Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Untuk memenuhi salah satu tugas kuliah, maka penyusun membuat makalah ini dengan tema
kebijakan deviden. Makalah ini penyusun beri judul KEBIJAKAN DIVIDEN.

Alasan mengapa penyusun memilih kebijakan deviden dalam tema makalah ini, karena
penyusun ingin mengetahui lebih dalam tentang kebijakan deviden. Dalam makalah ini,
penyusun membahas mengenai pengertian kebijakan dividen, factor yang mempengaruhi
kebijakan dividen, pendapat tentang kebijakan dividen, macam-macam kebijakan dividen

Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan dengan keputusan
pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan deviden adalah keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi dimasa yang
akan datang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja konsep dari kebijakan Dividen?

2. Apa saja teori-teori dalam kebijakan Dividen?


3. Bagaimana bentuk-bentuk kebijakan Dividen?

1.3 Tujuan perumusan masalah

1. Mengetahui apa saja konsep dari kebijakan Dividen.

2. Mengetahui macam macam teori dari kebijakan Dividen.


3. Mengetahui bentuk-bentuk kebijakan Dividen.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan
akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk
laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang. Apabila perusahaan memilih untuk
membagikan laba sebagai dividen maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya
akan mengurangi total sumber dana intern atau internal financing (Sartono, 2001 dalam
Setiawati, 2012). Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan dividen merupakan aliran kas keluar yang
dibayar kepada pemegang saham. Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan
setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai
keuntungan dari laba perusahaan (Setiawati, 2012). Rasio pembayaran dividen (dividen
payout ratio) yaitu perbandingan antara dividend per
share (DPS) dengan Earning Per Share (EPS).

2
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PRESPEKTIF MANAJERIAL

Pada bulan April 1989, IBM mengumumkan kenaikan dividen sebesar 10 presen.Ini
merupakan kenaikan pertama dalam 4 tahunterakhir.Tindakan ini di ambil meskipun
perusahaan tersebut tengah menghadapi proses pemulihan akibat adanya kemerosotan besar
computer A.S, yang sedang lesudan beberapa masalah produksi yang muncul akhir-akhir ini
permasalahan yang takputus-putusnya itu telah mengundang keprihatinan masa depan
perusahaan. Akan tetapi IDM menyebut la ngkah itu sebagai “pertandacerahnya” masa depan
perusahaan. Dividen baru IDM tersebut menaikan hasil dividen (dividenyiald) periode
perpanjangan dari 3,9 persen menjadi 4,3 persen, sementara hasil deviden rata-rata dalam
periode berjalan untuk saham dari 500 perusahaan yang tercatat dalam S&P ( standart& Poor,
sebuah perusahaan penilaian terkenal di AS) adalah sebesar 3,4 persen.

3.2 Kebijakan deviden


Dalam bab ini mempelajari kebijakan deviden dalam teori dan praktik serta faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan deviden. Mengapa beberapa perusahaan menahan seluruh
labanya sementara yang lain membagikan sebagian besar dari labanya sebagai deviden, dan
akan mengetahui akibat dari pilihan terhadap harga saham.
Kebijakan dividen menyangkut keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna
diinvestasikan kembali kedalam perusahaan. Model dasar dari harga saham = /( - g),
Memperlihatkan bahwa jika perusahaan bersangkutan menjalankan kebijakan untuk
membagikan tambahan deviden tunai, akan cenderung meningkatkan harga saham.
Namun, jika deviden tunai meningkat, maka semakin sedikit dana yang tersedia untuk
revientasi, tingkat pertumbuhan yang di harapkan untuk masa mendatang akan rendah, dan
hal ini akan menekan harga saham. Jadi, perusahaan besarnya deviden tersebut mengandung
dua akibat yang saling bertentangan,
kebijakan dividen yang optimal pada suatu perusahaan adalah kebijakan yang
menciptakan keseimbangan di antara deviden saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang
sehungga memaksimumkan harga saham. Faktor-faktor yang mempanguri kebijakan deviden
yang optimal, sesudah itu akan membahas pembelian kembalian sebagian suatu alternatif atau
pengganti bagi pembagian deviden tunai.

3
LANDASAN TEORI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah perubahan dividen memiliki


pengaruh terhadap perubahan laba perusahaan pada masa mendatang serta melihat
adanya perbedaan pengaruh antara penurunan dividen dengan kenaikan dividen
ataupun kebijakan dividen yang tetap. Berdasarkan tujuan tersebut, dalam bab ini
akan dibahas mengenai teori-teori yang terkait dengan kebijakan dividen terutama
teori dividen sebagai suatu sinyal terhadap prospek perusahaan di masa
mendatang.

