Anda di halaman 1dari 15

PARTISIPASI POLITIK DAN DEBAT POLITIK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran PKN

Disusun oleh

Kelompok 6 :

1. Aam Ramdani
2. Ajeng Nurul Aulia
3. Dinda Yoanita Dewi
4. Felda Fauziyah Herawan
5. Ilyas Samsudin
6. Rita Nurul Fadilah

Kelas : XI IPA 1

SMA Negeri 9 Tasikmalaya


Tahun Pelajaran 2016/2017
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran
kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Partisipasi
Politik dan Debat Politik” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mengalami beberapa masalah, tapi


alhamdulillah berkat kerjasama yang baik antar kelompok kami sehingga masalah itu
bisa teratasi. Terima kasih juga kami ucapkan kepada orang tua karena telah
memberikan dukungan kepada kami dalam pengerjaan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah


ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari
pembaca sekalian. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya.

Tasikmalaya, 12 Agustus 2016

Penulis

1
Daftar Isi
KATA PENGANTAR....................................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulis.......................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Partisipasi Politik.................................................................................6

2.2 Kegiatan-kegiatan Partisipasi Politik......................................................................6

2.3 Sifat-sifat Partisipasi Politik....................................................................................7

2.4 Faktor Pendukung dan Penghambat Partisipasi Politik.........................................8

2.5 Fungsi Partisipasi Politik........................................................................................9

2.6 Pengertian Debat Politik......................................................................................10

2.7 Dasar Hukum Debat Politik..................................................................................10

2.8 Manfaat Debat Politik Bagi Masyarakat...............................................................11

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................13

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan
negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik.
Partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk
terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. kegiatan
yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan
keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang
dilakukan pemerintah.
Di negara-negara demokrasi pada umumnya pelaksanaan debat politik
adalah sesuatu hal yang familiar (terbiasa/akrab). Aktivitas politik masyarakat
melalui debat politik, dapat membawa implikasi luas terhadap sikap, perilaku,
dan isu-isu politik yang berkembang di dalam masyarakat.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi pada latar belakang diatas, maka penulis
memperoleh permasalahan yang kemudian akan dijadikan sebagai bahan
pembahasan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan Partisipasi Politik?
2. Kegiatan apa yang termasuk Partisipasi Politik?
3. Bagaimana Sifat Partisipasi Politik yang baik?
4. Apa saja faktor pendukung dan penghambat partisipasi politik?
5. Apa saja fungsi Partisipasi Politik?
6. Apakah yang dimaksud dengan Debat Politik?
7. Apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Debat Politik di masyarakat?
8. Apa manfaat debat politik bagi masyarakat?

4
1.3 Tujuan Penulis
Sesuai rumusan masalah yang ada diatas, maka penulisan ini
bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengertian Partisipasi Politik,
2. Kegiatan-kegiatan yang termasuk Partisipasi Politik,
3. Sifat-sifat Partisipasi Politik,
4. Faktor pendukung dan penghambat partisipasi politik,
5. Fungsi Partisipasi Politik,
6. Pengertian Debat Politik,
7. Dasar-dasar hukum Debat Politik, dan
8. Manfaat Debat Politik bagi masyarakat.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Partisipasi Politik
Partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya bagian dan capere,
yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil bagian”. Dalam bahasa
Inggris participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil
peranan. Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan
dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.

Secara umum Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok


orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan
memilih pimpinan negara dan secara langsung dan tidak langsung, memengaruhi
kebijakan pemerintah (Public Policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti
memberi suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan
hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan sosial dengan di
rectactionnya dan sebagainya.

2.2 Kegiatan-kegiatan Partisifasi Politik

Secara umum, wujud partisipasi politik masyarakat yang bersifat positif


adalah turut aktif dalam pemilu, baik di tingkat daerah/lokal maupun nasional. Pemilu
di tingkat daerah/lokal dapat diwujudkan melalui pemilihan umum kepala daerah
(Pemilukada). Adapun pemilu di tingkat nasional dapat diwujudkan melalui pemilihan
kepala dan wakil kepala negara (presiden dan wakil presiden). Sejalan dengan
pemaparan di atas, menurut Prof. Dr. Miriam Budiardjo (1998: 183), bahwa
partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik.

