Anda di halaman 1dari 11

SEMINAR MANAJEMEN KEUANGAN

“KEBIJAKAN DEVIDEN”

Dosen : Dr. Sri Murni, SE, M,Si

Kelas : 7B1 / B3 / B5

KELOMPOK 9
Nama Kelompok :
Olifia V. Antula 17061102299
Febriani L. Paledung 17061102276
Inry Margaretha 17061102280

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


MANADO
2020
BAB I

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN DEVIDEN

Dividen adalah hak para pemegang saham yang merupakan bagian dari laba bersih perusahaan
dapat berupa kas, saham, barang, surat berharga, dan lainnya yang dibayarkan oleh badan usaha
berbentuk perseroan terbatas pada setiap akhir periode sesuai dengan persentase saham yang
dimiliki para pemegang saham.

Dividen merupakan bagian dari keuntungan suatu perusahaan yang dibayarkan kepada para
pemegang saham. Keputusan dividen adalah keputusan manajemen keuangan dalam menentukan
besarnya proporsi laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan proporsi dana yang
akan disimpan diperusahaan sebagai laba ditahan untuk pertumbuhan perusahaan

Salah satu kebijakan deviden yang harus diambil oleh manajemen adalah laba yang diperoleh oleh
perusahaan selama satu periode akan dibagi sebagian untuk deviden dan sebagian lagi di bagi dalam
laba ditahan.

Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan dengan keputusan pendanaan
perusahaan. Secara definisi Kebijakan Deviden adalah kebijakan untuk menentukan berapa laba
yang harus dibayarkan (deviden) kepada pemegang saham dan berapa banyak yang harus ditanam
kembali (laba ditahan).

Deviden adalah pendapatan bagi pemegang saham yang dibayarkan setiap akhir periode sesuai
dengan persentasenya. Persentase dari laba yang akan dibagikan sebagai deviden kepada pemegang
saham disebut sebagai Deviden PayoutRatio (DPR)

Bambang Riyanto (2001: 281) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai “politik yang bersangkutan
dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk
dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam
perusahaan (laba ditahan).

Menurut Sundjaja dan Barlian (2003: 390)kebijakan dividen adalah rencana tindakan yang harus
diikuti dalam membuat keputusan dividen.

Menurut Wetson dan Brigham (1990:198)kebijakan dividen adalah keputusan untuk membagikan
laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan.

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DEVIDEN

Adapun factor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya deviden yang dibayarkan oleh perusahaan
kepada pemegang saham antara lain :

1. Posisi likuiditas Perusahaan

Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan kebijakan
pemenuhan kebutuhan dana. Deviden bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar
posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan, akan semakin besar kemampuan
perusahaan untuk membayar deviden.
2. Kebutuhan Dana Untuk Membayar Hutang

Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis
pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan, yaitu perusahaan membiayai
hutang itu pada saat jatuh tempo atau menggantikan dengan jenis surat berharga yang lain. Jika
keputusannya membayar hutang tesebut, maka biasanya perlu untuk menahan laba.

3. Tingkat Ekspansi Aktiva

Semakin cepat suatu perusahaan berkembang, semakin besar kebutuhannya untuk membiayai
ekspansi aktivanya, perusahaan cenderung untuk menahan laba daripada membayarkannya dalam
bentuk deviden.

4. Stabilitas Laba

Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil sering kali dapat memperkirakan berapa besar laba
dimasa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung membayarkan “DPR” yang
tinggi, daripada perusahaan yang labanya berfluktuasi. Deviden yang lebih rendah akan mebih
mudah untuk dibayar apabila laba menurun pada masa yang akan datang.

C. TEORI – TEORI KEBIJAKAN DEVIDEN

1. Dividen irrelevanceTheory (Dividen Tidak Relevan)

Beberapa kalangan berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap
harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika kebijakan dividen tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan, maka hal tersebut tidak relevan.

Pendukung dari tidak relevannya kebijakan dividen adalah Modigliani-Miller (MM). Mereka
berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak mempengaruhi harga
saham maupun kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai
perusahaan ditentukan oleh earningpower danasset perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai
perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang
diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai
perusahaan.