3.3 Pengertian Dividen

Dividen merupakan bagian dari pendapatan perusahaan yang didistribusikan


kepada pemegang saham. Pembagian dividen bukan merupakan kewajiban bagi
perusahaan terhadap pemegang saham, berbeda dengan bunga yang dibayarkan
perusahaan kepada kreditur yang merupakan suatu kewajiban. Dalam
kenyataannya dividen tidak selalu dibagikan dalam bentuk kas, ada beberapa
macam jenis pembayaran dividen selain dividen kas, yaitu:

a. Cash Dividen ialah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang
sahamnya dalam bentuk uang tunai (cash). perusahaan memutuskan bahwa sejumlah
tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividen.
b. Script Dividen adalah suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang tertentu
yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen. Surat ini
berbunga sampai dengan dibayarkannya uang tersebut kepada yang berhak. Script
dividen seperti ini biasanya dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil
keputusan tentang pembagian laba, dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai
persediaan uang cash yang cukup untuk membayar dividen cash (Arief Suaidi, 1994:
231)
c. Dividen saham (stock dividen), yaitu dividen yang dibagikan perusahaan dalam
bentuk saham perusahaan sehingga jumlah saham perusahaan menjadi bertambah.
Dividen dalam bentuk saham ini tidak mengganggu arus kas perusahaan.
d. Dividen properti (property dividen), yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk
aktiva lain selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga.
e. Dividen likuidasi (liquidating dividen), yaitu dividen yang diberikan kepada
pemegang saham akibat dari dilikuidasinya perusahaan. Dividen diperoleh dari
selisih antara nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.

Selain untuk dibayarkan dalam bentuk dividen kas, pendapatan perusahaan


dapat digunakan untuk membayar hutang, bunga dan kewajiban lain, melakukan
investasi kembali dalam bentuk aktiva bagi perusahaan. Adanya pilihan tersebut
menyebabkan tidak semua perusahaan konsisten membayarkan dividen dalam
bentuk kas. Kebijakan perusahaan untuk membayarkan sebagian dari
pendapatannya dalam bentuk dividen kas kepada pemegang saham merupakan
suatu pilihan, sehingga alasan dibalik kebijakan dividen yang dilakukan
perusahaan menjadi menarik untuk diamati. Alasan perusahan memberikan

4
dividen diantaranya terkait peluang investasi perusahaan, media informasi dari
perusahaan kepada pemegang saham, serta sebagai suatu sinyal yang dikeluarkan
perusahaan untuk mengetahui prospek perusahaan ke depan.

3.4 Teori – Teori Mengenai Kebijakan Dividen

1. Dividend Irrelevance Theory


Teori dividen tidak relevan mengemukakan bahwa kebijakan dividen tidak
mempengaruhi nilai perusahaan. Teori ini didasarkan pada dua asumsi utama.
Asumsi pertama bahwa keputusan investasi dan kebijakan pendanaan telah
ditetapkan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kebingungan terhadap
permasalahan dividen itu sendiri. Dalam konsep yang disampaikan oleh Miller
dan Modigliani (1961), dividen dilihat sebagai suatu kebijakan yang berdiri
sendiri tanpa ada pengaruh dari kebijakan perusahaan lainnya seperti kebijakan
investasi dan pendanaan. Asumsi selanjutnya adalah pasar modal yang sempurna.
Dalam asumsi ini, dividen dilihat dalam kondisi yang diisolasi. Maksudnya
kebijakan dividen jika faktor-faktor dalam pasar modal yang sempurna dapat
dicapai selayaknya praktikum yang diadakan oleh ilmuwan fisika untuk
menghindari pengaruh dari kondisi yang tidak stabil.
Asumsi pasar sempurna yang digunakan dalam teori dividen yang tidak
relevan, berarti pasar dikondisikan pada keadaan berikut:
a) Investor dapat membeli dan menjual saham tanpa mengeluarkan biaya
transaksi apapun seperti komisi broker.
b) Perusahaan dapat mengeluarkan saham tanpa harus mengeluarkan biaya.
c) Tidak ada pajak yang dikenakan baik itu pajak perusahaan ataupun pajak
perorangan.
d) Adanya informasi yang lengkap mengenai perusahaan sehingga
menimbulkan informasi yang simetris untuk semua pihak.
e) Tidak ada konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham.
f) Tidak adanya biaya kebangkrutan dan kesulitan keuangan.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut Modigliani dan Miller dapat


menyimpulkan tidak adanya pengaruh antara dividen dengan nilai perusahaan.
Bagi investor, akan sama saja apabila investor menrima dividen ataupun
mendapatkan keuntungan dari perdagangan saham di pasar (capital gain) karena
keduanya memberikan arus kas yang sama besarnya bagi investor. Namun,
beberapa asumsi yang digunakan oleh Miller dan Modigliani tidak realistis
sehingga teori ini tidak disetujui oleh beberapa ahli keuangan.

2. The Bird-in-the-Hand Theory

Berdasarkan teori ini, investor percaya bahwa pendapatan dividen memiliki


nilai yang lebih besar dibandingkan dengan capital gain, karena dividen memiliki
timgkat kepastian yang lebih tinggi dibandingkan dengan capital gain. Menurut
teori ini, investor lebih memilih dividen yang sudah pasti jumlah nominalnya
daripada mengharapkan adanya capital gain yang masih mungkin berubah-ubah.
Berdasarkan konsep time value of money, dividen yang dibayarkan
perusahaan sekarang memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan mengharapkan
capital gain yang akan terjadi di masa mendatang. Berdasarkan konsep ini, teori
bird-in-the-hand dapat dijelaskan. Semakin tinggi dividen yang dibayarkan

