NIM : 043935395
TUGAS 2
Uraikan dampak sistem hukum media massa yang berlaku pada era orde baru terhadap industri
media! Dalam menjawab soal ini, Anda diminta untuk menguraikan:
Pada masa kepemimpinan Orde Baru, kebebasan pers sangatlah terbatas. Tak terhitung
banyaknya organisasi pers yang mengalami pembredelan karena terlalu keras dalam
mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Hal ini terjadi karena pada masa Orde Baru,
stabilitas politik nasional sangatlah penting guna mendukung lancarnya proses
pembangunan nasional yang telah dirumuskan dan ditetapkan dalam GBHN.
Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan
pemerintah yaitu melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media
massa tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan orde baru.
Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya,
sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan
pembela masyarakat.
Fungsi Pers pada masa Orde Baru diatur dalam Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1966 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 yang menyatakan bahwa :
Ayat 1 Pers Nasional adalah alat Perjuangan Nasional dan merupakan mass media
yang bersifat aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatoris, dan mempunyai fungsi
kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya fikiran kritis dan konstruktif progresif
meliputi segala perwujudan kehidupan masyarakat Indonesia.
Dewan pers adalah lembaga yang menaungi pers di Indonesia. Sesuai uu pers no 40 tahun
1999, dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian dari upaya
untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, bisa pemerintah
juga masyarakat.
2. Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan
pemerintah. Pers pada saat itu dijadikan sebagai kaki tangan pemerintah dan harus
memberitakan hanya hal-hal yang bagus tentang pemerintah. Menurut saya hal
tersebut sangat tidak adil dan tidak sesuai dengan negara Indonesia yang adalah negara
demokrasi. Pers-pers banyak di bredel dengan alasan tersebut. Menurut saya aksi
pembredelan ini salah karena seharusnya semua masyarakat bebas mengemukakan
pendapatnya.
Saya sangat tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru pada
pers dimana hal tersebut membuat masyarakat jadi buta dengan hal — hal yang
sebenarnya terjadi di pemerintahan namun ditutup — tutupi.
Menurut saya dikomentari atau dikritik adalah hal yang wajar karena masyarakat
mempunyai hak untuk menuntut dan menginginkan pimpinan/pemerintahan yang dapat
memimpin dengan baik untuk memajukan negara ini.
Pada masa orde baru juga sangat susah jika ingin mendapatkan izin terbit, hanya orang-
orang yang mempunyai koneksi dengan pemerintah yang akan cepat direspon. Lagi-lagi
hal ini menurut saya sangat tidak adil karena informasi akan dengan cepat diterima
masyarakat bila banyak media yg terbit, sedangkan keterbatasan media yang terbit ini
membuat masyarakat menjadi minim informasi.
Perlawanan yang dilakukan oleh pers terhadap pemerintahan orde baru menurut saya
sangat berani dan sangat menjunjung tinggi keadilan bagi masyarakat. Dapat dilihat juga
bahwa pers pada masa ini sangat bahu-membahu saling mensupport untuk melakukan
perlawanan terhadap pemerintahan orde baru yang sangat ketat. Hingga beberapa media
masa seperti tempo, detik, dan editor di cabut surat izin penerbitannya atau dengan kata
lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan infestigasi tentang berbagai masalah
penyelewengan oleh pejabat-pejabat negara.
Terkucilnya prospek kebebasan pers jelas merupakan bagian dari redupnya prospek
demokratisasi. Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan system politik di Indonesia.
Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan terancam di saat mereka tidak
mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna mempertahankan keberadaannya,
pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara inilah yang sering mendorong pers itu
terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan
kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara berkembang yang pada
umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas politik
nasional sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri.
Sumber:
http://www.stiemahardhika.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/vol10-yokhanan-105-
122.pdf
Seiring runtuhnya kekuasaan pemerintah orde lama dan digantikan dengan pemerintahan orde
baru, kehidupan pers di Indonesia pun perlahan memperoleh kebebasan. Kebebasan tersebut
diperoleh setelah pemerintahan orde baru mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1966 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Pers. Undang-undang tersebut mengatur bahwa pers
nasional tidak dapat disensor atau dikendalikan dan kebebasan pers dijamin sebagai bagian dari
hak-hak dasar warga negara serta penerbitan tidak memerlukan surat izin apa pun. Pada
kenyataannya, para penerbitan surat kabar wajib memiliki dua izin yang saling terkait. Dua izin
tersebut adalah Surat Izin Terbit (SIT) dari Departemen Penerangan dan Surat Izin Cetak (SIC)
dari lembaga keamanan militer KOPKAMTIB.
Kebebasan pers mulai sirna ketika terjadi Peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari
1974). Dalam peristiwa ini terjadi demonstrasi besar-besaran Jakarta. Demonstrasi ini dipicu oleh
kedatangan Perdana Menteri Jepang, Tanaka. Apabila dilihat lebih jauh, aksi tersebut berakar dari
ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi. Akibat
peristiwa tersebut banyak aktivis yang ditangkap. Tidak hanya aktivis, peristiwa tersebut juga
berdampak pada kehidupan pers.
Sejak Peristiwa Malari, pemerintah mulai memperhatikan dan menekan pers. Tekanan terhadap
pers semakin terasa ketika pemerintah orde baru mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers. Undang-undang tersebut merupakan perubahan dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966.
Pembahasan :
Media massa atau Pers adalah istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk
mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat
luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.