MM menyatakan bahwa dividen tidak relevan berdasarkan asumsi-asumsi di bawah ini:

a) Pasar modal sempurna, di mana para investor mempunyai kesamaan informasi, tidak ada
biaya transaksi dan tidak ada pajak.

b) Para investor bersifat rasional.

c) Semua peserta pasar bersifat price-taker.

d) Adanya unsur ketidakpastian bagi arus pendapatan masa datang dan para investor mempunyai
informasi yang sama

e) Manajer dalam pengambilan keputusannya mengenai produksi dan investasinya disesuaikan


dengan informasi tersebut.

f) Untuk memisahkan pengaruh dividen dan pengaruh leverage, maka semua perusahaan
dianggap memiliki rasio D/S sama.
g) Perusahaan-perusahaan semestinya memiliki kelas risiko yang sama.

h) Perusahaan dengan produksi yang sekarang memiliki yield yang sama.

2. Teori Bird in The Hand

Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) yang berpendapat bahwa
ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan, karena para
investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang dihasilkan dari
laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima dividen. Gordon dan Lintner
berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari
dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal.

MM dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai perusahaan tidak tergantung pada kebijakan
dividen, yang menyiratkan bahwa investor tidak peduli antara dividen dengan keuntungan modal.
MM menamakan pendapat Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan
pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan
seribu burung di udara. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyaidividendpayoutratio yang
tinggi akan mempunyai nilai perusahaan yang tinggi pula.

Namun menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan


kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan
dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang
hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian dividen.

3. Teori Preferensi Pajak

Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih
menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu:

a) Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan dividen. Untuk itu
investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham) mungkin lebih suka perusahaan menahan
dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap
menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan
menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.

b) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada efek nilai waktu.

c) Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak
keuntungan modal yang terutang.

Karena adanya keuntungan-keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan
menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikia para investor akan mau membayar lebih
tinggi untuk perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis
yang pembagian dividennya tinggi.
D. Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Resiko Bisnis

Perusahaan yang baru berkembang sangat rentan terhadap peningkatan hutang. Rasio hutang
terhadap aset total perusahaan yang semakin besar menunjukkan potensi resiko yang semakin besar
pula. Hal ini bisa berakibat terjadinya financialdistress.

 Dividen Menjadi Sumber Konflik

Kebijakan pembayaran pembagian laba saham bisa menjadi salah satu sumber konflik antara
pemberi pinjaman dengan pemegang saham dan hasilnya bisa memunculkan biaya keagenan
hutang.

 Saat Dividen Ditiadakan

Dividen yang dibatasi dalam perjanjian hutang perusahaan dapat berisiko terhadap rendahnya
konversi dividen akibat perusahaan yang mengalami kesulitan sumber dana atau kas perusahaan.

Manajer perusahaan seringkali meniadakan pembagian laba saham, padahal hal tersebut justru akan
menjadi beban perusahaan untuk membayar lebih besar terhadap pemegang saham daripada ketika
mereka membagikan laba saham dalam jumlah rendah.

Meniadakan pembagian laba saham adalah pilihan yang buruk bagi suatu perusahaan yang kesulitan
keuangan, karena para pemegang saham bisa saja merasa dirugikan dan meminta bagian lebih
besar.

 Saat Dividen Dinaikkan

Perusahaan yang menaikkan pembagian laba saham untuk para investor padahal hutangnya sangat
tinggi, bisa menjadi prespektif negatif bagi investor tersebut. Hal ini karena diduga dividen yang
diberikan berasal dari penerbitan hutan atau dana investasi lain dengan mengabaikan kepentingan
pembayaran hutang. Tentu ini membuat perusahaan rawan terhadap resiko kebangkrutan.

 Daya Tarik Dividen

Perusahaan yang bisa memberikan pembagian laba saham besar dengan tanggungan hutang yang
sedikit bisa menjadi daya tarik bagi investor lain. Perusahaan akan dinilai memiliki kemampuan
secara moril maupun finansial untuk mengelola perusahaan dengan benar tanpa belenggu hutang.

Bisnis atau perusahaan yang memiliki pengelolaan finansial yang baik memungkinkan profit yang
lebih besar dikarenakan biaya produksi yang lebih rendah.

 Menginvestasikan Dividen

Bisnis juga dapat berpengaruh terhadap penentuan kebijakan pembagian laba saham. Profitabilitas
seringkali dihasilkan dari penggunaan biaya operasi yang tetap dengan penjualan yang meningkat.

Perusahaan seringkali menginvestasikan keuntungan yang didapatkan untuk lebih meningkatkan


laba di masa depan. Padahal ini menyebabkan berkurangnya dana perusahaan sehingga investor
mendapatkan pembagian laba saham yang rendah.

