Penjualan Cicilan
Penjualan Angsuran
(Barang Tidak Bergerak/Bukan Barang Dagang)
Metode penjualan angsuran pada mulanya berasal dari penjualan rumah pada perusahaan real
estate, tetapi pada masa sekarang penjualan dengan metode ini telah berkembang pada perusahaan
yang bergerak dalam bidang perdagangan kendaraan seperti mobil, motor; mesin; alat-alat rumah
tangga dan lainnya. Bahkan pada beberapa jenis industri metode penjualan angsuran ini telah
menjadi kunci utama dalam mencapai operasi skala besar.
Metode penjualan angsuran ini cukup berkembang pesat dan disukai di kalangan usahawan dan juga
di kalangan pembeli. Bagi usahawan metode ini telah meningkatkan jumlah penjualan yang tentunya
meningkatkan laba, bagi pembeli mereka merasa lebih ringan dalam hal pembayaran untuk melunasi
barang yang dicicil tersebut.
Meskipun dengan metode ini resiko atas tidak tertagihnya piutang akan meningkat, tetapi
kelemahan metode ini dapat diatasi dengan meningkatnya volume penjualan perusahaan.
Bagi akuntan, penjualan angsuran menimbulkan beberapa masalah. Masalah utama adalah :
“membandingkan antara beban dan pendapatan” (matching of costs and revenues), yaitu :
Apakah laba kotor dari penjualan angsuran dianggap telah direalisasi pada saat terjadinya penjualan
ataukah harus diakui selama masa kontrak angsuran tersebut?
Apa yang harus dilakukan terhadap beban sehubungan dengan penjualan angsuran yang terjadi
pada periode setelah penjualan tersebut?
Bagaimana menangani persoalan piutang usaha angsuran yang tidak dapat tertagih, pertukaran, dan
pemilikkan kembali barang angsuran?
Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang dilaksanakan dengan perjanjian dimana
pembayaran dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada saat barang atau jasa
diserahkan kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down payment) sebagai pembayaran
pertama dan sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena penjualan harus menunggu
beberapa periode untuk menagih seluruh piutang penjulannya, maka biasanya pihak penjual akan
membebankan bunga atas saldo yang belum diterimanya.
Resiko atas tidak tertagihnya piutang usaha angsuran ini sangat tinggi, mungkin saat akan dilakukan
penjualan angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan memperoleh hasil yang baik. Karena
penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama (beberapa periode), hal
tersebut kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah dilakukan semula terhadap pembeli.
Untuk menghindari hal-hal demikian, penjual biasanya akan membuat kontrak jual beli (security
agreement), yang memberikan hak kepada penjual untuk menarik kembali barang yang telah di jual
dari pembeli.
Untuk mengurangi barang angsuran tersebut dari resiko terbakar atau hilang, pihak penjual dapat
menetapkan syarat bagi pembeli agar barang angsuran tersebut diasuransikan untuk kepentingkan
pihak penjual. Premi asuransi ditanggung oleh pembeli, jika barang angsuran hilang atau terbakar,
pihak asuransi akan membayar ganti rugi kepada penjual dan bukan pembeli. Kadang kala mungkin
jiwa dari pembeli diwajibkan oleh penjual untuk diasuransikan dengan premi auransi atas
tanggungan si pembeli.
Jadi untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban
oleh pihak pembeli, maka terdapat beberapa bentuk perjanjian atau kontrak penjualan angsuran,
sebagai berikut :
Perjanjian penjualan bersyarat (conditional sales contract), di mana barang-barang telah diserahkan,
tetapi hak atas barang-barang masih berada di tangan penjual sampai seluruh pembayarannya
sudah lunas.
Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayaran pertama telah dilakukan, hak milik dapat
diserahkan kapada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau menghipotikan untuk bagian harga
penjualan yang belum dibayar kapada si penjual.
Hak milik atas barang-barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust” (trustee)
sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah pembayaran lunas oleh pembeli, baru trustee
menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada pembeli. Perjanjian semacam ini dilakukan dengan
membuat akta kepercayaan (trust deed / trust indenture).
Beli sewa (lease-purchase) dimana barang-barang yang telah diserahkan kepada pembeli.
Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dibayar lunas, baru sesudah
itu hak milik berpidah kepada pembeli.
Penjualan angsuran dengan bentuk-bentuk perjanjian tersebut di atas dilaksanakan untuk barang-
barang tidak bergerak / barang yang bukan barang dagang, seperti : gedung, tanah, dan aktiva-aktiva
tetap lainnya. Apabila terjadi tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban oleh pembeli, maka penjual
tetap memiliki hak untuk memiliki kembali barang yang dijualnya, tetapi nilainya sisa barang itu
mungkin akan lebih rendah dari nilai barang berdasarkan perhitungan yang sesuai dengan perjanjian
yang ada sehingga pemilikan kembali tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang terjadi pemilikan kembali, maka faktor-faktor yang
harus diperhatikan oleh penjual adalah sebagai berikut :
Besarnya pembayaran pertama atau down payment harus cukup untuk menutup besarnya semua
kemungkinan terjadinya penurunan harga barang tersebut dari semula barang baru menjadi barang
bekas.