5
perusahaan, semakin tinggi pula minat investor tehadap saham tersebut. hal ini
akan menyebabkan meningkatnya harga saham atau dengan kata lain besarnya
dividen dapat mempengaruhi harga saham perusahaan.
.
3. Residual Theory

Menurut teori residual, pembayaran dividen dilakukan setelah perusahaan


memenuhi kebutuhan pendanaan untuk investasi yang menguntungkan bagi
perusahaan. Berdasarkan teori ini, kebijakan perusahaan untuk membayarkan
dividen merupakan prioritas terakhir apabila perusahaan mempunyai dana sisa.
Apabila pendapatan perusahaan pada tahun tersebut tidak mencukupi untuk
pendanaan perusahaan, maka dividen tidak dibayarkan olh perusahaan. Dengan
kata lain, teori ini menganggap bahwa pendanaan utama perusahaan berasal dari
laba ditahan perusahaan.
Keputusan pembiayaan investasi dengan menggunakan pendanaan internal,
yaitu dengan menggunakan laba ditahan lebih disukai perusahaan dibandingkan
dengan pembiayaan eksternal karena biaya yang dikeluarkan akan lebih murah.
Oleh karena itu, perusahaan akan cenderung membiayai proyek-proyek investasi
dengan menggunakan laba ditahan. Sehingga, selama masih ada investasi yang
dapat dibiayai maka dividen yang akan dibayarkan perusahaan akan semakin
sedikit tergantung kepada sisa dana internal yang ada.
Dalam teori ini, perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan tinggi
akan lebih sedikit melakukan pembayaran dividen dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih rendah.

4. Agency Theory

Adanya perbedaan kepentingan antara manajer, pemilik perusahaan dan


investor menjadi isu penting dalam perusahaan. Perbedaan kepentingan tersebut
biasa disebut masalah keagenan (agency problem). Masalah tersebut akan
menimbulkan biaya yang disebut biaya keagenan. Dalam mengatasi masalah ini,
dividen dapat digunakan sebagai alat untuk meminimalkan biaya yang timbul
karena adanya perbedaan kepentingan.
Dengan adanya pembayaran dividen, maka manajer harus menggunakan
pendanaan dari luar dengan mengeluarkan saham baru ataupun menggunakan
utang baru untuk membiayai investasi. Semakin banyaknya stakeholder yang
terlibat dalam perushaan menyebabkan manajer harus mengelola perusahaan
dengan lebih baik untuk memberikan imbal hasil kepada pemegang saham
ataupun kreditur. Di samping itu, dengan adanya investor yang lebih banyak dan
adanya kreditur baru maka pengawasan atas kinerja perusahaan akan menjadi
lebih ketat sehingga masalah keagenan dapat diminimalisir.

5. Expectation Theory

Dalam teori ini pemegang saham memiliki harapan masing-masing terhadap


dividen yang dibayarkan perusahaan. Harapan ini dapat didasarkan pada data
historis dividen yang dibayarkan perusahaan, kondisi perekonomian, atau bahkan
pendapat dari analis. Harapan pemegang saham ini, akan dibandingkan dengan
kondisi aktual baik pada saat dividen diumumkan atau dibagikan. Hal tersebut
akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Apabila harapan dan aktual relatif

6
sama, maka kebijakan dividen akan tidak mempengaruhi harga saham.

6. Signalling Theory

Konsep informasi simetris yang ada pada pasar yang sempurna pada
kenyataannya tidak dapat terjadi. Masih terdapat perbedaan informasi yang
dimiliki oleh investor dan manajer sehingga manajer mersa perlu untuk
menyampaikan suatu sinyal ke pasar mengenai kondisi perusahaan. Pengumuman
ke masyarakat luas mengenai prospek perusahaan merupakan cara yang mudah
dan tidak banyak menimbulkan biaya untu memberikan sinyal kepada publik.
Akan tetapi, cara ini mudah dilakukan oleh semua perusahaan baik itu perusahaan
besar ataupun perusahaan kecil, perusahaan yang baik ataupun perusahaan yang
biasa saja. Akhirnya, pasar menangkap aksi tersebut sama untuk suatu perusahaan
atau dengan kata lain investor melihat adanya satu kualitas perusahaan yang sama
untuk semua perusahaan, yaitu kulaitas seluruh perusahaan secara rata-rata, tidak
ada perbedaan antar perusahaan. Kondisi ini disebut sebagai suatu pooled
equilibrium di pasar.
Kondisi tersebut membuat manajer perusahaan yang memiliki prospek bagus
di masa mendatang menggunakan dividen untuk memberikan sinyal ke pasar.
Dengan menggunakan dividen, perusahaan kecil tidak dapat mengikuti kebijakan
yang diambil oleh perusahaan besar sehingga ada perbedaan antara perusahaan
besar dan perusahaan kecil, akhirnya terjadi keseimbangan di pasar yang
memisahkan karakteristik perusahaan yang berbeda. Perusahaan yang memiliki
tingkat profitabilitas tinggi akan membayarkan dividen untuk memberikan sinyal
ke pasar, sedangkan perusahaan dengan tingkat profitabilitas rendah akan sulit
untuk mengikuti kebijakan yang diterapkan perusahaan dengan tingkat
keuntungan yang lebih tinggi.
Menurut teori ini, apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen,
manajer percaya bahwa di masa mendatang perusahaan akan memiliki pendapatan
yang cukup besar untuk menyesuaikan sistem pembayaran dividen yang
dilakukan saat ini. Pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada yang
diantisipasi pasar, merupakan indikasi bahwa perusahaan memiliki prospek
kinerja keuangan di masa depan yang lebih cerah daripada yang diekspektasikan.
Jika perusahaan memberikan dividen yang lebih rendah daripada yang
diharapkan maka hal ini akan diinterpretasikan sebagai sinyal buruk. Miller dan
Modigliani (1961) menyatakan bahwa penurunan dividen dapat mengindikasikan
bahwa pendapatan perusahaan di masa mendatang akan mengecewakan. Teori
dividen sebagai suatu sinyal didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lintner
(1956) dengan melakukan wawancara terhadap para manajer yang menyatakan
bahwa manajer hanya akan menaikkan pembayaran dividen jika adanya
kepercayaan tingkat laba yang besar di masa yang akan datang. Selain Lintner,
pendapat mengenai dividen sebagai suatu sinyal bagi prospek perusahaan
dikemukakan oleh Bhattacharya (1979) serta Miller dan Rock (1985).

