Anda di halaman 1dari 2

Landasan Historis

Di Indonesia, kekuasaan kehakiman, sejak awal kemerdekaan juga diniatkan sebagai cabang
kekuasaan yang terpisah dari lembaga-lembaga politik seperti MPR/DPR dan Presiden. Namun
demikian, sejarah juga mencatat terjadinya berbagai penyimpangan dan pasang surut perjalanan
kekuasaan kehakiman di Indonesia dari waktu ke waktu, baik yang bersifat administratif maupun
yang bersifat teknis yustisi. Sejarah lahirnya kekuasaan kehakiman yang merdeka pernah
dikesampingkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman, di mana dalam Pasal 19 UU tersebut ditentukan bahwademi kepentingan
revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak,
Presiden dapat turut campur dalam soal-soal pengadilan.1 Adanya penyelewengan dan intervensi
kekuasaan lain pada institusi kekuasaan kehakiman yang telah terjadi tersebut baik disadari maupun
tidak telah mengakibatkan pelumpuhan secara sistemik atas kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Berikut adalah sejarah kekuasaan kehakiman sejak masa orde baru hingga saat ini.
A. Kekuasaan Kehakiman Pada Masa Orde Lama
Kekuasaan Kehakiman Pada Masa Undang-Undang Dasar 1945 Pertama(18 Agustus 1945-27
Desember 1949)
Kekuasaan kehakiman sebagaimana yang tertuang dalam BAB IX tentang Kekuasaan
Kehakiman, Pasal 24 ayat(1) berbunyi Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Ayat (2) berbunyi Susunan dan
kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang. Pasal 25 berbunyi Syaratsyarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.2
Lebih lanjut dalam penjelasan tentang Undang-Undang Dasar 1945 terhadap Pasal 24 dan 25
dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah berhubung dengan itu,harus diadakan jaminan dalam undnag-undnag
kedudukan para hakim.3
Dilihat dari sejarahnya, pada awalnya peraturan perundnag-undnagan yang mengatur tentang
kekuasaan kehakiman sebagai pelaksanaan Pasal 24 dan 25 dari Undang-Undang Dasar 1945 yang
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1946 adalah dengan dikeluarkannnya serta berlakunya UndangUndang Nomor 7 Tahun 1947 tentang Susunan Kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung
disahkan pada tanggal 27 Februari 1947 yang ditetapka di Malang-Jawa Timur oleh Presiden
Soekarno.
Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1947 tersebut dinyatakan bahwa Ayat (1)
Mahkamah Agung adalah badan Kehakiman yang tertinggi, berkedudukan di ibu kota Republik
Indonesia atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden, dan terdiri atas satu ketua, satu wakil
1 Pasal 19 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
2 Lihat Undang-Undnag yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia(PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
3 Pasal 24 dan 25 Undang-Undang Dasar 1945

ketua beberapa anggota dan satu panitera, yang semuanya diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. Jika perlu oleh Menteri Kehakiman diangkat beberapa wakil panitera.4 Ayat (2)
Disamping Mahkamah Agung adalah Kejaksaan Agung yang terdiri atas satu Jaksa Agung dan
beberapa Jaksa Tinggi, yang semuanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Jika perlu oleh
Menteri Kehakiman diangkat beberapa jaksa lain.5
Dari bunyi pasal diatas maka dapat dipahami bahwa tidak ada satu pun pasal yang menjamin
dan menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka. Di samping itu, jika
diperhatikan juga bahwa kekuasaan kehakiman meliputi juga kekuasaan Kejaksaan Agung dan
Kejaksaan Agung berada disamping Mahkamah Agung, dengan demikian maka dapat diartikan bahwa
Mahakamah Agung disejajarkan dengan Kejaksaan Agung yang merupakan kekuasaan setingkat
menteri dan bukan sebagai lembaga tinggi negara pada saat itu.

4 Pasal 1 ayat(1) Undnag-Undnag Nomor 7 Tahun 1947.


5 Pasal 1 ayat(2) Undnag-Undnag Nomor 7 Tahun 1947.

Anda mungkin juga menyukai