NIM : 181510092
Pada masa kepemimpinan Orde Baru, kebebasan pers sangatlah terbatas. Tak
terhitung banyaknya organisasi pers yang mengalami pembredelan karena terlalu keras dalam
mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Hal ini terjadi karena pada masa Orde Baru,
stabilitas politik nasional sangatlah penting guna mendukung lancarnya proses pembangunan
nasional yang telah dirumuskan dan ditetapkan dalam GBHN.
Pada awal kekuasaan orde baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta
kebebasan dalam berpendapat. Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut pemerintahan
Soeharto yang diharapkan akan mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Pemerintah
pada saat itu harus melakukan pemulihan di segala aspek, antara lain aspek ekonomi, politik,
social, budaya, dan psikologis rakyat. Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit, bahkan
perkembangan ekonomi pun semakin pesat. Namun sangat tragis, bagi dunia pers di
Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita menyambut kebebasan pada masa orde
baru, malah sebaliknya.
Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan
pemerintah yaitu melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media massa
tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan orde baru. Pers seakan-
akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak
menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
Pada masa orde baru fungsi dewan pers ini tidaklah efektif, dewan pers hanyalah
formalitas semata dewan pers bukannya melindungi sesama rekan jurnlisnya, malah menjadi
anak buah dari pemerintah orde baru.
Fungsi Pers pada masa Orde Baru diatur dalam Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1966 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 yang menyatakan bahwa :
Ayat 1 Pers Nasional adalah alat Perjuangan Nasional dan merupakan mass media
yang bersifat aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatoris, dan mempunyai fungsi
kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya fikiran kritis dan konstruktif progresif
meliputi segala perwujudan kehidupan masyarakat Indonesia.
Tanggal 21 juni 1994, beberapa media masa seperti tempo, detik, dan editor di cabut
surat izin penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan
infestigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat negara,
pembredelan itu di umumkan langsung oleh Harmuko selaku menteri penerangan pada saat
itu, meskipun pada saat itu pers benar-benar di awasi secara ketat oleh pemerintah, namun
ternyata banyak media massa yang menentang politik serta kebijakan-kebijakan pemeritah.
Dan perlawanan itu ternyata belum berakhir. Tempo misalnya, berusaha bangkit setelah
pembredelan bersama para pendukungnya yang tentu rezim soeharto.
Setelah pembredelan 21 juni 1994, wartawan tempo aktif mewakikan gerilya, seperti
dengan mendirikan tempo interaktif atau mendirikan ISAI (institut studi arus informsi) pada
tahun 1995. Perjuangan ini membuktikan komitmen tempo untuk menjunjung kebebasan pers
yang terbelenggung pada zaman orde baru kemudian tempo tertib kembali tangga 6 oktober
1998, stelah jatunya orde baru.
Perkembangan media di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dunia cetak
perlahan-lahan mulai beralih ke dunia digital dan elektronik. Semakin banyaknya
perusahaan-perusahaan media memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat di dunia media
massa. Sayangnya perkembangan media saat ini di Indonesia tidak terlalu signifikan
dibandingkan dengan pendidikan manusianya.
Tak hanya itu, konsep bad news is a good news seolah menjadi paradigma baru di
kalangan media massa di Indonesia. Ruang lingkup yang begitu sempit sampai masalah
privasi dipublikasikan, sedangkan berita tentang masyarakat kita tidak diperdulikan.
Media massa pada saat ini juga seringkali mengabaikan kaidah-kaidah jurnalistik,
banyak seklai foto-foto jurnalistik di sejumlah media mengabaikan kode etik dan lebih
banyak mengedepankan sensasi. Tidak hanya itu, seringkali foto-foto yang ditampilkan,
adalah foto rekayasa dan bukan foto yang diambil dari sebuah kejadian. Saking bebasnya
media massa saat ini sampai sampai mengabaikan kode etik jurnalistiknya.
Telah kita ketahui sejak zaman dimana tekhnologi semakin berkembang di indonesia
sudah ada meddia massa seperti radio, surat kabar begitupun dengan televisi namun
kebebasan pers belum merdeka, masih di bawah pemerintahan. Namun sejak tahun 1998 pers
bisa merdeka.
Adapun media massa yang muncul. Metro TV adalah TV berita pertama di Indonesia
yang mulai siaran di akhir tahun 2000. Latifi, trans TV, global TV, TV 7 , Dari Media Tv
indonesia sudah punya TVRI, ANTV, Indosiar di tahun 90an, Global Tv, TvOne, MetroTv,
TransTv ditahun 2000an dan terus bermunculan. Di Tahun 2010an muncul Rajawali Tv.
Kemudian dari 2010 keaatas muncul lah Stasiun Tv baru yang lebih kekinian seperti Net.Tv
dan Kompas Tv
Hingga kini, muncul stasiun televisi berita lain seperti TVOne, KompasTV, CNN
Indonesia dan lainnya. Selain itu, stasiun TV lain juga memilki program berita yang cukup
populer seperti Liputan 6 (SCTV), Seputar Indonesia (RCTI), Patroli (Indosiar), dan lainnya.