a. Dividen sebagai Media Informasi

Kebijakan dividen menjelaskan pembagian pendapatan perusahaan antara


investasi kembali ke perusahaan atau didistribusikan kepada pemegang saham.

7
Tugas tersebut merupakan tanggung jawab dan wewenang dari manajer. Sebagai
orang yang duduk di perusahaan, manajer mengetahui pemahaman yang lebih
baik mengenai kondisi perusahaan sesungguhnya dibandingkan dengan pemegang
saham. Dengan adanya perbedaan informasi yang dimiliki antara manajer dan
pemegang saham, manajer dapat menyampaikan informasi yang dimiliki melalui
cara yang dapat dipercaya dan sulit untuk ditiru oleh perusahaan lain, terutama
perusahaan yang lebih kecil. Salah satu cara adalah dengan membayarkan dividen
dalam bentuk kas kepada pemegang saham, sehingga pembayaran dividen dapat
menjadi sarana untuk menyampaikan aliran informasi mengenai kondisi
perusahaan dari insider perusahaan (direktur dan manajer) kepada pemegang
sahamnya. Melalui sudut pandang seperti ini, setiap aspek dalam kebijakan
dividen perusahaan mengandung suatu informasi yang signifikan.
Pada saat perusahaan meningkatkan pembayaran dividen mengindikasikan
bahwa pihak manajemen memiliki keyakinan bahwa pendapatan perusahaan akan
cukup tinggi di masa mendatang untuk mendukung tingkat pembayaran dividen
yang baru. Peningkatan dividen menunjukkan peningkatan secara permanen pada
profitabilitas normal perusahaan. Sebaliknya, pada saat perusahaan menurunkan
dividen yang dibayarkan menunjukkan bahwa perusahaan tidak memiliki pilihan
lain karena kondisi keuangan perusahaan yang menurun. Pengurangan
pembayaran dividen merupakan indikasi yang buruk bagi kondisi perusahaan.
Menurut pendapat Lintner (1956), perusahaan akan lebih fokus pada nilai
dividen per lembar saham dibandingkan dengan payout ratio dividen yang
merupakan rasio dividen terhadap pendapatan perusahaan. Fama dan Babiak
(1968) mendokumentasikan bahwa dalam kenyataannya manajer memiliki target
payout ratio tetapi pembayaran dividen disesuaikan kembali dengan nilai nominal
dividen per lembar saham.
Selain sebagai informasi mengenai kondisi perusahaan di masa mendatang,
dividen dapat menjadi suatu indikasi bagi pergerakan harga saham perusahaan di
pasar. Reaksi pasar saham terhadap kebijakan dividen dikemukakan oleh Aharony
dan Swary pada tahun 1980. Sama halnya dengan prospek perusahaan, kenaikan
dividen akan berdampak terhadap peningkatan harga saham di pasar saham dan
sebaliknya, penurunan dividen berpengaruh terhadap turunnya harga saham yang
diperjual-belikan di pasar saham.

3.5 Penelitian Terdahulu mengenai Dividend Signalling


Hipotesis bahwa dividen digunakan sebagai sutau sinyal berdasarkan pada
perbedaan informasi yang muncul antara manajer dan investor. Penelitian yang
dilakukan Lintner (1956) mengemukakan bahwa manajer lebih menginginkan
untuk meningkatkan tingkat pembayaran dividen dibanding menurunkannya. Hal
ini pun juga dapat diinterpretasikan secara luas bahwa penurunan
dividen berkaitan dengan sinyal negatif yang dan sebaliknya saat dividen
meningkat merupakan sinyal positif. Dari penelitian ini informasi sesungguhnya
akan perubahan dividen masih menjadi permasalahan menarik yang diteliti.
3.6 Partial Adjustment Model
Penelitian awal mengenai dividen berusaha menjelaskan proses penentuan
dividen. Dalam penelitiannya Lintner (1956) mewawancarai 28 manajer di
perusahaan untuk mengatahui kebijakan dividen yang dijalankan perusahaan
selama tujuh tahun terakhir. Selain itu Lintner juga membangun model yang
menjelaskan perilaku perubahan dividen. Dari penelitiannya disimpulkan bahwa
laba merupakan faktor terrpenting dalam perubahan dividen. Pasar bereaksi positif