Dilema kebijakan laba saham seringkali menjadi kendala bagi para pimpinan perusahaan. Dividen
tidak dapat diputuskan hanya dari keuangan perusahaan saja, namun juga harus memperhatikan
resiko yang bisa ditimbulkan.
E. JENIS-JENIS DIVIDEN

Menurut Zaki Baridwan (1993) deviden yang akan dibagikan oleh perusahaan dapat terbagi dalam
beberapa jenis, yaitu:

1. Dividen tunai (cash dividen),

yaitu dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai dan
dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. Dividen ini yang paling umum dan banyak digunakan
dalam pembagian saham.

2. Dividen saham (stock dividen),

yaitu dividen yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham
perusahaan sehingga jumlah saham perusahaan menjadi bertambah. Jadi, pemberianstock
dividen ini dilakukan dengan cara mengubah sebagian laba ditahan (retainedearnings) menjadi
modal saham yang pada dasarnya tidak mengubah jumlah modal sendiri. Namun
demikian cashflow perusahaan tidak terganggu karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang
tunai. Peristiwa ini dilakukanjika posisi kas perusahaan atau likuiditas diperlukan oleh perusahaan.
Investor dalam hal ini akan memiliki lebih banyak saham tetapi laba per lembar saham lebih rendah.
Proporsi pemilikan investor tidak mengalami perubahan.

Contoh:

PT Abadi memiliki struktur modal sebagai berikut:

ð Saham biasa (nominal Rp 1000 : 3 000 000 lembar) = Rp 3 000 000 000

ð Capital surplus = Rp 1 500 000 000

ð Laba ditahan = Rp 7 500 000 000

ð Modal sendiri = Rp 12 000 000 000

ð Perusahaan menentukan stockdividend sebesar10%.

ð Harga pasar saham Rp 4.000,-

Bagaimanakah komposisi modal sendiri setelah stockdividend?

Jawab:

ð Stockdividend 10%

Maka ada tambahan saham sebanyak 10% x 3 000 000 = 300 000 lembar.

ð Stock deviden = 300 000 x Rp 4.000,- = Rp 1.200.000.000,-

ditransfer dari laba ditahan ke saham biasa dan capital surplus.


a) Nilai nominal saham tidak berubah, maka 300 000 lembar x Rp 1000 = Rp 300.000.000, ditransfer
ke modal saham biasa.

b) Sisanya Rp 1 200 000 000 – Rp 300 000 000,- = Rp 900 000 000,- dimasukkan dalam capital
surplus, sehingga total modal sendiri tidak berubah.

c) Setelah stockdividend maka komposisi modal sendiri PT Abadi :

ð Saham biasa (nominal Rp 1000 ; 3 300 000 lembar) = Rp 3 300 000 000

ð Capital surplus = Rp 2 400 000 000

ð Laba ditahan = Rp 6 300 000 000

ð Modal sendiri = Rp 12 000 000 000

Stockdividend meningkatkan jumlah saham yang beredar, sehingga laba per saham (EPS) akan
menurun secara proporsional. Jadi para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang
bertambah, tetapi mempunyai EPS yang berkurang, sehingga proporsi keuntungan totalnya tetap
tidak berubah. Pembagian stock dividen akan menurunkan harga saham sehingga tidak memberikan
manfaat ekonomis, kalau kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba tidak berubah,
demikian juga dengan biaya modalnya.

Bagaimanapun, harga saham akan dipengaruhi oleh kemampuan memperoleh laba dan resiko
perusahaan (yang tercermin dalam biaya modalnya). Kedua factor tersebut tidak bisadimanipulasi
oleh manajer keuangan. Manajer keuangan tidak bisa menyebabkan pemegang saham menjadi lebih
kaya hanya karena memutuskan untuk membagikan stockdividend. Umumnya perusahaan
memutuskan untuk membagikan stockdividend, karena mereka memerlukan dana tersebut, dan
tidak ingin mengecewakan pemegang saham.

3. Pemecahan Saham (StockSplit)

Stocksplit adalah pemecahan nilai nominal saham ke dalam nilai nominal yang lebih kecil.
Pemecahan saham lama ini menjadi beberapa saham baru, akan menyebabkan jumlah saham yang
beredar bertambah. Tujuan stocksplit adalah untuk menempatkan harga pasar saham dalam
tradingrange tertentu.

