Anda di halaman 1dari 11

Perempuan Dalam Politik

PENDAHULUAN
Latar belakang
Kita semua tahu bahwa Tuhan menciptakan di dunia ini berpasang-pasangan. Ada siang
dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, dimana semuanya itu merupakan satu
kesatuan yang saling melengkapi. Meskipun diantara itu semua ada perbedaan, namun perbedaan
itu mestilah dijadikan sebuah motivasi kerjasama satu sama lain menuju arah yang lebih baik
agar tidak terjadi perbedaan yang menyebabkan konflik atau ketidakadilan. Contoh salah satu
ketidakadilan sosial yang saat ini banyak digugat masyarakat (perempuan) adalah ketidakadilan
gender (gender inequalities), akibat perbedaan gender (gender differences). Perbedaan gender
tidak secara otomatis melahirkan ketidakadilan gender. Namun dalam banyak kasus, perbedaan
gender banyak melahirkan ketidakadilan gender (terutama kepada perempuan) akibat sistem dan
struktur sosial yang tidak adil. Sebenarnya gender tidak dibawa sejak lahir, melainkan melalui
proses sosialisasi dalam masyarakat.
Perempuan mempunyai kebebasan untuk berpendidikan tinggi, bahkan menjadi
pemimpin sekalipun. Dalam politik, perempuan sering dibicarakan tetapi tidak ada wujud, sama
seperti halnya ada suara tak ada rupa atau bahkan sebaliknya. Ironis memang dari jumlah
perempuan Indonesia yang lebih banyak daripada laki-laki, dari sisi permasalahan segunung
masalah perempuan yang tak terpecahkan dan tak tersentuh. Diskriminasi yang tidak hanya di
publik tapi dimana-mana perempuan didiskriminasi, belum lagi angka kekerasan yang semakin
hari tidak ada titik terang untuk berkurang, semakin bertambah itu pasti. Namun mengapa dalam
pemerintahan baik eksekutif dan legislatif komposisi perempuan hanya sedikit ?. Hal demikian
disebabkan karena

kualitas perempuan yang masih rendah, politik masih dianggap bukan

bidangnya kaum perempuan. Kemudian menjadi sebuah pertanyaan tersendiri apakah kualitas
dan kapabilitas anggota legislative laki-laki telah memadai untuk menyelesaikan persoalan
perempuan yang kompleks?. Dunia politik seolah-olah disetting sedemikian rupa oleh laki-laki
dengan mengedepankan rasionalitas, sehingga perempuan tidak dapat berpartisipasi kedalam

dunia yang rasional itu. Konsep politik dipolitisir, politik dianggap sebagai sesuatu hal yang
kotor. Perempuan dianggap tidak layak untuk masuk kedalam dunia politk karena alasan
tersebut. Dunia politik terpolarisasi kedalam dunia laki-laki. Tapi tidak seperti demikian adanya,
politik bukan milik laki-laki saja, perempuan pun berhak terjun ke dalam dunia politik.
Perempuan dan laki-laki memiliki kepentingan yang sebagian berbeda sehingga laki-laki tidak
bisa mewakili perempuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam
parlemen adalah dengan affirmative action.
Tindakan Afirmatif (affirmative action) adalah langkah strategis untuk mengupayakan
kemajuan dalam kesetaraan dan kesempatan yang lebih substantif dan bukan formalitas bagi
kelompok-kelompok tertentu, seperti perempuan atau kelompok minoritas kesukuan yang belum
terwakili di posisi-posisi menentukan dalam masyarakat (SUSAN D. CLAYTON dan FAYE
CROSBY). Salah satu bentuk tindakan afirmatif adalah PENETAPAN KUOTA PEREMPUAN
30 persen di parlemen (angka 30 persen merupakan critical mass untuk dapat mempengaruhi
suatu keputusan). Hal ini tertuang dalam UU No. 2 dan 10 tahun 2008 tentang Pemilu dan Partai
Politik yang mengamanatkan perlunya kuota 30 persen bagi caleg perempuan.
Rumusan Masalah
1. Mengapa peran dari perempuan diperlukan dalam dunia politik ?
2. Kenapa affirmative action 30% keterwakilan perempuan sulit tercapai ?
3. Bagaimana cara mewujudkan keterwakilan 30% perempuan ?