8
terhadap pengumuman kenaikan dividen dan sebaliknya jika dividen turun.
Model yang dikemukakan oleh Lintner, dijelaskan kembali oleh Fama dan
Babiak (1968) dengan menggunakan data dari 392 perusahaan besar di Amerika
selama periode 1946 – 1964. Fama dan Babiak menggunakan metode kuadrat
terkecil data time series dari perusahaan yang dipilih. Dengan mengadopsi model
dari Lintner, Fama dan Babiak sampai pada kesimpulan bahwa laba bersih
menjelaskan perubahan dividen lebih baik dibandingkan arus kas. Kedua
penelitian di atas sama-sama menyatakan bahwa manajer percaya bahwa laba
perusahaan mengalami peningkatan di masa mendatang saat perusahaan
meningkatkan dividen yang dibayarkan.
3.7 Dividend Signal, Karakteristik Perusahaan dan Laba Permanen
DeAngelo DeAngelo dan Skinner (1996) meneliti apakah perubahan dividen
akan diikuti oleh perubahan laba dalam arah yang sama. Menggunakan 145
perusahaan di Amerika yang mengalami penurunan laba antara tahun 1980 hingga
tahun 1987setelah mengalami pertumbuhan laba yang konsisten selama sembilan
tahun. Pemilihan sampel ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa perubahan
dividen merupakan sinyal untuk masa depan bukan pengaruh dari masa lalu.
Penelitian ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa tidak ada indikasi
peningkatan dividen merepresentasikan sinyal yang dapat dipercaya.
Di tahun 1997, Benartzi, Michaely dan Thaler menggunkan pendekatan yang
serupa seperti yang dilakukan oleh DeAngelo DeAngelo dan Skinner dengan
membandingkan laba yang tidak diperkirakan untuk perusahaan yeng melakukan
perubahan dividen dengan perusahaan yang tidak merubah pembayaran dividen
per lembar. Sample yang digunakan sebanyak 7186 data perusahaan-tahun dari
1025 perusahaan yang terdaftar di NYSE minimal selama dua tahun dari periode
1979 hingga 1991. Penelitian tersebut menggunakan hipotesis bahwa perusahaan
yang meningkatkan dividen akan diikuti juga dengan peningkatan perubahan laba
perusahaan. hasil dari penelitian ini mendukung kesimpulan yang dikemukakan
dalam penelitian DeAngelo DeAngelo dan Skinner. Perubahan dividen memiliki
pengaruh terhadap laba yang tidak diperkirakan perusahaan pada tahun saat terjadi
peubahan dividen. Saat terjadi kenaiakan dividen, perubahan laba perusahaan
justru bergerak ke arah yang berlawanan pada tahun berikutnya.
Lipson, Maquieira dan Megginson (1998) menggunakan sampel 99
perusahaan publik yang baru membayarkan dividen ke publik pada tahun 1980
hingga 1985. Penelitian ini mendukung pendapat bahwa perubahan dividen
merupakan sinyal bagi prospek perusahaan ke depan. Selain itu pembayaran
dividen pertama kali digunakan sebagai pembanding perusahaan tersebut
dibanding perusahaan lain yang menjadi pesaing.
Di tahun 2003, Grullon, Michaely dan Benartzi menggunakan 2.778 sampel
perusahaan yang terdaftar di bursa saham New York dan bursa saham Amerika
yang melakukan pengumaman dividen dari tahun 1963 hingga 1997. Dengan
bertujuan untuk melihat pengaruh dividen terhadap laba di masa depan. Dari
penelitian ini menghadilkan kesimpulan bahwa dividen tidak mengandung
informasi mengenai laba di masa mendatang serta adanya hubungan yang negatif
antara perubahan dividen dengan tingkat keuntungan di masa yang akan datang.
Grullon et al, memberikan saran akhir kepada investor untuk tidak menggunakan
perubahan dividen dalam model prediksi pendapatan,
3.8 Hipotesis Signalling Bersyarat dan Wawancara Eksekutif
Lonkani dan Ratchusanti (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
dividen sebagai sinyal akan efektif apabila dilihat dari surprise dividen yang