Jangka waktu pembayaran di antara angsuran yang satu dengan yang lain hendaknya tidak terlalu
lama, kalau dapat tidak lebih dari satu bulan.
Besarnya pembayaran angsuran periodik harus diperhitungkan cukup untuk menutup kemungkinan
penurunan nilai barang-barang yang ada selama jangka pembayaran yang satu dengan pembayaran
angsuran berikutnya.
Untuk menghitung laba bersih pada penjualan angsuran adalah sangat kompleks, karena beban
sehubungan dengan penjualan angsuran tersebut tidak hanya terjadi pada saat penjualan angsuran
tersebut dilakukan, melainkan akan terjadi sepanjang penjualan angsuran tersebut belum dilunasi.
Sesuai dengan konsep akuntasni yaitu membandingkan antara beban dengan pendapatan (matching
costs against revenue), maka pada saat penjualan angsuran dapat ditentukan nilai dari penjualan,
harga pokok dan beban yang terjadi pada periode tersebut. Karena penagihan penjualan angsuran
meliputi beberapa periode, timbul masalah bagaimana beban yang terjadi pada periode berikutnya
(misalkan beban penagihan, administrasi, perbaikan dan pemilikan kembali) sehubungan penagihan
piutang usaha angsuran tersebut.
Untuk menghitung laba kotor dalam penjualan angsuran pada prakteknya dapat dilakukan dengan
Dalam metode ini seluruh laba kotor diakui pada saat terjadinya penjualan angsuran, atau dengan
kata lain sama seperti penjualan pada umumnya yang ditandai oleh timbulnya piutang/tagihan
kepada pelanggan. Apabila prosedur demikian diikuti maka sebagai konsekuensinya pengakuan
terhadap biaya-biaya yang berhubungan dam dapat diidentifikasikan dengan pendapatan-
pendapatan yang bersangkutan harus pula dilakukan.
Beban untuk pendapatan dalam periode yang bersangkutan harus meliputi biaya-biaya yang
diperkirakan akan terjadi dalam hubungannya dengan pengumpulan piutang atas kontrak penjualan
angsuran, kemungkinan tidak dapatnya piutang itu direalisasikan maupun kemungkinan rugi sebagai
akibat pembatalan kontrak. Terhadap biaya yang ditaksir itu biasanya dibentuk suatu
rekening Cadangan Kerugian Piutang.
Jika barang tidak bergerak dijual secara angsuran, perusahaan akan mendebit piutang usaha
angsuran dan mengkredit perkiraan aktiva yang bersangkutan serta mengkredit pula laba atas
penjualan aktiva tersebut.
Jurnalnya adalah:
Pada metode ini memakai asumsi bahwa seluruh beban sehubungan dengan penjualan angsuran
terjadi pada periode yang sama dengan penjualannya. Mengenai beban pada periode berikutnya,
yaitu misalnya beban tidak tertagihnya piutang dan lain sebagainya, harus diestimasi pada periode
terjadinya penjualan nagsuran yaitu dengan mendebit perkiraan beban dan mengkredit perkiraan
penilaian asset seperti penyisihan biaya penjualan angsuran dan penyisihan piutang angsuran.
Jurnalnya adalah:
Jika pada periode berikutnya penjualan nagsuran tersebut terjadi, perkiraan penyisihan tersebut
akan didebit, dan kas yang dikeluarkan serta saldo piutang usaha yang tidak tertagih akan dikredit.
Jurnalnya adalah:
Kas xxxxxx
Dalam metode ini laba kotor diakui sesuai dengan realisasi penerimaan kas dari penjualan
Prosedur yang menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada
perjanjian penjualan angsuran adalah:
Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai pengembalian harga pokok (Cost) dari barang-
barang yang dijual atau service yang diserahkan, sesudah seluruh harga pokok (Cost) kembali, maka
penerimaan-penerimaan selanjutnya baru dicatat sebagai keuntungan. Prosedur ini dianggap sangat
konservatif. Dapat didukung jika timbul keraguan mengenai nilai yang dapat diperoleh kembali, baik
yang berkaitan dengan saldo atau sisa kontrak cicilan maupun yang berkaitan dengan barang-barang
yang terkena pemilikan kembali.
Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai realisasi keuntungan yang diperoleh sesuai
dengan kontrak penjualan; sesudah seluruh keuntungan yang ada terpenuhi, maka penerimaan-
penerimaan selanjutnya dicatat sebagai pengumpulan kembali atau pengembalian harga pokok
(Cost).
Setiap penerimaan pembayaran yang sesuai dengan perjanjian dicatat baik sebagai pengembalian
harga pokok (Cost) maupun sebagai realisasi keuntungan di dalam perbandingan yang sesuai dengan
posisi harga pokok dan keuntungan yang terjadi pada saat perjanjian penjualan angsuran
ditandatangani. Di dalam hal ini keuntungan akan selalu sejalan dengan tingkat pembayaran
angsuran selama jangka perjanjian.