PEMBAHASAN
Mengapa peran dari perempuan dibutuhkan dalam dunia politik
Seperti yang telah disinggung tadi di dalam dunia politik membutuhkan seorang
perempuan. Banyak yang mengatakan bahwa perempuan hanya identik dengan pekerjaan rumah
atau sektor domestik saja, meskipun ia berpendidikan tinggi yang ujung-ujung-nya juga kembali
ke sektor domestik lagi. Pemikiran yang seperti itulah yang keliru, sebenarnya peran dari
perempuan tidak hanya dalam sektor domestik saja, perempuan pun bisa dan harus
mengembangkan bakat dan minatnya yang sesuai dengan potensi dirinya sendiri. Mengapa

demikian, dalam islam pun telah dijelaskan bahwa baik perempuan maupun laki-laki tuntutlah
ilmu setinggi mungkin dan barang siapa yang menyebarkan amal baik maka akan mendapatkan
pahala. Jelas dari keterangan tersebut perempuan bisa berpendidikan tinggi dan harus bisa
mengamalkan dari apa yang telah ia pelajarinya.
Dewasa ini banyak perempuan yang berpotensi di bidang politik bahkan menjadi seorang
pemimpin dan hal ini bukanlah merupakan sebuah persoalan. Dalam Islampun dijelaskan baik
laki-laki maupun perempuan sebagian diantara mereka adalah pemimpin sebagian yang lain dan
wajib menyebarkan ajaran kebaikan. Dari keterangan itu jelas bahwa perempuan diperbolehkan
menjadi seorang pemimpin jika memang ada potensi yang kuat dalam dirinya.
Di Indonesia keterwakilan perempuan dalam ruang public masih sangat rendah dan
hingga sekarang belum terdapat partai politik yang memang secara konkrit membela kepentingan
kaum perempuan. Selain itu antara laki-laki dan perempuan mempunyai kepentingan yang
berbeda satu sama lain, sehingga laki-laki tidak bisa mewakili kepentingan daripada perempuan.
Dengan adanya perempuan masuk diranah politik, perempuan dapat menentukan kebijakan
untuk mengcover kepentingannya. Seperti masalah tentang kekerasan dalam rumah tangga,
masalah seperti ini untuk kaum perempuan bisa diperjuangkan karena ada yang mewakili mereka
dan kaum perempuan bisa lebih diperhatikan kembali. Hal itulah yang menjadi motivasi
perempuan untuk terjun atau masuk ke dunia politik disamping memang adanya potensi, skill
dan kemampuan dalam dirinya untuk terjun ke dunia politik.
Dengan masuknya kaum perempuan ke ranah politik dan duduk dalam posisi sebagai
pengambil keputusan (decision maker), maka aspirasi dan kepentingan perempuan dapat
disalurkan, dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan diyakini mampu
membawa pada perubahan sistem yang lebih berkeadilan dan bersih dari korupsi serta bebas
diskriminasi. Dengan begitu akan terwujudnya good governance atau pemerintahan yang baik
seperti yang diharapkan oleh kita semua. Dari pembuatan makalah ini, dapat dikerucutkan
tentang beberapa faktor penting dan elementer tentang pentingnya perempuan ikut serta dalam
dunia perpolitikan di Indonesia.
1.