Partisipasi politik mencakup semua kegiatan suka rela seseorang untuk turut
serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan-
kegiatan yang termasuk dalam partisipasi politik antara lain sebagai berikut :

1. Ikut memilih wakil rakyat melalui pemilihan umum, seperti hal-hal berikut :
Mengajukan beberapa alternatif calon pemimpin.
Mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu.
Mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan kebijakan umum.
Mengajukan tuntutan-tuntutan kepada penguasa pusat maupun
daerah.
Melaksanakan keputusan-keputusan pemerintah yang telah
ditetapkan.

6
Membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
pemerintah.
2. Menjadi anggota aktif dalam partai politik, kelompok penekan (pressure
group), maupun kelompok kepentingan tertentu.
3. Duduk dalam lembaga politik, seperti MPR, DPR, presiden, atau menteri.
4. Mengadakan komunikasi (dialog) dengan wakil-wakil rakyat.
5. Berkampanye atau menghadiri kelompok diskusi.

2.3 Sifat-sifat Partisipasi Politik


Kualifikasi atau sifat-sifat partisipasi politik yang baik adalah sebagai berikut :
1. Positif
Partisipasi dikatakan bersifat positif apabila partisipasi itu mendukung
kelancaran usaha bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Sebaliknya partisipasi menjadi negatif apabila menjadi beban, menjadi
penghalang atau memperlambat lajunya kegiatan atau usaha bersama.
Contoh yang nyata adalah, seorang kader partai dikatakan berpartisipasi
secara positif apabila ia menyumbangkan tenaga, materi, dan waktu untuk
partainya pada masa Pemilu. Contoh lainnya adalah, masyarakat dapat
terlibat secara langsung menjadi panitia pemilukada ataupun pemilu di
lingkungan tempat tinggal mereka masing-masing.
2. Kreatif
Partisipasi dikatakan bersifat kreatif memiliki arti adanya keterlibatan
yang berdaya cipta, tidak hanya mengikuti begitu saja suatu kegiatan yang
direncanakan pihak lain, tidak hanya melaksanakan instruksi atasan,
melainkan memikirkan sesuatu yang baru. Kreasi itu dapat berupa
gagasan-gagasan baru, metode atau teknik baru, atau cara kerja baru
yang lebih efektif dan lebih efisien yang menjadi faktor penting dalam
suksesnya kegiatan bersama. Contohnya, seorang kader parpol dapat
saja mengajukan usul yang orisinil kepada partainya mengenai cara
berkampanye yang efektif dan tidak memakan biaya yang besar.
3. Kritis, Korektif, dan Konstruktif
Partisipasi dikatakan bersifat kritis, korektif, dan konstruktif berarti
keterlibatan dilakukan dengan mengkaji suatu bentuk kegiatan,
menunjukkan kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang
lebih baik. Dengan demikian, bukan saja proses usaha bersama akan
lebih lancar, tetapi juga dapat mencegah dampak negatif yang akan
muncul. Sifat partisipasi seperti ini sangat bermanfaat untuk menjaga agar
perencanaan dan pelaksanaan suatu usaha bersama benar-benar
berlangsung baik dan mencapai sasaran. Contohnya, LSM-LSM yang ada
di Indonesia benar-benar mengawasi jalannya pemerintahan, sehingga
dapat memberi saran dan kritik apabila terjadi ketidakberesan dalam
program-program yang dijalankan pemerintah.

7
4. Realistis
Partisipasi dikatakan bersifat realistis berarti adanya keikutsertaan
dengan mempertimbangkan kenyataan, baik kenyataan dalam masyarakat
maupun kenyataan mengenai kemampuan pelaksanaan suatu kegiatan,
waktu yang tersedia, kesempatan, dan keterampilan para pelaksana.
Contohnya, masyarakat dapat saja mengusulkan pergantian suatu pejabat
karena menganggap pejabat tersebut tidak mampu melaksanakan
tugasnya dengan baik.