9
dibayarkan dibandingkan dengan prediksi analis dibandingkan dengan perubahan
dividen dari periode sebelumnya. Hasil tersebut diperoleh dengan menggunakan
449 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Thailand dari tahun 1994 hingga
2004. Hasil estimasi regresi menunjukkan hubungan yang positif antara
perubahan dividen dengan perubahan laba perusahaan. Berdasarkan hasil
penelitian ini, dividen sebagai suatu sinyal dapat terbukti dengan syarat
pengukuran dividen yang digunakan adalah perubahan dividen yang dibayarkan
perusahaan dibandingkan dengan dividen yang diprediksikan oleh para analis di
pasar.
Selain bentuk penelitian dengan menggunakan data sekunder, beberapa
peneliti melakukan wawancara dengan para eksekutif atau manajer dari
perusahaan untuk mengetahui secara langsung pendapat dari manajemen
perusahaan terhadap kebijakan dividen yang dilakukan perusahaannya. Kester et
al (1994) melakukan wawancara terhadap eksekutif di kawasan Asia – Pasifik
termasuk Indonesia. Dari hasil wawancara ataupun survei yang dilakukan
menghasilkan kesimpulan bahwa manajer di Indonesia percaya bahwa dividen
yang dibayarkan perusahaan dapat menjadi suatu sinyal bagi prospek perusahaan
ke depannya. Akan tetapi, Kester et al menambahkan bahwa keyakinan tersebut
masaih bersifat lemah atau hanya 47,2% yang menyatakan setuju sedangkan
sisanya masih ragu-ragu atau bahkan tidak setuju sama sekali.
Brav et al (2004) dalam penelitiannya mengenai kebijakan dividen pada
abad-21 juga melakukan wawancara kepada pihak manajer mengenai kebijakan
dividen. Berdasarkan penelitiannya, Brav et al menyatakan bahwa pihak manajer
tidak menganggap pembayaran dividen yang dilakuka perusahaan sebagai sinyal
yang dikeluarkan untuk menunjukkan prospek pendapatan di masa mendatang.
Kebijakan dividen yang dilakukan perusahaan digunakan untuk membedakan
perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan pesaingnya.

3.9 Isu Lainnya tentang Kebijakan Dividen


sebelum membahas kebijakan deviden dalam praktik, dua isu teoritis lainnya yang dapet
mempengaeuhi pandangan terhadap kebijakan deviden; (1)information content, or signaling,
hypothesis dan (2) clientele effect.
3.10 Information content, or signaling, hypothesis
Apabila para investor mengharap devident perusahaan naik sebesar 5% pertahun, dan
apabila deviden tersebut pada kenyataan naiksebesar 5%, maka harga saham tidak akan
banyak berubah pada hari diumumkannya kenaikan deviden. Dalam bahasa Wall Street,
kenaikan deviden yang demikian akan di-“diskonto” atau diantisipasi oleh bursa. Akan tetapi,
jikainvestor mengharapkan suatu kenaikan 5%, tetapi perusahaan pada kenyataannya
mengalami kenaikan deviden sebesar 25%. Misalnya dari $2,50-hal ii biasanya akan disertai
dengan suatu kenaikan harga saham. Sebaiknya, kenaikan dividen yang lebih kecil dari pada
yang diharapkan, atau suatu penurunan, biasanya mengakibatkan turunnya harga.
Kenyataan bahwa kenaikan dividen yang besar biasanya menyebabkan kenaiakan harga
saham member kesan bagi sementara orang bahwa investor secara keseluruhan lebih
menyukai dividen ketimbang kenaikan nilai modal. Akan tetapi, MM berpendapat lain.
Mereka memperhatikan adanya fakta yang cukup kuat bahwa perusahaan selalu enggan
menurunkan dividen, dan akibatnya, manajer tidak akan menaikan dividen kecuali kalau
mereka mengantisipasi laba yang lebih tinggi, atau sekurang-kurangnya laba yang stabil,

10
dimasa mendatang. Jadi MM menegaskan bahwa reaksi investor terhadap perubahan dalam
pembagian dividen tidak menunjukan bahwa investor lebih suka dividen daripada laba
ditahan. Perubahan harga saham hanya menunjukan bahwa informasi penting terkandung
dalam pengumuman dividen.
3.11 Clientele Effect
MM juga mengummkan bahwa Clientele Effect dapat terjadi dan jika demikian, hal
ini dapat menolong untuk menjelaskan mengapa harga saham berubah sesudah dimumkannya
perubahan kebijakan divide. Kelompok yang berbeda atau clientele dari pemegang saham
menyukai kebijakan dividen yang berbeda. Sebagai contoh, penerima pensiun dan dana
bantuan universitas, lebih menyukai pendapatan tunai, sehingga mereka mungkin
menghendaki agar perusahaan membagikan persentase yang besar dari labanya. Di lain
pihak, pemegang saham yang berada dalam tahun-tahun puncak keuntungan mungkin lebih
memilih reinvestasi, karena mereka tidak begitu membutuhkan pendapatan dari investasi
dalam periode berjala. Mengingat pemegang saham dapat berpindah-pindah perusahaan,
sebuah perusahaan dapat mengubah satu kebijakan pembayaran dividen ke yang lainnya dan
membiarkan pemegang saham yang tidak menyukai kebijakan tersebut menjual sahamnya
kepada investor lain yang menyukainya.