Faktor perundang-undangan yang ada di Indonesia

Di negara ini, telah diatur sedemikian rupa tentang keterlibatan perempuan dalam bidang politik.
Undang-undang No 10 /2008 tentang pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( pemilu legislative ) serta UU nomor

2 tahun 2008 tentang Partai Politik telah memberikan mandate kepada parpol untuk memenuhi
kuota 30% bagi kaum perempuan dalam politik , terutama di lembaga perwakilan rakyat. Pasal 8
butir d UU nomor 10 tahun 2008, misalnya, menyebutkan penyertaan sekurang-kurangnya
30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik tingkat pusat sebagai satu
persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu. Selain itu, pasal 53 UU Pemilu Legislaif
tersebut juga menyatakan daftar bakal calon juga paling sedikit 30% keterwaklilan perempuan.
Lebih jauh, Pasal 66 ayat 2 UU nomor 10 tahun 2008 juga menyebutkan KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten / Kota mengumumkan presentase keterwakilan perempuan dalam daftar
calon tetap parpol pada media massa cetak, harian dan elektronik nasional. Sementara pada Pasal
2 ayat 3 UU Partai politik disebutkan bahwa pendirian dan pembentukan parpol menyertakan
30% keterwakilan perempuan. Lebih jauh, pada pasal 20 tentang kepengurusan partai politik
disebutkan juga tentang penyusunannya yang memperhatikan keterwakilan perempuan paling
rendah 30%. Ketetapan kuota 30% sediri sudah ditetapkan pertama kali pada pemilu 2004 seiring
dengan perjuangan dan tuntutan dari para aktifis perempuan. Hasilnya adalah 62 perempuan saat
itu terpilih dari 550 anggota DPR RI (11,3%). Sementara itu dalam pemilu 1999, pemilu pertama
diera reformasi hanya ada 45 perempuan dari 500 anggota DPR yang terpilih (9%). Dengan
demikian meskipun telah ada peraturan perundangan yang memandatkan kuota 30% dalam
parlemen tidak serta merta menjamin peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik.
2.

Rasa kepekaan yang lebih dari kaum laki-laki


Di dalam tubuh yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati telah diciptakan rasa
peka atau rasa tanggap yang telah melekat di dalam diri manusia secara individu. Baik laki-laki
maupun perempuan sama-sama telah dibekali perasaan tersebut. Namun, disinilah terlihat secara
jelas adanya perbedaan yang mencolok antara kaum hawa dan kaum adam bahwa kaum hawa
memiliki kepekaan yang lebih tajam dibandingkan dengan kaum adam.
Dalam kehidupan sehari hari kita sering melihat contoh kasus menandakan bahwa kaum
perempuan memiliki kepekaan tinggi, misalnya : seorang ibu yang terlihat sedang cemas dan
gelisah memikirkan anaknya yang sedang berjauhan dengannya, sang ibu yang terus
memikirkanya merasakan ada hawa atau pertanda yang tidak enak mengenai anaknya. Tanpa
disengaja dan secara tiba-tiba sang anak yang sedang jauh disana mengalami musibah atau
kejadian-kejadian yang menyusahkan dirinya. Dari contoh tersebut merupakan hal kecil yang

menegaskan bahwa kaum ibu mempunyai rasa tanggap yang amat tinggi dan bahkan banyak
yang mengatakan bahwa kaum ibu memiliki indera ke emam yang bisa melihat kejadian dimasa
akan datang.
Mungkin dari hal yang kecil inilah mengapa keterlibatan perempuan dalam perpolitikan nasional
sangat dibutuhkan. Keterwakilan perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan
rakyat sendiri, bukannya tanpa alasan yang mendasar. Ada beberapa hal yang membuat
pemenuhan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan dalam bidang politik yang amat penting.
Beberapa diantaranya adalah tanggung jawab dan kepekaan akan isuisu kebijakan publik,
terutama terkait dengan bidang perempuan dan anak, bidang lingkungan, bidang moral dan etika
dan keuangan. Terbukti dengan terpilihnya menteri dalam bidang tersebut yang dijabat oleh
kaum perempuan.
Affirmative action 30% ketrewakilan perempuan sulit untuk dipenuhi
Jika dilihat dari segi kuantitasnya, jumlah perempuan menunjukkan perbandingan angka
yang sangat signifikan daripada laki-laki. Perempuan cenderung memiliki kuantitas yang lebih
besar dari pada kuantitas laki-laki. Namun hal ini tidak serta merta membuat kiprah perempuan
dalam dunia politik sebanding dengan kuantitasnya yang besar dari pada laki-laki tersebut.
Dalam dunia politik gagasan affirmative action 30% keterwakilan perempuan telah
muncul sejak pemilihan umum 2004. Pada saat pemilu 2004 keterwakilan perempuan diparlemen
hanya sekitar 11,6% dari 550 kursi, sedangkan pada pemilu legislatif 2009 kemarin keterwakilan
perempuan diparlemen menunjukkan angka 13.9 % dari 560 kursi yang ada di parlemen. Hal ini
secara eksplisit merupakan sebuah indicator bahwa masih sangat sulit dalam mewujudkan
keterwakilan perempuan dalam bidang politik. Ada beberapa hal yang menyebabkan
keterwakilan perempuan sulit untuk dipenuhi :
1.