2.4 Faktor Pendukung dan Penghambat Partisipasi Politik


1. Faktor pendukung partisipasi politik
Pendidikan politik
Menurut Ramdlon Naning, pendidikan politik adalah usaha
untuk memasyarakatkan politik, dalam arti mencerdaskan
kehidupan politik rakyat, meningkatkan kesadaran setiap warga
negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta
meningkatkan kepekaan dan kesadaran rakyat terhadap hak,
kewajiban, dan tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara.
Kesadaran politik
Menurut Drs.M. Taupan, kesadaran politik adalah suatu proses
batin yang menampakkan keinsafan dari setiap warga negara akan
urgensi kenegaraan dalam kehidupan masyarakat dan bernegara,
kesadaran politik atau keinsafan hidup bernegara menjadi penting
dalam kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas negara
bersifat menyeluruh dan kompleks sehingga tanpa dukungan positif
dari seluruh warga masyarakat, tugas-tugas negara banyak yang
terbengkalai.
Sosialisasi politik
Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan proses dengan jalan mana orang belajar tentang
politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun alat
yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi
politik, antara lain :
 Keluarga (family)
 Sekolah
 Partai Politik
2. Faktor penghambat partisipasi politik
Ada banyak orang yang tidak berpartisipasi dalam politik, hal ini
disebabkan oleh
beberapa hal antara lain :
Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat
atau punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-
gejala.
Sinisme diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari manusia”,
dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor,
tidak dapat dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam
bentuk apa pun sia-sia dan tidak ada hasilnya.

8
Alienasi yaitu sebagai perasaan keterasingan seseorang dari politik dan
pemerintahan masyarakat dan kecenderungan berpikir mengenai
pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk orang
lain tidak adil.
Anomie yaitu sebagai suatu perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan awal
dengan kondisi seorang individu mengalami perasaan ketidakefektifan dan
bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi
dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak.

2.5 Fungsi Partisipasi Politik


Menurut Robert Lane partisipasi politik memiliki empat fungsi
partisipasi politik bagi individu-individu yaitu :
1. Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi, partisipasi
politik seringkali muncul dalam bentuk upaya-upaya menjadikan
arena politik untuk memperlancar usaha ekonominya ataupun
sebagai sarana untuk mencari keuntungan material.
2. Sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan bagi
penyesuaian sosial, yakni memenuhi kebutuhan akan harga diri,
meningkatnya status sosial, dan merasa terhormat karena dapat
bergaul dengan pejabat-pejabat terkemuka dan penting. Pergaulan
yang luas dan bersama pejabat-pejabat itu pula yang mendorong
partisipasi seseorang untuk terlibat dalam aktivitas politik. Orang-
orang yang demikian itu merasa puas bahwa politik dapat
memenuhi kebutuhan terhadap penyesuaian sosialnya.
3. Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus, orang
berpartisipasi dalam politik karena politik dianggap dapat dijadikan
sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tertentu seperti untuk
mendapatkan pekerjaan, mendapatkan proyek-proyek, tender-
tender, dan melicinkan karier bagi pejabatnya. Nilai-nilai khusus
dan kepentingan individu tersebut apabila tercapai, akan makin
mendorong partisipasinya dalam politik. Terlebih lagi bagi
seseorang yang terjun dalam bidang politik, seringkali politik
dijadikan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya.
4. Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan
kebutuhan psikologi tertentu, yakni bahwa keterlibatannya dalam
bidang politik untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan
kebutuhan psikologi tertentu, seperti kepuasan batin, perasaan
terhormat, merasa menjadi sosok yang penting dan dihargai orang
lain dan kepuasan-kepuasan atas target yang telah ditetapkan.

