Anda di halaman 1dari 10

Dampak Pemerintahan yang tidak Transparan dan Sikap Positif

1. Dampak Pemerintahan yang tidak Transparan Banyak malapetaka yang menimpa bangsa
dan negara berawal dari ketidak transparanan pemerintah dalam penyelenggaraan
pemerintahan antara lain: a. Adanya kebijakan-kebijakan yang bermuatan kepentingan
individu dan golongan, sehingga merusak tatanan hidup berbangsa dan bernegara. b.
Penyelenggaraan pemerintah yang tidak transparan menjadikan penyelenggara negara
bertindak menyimpang, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sangat merugikan bangsa
dan negara. c. Adanya ketidak adilan dan ketidakpastian hokum. d. Timbulnya instabilitas
dalam berbagai bidang kehidupan. e. Bentuk-bentuk penyimpangan akibat tidak
transparannya penyelenggaraan negara misalnya: manipulasi pajak, penyelundupan, korupsi,
kolusi, nepotisme. Sebaiknya Anda Tahu Dampak Lain Pemerintahan yang Tidak Transparan
a. Pemerintahan yang diktator. Yaitu pemerintahan yang tidak demokratis, menindas rakyat
dengan kekuasaan mutlak, yang diperoleh dengan cara kekerasan. b. Pemerintahan yang tidak
bertanggungjawab. Adalah pemerintahan yang dalam setiap kebijakannya tidak
dipertanggungjawabkan kepada rakyatnya. Biasanya banyak kebijakan pemerintah yang tidak
memihak pada kepentingan rakyat banyak. c. Pemerintahan yang korup. Yaitu pemerintahan
yang banyak diwarnai penyelewengan atau penggelapan uang negara/perusahaan dan
sebagainya untuk kepentingan pribadi dari pejabat negara. d. Pemerintahan yang banyak
terjadi kolusi. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar
penyelenggara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain,
masyarakat, dan atau negara. e. Pemerintahan yang penuh nepotisme. Nepotisme adalah
setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan
kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara. f. Pemerintahan yang tidak menjunjung tinggi norma kesusilaan,kepatutan dan norma
hukum. 2. Kebijakan Pemberantasan KKN Pemerintahan Era Reformasi Salah satu dampak
paling umum dan serius dari pemerintahan yang tidak terbuka adalah terjadinya korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN). Selama lebih dari tiga puluh tahun pemerintahan Indonesia
dibawah Orde Baru juga terjadi KKN yang sangat besar. Arah Kebijakan Pemberantasan
Korupsi Kolusi dan Nepotisme di Indonesia (Tap MPR No. VIII/MPR/2001) a. Mempercepat
proses hukum terhadap aparatur pemerintah terutama aparat penegak hukum dan
penyelenggara negara yang diduga melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta
dapat dilakukan tindakan administratif untuk memperlancar proses hukum. b. Melakukan
penindakan hukum yang lebih bersungguh-sungguh terhadap semua kasus korupsi, termasuk
korupsi yang telah terjadi di masa lalu, dan bagi mereka yang telah terbukti bersalah agar
dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya. c. Mendorong partisipasi masyarakat luas dalam
mengawasi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang berbagai dugaan praktek korupsi,
kolusi, dan neporisme yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan
anggota masyarakat. d. Mencabut, mengubah, atau mengganti semua peraturan perundang-
undangan serta keputusan-keputusan penyelenggara negara yang berindikasi melindungi atau
memungkinkan terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. e. Merevisi semua peraturan
perundang-undangan yang berkenaan dengan korupsi sehingga sinkron dan konsisten satu
dengan yang lainnya. f. Membentuk Undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya untuk
membantu percepatan dan efektivitas pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi.
Sebaiknya Anda Tahu Peraturan Perundangan dan Lembaga untuk Pemberantasan KKN a.
Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi; b. Perlindungan saksi dan korban; c. Kejahatan
terorganisasi; d. Kebebasan mendapatkan informasi; e. Etika pemerintahan; f. Kejahatan
pencucian uang; g. Ombudsman. g. Perlu segera membentuk Undang-undang guna mencegah
terjadinya perbuatan-perbuatan kolusi dan atau nepotisme yang dapat mengakibatkan
terjadinya tindak pidana korupsi. 3. Pemerintahan yang Transparan perlu Adanya Kebebasan
Pers Ketika Soeharto lengser dari kursi kepresidenan setelah didudukinya selama 32 tahun,
kalangan pers berharap bahwa kebebasan pers yang selama ini terbelenggu dapat diperoleh
kembali. Maka harapan besar sangat dipikulkan pada BJ Habibie sebagai presiden setelah
Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Menteri Penerangan era BJ Habibie,
Yunus Yosfiah mencabut Peraturan Menteri Penerangan No. 01/Per/Menpen/1984 tentang
Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang selama ini dikhawatirkan banyak orang
sebagai satu-satunya penghambat kebebasan pers. Pencabutan peraturan tentang SIUPP ini
ternyata belum membuat lega kalangan pers karena masih ada beberapa Permenpen dan SK
Menpen yang disinyalir sama dan sebangun dalam usaha menghambat kebebasan pers.