Apabila perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali pendapatan (tidak


membagiakan dividen), para pemegang saham yang membutuhkan pendapatan saat ini akan
dirugikan. Mereka barangkali akan menerima kenaikan nilai modal, tetapi mereka juga akan
menemui masalah dan berkorban dengan menjual sebagian sahamnya untuk memperoleh
uang tunai. MM menarik kesimpulan dari semua ini bahwa para invetir yang mengingatkan
pendapatan dari investasi untuk periode berjalan akam memiliki saham pada perusahaan yang
membagiakn dividen dalam jumlah besar, sedangkan investor yang tidak membuthkan
penghsilan kas untk periode berjalan akan menginvestasikan modalnya pada perusahaan yang
membagikan dividen dalam jumlah kecil.
Hal ini meniratkan bahwa setiap perusahaanseyogianya menetapkan kebijakan khusus
yang oleh menejemennya dianggap paling tepat dan kemudian mengizinkan pemegang saham
yang tidak menyukai kebijakan ini untuk menjual sahamnya kepada investor lain yang
menykainnya. Namun, peralihan investor ini merupakan tindakan mahal karena
1. Adanya biaya broker
2. Besarnya kemungkinan bahwa pihak penjual saham akan harus membayar pajak atas
kenaikan nilai modalnya
3. Adanya kemungkinan bahwa jumlah investor secara keseluruhan akan akan menurun
karena mereka tidak menyukai kebijakan dividen yang baru tersebut.
Hal ini mengandung arti bahwa perusahaan tidak sering-sering mengubah kebijkan
dividen, karena perubahan seperti itu akan mengakibatkan kerugian yang disebabkan oleh
biaya broker dan pajak atas kenaikan nilai modak.
3.12 Kebijakan Dividen Dalam Praktik
Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa terdapat du teori yang saling bertentangan
mengenai kebijakan dividen yang dianut oelh perusahaan –perusahaan

11
1. Teori Miller dan Modigliani menyatakan bahwa kebijakan dividen adalah tidak
relevan
2. Teori Bird-In-The- hand menyatakan bahwa dividen lebih kecil resikonya ketimbang
kenaikan nilai modal dan oleh karena itu (Ks) akan naik apabila pembagian dividen
dikurangi.
3.13 Kebijakan Dividen Residual
Dasar dari kebijakan residual adalah kenyataan bahwa investor lebih menginginkan
perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali laba daripada membagikannya dalam
bentuk dividen apabila laba yang diinvestasikan kembali tersebut dapat menghasilkan laba
yang lebih tinggi daripada tingkat pengembalian (laba) rata – rata yang di hasilkan sendiri
oleh investor dari investasi lain dengan resiko yang sebanding. Jadi hal yang mendasari dari
kebijakan ini adalah kebijakan dviden residual akan optimal hanya jika investor dengan ‘’
senang hati ‘’ menerima deviden yang nilainya berubah-ubah. Akan tetapi, investor lebih
lebih menyukai deviden yang stabil atau yang dapat diandalkan.
3.14 Deviden yang konstan, atau yang naik secara mantap
kebijakan dividen tahunan yang tidak akan pernah diturunkan dalam jumlah persentase
tertentu dari laba kepada pemilik setiap periode pembayaran dividen. Dalam kebijakan ini
perusahaan menetapkan suatu target tingkat pertumbuhan untuk dividen ( misalnya , 6 persen
per tahun, yang mendekati tingkat inflasi rata-rata jangka panjang ) dan berusaha untuk
menaikkan dividen sebesar jumlah ini setiap tahun. Tak pelak lagi, laba harus bertumbuh
pada tingkat yang kira-kira sama agar kebijakan ini dapat dilaksanakan secara gamblang.
Kebijakan semacam ini memberikan pendapatan riel bagi investor.
Ada dua alasan yang mendorong perusahaan untuk membagikan dividen yang mantap dan
dapat di perkirakan ketimbang mengikuti kebijakan dividen residual. Pertama , dengan
adanya gagasan bahwa dividen merupakan pertanda dari profitabilitas perusahaan dimasa
mendatang ( information content or signaling ), maka kebijakan pembagian dividen yang
berubah ubah akan mengakibatkan ketidak tentuan lebih besar dan mengakibatkan kas yang
lebih tinggi dan harga saham lebih rendah ketimbang yang akan timbul pada kebijakan yang
mantap. Kedua , kebanyakan pemegang saham menggunakan dividen untuk konsumsi saat ini
, dan mereka akan di persulit dan dirugikan apabila harus menjual sebagian sahamnya untuk
memperoleh uang tunai jika perusahaan mengurangi dividen.
3.15 Dividen yang tetap kecil dengan ditambah pembayaran extra
perusahaan membagikan dividen yang kecil dan konstan yang dapat dipertahankan walaupun
dalam tahun-tahun yang suram, dan kemudian membagikan dividen extra dalam tahun-tahun
yang cerah adalah kompromi antara dividen yang mantap ( tingkat pertumbuhan yang mantap
) dan tingkat pembagian dividen yang konstan. Kebijakan yang demikian memberikan
keluwesan bagi perusahaan , sementara investor dapat tetap mengharapkan penerimaan
setidak-tidaknya suatu jumlah dividen minimum. Karena itu, apabila laba dan arus kas
perusahaan sangat fluktuatif, kebijakan ini dapat menjadi pilihan yang terbaik. Direksi dapat
menetapkan jumlah dividen yang tetap dan relatif kecil- cukup kecil sehingga dapat
dipertahankan meskipun pada saat keuntungan rendah atau perusahaan membutuhkan laba
yang ditahan dalam jumlah besar dan kemudian menambahkannya dengan dividen akhir
tahun mana kala kelebihan dana yang tersedia.

