Anda di halaman 1dari 4

Nama : YULI DIPUR

KELAS : A.I
JURUSAN : JURNALISTIK
NIM : 202011017

“TABEL PERBANDINGAN KEBEBASAN PERS ERA SEBELUM REFORMASI DAN


PASCA REFORMASI”
TAHUN 2022
A. Pengertian Pers
Secara etimologis, kata persdalam bahasa Belanda, atau press dalam bahasa
Inggris, berasal dari bahasa Latin, yaitu pressare dari kata premere yang berarti tekan
atau cetak. Dalam pengertian umum, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan I. Taufik
dalam bukunya Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. Menurutnya, pers adalah
suatu alat yang terdiri dari dua lembar besi atau baja yang di antara kedua lembar
tersebut dapat diletakkan suatu barang (kertas), sehingga apa yang hendak ditulis atau
digambar akan tampak pada kertas tersebut dengan cara menekannya.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 13 disebutkan bahwa pers memiliki
dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, pers adalah seluruh media baik
elektronik maupun cetak yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, ulasan,
laporan, dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Dalam arti sempit, pers
hanya terbatas media cetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, bulletin
dan majalah. Secara yuridis formal, pengertian pers disebutkan dalam pasal 1 ayat (1)
UU No.40 tahun 1999 tentang pers yang menjelaskan bahwa “pers adalah lembaga
sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, suara dan gambar, data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan
segala jenis jalur yang tersedia.”
B. Pers Pada Masa Orde Baru
Setelah lepas dari masa Orde Lama dimana pers yang saat itu sangat dibatasi
dan di bawah ancaman pencabutan surat izin terbit. Pada awal kekuasaan Orde Baru,
Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta kebebasan dalam berpendapat.
Masyarakat saat itu bersuka – cita menyambut pemerintahan Soeharto yang
diharapkan akan mengubah keterpurukan pemerintahan Orde Lama. Pemerintah pada
saat itu harus melakukan pemulihan di segala aspek, antara lain aspek ekonomi,
politik, sosial, budaya, dan psikologis rakyat. Indonesia mulai bangkit sedikit demi
sedikit, bahkan perkembangan ekonomi pun semakin pesat. Namun sangat tragis, bagi
dunia pers di Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita menyambut
kebebasan pada masa Orde Baru, malah sebaliknya. Pers mendapat berbagai tekanan
dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring apalagi
mengenai pemerintah. Bila ada maka media massa tersebut akan mendapatkan
peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam penerbitannya.
Pada masa Orde Baru, segala penerbitan di media massa berada dalam
pengawasan pemerintah yaitu melalui Departemen Penerangan. Bila ingin tetap
hidup, maka media massa tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang
pemerintahan Orde Baru. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk
mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang
sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
“Pada masa Orde Baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila. Cirinya
adalah bebas dan bertanggungjawab”. (Tebba, 2005 : 22). Namun pada kenyataannya
tidak adakebebasan sama sekali, bahkan yang ada malah pembredelan.
Pada tahun 1994, media massa seperti Tempo dicabut surat izin
penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan
investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat Negara.
Pembredelan itu diumumkan langsung oleh Harmoko selaku menteri penerangan pada
saat itu. Meskipun pada saat itu pers benar-benar diawasi secara ketat oleh
pemerintah, namun ternyata banyak media massa yang menentang politik serta
kebijakan-kebijakan pemerintah. Dan perlawanan itu ternyata belum berakhir. Tempo
misalnya, berusaha bangkit setelah pembredelan bersama para pendukungnya yang
anti rezim Soeharto.
Pada masa Orde Baru ini, pers seperti dikekang dan hanya menjadi alat
pemerintah untuk terus melanggengkan kekuasaannya. Pers dalam masa Orde Baru
seakan-akan kehilangan jati dirinya sebagai media yang bebas berpendapat dan
menyampaikan informasi.
Meskipun Orde Baru telah menjanjikan keterbukaan dan kebebasan di awal
pemerintahannya, namun pada kenyataannya dunia pers malah terbelenggu dan
mendapat tekanan dari segala aspek. Pers saat itu hanya dijadikan sebagai pelindung
bagi kepentingan pemerintah saja.
C. Pers Pada Masa Reformasi
Pers pun tidak hanya diam dengan keadaan pada masa Orde Baru yang
semakin mengekang dan membatasi pers, mereka mulai melawan pemerintah dengan