Dengan tidak ragu-ragu lagi Menpen mancabut pula: a. Permenpen No 02/Per/Menpen/1969
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Wartawan. b. SK Menpen No.214 tentang Prosedur dan
Persyaratan untuk mendapatkan SIUPP. c. SK Menpen No. 47/Kep/Menpen/1975 tentang
Pengukuhan PWI dan SPS Sebagai Satu-satunya Organisasi Wartawan dan Organisasi
Penerbit Pers Indonesia. d. SK Menpen No. 184/Kep/Menpen/1978 tentang Pengukuhan
Serikat Grafika Pers Sebagai Satu-satunya Organisasai Percetakan Pers Nasional. e. SK
Menpen No. 24/Kep/Menpen/1978 dan SK Menpen No. 226/Kep/Menpen/1984 tentang
Wajib Relai Siaran RRI dan Penyelenggaraan Siaran Berita oleh Radio Siaran Non RRI.
Penegasan secara eksplisit akan jaminan kebebasan pers dikeluarkan melalui Permenpen No.
01/Per/Menpen/1998 yang tidak ada lagi sanksi pencabutan SIUPP. Jika sebelumnya untuk
mendapatkan SIUPP diperlukan 16 syarat dan harus berhadapan dengan birokrasi yang sulit
ditembus, sekarang hanya perlu tiga syarat, mengisi formulir permohonan, menyerahkan akta
pendirian perusahaan dan ssusunan pengasuh. Dengan demikian lengkaplah sudah jawaban
keraguan masyarakat akan jaminan kebebasan pers oleh menteri yang dari militer itu.
Gayungpun bersambut, dalam tahun 1999 telah ada 852 SIUPP. Bahkan sampai juli 1999
jumlah penerbitan pers telah bertambah dari 289 pada tahun 1997 menjadi 1427. Dengan
demikian sejak Soeharto lengser, ada penambahan 1138 SIUPP baru baik yang sudah dan
akan terbit. Organisasi kewartawananpun tidak dimonopoli lagi oleh PWI. Saat ini sudah ada
sekitar 24 organisasi kewartawanan. Wilayah penyebaran SIUPP, juga sangat beragam,
meliputi kota kabupaten tidak hanya kota propinsi apalagi di jakarta. Meskipun dari segi
prosentase jakarta tetap masih tertinggi (48,70%). Dari segi isi tak jauh berbeda meskipun
lebih terkonsentrasi ke koran umum dan politik. Pemerintah BJ Habibie mempunyai
sumbangan yang sangat besar dengan mengembalikan esensi kebebasan pers. Berbagai
regulasi aturan dihapuskan dan berbagai tekanan psikologis dihilangkan. Maka dalam posisi
ini, pers yang selama Orde Baru takut memberitakan kejahatan pejabat, kemudian tak
tanggung-tanggung mengekpos habis-habisan. Sekedar menyebut contoh adalah pemberitaan
mengenai keluarga Cendana. Selama Orde Baru berbagai bentuk penyelewengan bisnis
keluarga Soeharto tidak pernah diberitakan pers. Berbagai kasus KKN cenderung ditutup-
tutupi. Begitu Habibie membuka kran kebebasan, pers menanggapi dengan sangat antusias.
Bisnis keluarga Cendana kemudian dipreteli satu persatu. Pejabat yang korup diberitakan
tanpa rasa takut. Inilah kebebasan yang diberikan baik secara struktural maupun psikologis.
4. Sikap Terbuka dalam Penyelenggaraan Negara Saat menyampaikan pidato pada puncak
peringatan Hari Pers Nasional 2005, di Pekan Baru, Riau, Presiden Susilo Bambang
Yudoyono menyatakan bahwa dirinya sangat terbuka terhadap kritik, terbuka pada setiap
masukan. Bahkan secara tegas presiden mengatakan, para menteri pada pemerintahannya
diminta berbesar hati menerima kritik. Kritik yang baik merupakan alat untuk memotivasi
kerja, memperbaiki kinerja. Secara khusus presiden meminta bantuan pers untuk terus
menyoroti pemberantasan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Berbagai pengungkapan
kasus KKN yang terjadi di lapangan merupakan masukan yang baik bagi pemerintah untuk
bisa menindaklanjuti dan menyadari betapa masih banyak persoalan besar yang harus
ditangani. Pers dan pemerintah, pers dan masyarakat, pers dan dunia usaha bukanlah institusi
yang harus berseberangan. Dengan menghormati peran masing-masing dan kesadaran akan
hak dan kewajiban yang diemban, seharusnya justru menjadi kekuatan yang saling mengisi.
Sekarang ini semua itu belum bisa berjalan dengan baik dan optimal karena kedua belah
pihak dihinggapi rasa saling tidak percaya. Pers tidak percaya bahwa kebebasan yang
menjadi salah satu prasyarat bagi mereka untuk menjalankan tugasnya secara tulus diberikan.
Sementara pihak di luar pers menganggap pers hanya ingin menikmati kebebasannya, tanpa
pernah mau peduli dan sadar mengenai manfaat bagi kebebasan yang dimilikinya itu. Ketidak
percayaan itu membuat segala hal selalu dilihat dengan penuh kecurigaan. Ketika pers
mengangkat sebuah fenomena ataupun fakta yang terjadi di masyarakat, yang pertama-tama
muncul adalah apa maksud dari pemberitaan itu. Tidak pernah dicoba dilihat apakah benar
ada titik api yang menyebabkan keluarnya asap. Yang lebih menonjol adalah kesimpulan,
bahwa asap itu bukanlah sesuatu yang benar-benar ada, tetapi diada-adakan. Kebetulan
sekarang kita memang hidup di zaman yang bebas. Orang merasa bisa melakukan apa saja,
bisa menggunakan apa saja untuk melindungi haknya. Maka munculla pula berbagai gugatan
terhadap kegiatan jurnalistik dengan berlindung di balik pencemaran nama baik. Sebaliknya
pers tidak pernah mau menyadari bahwa kebebasan yang mereka miliki bukanlah kebebasan
tanpa batas dan tanpa tanggung jawab. Akibatnya, kebebasan itu lebih banyak digunakan
untuk memuaskan kepentingan pribadi, untuk menghakimi orang lain, bukan kebebasan
untuk menyelesaikan persoalan dan mencari solusi bagi perbaikan kehidupan kita bersama.
