Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia disebut sebagai paru-paru dunia. Hal ini dikarenakan


Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki wilayah
hutan terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire. Luas hutan
Indonesia kini diperkirakan mencapai 120,35 juta hektar atau 63 persen
luas daratan.1 Ini adalah suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia karena
karunia yang tak terhingga dari Tuhan Yang Maha Esa.

Hutan merupakan salah satu komponen lingkungan yang


banyak memberi manfaat kepada kebutuhan hidup manusia.
Kebutuhan akan bahan bakar, kayu- kayu untuk bangunan, sebagai
pengatur tata air, stabilisator iklim, penghasil oksigen, filter udara
kotor, pengendali banjir, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir
serta dapat menjaga kesuburan tanah dan keseimbangan ekosistem alam
adalah macam-macam manfaat yang dapat diperoleh dari keberadaan
hutan. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai
sumber pendapatan keuangan masyarakat dan penyumbang devisa negara
bagi kelangsungan pembangunan nasional.

Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal


dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi
dan deforestasi dengan munculnya fakta bahwa negara Indonesia dikenal
sebagai negara yang mempunyai tingkat laju degradasi dan deforestasi
tahunan tercepat di dunia. Sebanyak 72% dari hutan Indonesia asli telah
musnah dengan 1,8 juta hektar hutan dirusak per tahun antara tahun 2000
hingga tahun 2005 dan sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2% setiap
tahunnya.2

1
Rumajomi HB., 2006, Kebakaran hutan di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan
[Makalah pengantar Filsafah Sains, Program Pasca Sarjana],Bogor: Institut Pertanian Bogor..
2
-------,2015, http://www.greenpeace.org
Kebakaran hutan adalah salah satu peristiwa yang menyebabkan kerusakan
hutan yang rutin terjadi setiap tahun. Kebakaran hutan di Indonesia selalu terjadi
pada musim kemarau, yaitu pada bulan Agustus, September, dan Oktober, atau
pada masa peralihan (transisi). Wilayah hutan di Indonesia yang berpotensi
terbakar antara lain di Pulau Sumatera (Riau, Jambi, Sumut, dan Sumsel) dan di
Pulau Kalimantan (Kalbar, Kaltim, dan Kalsel).

Kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan


berkelanjutan karena efeknya secara langsung bagi ekosistem. 3 Dampak
kebakaran hutan yang paling menonjol adalah terjadinya kabut asap yang sangat
mengganggu kesehatan masyarakat dan sistem transportasi sungai, darat, laut, dan
udara. Secara sektoral dampak kebakaran ini mencakup sektor perhubungan,
kesehatan, ekonomi, ekologi dan sosial, termasuk citra bangsa di mata negara
tetangga dan dunia.4

Penyebab kebakaran hutan dan lahan diIndonesia secara umum disebabkan


oleh dua faktor. Pertama, karena faktor alam misalnya udara yang sangat panas
disaat musim kemarau. Kedua, karena faktor manusia baik karena kelalaian
manusia yang sedang melaksanakan aktivitasnya di dalam hutan maupun karena
faktor kesengajaan, yaitu kesengajaan manusia yang membuka lahan dan
perkebunan dengan cara membakar. Kebakaran hutan karena faktor kelalaian
manusia jauh lebih kecil dibanding dengan faktor kesengajaan membakar hutan.
Pembukaan lahan dengan cara membakar dilakukan pada saat pembukaan lahan
baru atau untuk peremajaan tanaman industri pada wilayah hutan.

Menurut berbagai hasil kajian dan analisis penyebab kebakaran hutan


berhubungan langsung dengan perilaku manusia yang menginginkan percepatan

3
United Nation Inernational Strategy for Disaster Reduction,2002, Natural Disasters and
sustainable development : Understanding the links between development and environment and
antural disasters, United Nation world summit on sustainable Development, New York.
4
Hermawan, W. 2006, Dampak Kebakaran Kebun dan Lahan terhadap Lingkungan
Hidup.,Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat.
penyiapan lahan (land clearing) untuk persiapan penanaman komoditas
perkebunan. Para pihak yang berkepentingan ingin segera menyiapkan lahan
dengan biaya yang serendah-rendahnya dan sekaligus mengharapkan kenaikan
tingkat kemasaman (pH) tanah (dari sekitar 3 sampai 4 menjadi 5 sampai 6) agar
tanaman perkebunan (sawit dan akasia, misalnya) dapat tumbuh dengan baik.5