Budaya patriarki dalam masyarakat Indonesia

Jika dilihat secara garis besarnya, budaya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang kuat
akan budaya patrilienalnya. Hal demikian memiliki arti bahwa masyarakat Indonesia cenderung
menempatkan laki-laki pada posisi yang lebih tinggi daripada perempuan. Contoh dapat kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari, dari segi kehidupan keluarga laki-laki merupakan tokoh sentral
dalam setiap penentuan kebijakan untuk kepentingan keluarganya. Disisi lain dalam proses

pambagian harta waris, sebagian masayarakat Indonesia menempatkan laki-laki pada proporsi
yang lebih besar daripada perempuan. Berdasarkan hal-hal yang demikian menunjukkan sebuah
indikator bahwa benar masyarakat Indonesia cenderung bersifat patriarki. Kondisi ini
mengakibatkan peran dari perempuan menjadi dipandang sebelah mata oleh sebagian besar
penduduk Indonesia. Publik menganggap bahwa perempuan tidak memiliki kapabilitas dalam
bidang politik, perempuan akan lebih cocok dalam hal managerial rumah tangga (domestik). Jika
sekarang masyarakat diajukan satu calon anggota legislatif laki-laki dan satu calon anggota
legislative perempuan, maka masyarakat akan lebih cenderung memilih calon anggota legislatif
laki-laki. Hal ini karena budaya patriarki yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat.
2.

Kelemahan partai politik dalam melakukan rekruitmen politik


Salah satu fungsi dari partai politik adalah melakukan rekruitmen politik dalam proses pengisian
jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan gender
(pasal 11 ayat 1 UU No.10 tahun 2008). Hal ini sangat jelas bahwa partai politik dalam
melakukan rekruitmennya harus memperhatikan aspek kesetaraan dan gender, partai politik
harus memberikan prorporsi yang adil bagi semua penduduk Indonesia tanpa melihat perbedaan
antara laki-laki maupun perempuan. Namun dalam kennyataanya, kondisi yang ada cukup
memperhatinkan. Partai politik dalam melakukan rekruitmen kadernya utamanya kader
perempuan kurang memperhatikan aspek kualitas. Partai politik kadang hanya memperhatikan
keunggulan dalam hal financial dan popularitas, sebagai contoh dalam pemilu 2009 ini banyak
partai politik yang merekrut artis. Mungkin partai poitik cenderung berorientasi pada kekuasaan,
bukan pada aspek kapabilitas dalam memperjuangkan kepentingan publik. Hal demikian
menimbulkan persepsi yang negatif dari masyarakat, karena selama ini anggota legislatif
perempuan yang ada belum mampu menghasilkan prestasi-prestasi yang berorientasi pada
kepentingan publik khusunya yang mampu mengcover isu-isu perempuan dan perlindungan
anak. Dengan demikian perempuan menjadi semakin kurang mendapat kepercayaan dari
khalayak umum.