Kritik balik pada pers sering kali dilihat sebagai niat untuk membatasi kebebasan. Padahal hal
itu merupakan baigian dari fungsi checks and balances, agar pers selalu ingat akan tugas
utamanya, yakni memberikan informasi yang bermanfaat sehingga dapat mencerdaskan dan
mencerahkan bangsanya. Selama ini sebagian besar energi kita habis untuk mempertahankan
kebenaran yang kita yakini itu. Kalangan pers menuntut adanya perlindungan bagi kegiatan
jurnalistik dengan menjadikan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai
bentengnya. Sebaliknya kalangan di luar pers berpendapat agar tidak perlu memberikan hak
istimewa pada wartawan. Di hadapan hukum setiap orang haruslah sama. Dengan
argumentasi masing-masing, perdebatan itu pasti tidak pernah akan ada habisnya. Untuk
itulah kita cenderung datang dengan pendekatan baru, mengapa tidak dibangun saja rasa
saling percaya. Masyarakat sebaiknya meyakini, bahwa pers adalah institusi yang selalu
peduli terhadap nasib bangsa. Setiap individu di lingkungan pers bukanlah individu yang
mementingkan dirinya sendiri. Tak pernah terlintas di benak para pengelola pers untuk
menggunakan profesinya guna tujuan menghakimi orang lain, menghancurkan pihak lain.
Apalagi bila dikatakan kalangan pers suka menari di atas penderitaan orang lain. Etika
jurnalistik dan profesionalisme wartawan merupakan sandaran bagi setiap insan pers untuk
bekerja dengan baik. Ketika masih ada wartawan yang tidak menghormati aturan main itu,
maka pertama-tama kalangan perslah yang harus menghukumnya. C. Sikap Positif untuk
Mendukung Keterbukaan dan Jaminan Keadilan 1. Sikap Positif terhadap Pemerintahan yang
Transparan dan Adil Peningkatan jaminan keadilan disegala bidang kehidupan adalah agenda
reformasi yang harus segera diwujudkan oleh pemerintah baru hasil reformasi. Sikap positif
serta dukungan dari seluruh komponen bangsa memang sangat diperlukan. Dalam upaya
mewujudkan cita-cita reformasi untuk menyelesaikan masalah bangsa dan negara termasuk
terwujudnya peningkatan jaminan keadilan, MPR mengeluarkan ketetapan No V/MPR/2000
tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Visi Indonesia Masa Depan. Rumusan Visi
Indonesia Masa Depan diperlukan untuk memberikan fokus pada arah penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang lebih baik. Visi Indonesia 2020
dirumuskan dengan maksud menjadi pedoman untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa
Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945. Visi Indonesia 2020
dirumuskan dengan tujuan agar terwujud pemerintahan yang transparan dan adil serta
menjadi sumber inspirasi, motivasi, kreativitas, serta kebijakan penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara sampai dengan tahun 2020. Sebaiknya Anda Tahu Kriteria
Pemerintahan Yang Baik (good governance) a. Legitimasi dari pemerintahan (menyangkut
tingkat demokratisasi); b. Akuntabilitas dari elemen-elemen politik dan pejabat dalam
pemerintahan (menyangkut pula kebebasan media, transparansi dalam pembuatan
keputusan); c. Kompetensi pemerintah dalam memformulasikan kebijakan dan memberikan
pelayanan; d. Penghormatan terhadap hak asasi manusia dan hokum yang berlaku. 2. Sikap
Positif terhadap Visi Indonesia 2020, Terwujudnya Pemerintahan yang Transparan dan Adil
Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi,
bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam
penyelenggaraan negara. Untuk mengukur tingkat keberhasilan Visi Indonesia 2020
dipergunakan indikator-indikator utama sebagai berikut: Religius a. terwujudnya masyarakat
yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia sehingga ajaran agama, khususnya yang bersifat
universal dan nilai-nilai luhur budaya, terutama kejujuran, dihayatidan diamalkan dfalam
kehidupan keseharian; b. terwujudnya toleransi antar dan antara umat beragama; c.
terwujudnya penghormatan terhadap martabat kemanusiaan. Manusiawi a. terwujudnya
masyarakat yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab; b. terwujudnya
hubungan harmonis antar manusia Indonesia tanpa membedakan latar belakang budaya, suku,
ras, agama dan lain-lain; c. berkembangnya dinamika kehidupan masyarakat ke arah
peningkatan harkat dan martabat manusia; d. terwujudnya keseimbangan antara hak dan
kewajiban dalam perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bersatu a.
meningkatnya semangat persatuan dan kerukunan bangsa; b. meningkatnya toleransi,
kepedulian, dan tanggung jawab sosial; c. berkembangnya budaya dan perilaku sportif serta
menghargai dan menerima perbedaan dalam kemajemukan; d. berkembangnya semangat
antikekerasan; e. berkembangnya dialog secara wajar dan saling menghormati antar
kelompok dalam masyarakat. Demokratis a. terwujudnya keseimbangan kekuasaan antara
lembaga penyelenggara negara dalam hubungan kekuasaan antra pemerintah nasional dan
daerah; b. menguatnya partisipasi politik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat melalui
pemilihan umum yang jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia, efektifitas peran dan
fungsi partai politik dan kontrol sosial masyarakat yang semakin meluas. c. Berkembangnya
organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik yang bersifat terbuka; d.