Pembukaan lahan dengan cara membakar merupakan perbuatan yang


dilarang oleh undang-undang. Hal ini sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 69
huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Pengelolaan dan Lingkungan Hidup bahwa setiap orang dilarang melakukan
pembukaan lahan dengan cara membakar.6 Hal ini juga sejalan dengan yang
diamanatkan dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014
Tentang Perkebuanan bahwa Setiap Pelaku Usaha Perkebunan dilarang
membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar.7 Namun, dengan
banyaknya regulasi yang mengatur, tak lantas menyebabkan tingkat kebakaran
hutan menjadi rendah namun sebaliknya, kebakaran hutan seakan menjadi tradisi
yang rutin terjadi setiap tahunnya dengan berbagai variasi. Disamping itu,
banyaknya kasus pembakaran hutan secara sengaja yang terjadi belum dapat
dioptimalkan proses penyelesaiannya dalam ranah hukum sehingga keadilan
dalam hal ini tidak dapat ditegakkan.

Apabila hal ini dibiarkan terus terjadi, tentu akan membawa dampak yang
sangat buruk. Maka dari itu, kami memberikan gagasan solutif yakni Lemparan
(Lembaga Pemerhati Hutan) yang merupakan lembaga khusus dalam penanganan
masalah kebakaran hutan. Lembaga ini akan bergerak baik dalam upaya preventif
yakni melakukan pencegahan maupun upaya represif berupa penyelesaian ketika
terjadinya kebakaran hutan meliputi penanganan meluasnya area kebakaran dan
penyelesaian dalam ranah penegakkan hukum jika kemudian dilihat adanyanya
pelanggaran hukum. Untuk mencapai tujuan yang dicapai lembaga ini tentu

5
CIFOR. 2006. Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia.
http://www.cifor.org. Dikutip tanggal 20 April 2016.
6
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan dan Lingkungan
Hidup.
7
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebuanan.
membutuhkan peran serta dari masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) agar dapat terlibat di dalamnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam
karya tulis ilmiah ini antara lain;
1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan?
2. Bagaimanakah mekanisme kerja Lemparan (Lembaga Pemerhati
Hutan) sehingga mampu mengatasi masalah kebakaran hutan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan
karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui tentang;
1. Penyebab terjadinya kebakaran hutan yang kemudian diberikan
solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.
2. Mekanisme kinerja Lemparan (Lembaga Pemerhati Hutan)
sehingga mampu mengatasi masalah kebakaran hutan mulai dari
proses perekrutan Sumber Daya Manusia di dalamnya, regulasi,
upaya-upaya yang dilakukan baik preventif maupun represif ketika
telah terjadi permasalahan berupa kebakaran hutan.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini, antara lain;
1. Menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam mengatasi masalah
kebakaran hutan yang sering terjadi.
2. Menjadi bahan masukan bagi masyarakat agar ikut berpartisipasi
dalam mengatasi kebakaran hutan.
3. Menjadi bahan masukan bagi mahasiswa dan insan berpendidikan
untuk senantiasa berpartisipasi terutama menjalin sinergitas bidang
ilmu yang satu dengan yang lain dalam upaya mengatasi masalah
kebakaran hutan.
4. Menjadi sumber referensi bagi Penulis dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan serta melatih diri untuk aktif dalam
kegiatan menulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hutan
Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidakdapat dipisahkan.8
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan .
Hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang
dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai
oleh negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya
wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga
kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi
sekarang maupun generasi mendatang. Semua kawasan hutan di wilayah
indonesia merupakan hutan yang dikuasai oleh negara. Penguasaan hutan
tersebut memberikan wewenang kepada pemerintah untuk :
1. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan.
2. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau
kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan.
3. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan Mengatur dan
menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan,
serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan9.
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat berlipat
ganda, baik manfaat yang secara langsung maupun manfaat secara tidak
langsung. Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai

8
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Halm. 3
9
Pasal 4 ayat 2 UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
jenis barang, seperti kayu, getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan
lainlain yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia atau menjadi
bahan baku berbagai industri yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi
hampir semua kebutuhan manusia. Manfaat hutan yang tidak langsung
meliputi: (a) Gudang keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terbesar di
dunia meliputi flora dan fauna, (b) Bank lingkungan regional dan global yang
tidak ternilai, baik sebagai pengatur iklim, penyerap CO2 serta penghasil
oksigen, (c) Fungsi hidrologi yang sangat penting artinya bagi kehidupan
manusia di sekitar hutan dan plasma nutfah yang dikandungnya, (d) Sumber
bahan obat-obatan, (e) Ekoturisme, (f) Bank genetik yang hampir-hampir
tidak terbatas, dan lain-lain.10
Hutan sebagai salah satu bagian dari lingkungan hidup merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat
penting bagi umat manusia. Hal ini didasarkan pada banyaknya manfaat yang
diambil dari hutan. Misalnya hutan sebagai penyangga paru-paru dunia.
Menurut Black Law Dictionary, hutan (forest) adalah suatu daerah tertentu
yang tanahnya ditumbuhi pepohonan tempat hidup segala binatang.11
Hutan mempunyai banyak fungsi dan memainkan peran penting dalam
pelestarian tanah dan air, memelihara atmosfir yang sehat dan memelihara
keanekaragaman hayati tumbuh-tumbuhan dan hewan . Kelangsungan dan
keberadaan hutan tergantung sejauh mana kita mengakui dan melindungi
nilai-nilai ekologi dan nilai sosial serta ekonominya.Manfaat-manfaat ini
perlu di masukkan kedalam sistem neraca ekonomi nasional yang dipakai
untuk menimbang pilihan-pilihan pembangunan.
B. Kebakaran Hutan
Sejak 1990 Indonesia telah kehilangan seperempat dari keseluruhan luas
hutannya. Hampir 31 % dari hutan tua kepulauan ini telah jatuh ke tangan
penambang dan pengembang lahan pada periode yang sama. Bahkan, tingkat

10
Wirendro sumargo dkk,2001 ,Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009,
Forest Watch Indonesia.halm 1.
11
Suriansyah Murhaini, 2012, Hukum Kehutanan (Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan di
Bidang Kehutanan), Laksbang Grafika, Yogyakarta, hal. 9.
penggundulan hutan meningkat hingga 19 % sejak akhir 1990an, sementara
setiap tahunnya berkurangnya hutan primer telah meluas hingga 26 % .12
Kebakaran adalah terbakarnya sesuatu yang menimbulkan bahaya atau
mendatangkan bencana. Kebakaran dapat terjadi, karena pembakaran yang
tidak terkendali Karena proses alami atau karena kelalaian manusia. Sumber
api alami antara lain adalah kilat, yang menyambar pohon atau bangunan,
letusan gunung berapi yang menyebaran bongkahan barapi dan bergesekan
antara ranting tumbuhan kering, karena goyangan angin yang menimbulkan
panas atau percikan api. Sedangkan kebakaran adalah tindakan membakar
sesuatu untuk tujuan tertentu.
Kebakaran hutan dilakukan secara sengaja dan menjadi salah satu bagian
penting dari masalah kehutanan dan perkebunan Indonesia. Hutan Indonesia
sebenarnya masuk dalam kategori hutan hujan basah yang sebenarnya kecil
kemungkinan terjadi kebakaran dengan sendirinya atau yang disebabkan
karena faktor alam. Faktanya, kawasan yang terbakar adalah kawasan yang
telah telah dibersihkan melalui proses land clearing sebagai salah satu
persiapan pembangunan kawasan perkebunan. Artinya, kebakaran hutan
secara nyata dipicu oleh api yang sengaja dimunculkan.
Kebakaran hutan terjadi karena beberapa faktor, yakni oleh ulah manusia
dan faktor alam itu sendiri. Faktor alam biasa terjadi pada musim kemarau
ketika cuaca sangat panas. Namun, sebab utama dari kebakaran adalah
pembukaan lahan yang meliputi :13
- Pembakaran lahan yang tidak terkendali sehingga merembet ke lahan
lain Pembukaan lahan tersebut dilaksanakan baik oleh masyarakat
maupun perusahaan. Namun bila pembukaan lahan dilaksanakan
dengan pembakaran dalam skala besar, kebakaran tersebut sulit
terkendali. Pembukaan lahan dilaksanakan untuk usaha perkebunan,
Hutan Tanaman Industri, pertanian lahan kering, sonor dan mencari
ikan. pembukaan lahan yang paling berbahaya adalah di daerah
rawa/gambut.