menertbitkan tulisan– tulisan dan kritikan – kritikan pedas pada pemerintah saat itu.
Dan pada tahun 1998 masyarakat luas, rakyat Indonesia mulai muak dengan Orde
Baru, terjadilah peristiwa Mei yang melahirkan Reformasi. Reformasi adalah bentuk
rasa tidak puas rakyat akan pemerintahan Orde Baru yang dipandang korup dan
otoriter, dan bagi pers sendiri setelah tumbangnya Orde baru membawa angin segar
bagi kelangsungan dunia pers sendiri. Pers pun semakin tumbuh dan menjadi bagian
penting di dalam masyarakat, peran pers sangatlah penting bagi penyebarluasan
informasi dan sebagai media kontrol masyarakat dan pemerintah.
Pada masa reformasi ini banyak media – media baru yang lahir, baik cetak
maupun elektronik yang tumbuh semakin cepat. Mengisi peran penting dalam
masyarakat sebagai peyeimbang dan “penyambung lidah” antara rakyat kecil dan
penguasa.
Dan selain reformasi membawa dampak kebebasan bagi dunia pers,
sayangnya pers juga mengalami perkembangan yang cenderung kearah negative juga,
seperti isi pemberitaan yang terkadang “liar” dan memojokkan salah satu pihak
dikarenakan liberalisasi telahmasuk dalam tubuh pers. Berita yang bermuatan SARA
(Suku, Ras, Agama, dan Antar Golongan) sering dimuat oleh media – media yang tidak
bertanggung-jawab. Mayoritas media pers telah terbawa arus kebebasan dan hanyut
dalam industri media. Yang kita butuhkan sekarang adalah pers yang bertanggung-
jawab. Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dan kesadaran pengelola media
massa (insan pers), khususnya untuk tidak berbuat semena-mena dengan kemampuan,
kekuatan serta kekuasaan media massa (the power of the press). Kebebasan pers
Indonesia idealnya dibangun di atas landasan kebersamaan kepentingan pengelola
media, dan kepentingan target pelayanannya, tidak peduli apakah mereka itu mewakili
kepentingan Negara (pemerintah), ataukepentinganrakyat.
Dalam kerangka kebersamaan kepentingan dimaksud, diharap aktualisasi
kebebasan pers nasional kita, tidak hanya akan memenuhi kepentingan sepihak, baik
kepentingan pengelola (sumber), maupun teratas pada pemenuhan kepentingan
sasaran (publik media).
Pers harus tanggap terhadap situasi publik, karena ketidakberdayaan publik
untuk mengapresiasikan pendapatnya kepada pemimpin pers harus berperan sebagai
fasilitator untuk dapat mengapresiasikan apa yang diinginkan publik terhadap
pemimpinnya dapat terwujud.
D. Kesimpulan
Memang di setiap masa dan zaman pers Indonesia semakin tumbuh dan
berkembang. Pada era Orde Baru, pers dibatasi dan mendapat pengawasan yang
sangat ketat dan dibayang-bayangi pencabutan ijin terbit bila tidak sejalan dengan
pemerintah saat itu. Pers hanya dijadikan alat kontrol dan alat pemerintah untuk
melanggengkan kekuasaannya. Pers hanya diperbolehkan memberitakan hal-hal yang
baik saja bila mengenai pemerintahan. Dan pers saat itu kehilangan independensi dan
jadi dirinya.
Di saat reformasi bergulir, dunia pers pun manyambutnya dengan suka cita.
Dengan kembalinya kebebasan pers, pers pun seperti terlahir kembali di Indonesia.
Muncul media – media baru yang baik media cetak maupun elektronik yang semakin
meramaikan dunia pers Indonesia. Dan salah satu akibatnya, mucul industri media
yang menjadikan pers tidak hanya sebagai sarana “penyambung” antara rakyat kecil
dan pemimpinnya, tetapi juga sebagai ladang industri yang terkadang di luar kaidah-
kaidah pers. Banyak berita- berita yang memuat unsur SARA dan sering memojokkan
salah satu pihak. Dan pers lebih banyak dijadikan menjadi ladang uang bagi pengusaha-
pengusaha, dibandingkan peran aslinya untuk mendidik. Memang tidak semua media
pers seperti itu, akan tetapi mayoritas media massa saat ini lebih mementingkan
kepentingan mereka dan mengabaikan peran pers yang sesungguhnya yakni pers
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, sesuai pasal 33 UU
No. 40 tahun 1999 tentang pers.
Setiap masa memiliki kekurangan dan kelebihan masing- masing. Pada masa
Orde baru pers bisa lebih tertib dan teratur. Di sisi lain memang pers lebih tertekan
dan kurangnya kebebasan saat itu. Pada masa reformasi, pers seperti terlahir kembali
dan tumbuh dengan sangat cepat karena adanya kebebasan pers. Di sisi lain, daampak
kebebasan itu menimbulkan liberlisasi pers yang mengakibatkan semua berita pers
seprti bebas dan “liar” serta kurang terkontrol, yang mengakibatkan banyak media pers
yang kehilngan jati dirinya sebagai pers dan hanya menjadi budak dalam industri
media saat ini.

Anda mungkin juga menyukai