ndang-undang yang tidak jelas


Undang-undang pemilu yang ada sekarang dianggap oleh berbagai pengamat politik, sebagai
undang undang yang ambigu. Dalam undang-undang ini tersurat bahwa pemerintah mendorong

peningkatan peran dari perempuan dalam bidang politik khususnya. Hal ini dapat dilihat dari
indicator adanya affirmative action kuota 30% perempuan. Namun disisi lain undang-undang ini
mengandung ketidak jelasan, undang-undang ini hanya sebatas mengatur kepengurusan dalam
patrai politik dan keikutsertaan perempuan dalam pemilihan umum. Undang-undang ini tidak
mengatur atau memberikan jaminan bahwa 30% kursi yang ada dalam parlemen adalah
diperuntukkan bagi perempuan. Keadaan semakin tidak memungkinkan dengan adanya yudisial
review yang dilakukan Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 214 UU No.10 tahun 2008.
Hasilnya proses penetapan calon terpilih pada pemilu legislative 2009 ini berbeda dengan pemilu
pada tahun 2004. Pada pemilu tahun 2009 ini proses penetapan calon terpilih didasarkan pada
perolehan suara terbanyak anggota legislatif, bukan didasarkan pada nomer urut. Secara tidak
langsung hal ini membawa konsekuensi, bahwa semua caleg perempuan harus mampu
berkompetisi dengan caleg laki-laki baik itu yang berasal dari internal maupun eksternal partai.
Adanya keputusan ini membuat peluang (chance) dari caleg perempuan untuk memenangkan
kompetisi akan semakin kecil. Penyebab utamanya yaitu caleg perempuan merupakan fenomena
yang baru dalam dunia politik masyarakat dibandingkan dengan calon anggota legislatif laki-laki
yang sudah lama berada dan menangani persoalan dalam bidang politik. Disamping itu,
pergerakan/mobiitas perempuan cenderung lebih sempit dibandingkan dengan caleg laki-laki.
Jadi harus ada Undang-undang yang jelas, bukan hanya mengatur kepengurusan partai politik
dan keikutsertaan perempuan dalam pemilu, namun lebih dari itu harus mampu menjamin bahwa
ada ruang 30% tersendiri dalam parlemen untuk calon anggota legislatif perempuan terpilih.
Upaya mewujudkan 30% keterwakilan perempuan
Upaya affirmative action untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam bidang politik
telah banyak dilakukan, beberapa peraturan perundang-undangan telah mengatur kuota akan
keterwakilan perempuan sebesar 30%. UU No.2 tahun 2008 tentang partai politik pada pasal 20
menjelaskan bahwa kepengurusan partai politik harus memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30% yang kemudian diatur dalam AD ART masing-masing partai politik.
UU No.10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif juga banyak menyebutkan bahwa partai politik
dalam pencalonan kadernya untuk mengikuti pemilihan umum legislatif harus menyertakan 30%
keterwakilan perempuan. Bahkan hal tersebut ditekankan dalam beberapa pasal yang antara lain

disebutkan dalam pasal 8 ayat 1d, pasal 15, pasal 57, dan pasal 66 ayat 2. Upaya-upaya ini
merupakan sebuah indikator bahwa pemerintah mulai memperhatikan masalah gender, semua
warga negara mempunyai hak yang sama tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Walaupun peraturan telah dibakukan, namun bukan berarti 30% keterwakilan perempuan
dapat tercapai dengan mudah. Masyarakat Indonesia yang cenderung patrilineal, mengakibatkan
persepsi terhadap perempuan menjadi rendah. Masyarakat lebih mempunyai pandangan jika
perempuan kurang memiliki kapabilitas dalam bidang politik, hukum, dan sebagainya. Persepsi
masyarakat cenderung menganggap bahwa perempuan adalah spesialis urusan dalam rumah
tangga. Disi lain, faktor agama juga menjadi salah satu pengaruh keterwakilan akan sulit dicapai.
Sebagian agama berpandangan jika perempuan kurang layak sebagai seorang pemimpin.
Keterwakilan 30% perempuan telah ada sejak pemilu 2004, pada saat itu keterwakilan
perempuan hanya 11,6% dari 550 kursi dan pada pemilu 2009 ini keterwakilan perempuan
meningkat menjadi 13,09% dari 560 kursi yang ada diparlemen. Hal ini menunjukkan bahwa
masih sangat sulit untuk mewujudkan 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen. Selain
penyebab diatas, undang-undang yang mengatur bukan mengatur tentang tata cara perolehan
30% dalam pemilu. Undang-undang yang ada hanya sebatas mengatur tentang keikutsertaan
perempuan dalam pengurusan partai politik dan sebagai peserta dalam pemilu. Hal ini ditambah
dengan keputusan mahkamah konstitusi terhadap yudisial review pasal 214 UU No.10 tahun
2008 tentang penetapan calon terpilih. Pemilu 2009 penentuan terhadap calon terpilih ditentukan
berdasarkan atas perolehan suara terbanyak bukan atas nomer urut. Oleh karena itu caleg
perempuan akan semakin sulit untuk berkompetisi dengan caleg laki-laki. Caleg perempuan
harus pandai dalam melihat peluang, karena walaupun satu partai tetap harus tetap berusaha
sendiri. Kompetisi sebagai hal yang mutlak harus dijalankan.
Mengingat sangat sulit untuk mewujudkan 30% keterwakilan perempuan, maka ada
berberapa usaha yang dapat dilakukan anntara lain :
1.