Terwujudnya mekanisme kontrol di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; e.
Berkembangnya budaya demokrasi: transparansi, akuntabilitas, jujur, sportif, menghargai
perbedaan; f. Berkembangnya sistem kepemimpinan yang egaliter dan rasional. Adil a.
tegaknya hukum yang berkeadilan tanpa diskriminatif; b. terwujudnya institusi dan aparat
hukum yang bersih dan profesional; c. terwujudnya penegakan hak asasi manusia; d.
terwujudnya keadilan gender; e. terwujudnya budaya penghargaan dan kepatuhan terhadap
hukum; f. terwujudnya keadilan dalam distribusi pendapatan, suberdaya ekonomi dan
penguasaan aset ekonomi, serta hilangnya praktek monopoli; g. tersedianya peluang yang
lebih besar bagi kelompok ekonomi kecil, penduduk miskin dan tertinggal. Sejahtera a.
meluasnya kesempatan kerja dan meningkatnya pendapatan penduduk sehingga bangsa
Indonesia menjadi sejahtera dan mandiri; b. meningkatnya angka partisipasi murni anak usia
sekolah; c. terpenuhinya sistem pelayanan umum, bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk
pelayanan terhadap penyandang cacat dan usia lanjut, seperti pelayanan transportasi,
komunikasi, penyediaan energi dan air bersih; d. tercapinya hak atas hidup sehat bagi seluruh
lapisan masyarakat melalui sistem kesehatan yang dapat menjamin terlindunginya
masyarakat dari berbagai risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan tersedianya
pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan merata; e. meningkatnya indeks
pengembangan manusia (Human development index), yang menggambarkan keadaan
ekonomi, pendidikan dan kesehatan secara terpadu; f. terwujudnya pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam yang merata, ramah lingkungan dan berkelanjutan; g.
terwujudnya keamanan dan rasa aman dalam masyarakat. Maju a. meningkatnya kemampuan
bangsa dalam pergaulan antarbangsa; b. meningkatnya kualitas SDM sehingga mampu
bekerjasama dan bersaing dalam era global; c. meningkatnya kualitas pendidikan sehingga
menghasilkan tenaga yang kompeten sesuai dengan standar nasional dan internasional; d.
meningkatnya disiplin dan etos kerja; e. meningkatnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
pengembangan teknologi serta pembudayaannya dalam masyarakat; f. teraktualisasikannya
keragaman budaya Indonesia. Mandiri a. memiliki kemampuan dan ketangguhan dalam
menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah-tengah pergaulan antar
bangsa agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain; b. terwujudnya politik luar negeri yang
berkepribadian dan bebas aktif; c. terwujudnya ekonomi Indonesia yang bertumpu pada
kemampuan serta potensi bangsa dan negara termasuk menyelesaikan hutang luar negeri; d.
memiliki kepribadian bangsa dan identitas budaya Indonesia yang berakar dari potensi
budaya daerah. Baik dan Bersih dalam Penyelenggaraan Negara a. terwujudnya
penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memilikim kredibilitas dan
bebas KKN; b. terbentuknya penyelenggara negara yang peka dan tanggap terhadap
kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara termasuk daerah terpencil dan
perbatasan; c. berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku serta aktivitas politik
pemerintahan. 3. Memahami Beberapa Tantangan Indonesia dalam Mewujudkan Keadilan a.
Terwujudnya Sistem Ekonomi yang Adil dan Produktif Tantangan sistem ekonomi yang adil
dan produktif adalah terwujudnya ekonomi yang berpihak pada rakyat serta terjaminnya
sistem insentif ekonomi yang adil, dan mandiri. Sistem ekonomi tersebut berbasis pada
kegiatan rakyat, yang memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan
berkesinambungan, terutama yang bersumber dari pertanian, kehutanan dan kelautan. Untuk
merealisasikan sistem ekonomi tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang kompeten dan
mekanisme ekonomi yang menyerap tenaga kerja. Di samping itu, negara mengembangkan
ekonomi dengan mengolah sumber daya alam dan industri lainnya termasuk industri jasa. b.
Terwujudnya Sistem Hukum yang Adil Semua warga negara berkedudukan sama di depan
hukum dan berhak mendapatkan keadilan. Hukum ditegakkan untuk keadilan dan bukan
untuk kepentingan kekuasaan ataupun kelompok kepentingan tertentu. Tantangan untuk
menegakkan keadilan adalah terwujudnya aturan hukum yang adil serta institusi hukum dan
aparat penegak hukum yang jujur, profesional, dan tidak terpengaruh oleh penguasa.