12
Anonim, 2008, Kebakaran hutan sebagai hasil dari kegagalan pemerintah Indonesia,
diakses pada dari www.hukum online.com, (20 April 2016).
13
Anonim, 2007, sebab kebakaran Hutan Indonesia pada http;//www.issdp.or.id/v2.
- Penggunaan lahan yang menjadikan lahan rawan kebakaran, misalnya
di lahan bekas Hak Pengusahaan Hutan dan di daerah yang beralang-
alang.
- Konflik antara pihak pemerintah, perusahaan dan masyarakat karena
status lahan sengketa Perusahaan-perusahaan kelapa sawit kemudian
menyewa tenaga kerja dari luar untuk bekerja dan membakar lahan
masyarakat lokal yang lahannya ingin diambil alih oleh perusahaan,
untuk mengusir masyarakat. Kebakaran mengurangi nilai lahan
dengan cara membuat lahan menjadi terdegradasi, dan dengan
demikian perusahaan akan lebih mudah dapat mengambil alih lahan
dengan melakukan pembayaran ganti rugi yang murah bagi penduduk
asli.
- Dalam beberapa kasus, penduduk lokal juga melakukan pembakaran
untuk memprotes pengambil-alihan lahan mereka oleh perusahaan
kelapa sawit.
- Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, sehingga terpaksa
memilih alternatif yang mudah, murah dan cepat untuk pembukaan
lahan.
- Kurangnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar
peraturan pembukaan lahan.
Kerugian akibat kebakaran maupun pembakaran hutan dan lahan sangat
besar sekali baik terhadap kehidupan manusia maupun terhadap kehidupan
mahluk hidup lainnya. Yang paling merugikan adalah timbulnya korban
akibat keganasan api baik langsung maupun tidak langsung, serta hilangnya
plasmanutfah dan lenyapnya spesies tanaman dan binatang yang tidak
mungkin kembali lagi. Untuk itu akibat kebakaran hutan dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu kerugian ekologis, ekonomis dan social14.
Penegakan hukum lingkungan untuk kasus kebakaran hutan/lahan yang
pelakunya oleh pemegang hak pengusahaan hutan/perkebunan selama kurun
waktu 2001-2006 menyebutkan sebanyak 11 kasus pembakaran hutan/lahan
yang diproses hukum dan dibawa ke pengadilan. Pertanyaan publik nasional
14
Saharjo, B.H. 2003. Kebakaran Hutan dan Lahan. Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
dan internasional mengenai keseriusan penegakan hukum baik yang
bersumber pada peraturan perundangundangan yang ada maupun instrumen
internasional yang telah disepakati oleh Indonesia menjadi pertanyaan serius,
terutama untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, kepentingan menjaga
lingkungan, dan penerapan prinsip zero burning .15
Ketentuan mengenai kebakaran/pembakaran hutan didalam undang-
undang Kehutanan sebenarnya tidak memberikan perhatian yang memadai
bagi upaya penanggulangan kebakaran, karena larangan membakar hutan
yang terdapat dalam undang-undang Kehutanan ternyata dapat di mentahkan
untuk tujuan-tujuan khusus sepanjang mendapat izin dari pejabat yang
berwenang. Sementara ketentuan dalam PP No. 4 tahun 2001 memperkecil
interpretasi penggunaan pasal 10 dalam PP No. 45 tahun 2004 tentang
tindakan penegakkan hukumnya, artinya tindakan perlindungan hutan dari
tindakan pembakaran akan diberlakukan bagi mereka pelaku yang tidak
memiliki ijin atau surat yang sah sesuai peraturan yang berlaku. Dalam PP
Nomor 4 tahun 2001 itu pula, ketentuan sanksi bagi pembakar hutan hanya
diberlakukan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam pasal 25 dan 27
UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup .16

C. Lemparan (Lembaga Pemerhati Hutan)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa yang


dimaksud dengan lembaga adalah organisasi ang bermaksud melakukan
sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha.17 Lembaga
juga merupakan wadah dimana sekumpulan orang berinisiatif untuk
memenuhi kebutuhan bersama, dan yang berfungsi mengatur akan
kebutuhan bersama tersebut dengan nilai dan aturan bersama. Adapun
menurut Kartodiharjo lembaga adalah instrument yang mengatur hubungan
antar individu. lembaga juga berarti seperangkat ketentuan yang mengatur

15
Lihat selengkapnya pada http;//walhibali.blogspot.com
16
Walhi, Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan Akan Kebijakan yang MengaturTanggung Jawab
Perusahaan, diakses pada http://www.walhi.or.id (20 April 2016).
17
Andini T. Nirmala dan Aditya A. Pratama, 2003, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa
Kini, Surabaya: Prima Media.
masyarakat yang telah mendefinisikan bentuk aktifitas yang dapat dilakukan
oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak istimewa yang telah diberikan
serta tanggungjawab yang harus dilakukan.18

Menurut teori kelembagaan yang dikemukakan oleh Hanafi bahwa


Lembaga adalah badan, organisasi, kaidah, dan norma-norma baik formal
maupun informal sebagai pedoman untuk mengatur perilaku segenap anggota
masyarakat baik dalam kegiatan sehari-sehari maupun dalam usahanya
mencapai suatu tujuan tertentu. Lembaga-lembaga bentukan pemerintah lebih
sering disempurnakan agar mampu berfungsi sebagai tumpuan untuk
menunjang terciptanya pembangunan yang mantap serta sesuai dengan iklim
pembangunan pertanian dan pedesaan. Bentuk kelembagaan dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelembagaan primer dan kelembagaan
sekunder. Unsur-unsur kelembagaan primer mencakup pemerintah, kekayaan,
industri, pendidikan, agama dan keluarga.19