Metode ini memberikan kemungkinan untuk mengakui, keuntungan prosporsional dengan tingkat
penerimaan pembayaran angsuran. Di dalam akuntansi prosedur demikian dikenal dengan metode
angsuran atau dasar angsuran (installment method or installment basis).
Pada metode ini jika harta tak gerak (bukan barang dagang) dijual secara angsuran, perusahaan akan
mendebit perkiraan piutang usaha angsuran dan mengkredit harta yang bersangkutan serta
mengkredit laba kotor yang ditangguhkan (yang belum direalisasi).
urnalnya adalah:
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Mengenai penagihan piutang usaha angsuran tersebut akan dicatat dengan mendebit perkiraan kas
dan mengkredit perkiraan piutang usaha
Jurnalnya adalah:
Selanjutnya pada akhir periode, saat dilakukan jurnal penyesuaian akan dicatat sbb:
Jurnalnya adalah:
Laba kotor yang belum direalisasi adalah selisih antara penjualan angsuran dengan harga
pokoknya. Laba kotor yang berlum direalisasi akan direalisasi pada saat penerimaan piutang usaha
angsuran yaitu dengan mengalikan presentase laba kotor dengan kas yang diterima dari piutang
usaha angsuran tersebut.
Untuk menghitung presentase laba kotor yaitu dengan membagi laba kotor yang belum dieralisasi
dengan penjualan angsuran yang bersangkutan dan hasilnya dikalikan 100%.
% Laba kotor = (Laba kotor yang belum direalisasi : Penjualan angsuran) x 100%
2 - -
Jangka Waktu : 60 Bulan Realisasi : 0 7 2014
Grace Period : - Bulan Angs. Pokok : Rp. 33.333.333 ,-
Total Bunga : Rp. 541.975.000 ,-
Contoh soal:
PT Orascle telah membeli sebuah tanah di daerah Jakarta dengan harga perolehan Rp.
170.000.000,00. di samping itu PT Orascle juga membayar biaya-biaya lainnya seharga Rp.
10.000.000,00
Pada tanggal 1 mei 2000, PT Hadouken membeli tanah tersebut seharga Rp. 240.000.000,00. PT
Hadouken membayar uang muka sebesar Rp. 40.000.000,00 dan sisanya akan dibayar angsuran
sebanyak 10 kali setengah tahunan, setiap kali angsuran Rp. 20.000.000,00. PT Orascle mengenakan
bunga 18% pertahun terhadap sisa angsuran. Komisi dan beban penjualan dibayar tunai sebesar 2%
dari harga jual. Periode akuntansi perusahaan sama dengan tahun fiskal.
Diminta : Catatlah transaksi-transasksi tersebut ke dalam jurnal untuk tahun 2000 dan 2001, dengan
menggunakan
Jawaban:
1 mei 2000
1 november 2000
31 desember 2000
1 januari 2001
5. Metode cicilan dengan tukar tambah
1 mei 2001
1 november 2001
31 desember 2001
1 mei 2000
1 november 2000
31 desember 2000
1 januari 2001
1 mei 2001
1 november 2001
31 desember 2001
Pada penjualan angsuran dengan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan terjadi, akan
diakui laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pada tahun 2000, yaitu pada saat penjualan terjadi
(jurnal tanggal 1 mei 2000).
Sedangkan pada metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas juga akan mengakui
laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pula. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tahun Penerimaan angsuran Presentase laba kotor Pengakuan laba kotor
6. Gagal bayar dan reposisi
Apabila kewajiban tidak dapat dipenuhi oleh pihak pembeli, maka pihak penjual akan menarik
kembali harta yang telah dijual. Pencatatan atas penarikan kembali harta tersebut tergantung dari
metode pengakuan laba kotor yang digunakan. Jika laba kotor laba kotor diakui pada saat penjualan
terjadi, maka harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar yang wajar, kemudian
membatalkan saldo piutang usaha nagsuran dan menimbulkan laba atau rugi karena pemilikan
kembali. Jika menggunakan metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas, maka
harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar yang wajar, kemudian membatalkan laba
kotor yang belum direalisasi serta saldo piutang usaha angsuran dan menimbulkan laba atau rugi
karena pemilikan kembali.
Contoh kasus ketidakmampuan pelunasan piutang usaha angsuran adalah:
Mengacu pada soal no 1 bila pada tanggal 1 mei 2002, PT. Hadouken tidak dapat membayar
(memenuhi) kewajibannya. PT Orascle kemudian menarik hartanya kembali dan pada tanggal
tersebut tanah itu dinilai menurut harga pasarnya yaitu sebesar Rp. 150.000.000,00.
Hadouken menerima 5% dari jumlah yang telah dibayarnya tetapi tidak termasuk bunga.