9
2.6 Pengertian Debat Politik
Debat politik merupakan proses pendewasaan politik masyarakat melalui tukar
pikiran yang mengandung makna sebagai berikut :
1. Makna politis, bahwa debat politik harus dapat menjadi wahana pendidikan
politik masyarakat yang mengajarkan dan membentuk sikap serta perilaku
politik masyarakat semakin rasional, mau menerima perbedaan, dan
berpartisipasi atas dasar kesadaran bersama untuk membangun bangsa dan
negara.
2. Makna sosiologis, bahwa debat politik harus mampu mewujudkan kehidupan
masyarakat yang semakin sadar akan hak dan kewajibannya, tanggung
jawab moral, tertib sosial serta membentuk perilaku politik yang santun,
kooperatif, saling menghormati dan tidak anarkis (merusak).
Pelaksanaan debat politik di masyarakat harus memerhatikan rambu-rambu “etis”
dan “normatif”. Etis atau etika, merupakan tata laku dalam berpolitik yang harus
memperhatikan nilai-nilai budaya, adat, dan moral yang hidup dan dipertahankan
oleh masyarakat, sedangkan normatif adalah tata laku dalam berpolitik yang
didasarkan pada aturan-aturan baku yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan
bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila etika dan normatif
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan debat politik di dalam masyarakat, hal ini
akan menjadi cermin bagi pendidikan politik masyarakat dalam berpolitik yang selalu
mengedepankan struktur dan aturan.

2.7 Dasar Hukum Debat Politik


Dasar hukum pelaksanaan debat politik di masyarakat adalah sebagai berikut :
1. UUD RI Tahun 1945 (Perubahan IV)
Pasal 28 yang menyebutkan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 28E Ayat 3 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
2. UU Nomor 9 Tahun 1998
Pasal 2 UU Nomor 9 Tahun 1998 adalah undang-undang tentang
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, yang menyebutkan
“Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas
menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.
Debat politik merupakan proses pendewasaan politik masyarakat.
3. UU Nomor 39 Tahun 1999
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 24 Ayat 1 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak untuk berkumpul,
berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai”. Hal ini diperkuat
dengan Pasal 25 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk menyampaikan
pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.

10
2.8 Manfaat Debat Politik Bagi Masyarakat
Aktivitas politik masyarakat melalui debat politik, dapat membawa implikasi luas
terhadap sikap, perilaku, dan isu-isu politik yang berkembang di dalam masyarakat.
Manfaat debat politik bagi masyarakat antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai sarana pendidikan politik masyarakat.
2. Membiasakan diri menanggapi isu-isu/opini publik dengan rasional dan
proporsional.
3. Tumbuh sikap kesadaran dan pengendalian diri dalam menerima perbedaan.
4. Memahami dinamika kehidupan politik yang mengacu pada the rule of law.
5. Menumbuhkan sikap yang mengedepankan kepentingan umum, bangsa, dan
negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

11
KESIMPULAN
Partisipasi politik adalah hal yang sangat diperlukan di dalam kehidupan,
dengan berpartispasi dalam politik kita bisa mengubah dan mempengaruhi suatu
kebijakan pemerintah, selain itu dengan berpartisipasi dalam politik kita telah
melaksanakan kewajiban kita sebagai warga negara, demi mewujudkan kehidupan
yang lebih baik.
Tanpa adanya partisipasi politik maka negara akan menjadi suatu negara
yang otoriter dimana penguasalah yang akan menentukan segala sesuatunya tanpa
boleh satu orangpun untuk mengubah ataupun menentang keputusan penguasa.
Debat politik di masyarakat harus memerhatikan rambu-rambu “etis” dan
“normatif”. Etis atau etika, merupakan tata laku dalam berpolitik yang harus
memperhatikan nilai-nilai budaya, adat, dan moral yang hidup dan dipertahankan
oleh masyarakat, sedangkan normatif adalah tata laku dalam berpolitik yang
didasarkan pada aturan-aturan baku yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan
bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila etika dan normatif
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan debat politik di dalam masyarakat, hal ini
akan menjadi cermin bagi pendidikan politik masyarakat dalam berpolitik yang selalu
mengedepankan struktur dan aturan.

12
DAFTAR PUSTAKA
http://mahasiswatanpatandajasa.blogspot.co.id/2015/01/makalah-partisipasi-
politik.html

https://kumpulantugasekol.blogspot.co.id/2014/04/jelaskan-sifat-sifat-partisipasi.html

http://www.edukasippkn.com/2015/09/debat-politik.html

https://haryowisnumurti.wordpress.com/2015/05/01/makalah/

13

Anda mungkin juga menyukai