Supremasi hukum ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum, keadilan, dan pembelaan
hak asasi manusia. c. Terwujudnya Sistem Politik yang Demokratis Tantangan sistem politik
yang demokratis adalah terwujudnya kedaulatan di tangan rakyat, partisipasi rakyat yang
tinggi dalam kehidupan politik, partai politik yang aspiratif dan efektif, pemilihan umum
yang berkualitas. Sistem politik yang demokratis ditopang oleh budaya politik yang sehat,
adanya sportifitas, menghargai perbedaan, santun dalam perilaku, mengutamakan kedamaian,
dan anti kekerasan dalam berbagai bentuk. Semua itu diharapkan melahirkan kepemimpinan
nasional yang demokratis, kuat dan efektif. d. Terwujudnya Persatuan Bangsa dan Kesatuan
Negara Kemajemukan suku, ras, agama, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang harus
diterima dan dihormati. Pengelolaan kemajemukan bangsa secara baik merupakan tantangan
dalam mempertahankan integrasi dan integritas bangsa. Penyebaran penduduk yang tidak
merata dan pengelolaan otonomi daerah yang menggunakan konsep negara kepulauan sesuai
dengan Wawasan Nusantara merupakan tantangan pembangunan daerah dalam lingkup
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, pengaruh globalisasi juga merupakan
tantangan bagi pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara. e. Terwujudnya Sistem
Sosial Budaya yang Beradab. Tantangan mewujudkan sistem sosial yang beradab adalah
terpelihara dan teraktualisasinya nilai-nilai universal yang diajarkan setiap agama dan nilai-
nilai luhur budaya bangsa sehingga terwujud kebebasan untuk berekspresi dalam rangka
pencerahan, penghayatan, dan pengamalan agama serta keragaman budaya. Sistem sosial
yang beradab mengutamakan terwujudnya masyarakat yang mempunyai rasa saling percaya
dan saling menyayangi, baik terhadap sesama masyarakat, maupun antara masyarakat dengan
institusi publik. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat mencakup peningkatan mutu
pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan
rakyat, rasa aman, dan unsur-unsur kesejahteraan rakyat lainnya. f. Terwujudnya Sumber
Daya Manusia yang Berkualitas Tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia yang
bermutu adalah terwujudnya sistem pendidikan yang berkualitas yang mampu melahirkan
sumber daya manusia yang andal dan berakhlak mulia, yang mampu bekerja sama dan
bersaing di era globalisasi dengan tetap mencintai tanah air. Sumber daya manusia yang
bermutu tersebut memiliki keimanan dan ketakwaan serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki etos kerja, dan mampu membangun budaya kerja yang produktif dan
berkepribadian. g. Globalisasi Tantangan menghadapi globalisasi adalah mempertahankan
eksistensi dan integritas bangsa dan negara serta memanfaatkan peluang untuk kemajuan
bangsa dan negara untuk menghadapi globalisasi diperlukan kemampuan sumber daya
manusia dan kelembagaan, baik di sektor negara maupun di sektor swasta. Selanjutnya dalam
Ketetapan MPR tentang Visi Indonesia 2020 ini juga menugaskan kepada semua
penyelenggara negara untuk menggunakan Visi Indonesia 2020 sebagai pedoman dalam
merumuskan arah kebijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Visi Indonesia 2020
ini perlu disosialisasikan sehingga dipahami dan dipergunakan oleh masyarakat sebagai
acuan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan visi Indonesia 2020
diharapkan secara bertahap akan dapat diwujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu
masyarakat adil dan makmur yang diberkati Tuhan Yang Maha Esa. Sebaiknya Anda Tahu
Visi Indonesia 2020 Merupakan Implementasi Pancasila Visi Indonesia 2020 tersebut tentu
saja merupakan implementasi dari Pancasila khusunya sila kedua dan kelima yang terkait
langsung dengan peningkatan jaminan keadilan yang lebih baik di Indonesia. Sila kedua dari
Pancasila, berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengandung makna: 1. Pengakuan
terhadap harkat dan martabat manusia dengan segala hak dan kewajiban asasinya. 2.
Perlakuan adil terhadap sesama manusia, diri sendiri, alam sekitar dan terhadap Tuhan. 3.
Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya memiliki cipta, rasa, karsa dan keyakinan.
Sila kelima dari Pancasila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung
makna antara lain: 1. Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan, terutama di bidang
politik, ekonomi, dan sosial budaya. 2. Perwujudan keadilan sosial meliputi seluruh rakyat
Indonesia. 3. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. 4. Menghormati hak milik orang lain.
5. Cita-cita masyarakat adil dan makmur yang nerata material dan spiritual bagi seluruh
rakyat Indonesia. 4. Berpartisipasi dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik Gagasan untuk
melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan, seperti yang dimaksud pada UU tentang
Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004, nampaknya sampai hari ini masih tetap sebagai harapan.
Bahasa-bahasa yang muncul dari kalangan birokrasi maupun legislatif di daerah nampak
masih belum jauh berbeda dengan Orde Baru. Mereka masih menggunakan ungkapan-
ungkapan seperti baiklah aspirasi anda akan kami tampung dan kami jadikan sebagai bahan
pertimbangan atau kami selalu terbuka untuk menerima masukan-masukan dari