Zipper System
Zipper system adalah tekhnik selang-seling dalam menetapkan calon anggota legislatif terpilih
artinya sekurang-kurangnya dari tiga caleg terpilh terdapat dua caleg laki-laki dan satu caleg
perempuan dalam satu daerah pilihan (dapil). Dengan tekhnik ini, bukan tidak mungkin 30%
keterwakilan perempuan dapat terpenuhi. Di Negara swedia dengan menerapkan zipper system,
keterwakilan perempuan dalam parlemen mencapai 36,9%. Dalam penggunaan sistem ini proses

perhitungan harus dilakukan secara terpisah antara caleg laki-laki dan perempuan. Sebenarnya
cara ini efektif untuk mangakplikasikan affirmative action 30% keterwakilan perempuan, karena
pasti hal itu akan dapat dicapai. Partai politik pasti akan memenuhi syarat keterwakilan
perempuan dalam kepengurusannya.
2.

Rekruitmen partai politik


Partai politik dalam proses kaderisasinya harus benar-benar memperhatikan aspek kualitas dari
kader-kadernya. Hal itu disebabkan karena kader-kader ini yang akan ditawarkan kepada
masyarakat, oleh karena itu agar tercipta persepsi yang baik terhadap kinerja dan kepemimpinan
perempuan maka kualitas calon anggota legislatif pun harus memadai.

3.

Pentingnya strategi
Caleg perempuan harus mampu berkompetisi dengan caleg laki-laki untuk memperoleh suara
terbanyak, maka dari itu perlu disusun suatu strategi. Salah satu hambatan terbesar bagi
perempuan adalah mengajak Pemilih mau memilih caleg perempuan dalam Pemilu. Sehubungan
untuk mendapatkan suara dalam pemilu 2009, maka perempuan perlu memperhatikan langkahlangkah berikut :
a.

Pastikan anda telah terdaftar sebagai caleg untuk tingkat DPR-RI, DPRD Prov. Atau DPRD
Kab/Kota

b.

Pastikan anda terdaftar pada Daerah Pemilihan (Dapil ) yang memungkinkan anda mendapat
suara

c.

Ikut aktif di setiap kegiatan yang diselengarakan oleh DPD dan DPC di zona pemilihan

d.

Kaji jumlah, karakter dan masalah masyarakat Pemilih di Dapil anda, Setiap Dapil memiliki
daftar nama Pemilih, anda perlu mendapatkan daftar nama ini.

e.

Fokuskan pendekatan kepada Pemilih yang mau memilih anda dan Parpol anda.

f.

Bangun kelompok- kelompok pendukung di Dapil anda dan bangun komunikasi intensif dengan
mereka.

g.

Informasikan secara tepat tentang partai anda dan diri anda sebagai caleg. Jelaskan pengaruh
yang dimiliki Pemilu atas kehidupan sehari-hari mereka.

h.