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan


dan Pemberantasan Perusakan Hutan menyatakan bahwa perlunya dibentuk
suatu lembaga yang menangani masalah kebakaran hutan. Dalam Pasal 54
ayat (2) dinyatakan bahwa lembaga tersebut berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada Presiden.20 Hal ini menandakan bahwa
pemebentukkan suatu lembaga yang khusus menangani masalah kebakaran
hutan telah diatur pelaksanaannya di dalam undang-undang.

Lemparan (Lembaga Pemerhati Hutan) adalah lembaga khusus yang


didirikan sebagai upaya mengatasi kebakaran hutan yang terjadi. Adapun
yang melatarbelakangi didirikannya lembaga ini adalah karena melihat
rendahnya sinergitas antara institusi yang memiliki peranan dalam mengatasi
masalah ini sehingga sampai saat ini belum mencapai jalan keluar. Maka dari
itu, Lemparan ini hadir dan akan diisi oleh instansi terkait seperti
Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan, Kementerian Hukum dan

18
Siagian, Sondang P, 1995.,Teori Pengembangan Organisasi.,Jakarta: Bumi Aksara.
19
Rita Hanafie,. 2010, Pengantar Ekonomi Pertanian., Yogyakarta: CV. Andi Offset.
20
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan.
Hak Asasi Manusia, Kepolisian dan Kejaksaan. Dengan sinergitas atar
instansi yang terkait diharapkan agar masalah kebakaran hutan dapat diatasi
dan tidak menjadi agenda setiap tahun. Lembaga ini akan bekerja dalam
beberapa bidang, diantaranya;

a. bidang pencegahan;
b. bidang penindakan;
c. bidang hukum dan kerja sama; dan
d. bidang pengawasan internal dan pengaduan masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas sebagai upaya mengatasi kebakaran


hutan, lembaga ini akan melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Sumber dan Jenis Data


Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasaldari
berbagai literatur ke pustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah buku-
buku, jurnal imiah edisi cetak maupun edisi online, dan artikel ilmiah yang
bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh variatif, bersifat
kualitatif maupun kuantitatif.
B. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan
sesuai dengan topik yang dibahas.
C. Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian.
Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telah
dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat
deskriptif argumentatif.
D. Penarikan Kesimpulan
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah,
tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik
mempresentasikan pokok bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran
praktis sebagai rekomendasi selanjutnya.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan


B. Mekanisme Kinerja Lemparan (Lembaga Pemerhati Hutan) Sebagai Upaya
Mengatasi Masalah Kebakaran Hutan
Lemparan merupakan lembaga yang dibentuk dalam rangka mengatasi
berbagai masalah kebakaran hutan yang kerap terjadi. Sebelum membahas
tentang mekanisme kinerja Lemparan ini akan dipaparkan terlebih dahulu
mengenai legalitas atau dasar hukum dibentuknya Lemparan. Mekanisme
kinerja Lemparan ini meliputi, upaya preventif dan upaya represif. Namun
sebelumnya akan dibahas mengenai mekanisme perekrutan sumber daya
manusia (SDM) yang nantinya akan bekerja dalam lembaga ini.
Mekanisme Perekrutan
Lemparan ini adalah suatu lembaga yang terdiri atas beberapa orang dari
bidang keilmuan yang berbeda namun masih tetap memiliki peranan dalam
upaya penanganan masalah kebakaran hutan. Adapun bidang keilmuan yang
dimaksud terdiri atas bidang ilmu kehutanan( Sarjana Kehutanan), bidang ilmu
pertanian (Sarjana Pertanian), bidang ilmu Teknik (Sarjana Teknik) dan bidang
ilmu hukum (Sarjana Hukum). Sinergitas dari keempat bidang ilmu ini sangat
dibutuhkan dalam hal mengatasi kebakaran hutan yang telah menjadi fenomena
rutin setiap tahun di negeri ini.
Adapaun proses perekrutan atau pengangkatan

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
ABSTRAK

Hutan dan kehutanan merupakan salah satu sub sektor yang memiliki fungsi
penting dan strategis dalam pembangunan nasional secara lintas generasi. Peran
dan fungsi hutan yang penting dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya,
telah mendorong pembangunan kehutanan dan berbagai isu/wacana turunannya
menjadi perhatian utama berbagai kepentingan baik di tingkat global, nasional
maupun lokal.

Anda mungkin juga menyukai