masyarakat dan sebagainya. Namun, kenyataannya sampai saat ini kita belum melihat
adanya keterlibatan yang nyata dan langsung dari masyarakat dalam proses-proses kebijakan
publik. Padahal ini sangat penting untuk mewujudkan keterkaitan antara janji politik dengan
produk kebijakan publik yang mereka hasilkan. Partisipasi dan kontrol publik dalam proses
pembuatan kebijakan publik di sini secara tegas dikatakan adalah keterlibatan masyarakat
dalam forum pengambilan keputusan, dan bukannya sebatas dengar pendapat ataupun
konsultasi semata. Hal inilah yang dimaksud Charles Lindbloom sebagai Partisan Mutual
Adjustment. Dalam forum pengambilan keputusan ini, semua pihak yang memiliki
kepentingan atas kebijakan publik yang hendak diambil dapat mengungkapkan semua
kepentingannya dalam proses yang negosiatif. Pihak yang berkepentingan untuk bisnis,
menang pemilu, mencari proyek, mempertahankan lingkungan hidup, dan sebagainya
dipersilakan secara terbuka untuk mengemukakan pendapatnya. Sampai akhirnya keputusan
diambil atas dasar proses negosiasi terbuka tersebut. Sehingga masing-masing pihak dapat
melihat bagaimana proses argumentasi mereka masuk dalam konstruksi keputusan yang
diambil. Mereka meyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana proses argumentasi
mereka ditolak dalam proses pengambilan keputusan. Akhir dari semua fase tersebut,
kemudian dituntut kedewasaan dari semua pihak yang terlibat tadi untuk dapat menerima
keputusan yang telah diambil. Dalam posisi inilah para politisi partai harus membawa janji
politiknya dalam ruang perdebatan itu sebagai wujud integritas politik mereka terhadap janji
politik yang telah mereka ucapkan. 5. Berpartisipasi dalam Upaya Meningkatkan Keadilan
Untuk mengatasi kerawanan yang diakibatan oleh ketidak adilan dalam pembangunan, maka
setiap warga negara sebaiknya ikut berpartisipasi sebagai berikut: a. Berpartisipasi
Memerangi Kemiskinan Kemiskinan baik dalam arti absolut maupun dalam arti relatif, selalu
merupakan lahan tumbuhnya ketidakpuasan serta kegelisahan masyarakat. Oleh karena itu
masyarakat yang sedang menghadapi masalah ini selalu peka terhadap janji-janji yang
memberikan harapan dan mudah mengikuti jalan keluar yang ditawarkan kepadanya oleh
unsur-unsur yang kurang bertanggung jawab tanpa memperhatikan motivasi ideologis yang
melatar belakanginya. b. Berpartisipasi Memerangi Kesenjangan Sosial Walaupun sudah
menjalani perbaikan hidup, karena kesenjangan sosial yang menyolok, suatu masyarakat
dapat menjadi tidak puas, resah, cemburu dan akhirnya meledak dengan perilaku yang tidak
terkendali sehingga dapat menghancurkan segi-segi positif dan keberhasilan usaha yang telah
dicapai. c. Berpartisipasi Memerangi Keterbelakangan Keterbelakangan adalah pengertian
luas, yang membendung harapan dalam semua aspek kehidupan. Secara umum,
keterbelakangan membuat masyarakat menjadi tak berdaya, tertinggal dan terisolasi dari
kemajuan jaman. d. Berpartisipasi Memerangi Ketergantungan Ketergantungan merupakan
kerawanan yang berakar pada struktur sosial masyarakat, yaitu pola hubungan yang
mengandung ketidak berdayaan terhadap pihak lain. Mereka yang tergantung pada pihak lain
adalah kelompok yang sulit menemukan kemandiriannya, dan akhirnya tidak memiliki
kebebasan sebagai nilai yang sangat tinggi harganya dalam kehidupan manusia. e.
Berpartisiasi Memerangi Kurupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) KKN merajalela karena
rendahnya kesadaran moral serta tanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan
kepentingan negara dan bangsa. KKN selain merupakan perbuatan yang melanggar hukum,
bila tidak diatasi dengan serius akan merugikan jalannya pembangunan dan meruntuhkan
perekonomian negara. f. Berpartisipasi Mengatasi Pencemaran Lingkungan Hidup
Pencemaran lingkungan hidup, baik di darat, laut dan udara yang disebabkan oleh maraknya
industrialisasi merupakan perusakan terhadap alam dan masyarakat. Yang jelas bukan saja
merugikan kehidupan masyarakat generasi sekarang saja, apabila dibiarkan berlarut-larut
akan membawa bencana bagi generasi berikut. Kurangnya perhatian terhadap masalah ini
menunjukkan pula rendahnya tanggung jawab etis terhadap kelestarian alam sebagai hunian
bersama umat manusia. g. Berpartisipasi dalam Menanggulangi Dekandensi Moral Kuatnya
arus materialisme dan pendewaan benda dapat melumpuhkan kesadaran dan nilai-nilai moral
yang seharusnya membentengi harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu pembangunan
moral, rohani dan spiritual harus berjalan seiring dengan kemajuan materiil agar terjadi
keseimbangan hidup dalam kemantapan pribadi yang kokoh. Merosotnya moralitas seseorang
berarti lunturnya penghargaan dan harga diri seseorang sebagai manusia yang utuh. 6. Usaha
yang Harus Dilakukan Negara untuk Mewujudkan Keadilan Pada sisi yang lain untuk
mewujudkan keadilan maka penyelenggara negara harus mewujudkan hal-hal sebagai
berikut: a. Membina Pola Hubungan Sosial yang Adil Dalam negara RI yang berdasar
Pancasila, dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat merupakan nilai dasar, keadilan bukan
saja harus tercermin dalam sikap warga negaranya, melainkan juga terwujud dalam proses
struktur sosial, yaitu dalam pola-pola hubungan masyarakat di segala bidang. Keadilan harus
