi akan mempertahankan rasio pembayaran deviden yang rendah untuk
menghindari biaya untuk pembiayaan internal. Karena tidak dapat digunakan pengukuran secara
langsung terhadap biaya transaksi, maka digunakan variabel pertumbuhan yang dipakai sebagai
proksi, yang diciptakan oleh Barton, Hill, dan Sundaram (1989), dimana mereka menggunakan
variabel pertumbuhan penjualan yang berhubungan dengan natural log dari penjualan dengan
waktu. Dengan demikian digunakan variabel tingkat pertumbuhan sebagai proksi dari biaya
transaksi. DIVIDEN SAHAM DAN PEMECAHAN SAHAM Dividen saham (stock dividend) adalah suatu
dividen yang dibayarkan dalam bentuk tambahan saham dan bukan bentuk uang tunai. Pemecahan
saham (stock split) merupakan tindakan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk
meningkatkan jumlah saham beredar, seperti menggandakan jumlah lembar saham beredar dengan
memberikan dua saham baru kepada pemegang saham untuk setiap satu lembar saham yang
sebelumnya ia miliki. Dividen saham dan pemecahan saham memiliki hubungan dengan kebijakan
dividen tunai perusahaaan. Pengaruh pada harga saham dengan temuan sebagai berikut : a. Rata-
rata harga saham sebuah perusahaan akan naik tidak berapa lama setelah perusahaan
mengumumkan adanya pemecahan atau dividen saham. b. Akan tetapi, kenaikan harga ini
disebabkan olah adanya fakta bahwa para investor memperlakukan pemecahan/dividen sebagai
suatu pertanda adanya laba dan dividen masa depan yang lebih tinggi daripada adanya keinginan
dividen/pemecahan saham. c. Jika perusahaan mengumumkan adanya pemecahan atau dividen
saham, maka harga saham cendrung akan naik. d. Bahwa komisi pialang biasanya secara prosentase
dibebankan lebih tinggi pada sahamsaham yang berharga rendah. PEMBELIAN KEMBALI SAHAM
Adalah suatu taransaksi dimana sebuah perusahaan membeli kembali sahamnya sendiri, sehingga
menurunkan jumlah saham beredar, meningkatkan EPS dan seringkali menaikkan harga saham.
Pembelian kembali saham (stock repurchase) dilakukan dalam 3 jenis: a. Situasi dimana perusahaan
memiliki kas yang tersedia untuk didistribusikan kepada para pemegang sahamnya, dan
membayarkan dividen tunai. b. Situasi perusahaan menyimpulkan struktur modalnya dibebani
terlalu berat oleh ekuitas dan kemudian menjual utang serta menggunakan hasil penjualannya untuk
membeli kembali saham-sahamnya. c. Situasi dimana sebuah perusahaan menerbitkan opsi kepada
para karyawannya dan kemudian menggunakan pembelian kembali di pasar terbuka untuk
memperoleh saham, kemudian dipergunakan ketika opsi dilaksanakan. Dampak Pembelian Kembali
Saham Perusahaan berharap dapat meraih keuntungan dengan melakukan pembelian kembali.
Keuntungan pembelian kembali saham adalah sebagai berikut: a. Pengumuman pembelian kembali
dipandang sebagai sinyal yang posistif oleh para investor karena pembelian kembali tersebut sering
kali dimotivasi adanya keyakinan manajemen bahwa saham perusahaan dinilai terlalu rendah. b.
Para pemegang saham akan dapat memilih ketika perusahaan mendistribusikan kasnya melalui
pembelian saham, mereka dapat menjual atau tidak menjual. c. Pembelian kembali dapat
menghilangkan satu blok besar saham di pasar dan menahan harga per lembar saham. d. Dividen
adalah hal yang “tetap” dalam jangka pendek, karena manajemen enggan menaikkan dividen jika
kenaikkan tersebut tidak dapat dipertahankan di masa mendatang. e. Perusahaan dapat
mempergunakan model residu untuk menetapkan suatu tingkat distribusi kas sasaran, kemudian
membagi distribusi tersebut menjadi komponen deviden dan komponen pembelian kembali. f.
Pembelian kembali dapat digunakan untuk menciptakan perubahan struktur modal dalam skala
besar. g. Perusahaan yang menggunakan opsi saham sebagai salah satu unsur yang penting dalam
kompensasi karyawan dapat membeli kembali saham dan kemudian menggunakan opsi tersbut
kepada para karyawannya dalam menerapkan opsi saham. Kerugian Pembelian Kembali Kerugian
Pembelian Kembali meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Para pemegang saham mungkin akan
bersikap terhadap dividen dan keuntungan modal, dan harga saham mungkin akan lebih
diuntungkan dari dividen tunai daripada pembelian kembali. b. Para pemegang saham yang
melakukan penjualan mungkin tidak menyadari sepenuhnya seluruh implikasi dari pembelian
kembali, atau mungkin mereka tidak memiliki semua informasi yang berhubungan dengan aktivitas
perusahaan saat ini dan dimasa datang. c. Perusahaan mungkin membayar harga yang terlalu tinggi
untuk membeli kembali sahamnya, dan memberikan kerugian bagi para pemegang saham yang
masih tersisa. DAFTAR PUSTAKA Brigham, Eugene F., dan Philip R. Daves. 2002. Intermediate
Financial Management. Seventh edition. United States: Thomson Learning. Salim, Agus. 2012. Bab 14
Distribusi kepada Para Pemegang Saham: Dividen dan Pembelian Kembali Saham (online).
http://mybacaan.blogspot.com. Diakses pada tanggal 1 November 2013. Putra, Indra. 2012.
Kebijakan Deviden (online). http://indraputrabintan.blogspot.com. Diakses pada tanggal 31 Oktober
2013. Cornell, B. Dan A. C. Shapiro. “Corporate Stakeholder and Corporate Finance”. Financial
Management Spring 1987. Peterson, P. P. Dan G. A. Benesh. “A Reexamination of Empirical
Relationship between Invesment and Financing Decisions”. Journal of Finance and Quantitative
Analysis. Desember 1983.

Anda mungkin juga menyukai