Contoh:

PT Abadi menentukan stocksplit dari satu menjadi dua saham. Komposisi modal sendiri

perusahaan adalah sebagai berikut:

ð Saham biasa (nominal Rp 5000 ; 600 000 lembar) = Rp 3.000 000

ð Capital surplus = Rp 1.500 000

ð Laba ditahan = Rp 7.500 000

ð Modal sendiri = Rp12.000 000


Setelah stocksplit, komposisi modal sendiri menjadi:

ð Saham biasa (nominal Rp 2500 ; 1 200 000 lembar) = Rp 3.000 000

ð Capital surplus = Rp 1.500 000

ð Laba ditahan = Rp 7 500 000

ð Modal sendiri = Rp12.000 juta

Setelah stocksplit, nilai nominal saham menjadi ½ X Rp 5 000 = Rp 2500 per lembar. Investor yang
semula memiliki 100 lembar saham setelah stocksplit jumlah saha, yang dimilikinya menjadi 2 X 100
lembar = 200 lembar, meskipun total nilainya tidak mengalami perubahan. Kekayaan investor tidak
berubah, sehingga tidak ada keuntungan ekonomis yang diperolehnya dari stocksplit.

Jadi ada persamaan antara StockDevidend dan StockSplit, yaitu:

1. Tidak ada pendistribusian kas dalam kedua bentuk itu.

2. Mengakibatan jumlah lembar saham yang beredar meningkat.

3. Total modal sendiri (net worth) tidak berubah, tetapi hanya

4. komposisinya saja yang berubah.

4. Pembelian Kembali Saham (RepurchaseOfStock)

Sebagai akternatif pemberian deviden berupa uang tunai, perusahaan dapat mendistribusikan
pendapatan kepada pemegang saham dengan cara membeli kembali saham perusahaan
(repurchasingstock). Saham yang dibeli kembali itu akan dibukukan sebagai perkiraan TreasuryStock.
Dengan dibelinya kembali sebagian saham, maka jumlah saham yang beredar akan berkurang, bila
diasumsikan pembelian kembali saham ini tidak memberi pengaruh negative terhadap keuntungan
perusahaan, maka EPS akan meningkat, yang akan, meningkatkan harga pasar saham. Kenaikan
harga pasar saham itu akan memberikan capitalgains sebagai ganti deviden kepada para pemegang
sahamnya.

Contoh:

PT Abadi adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur yang memproduksi
produk-produk perlengkapan busana wanita dan pria. Pada tahun 2005 memperoleh laba sebesar Rp
550 juta dan 50% dari jumlah tersebut akan dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk
pembelian kembali saham.

Jumlah saham yang beredar saat ini adalah sebanyak 1.100.000 lembar dengan harga pasar
sebesar Rp 2.500,- per lembar saham. Manajer keuangan saat ini menawarkan kepada mereka yang
mau menjual kembali saham biasa yang dimilikinya seharga Rp 2.750,- jadi seolaholah menawarkan
cashdividend Rp 250 per lembar saham. Berdasarkan data tersebut.
carilah:
a. laba per saham dan PER sebelum kebijakan pembelian kembali saham

b. laba per saham setelah kebijakan pembelian kembali saham


c. harga saham setelah kebijakan pembelian kembali saham dengan asumsi PER konstan.

Jawab:

ð EAT = 550 juta PayoutRatio 50%

ð Outstandingshare = 1,1 juta

ð P saham = Rp 2500 / lembar

ð P treasurystock = Rp 2750 / lembar

a. Sebelum kebijakan pembelian saham:

EPS = Rp.550,- juta / 1,1 juta = Rp 500 /lembar

PER = 2500 / 500 = 5 EPS

b. Setelah kebijakan pembalian kembali saham:


EAT untuk treasurystock = ½ x Rp.550,- juta = Rp.275,- juta
Jumlah saham yang dapat ditarik kembali = 275 juta / 2750 = 100 000 lembar
EPS = Rp.550,- juta / 1 juta = Rp 550,- / lembar

c. P saham = PER x EPS =

= 5 x Rp 550,- = Rp 2.750,-
Pertanyaan :
1) Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi besar kecilnya deviden yang dibayarkan
oleh perusahaan kepada pemegang saham ?
2) Jelaskan jenis-jenis Dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan Menurut Zaki
Baridwan (1993) !
3) Jelaskan Teori-teori Kebijakan Deviden !
4) Sebutkan persamaan antara StockDevidend dan StockSplit !
5) Mengapa investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang
tinggi ?
DAFTAR PUSTAKA

http://insanpariwisata.blogspot.com/2008/09/keputusan-dividen.html?m=1

https://mastahbisnis.com/kebijakan-dividen/

http://managementgangstar.blogspot.com/2016/04/manajemen-keuangan-makalah-bab-iii.html?
m=1

https://www.google.com/amp/s/www.jojonomic.com/blog/dividen/

Anda mungkin juga menyukai