terwujud antara pribadi terhadap pribadi, pribadi terhadap masyarakat, dan masyarakat
terhadap pribadi. Dengan demikian akan terlihat adanya hak dan kewajiban serta
keseimbangan antara keduanya. Terjaganya pola hubungan yang adil di dalam ketiga bentuk
ini menjamin ruang hidup bagi usaha-usaha mewujudkan demokrasi politik dan demokrasi
ekonomi. b. Menciptakan Pranata-Pranata Sosial yang Didasari Kepentingan Bersama Negara
Kesatuan RI yang memiliki sifat integralistik, berada di atas semua golongan. Oleh karena itu
berfungsi untuk melayani dan mengayomi kepentingan bersama, dan bukan sekedar
kepentingan golongan atau pribadi belaka. Maka pranata-pranata sosial yang secara nyata
mengatur pergaulan masyarakat harus juga mencerminkan fungsi untuk kepentingan umum
tersebut. Untuk itu perlu sikap dan langkah-langkah keterbukaan, pemberian penerangan dan
penyuluhan seluas-luasnya agar pranata pelayanan dan pengayoman itu dapat diketahui dan
dimengerti oleh masyarakat luas. c. Menyelenggarakan Otonomi Daerah yang Luas, Nyata
dan Bertanggung Jawab Penyelenggaraan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab, seperti
yang diatur dalam UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah serta UU nomor 25
tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah perlu dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Dengan memberikan perhatian yang lebih besar kepada otonomi daerah
kabupaten dan kota. d. Mencegah Sentralisme Kekuasaan Negara Kesatuan RI adalah negara
yang besar dan luas. Untuk mengelola dan mengendalikannya secara efektif dan efisien
diperlukan wawasan yang luas dan kearifan, di samping profesionalisme yang menyeluruh
dari pusat sampai satuan yang terbawah. Karena kegiatan pemerintahan dan pembangunan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya harus dipertimbangkan dengan
pengendalian dan kontrol yang memadai agar efektif dan efisien maka tidak mungkin
semuanya ditangani oleh pemerintah pusat. Hal ini jelas tidak sesuai dengan semangat UUD,
khususnya mengenai pembagian urusan kewenangan pusat dan daerah. Disamping itu, sistem
sentralisme akan menumbuhkan apatisme dan frustasi di daerah-daerah, serta menghambat
kemajuan dan perkembangan daerah. e. Mencegah Terjadinya Etatisme Etatisme adalah
sistem pemerintahan, dengan kekuasaan sepenuhnya ada ditangan negara. Negaralah yang
mengatur seluruh kehidupan masyarakat sehingga kurang memberikan peluang dan peran
bagi warga masyarakatnya. Sistem ini bukan saja bertentangan dengan UUD, yang
menjunjung tinggi demokrasi, melainkan juga tidak mendidik, tidak berupaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebaliknya anggota masyarakat menjadi apatis dan
menyerahkan segalanya pada tanggung jawab negara. Sistem yang mengandalkan segala
sesuatu pada negara, akhirnya akan membawa negara itu sendiri makin menjadi lemah dan
rapuh dari dalam karena pada dasarnya tidak mengandalkan rakyat sebagai kekuatan yang
riil. f. Mencegah Separatisme Sistem negara kesatuan RI memang harus memperhatikan dan
memberi kesempatan yang luas kepada pemerintah daerah dan masyarakat luas untuk turut
berpartisipasi dalam kegiatan negara dan bangsanya. Tetapi seperti yang ditekankan dalam
UUD 1945, sistem negara kesatuan tidak menghendaki adanya negara dalam negara, apalagi
akan memisahkan diri dari negara proklamasi. Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran atau
sikap-sikap mengagung-agungkan daerah atau suku, tanpa memikirkan kepentingan daerah
atau suku-suku yang lain dalam kesatuan negara proklamasi, merupakan indikasi ke arah
separatisme yang harus dicegah. g. Mencegah monopoli Monopoli yang merugikan
masyarakat perlu dicegah, karena bertentangan dengan demokrasi ekonomi dan keadilan
sosial. Lebih-lebih dalam menghadapi globalisasi dan keterbukaan ekonomi dewasa ini,
monopoli bukan saja tidak sesuai lagi, melainkan juga akan menghambat peningkatan
produktivitas dan daya saing secara nasional. Perlu pula dikemukakan bahwa tidak semua
monopoli itu bertentangan dengan UUD 1945. Yang perlu dihindarkan adalah kegiatan dan
usaha yang merugikan masyarakat. Monopoli yang memang diperlukan untuk kepentingan
rakyat banyak dan apabila dapat dilaksanakan seefisien mungkin, tentu tidak harus
ditiadakan. h. Mencegah Absolutisme Absolutisme menunjukkan suatu sistem pemerintahan
bersifat absolut. Artinya tidak ada pembagian kekuasaan serta pemisahan kekuasaan, karena
yang membuat UU juga yang melaksanakan dan sekaligus mengawasinya. Jadi kekuasaan
yang demikian bersifat totaliter. Sistem ini telah mengingkari manusia sebagai pribadi yang
memiliki harkat dan martabat yang luhur, mandiri. Absolutisme jelas bertentangan dengan
Pancasila. i. Mencegah Pemerintahan Diktatur Diktatur adalah manifestasi sistem
pemerintahan, dengan kekuasaan secara utuh dipegang oleh satu tangan. Pemerintahan di satu
tangan ini bisa dipegang oleh partai tunggal, oleh kelompok, atau oleh perorangan. Adapun
tindakan pemerintah diktatur cenderung represif karena tidak mentolerir adanya kritik dan
kontrol yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Diktatur
bertentangan dengan Pancasila. 7. Pentingnya Pemimpin yang Berkualitas untuk
Terwujudnya Keadilan Tugas utama pemimpin adalah memimpin orang yang dipimpin.