12
3.16 Prosedur Pembayaran Dividen
Pengumuman emiten atas dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham yang
disebut juga dengan tanggal pengumuman dividen. Rincian tanggal yang diperhatikan dalam
pembayaran dividen adalah sebagai berikut (Sinuraya, 1999):

a. Tanggal pengumuman (declaration date)


Tanggal pengumuman merupakan tanggal yang mana secara resmi diumumkan oleh emiten
tentang bentuk dan besarnya serta jadwal pembayaran dividen yang akan dilakukan.
Pengumuman ini biasanya untuk pembagian dividen regular. Isi pengumuman tersebut
menyampaikan hal-hal yang dianggap penting yakni: tanggal pencatatan, tanggal
pembayaran, besarnya dividen kas per lembar.

b. Tanggal pencatatan (date of record)


Tanggal ini perusahaan melakukan pencatatan nama-nama pemegang saham. Para pemilik
saham yang terdaftar pada daftar pemegang saham tersebut diberikan hak, sedangkan
pemegang saham yang tidak terdaftar pada tanggal pencatatan tidak diberikan hak untuk
memperoleh dividen.

c. Tanggal ex-dividend
Tanggal perdagangan saham tersebut sudah tidak melekat lagi hak untuk memperoleh
dividen. Jadi jika investor membeli saham pada tanggal ini atau sesudahnya, maka investor
tersebut tidak dapat mendaftarkan namanya untuk mendapatkan dividen.

d. Tanggal pembayaran (payment date)


Tanggal ini merupakan saat pembayaran dividen oleh perusahaan kepada para pemegang
saham yang telah mempunyai hak atas dividen. Jadi pada tanggal tersebut, para investor
sudah dapat mengambil dividen sesuai dengan bentuk dividen yang telah diumumkan oleh
emiten (dividen tunai, dividen saham).
Rencana Reinvestasi Dividen
Selama tahun 1970an kebanyakan perusahaan besar mengadakan rencana reinvestasi dividen
( dividend reinvestment plans, DRP ) dengan jalan mana pemegang saham dapat secara
otomatis menginvestasikan kembali deviden yang diterimanya ke dalam saham perusahaan
yang membayarkannya.
Ada dua jenis DRP :
 Rencana yang melibatkan hanya saham lama yang beredar
 Rencana yang melibatkan saham yang baru diterbitkan

Berdasarkan jenis rencana yang hanya melibatkan ‘’ saham lama ‘’ pemegang saham
dihadapkan pada pilihan antara menrima cek dividen atau membiarkan perusahaan untuk
membeli lebih banyak saham dalam perusahaan. Apabila pemegang saham memilih

13
reinvestasi suatu bank yang bertindak sebagai wali amanat ( trustee ) mengambil seluruh
dana yang tersedia untuk di investasikan kembali ( dikurangi biaya ) membeli saham
perusahaan di pasar terbuka dan mengalokasikan saham yang dibeli ke rekening pemegang
saham yang ikut serta atas pro rata atau peri pasu. Biaya transaksi
( biaya broker ) atas pembelian saham ini menguntungkan sejumlah kecil pemegang saham
yang tidak membutuhkan dividen tunai untuk konsumsi saat ini.

Jenis DRP yang melibatkan ‘’saham baru’’ menyediakan dividen untuk di investasikan di
dalam saham yang baru di terbitkan , karenanya rencana ini meningkatkan modal baru bagi
perusahaan. Beberapa tahun belakangan ini menggunakan cara tersebut banyak dilakukan
untuk menambah jumlah modal ekuitas baru. Tidak ada biaya yang di bebankan kepada
pemegang saham dan banyak perusahaan menawarkan saham dengan diskonto sebesar 5
persen dibawah harga pasar yang sebenarnya. Perusahaan menampung biaya ini sebagai suatu
tradeoff terhadap biaya emisi yang akan timbul seandainya mereka menjual saham melalui
bankir investasi, bukan melalui rencana investasi dividen sebagai mana dilakukannya saat ini.

14
BAB 4

KESIMPULAN

Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan dengan keputusan
pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan deviden adalah keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk
deviden atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi dimasa yang
akan datang. Faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden yaitu posisi likuiditas
perusahaan, kebutuhan dana untuk membayar hutang, tingkat pertumbuhan perusahaan,
pengawasan terhadap perusahaan, kemampuan meminjam, tingkat keuntungan, stabilitas
return, dan akses kepasar modal. Pendapat tentang kebijakan deviden yaitu pendapat tentang
ketidakrelevanan deviden (irrelevant theory) dan Pendapat tentang relevansi deviden
(relevant theory). Macam-macam kebijakan deviden yaitu kebijakan deviden yang stabil,
kebijakan deviden dengan penetapan jumlah deviden minimal ditambah jumlah ekstra
tertentu, kebijakan deviden dengan penetapan deviden payout ratio yang konstan, dan
kebijakan deviden yang stabil.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dasar-dasar manajemen keuangan jilid 2, J. Fred Weston, Eugene F. Brigham

http://widmkl.blogspot.co.id/2014/06/kebijakan-dividen-dividen-policy.html

http://www.academia.edu/8625433/KEBIJAKAN_DIVIDEN

16

Anda mungkin juga menyukai