Jagalah agar Pemilih tetap merasa tertarik dengan partai anda dan anda sebagai caleg.
Menurut pendapat seorang politisi berpengalaman, satu-satunya cara untuk mengajak orang
untuk memilih adalah dengan memberikan solusi atas masalah-masalah yang mempengaruhi

mereka secara langsung. Hal ini berarti, jika anda dapat menarik para pemilih dengan isu-isu
lokal atau pribadi maka pemilih akan merasa tertarik untuk memilih anda dan Partai anda.
Setelah anda mampu menggalang massa, maka langkah-langkah berikut yang harus dilakukan
adalah:
Menghadiri pertemuan-pertemuan berbagai kelompok masyarakat di Dapil anda
Melaksanakan program padat karya di Dapil anda
Siaran Pers bagi surat kabar lokal dan nasional
mengirim e-mail bagi orang-orang tertentu
menelpon Pemilih untuk mengingatkan mereka tentang waktu dan tempat pemilu
Mengirimkan selebaran-selebaran kampanye
menyampaikan pesan anda dari pintu ke pintu
Sebelum hal di atas anda lakukan, anda perlu menganalisa kekuatan-kekuatan anda dan
memperhitungkan kompetitor anda. Sekarang ini, inti kehidupan itu adalah kompetisi. Kompetisi
memerlukan usaha keras dan usaha cerdas. Kompetisi bukan merusak harmoni, tetapi
menjangkau kehidupan yang lebih baik.
4. Sosialisasi Gender
Dalam hal ini perlu diangkat isu-isu tentang gender, bahwa selama ini posisi kaum perempuan
selalu berada dibawah laki-laki. Dengan adanya isu-isu tentang gender hal ini bisa
membangkitkan semangat kaum perempuan untuk bersatu memperjuangkan keterwakilannya
dalam bidang politik maupun dalam bidang- bidang lain.
PENUTUP
Kesimpulan
a.

Keterlibatan perempuan dalam bidang politik sangat dibutuhkan karena perempuan memiliki
rasa peka terhadap kondisi-kondisi yang ada disekitarnya, seperti dalam hal mengatasi isu-isu
kebijakan public terutama dalam bidang perempuan dan anak, bidang lingkungan, bidang moral
dan etika, serta keuangan.

b. Affirmative action 30% keterwakilan peremuan sulit untuk dipenuhi karena budaya masyarakat
Indonesia yang cenderung patriarki, rekruitmen partai politik yang kurang memperhatikan aspek

kualitas dari kadernya, dan adanya perundang-undangan yang tidak secara jelas menjamin
keterwakilan perempuan dalam parlemen.
c.

Cara yang dapat dilakukan agar keterwakilan perempuan dapat terpenuhi antara lain melalui
tekhnik zipper system yaitu dengan menempatkan satu caleg terpilih dalam tiga caleg terpilih
artinya ada satu perempuan dan dua laki-laki, melalui rekruitmen politik yang berorientasi pada
kuaitas dan strategi pemenangan pemilu yang baik.
Saran

a.

Seyogyanya harus ada undang-undang yang jelas memberikan ruang kepada calon anggota
legislative di dalam parlemen, sehingga keterwakilan perempuan dalam bidang politik dapat
terimplementasikan.

b.

Kaum perempuan harusnya dapat melebarkan sayapnya kebidang politik praktis, karena pada
dasarnya antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kesempatan yang sama sebagai
warga negara Indonesia.

c.

Partisipasi dari berbagai pihak baik pemerintah, partai politik, ataupun individu untuk
menghapus budaya patriarki di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2000. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: P.T Gramedia


Ahmed, Liya. 2000. Wanita dan gender. Jakarta: Obor
Sumber-sumber Lain :
Undang-undang No.2 tahun 2008 tentang Partai Politik
Undang-undang No.10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD

http://indraachmadi.blogspot.com/2013/04/perempuan-dalam-politik.html

Anda mungkin juga menyukai