Memimpin berarti kemampuan atau ketrampilan dalam memberikan pengarahan dan contoh
tauladan kepada yang dipimpin (orang lain, kelompok, masyarakat/rakyat) dalam
melaksanakan kegiatan/program dalam rangka mewujudkan tujuan bersama. Untuk dapat
melaksanakan tugas memimpin tersebut, menurut Roeslan Abdul Gani, pemimpin harus
memiliki kelebihan dari yang dipimpin. Kelebihan itu meliputi: 1. Kelebihan dalam moral
dan akhlak; 2. Kelebihan dalam jiwa dan semangat; 3. Kelebihan dalam ketajaman intelek
dan persepsi; 4. Kelebihan dalam ketekunan dan keuletan jasmaniah dalam menjalankan
tugasnya. Kelebihan-kelebihan tersebut di atas penting agar seorang pemimpin terjaga
kewibawaannya dan terpelihara ketaatan dari yang dipimpin. Sebaiknya Anda Tahu
Pemimpin Menurut Max Weber Max Weber, seorang sosiolog dari Barat membagi
kewibawaan berdasarkan kharisma, tradisi, relegi, dan intelektual. Kewibawaan berdasarkan
kharisma, maksudnya seorang akan memiliki kewibawaan bisa karena dianggap memiliki
keistimewaan yang lebih dibandingkan orang lain. Keistimewaan itu bisa berupa kekuatan
fisik atau kekuatan magis yang luar biasa. Kewibawaan berdasarkan tradisi, ia berwibawa
karena memiliki garis keturunan dari orang-orang besar. Kewibawaan berdasarkan relegi, ia
berwibawa karena posisinya sebagai tokoh agama (kyai, pendeta, pastor, biksu, pedende, dan
seterusnya). Sedangkan kewibawaan berdasarkan intelektual, kewibawaan ini muncul karena
pemilikan pengetahuan dan ketajaman dalam berpikir yang dimiliki seseorang. Seorang
pemimpin akan semakin kuat kewibawaannya apabila bisa mengembangkan sumber-sumber
kewibawaan di atas. Artinya, di samping seseorang pemimpin misalnya memilki kewibawaan
berdasarkan intelektual, juga memiliki kewibawaan berdasarkan kharisma, tradisi, dan relegi.
Pemimpin seperti apa yang dibutuhkan masyarakat Indonesia yang majemuk, relegius, dan
sedang berkembang agar menjadi masyarakat yang maju dan sedang mengembangkan
kehidupan yang demokratis? Untuk dapat memenuhi kebutuhan di atas, maka diperlukan
pemimpin yang beriman, bermoral, berilmu, terampil dan demokratis. a. Pemimpin yang
Beriman Pemimpin yang beriman adalah pemimpin yang memiliki kepercayaan dan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan ini penting sebagai pengendali agar
tindak tanduknya sebagai pemimpin selalu berhai-hati, agar tidak melakukan penyimpangan
penyimpangan. Sebab dalam diri orang beriman ada keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa mengawasi tindakannya di mana pun dan kapanpun baik secara sembunyi-
sembunyi maupun secara terang-terangan. Kemudian juga ada keyakinan bahwa segala
tindakannya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
demikian iman merupakan kontrol paling kuat bagi seorang pemimpin untuk senantiasa
berada pada jalur yang benar. b. Pemimpin yang Bermoral Pemimpin yang bermoral adalah
pemimpin dalam sikap dan tindakannya senantiasa berdasarkan nilai dan norma luhur/mulia
yang berlaku dan dijunjungtinggi dalam masyarakatnya. Hal ini sangat penting, karena
seorang pemimpin diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat/yang dipimpin. Misalnya
pemimpin yang bermoral adalah yang jujur, menepati janjinya, dan adil. c. Pemimpin yang
Berilmu Pemimpin yang berilmu maksudnya yang dapat disajikan bahwa seorang pemimpin
harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup, di bidang kehidupan yang dipimpinnya. Hal
ini penting agar dalam melaksanakan tugas memimpin dilaksanakan berdasarkan informasi
yang tepat/benar, sistematis, logis dan sesuai dengan kenyataan. Sehingga dengan
pengetahuan yang dimliki seorang pemimpin ketika mengambil keputusan dalam
memecahkan masalah bersifat rasional dan objektif. Terhindar dari pengambilan keputusan
yang emosional, atas dasar suka/ tidak suka dan spekulasi (untung-untungan) yang dapat
merugikan/membahayakan yang dipimpin. Dengan kata lain berikanlah kepemimpinan itu
kepada ahlinya. Misalnya, seorang pemimpin dalam pemerintah (lurah/kepala desa, camat,
bupati/wali kota, gubernur, presiden) harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
bagaimana mengembangkan pemerintah, yang bersih dan dapat memberikan pelayanan
publik secara maksimal. d. Pemimpin yang Terampil Tugas utama seorang pemimpin adalah
mengarahkan atau mempengaruhi agar yang dipimpin dengan senang hati untuk melakukan
tindakan sesuai dengan tugas masing-masing sehingga tujuan bersama/organisasi dapat
diwujudkan. Untuk itu pemimpin harus memiliki ketrampilan berkomunikasi dengan baik,
seperti menyampaikan pesan/informasi yang mudah diterima semua pihak. Juga memiliki
keterampilan melakukan koordinasi supaya berbagai kegiatan yang ada saling menunjang
dalam mencapai tujuan. Di samping itu juga harus memiliki keterampilan memecahkan
masalah sehingga berbagai persoalan yang dihadapi dalam bidang yang dipimpinnya dapat
diatasi dengan baik. e. Pemimpin yang Demokratis Pemimpin yang demokratis memiliki
pandangan jauh ke depan (visi) terhadap perubahan-perubahan ke arah kehidupan yang lebih
maju dan mensejahteraan masyarakat. Pemimpin yang demokratis bersifat terbuka, tanggap
terhadap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, menghormati perbedaan dan
memandang perbedaan itu sebagai hal wajar, akan tetapi perbedaan/konflik itu ditoleransi
sejauh dapat diselesaikan dengan damai/konsensus. Begitu pula pemimpin yang demokratis
adalah pemimpin yang menjunjung tinggi persamaan derajat (tidak diskriminatif) dan juga
mempertanggungjawabkan (akuntabilitas) segala tugas kepemimpinannya kepada
masyarakat.

Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ

Anda mungkin juga menyukai