1. Pada masa kepemimpinan Orde Baru, kebebasan pers sangatlah terbatas. Tak terhitung
banyaknya organisasi pers yang mengalami pembredelan karena terlalu keras dalam
mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Hal ini terjadi karena pada masa Orde Baru,
stabilitas politik nasional sangatlah penting guna mendukung lancarnya proses
pembangunan nasional yang telah dirumuskan dan ditetapkan dalam GBHN. Pada masa
orde baru fungsi dewan pers ini tidaklah efektif, dewan pers hanyalah formalitas semata
dewan pers bukannya melindungi sesama rekan jurnlisnya, malah menjadi anak buah dari
pemerintah orde baru.
Setelah rezim Soeharto turun, pers mendapatkan kebebasan dalam melakukan tugas
jurnalistik. Bahkan, sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia mulai bangkit dengan
adanya kebebasan pers yang bertanggung jawab. Dalam periode ini, pers menjadi alat
pengawas pemerintahan. Pada era setelah reformasi, sejarah perkembangan jurnalistik di
Indonesia menjadi lebih berkembang. Tak hanya menjadi alat pengawas kinerja
pemerintahan, sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia pun berkembang menjadi
industri jurnalistik yang menyuguhkan informasi selain politik, seperti musik, gaya hidup,
hiburan, kuliner, dan topik jurnalistik lainnya. Hal itulah tertularlah jurnalistik yang
berkembang dari negara Eropa ke Indonesia hingga sekarang ini.
2. Media di Indonesia tentu saja sudah berada sejak sebelum merdeka yang dimana
kebebasan pers masih dibawah pemerintahan. Berbicara soal perkembangan media di
indonesia tentu sangatlah pesat. Dari Media Tv indonesia sudah punya TVRI, ANTV,
Indosiar di tahun 90an, Global Tv, TvOne, MetroTv, TransTv ditahun 2000an dan terus
bermunculan. Di Tahun 2010an muncul Rajawali Tv. Kemudian dari 2010 keaatas
muncul lah Stasiun Tv baru yang lebih kekinian seperti Net.Tv dan Kompas Tv
3. Media masa ditahun 98an tidak bisa bebas seperti pers sekarang ini, ruang gerak yang
terbatas karena kepentingan pemerintah itu sendiri. Namun Pers sekarang sudah
memasuki titik terang dimana setelah rezim soeharto turun. Kebebasan pers di indonesia
semakin kuat, semakin banyak beraneka ragam berita yang dapat kita saksikan saat ini.
Penelitian ini lantas diperkuat pula dengan hasil eksperimen studi lainnya, yakni
mereka yang ada di umur 19 - 32 tahun yang bergabung menjadi responden dan menjadi
pengguna sosial media secara intens 2,7 kali lebih rentan merasakan depresi dibandingkan
dengan mereka yang lebih jarang memeriksa sosial medianya.
Berbagai bentuk emosi pun rentan terbentuk ketika seseorang terlalu lama terpapar
dengan media sosial, seperti perasaan rendah diri, cemas, depresi, merasa kehilangan teman,
merasa inferior, susah fokus, hingga kecanduan terhadap media sosial itu sendiri.
Salah satu perasaan yang kerap menyerang para pengguna berat media sosial adalah
depresi, salah satu pemicu keinginan bunuh diri yang muncul dalam diri seseorang.
Kepekatan depresi yang dirasakan seseorang dan bila tidak ditangani lebih lanjut atau oleh
orang yang tepat dapat menggugah pikiran ingin bunuh diri yang kuat mengakar dalam benak
pengguna dan memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang bisa menyakiti atau
membahayakan diri sendiri. Misalnya saja ketika seseorang lantas mengiris lengannya dan
membentuk sebuah tulisan dari bekas siletan yang ia buat.
Itu baru salah satu saja. Aksi yang lebih menyeramkan dapat terjadi dengan misalnya
menjatuhkan diri dari gedung tinggi. Aksi ini bahkan ‘didukung’ dengan permainan yang
memicu pengguna media sosial untuk menjalankan tantangan yang ditutup dengan aksi
bunuh diri.
Tantangan inilah yang disebut dengan blue whale challenge. Pada awalnya, blue
whale challenge mulai dikenal melalui media sosial, yakni facebook, twitter, hingga
instagram. Tantangan ini kemudian semakin marak di tanah Eropa.
Salah satu kasus yang mencengangkan adalah Yulia Konstantinova, seorang anak
perempuan dari Rusia yang masih begitu belia --berumur 15 tahun-- kemudian melakukan
aksi bunuh diri dengan menabrakkan dirinya ke kereta yang sedang melaju begitu cepat. Tak
hanya satu kasus, terdapat kasus lain di mana seorang remaja perempuan kemudian
menjatuhkan dirinya dari atas gedung tinggi.