Perubahan kebebasan di Indonesia dari masa ke masa dilihat melalui kacamata komunikasi
politik
Media dalam komunikasi politik memainkan peran besar dalam mengawasi kegiatan
politik para aktornya. Melalui pemberitaan di berbagai media, masyarakat dapat menilai
bagaimana kualitas para aktor politik. Bisa dibayangkan jika tidak ada media massa, maka
tidak ada pula komunikasi politik. Media tentu saja telah menjadi elemen penting dalam
proses komunikasi politik.
Kebebasan pers di Indonesia sendiri pers pernah mengalami masa suram yaitu pada
saat rezim orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, dimana tidak ada kebebasan
mengakses sumber informasi, tidak ada kebebasan menyebarkan informasi dan akibatnya
publik tidak bebas memperoleh informasi melalui media massa.
1
Herdiansyah Amanu, Letikarmila, PERAN MEDIA MASSA DALAM KOMUNIKASI POLITIK DI INDONESIA, Jurnal
Balayudha Vol.1 No. 1, Januari 2021, hlm. 2
berada di bawah kontrol Negara dan digunakan untuk kepentingan Negara atau lebih tepatnya
kepentingan pemerintah yang berkuasa pada saat itu.
Komunikasi politik saat itu dimonopoli oleh pemerintah sehingga hampir tidak ada
opini publik yang berkembang secara dinamis yang mengkritik pemerintah. Hanya ada
underground press yang berani melakukan itu secara sembunyi-sembunyi. Maka tak heran
media massa saat itu hanya memberitakan sisi baik dari pemerintah seperti keberhasilan di
bidang pembangunan, dan jarang ada media massa yang berani secara kritis mengkritisi
kebijakan pemariantah. Padahal saat itu banyak sisi negatif yang perlu dan harus dikritisi
maraknya praktek praktek korupsi, kolusi dan nepotisme saat itu yang sangat
menyengsarakan rakyat, ketimpangan sosial, dan kesenjangan sosial antara si kaya dan si
miskin semakin melebar. kebijakan pemerintah yang selalu berpihak kepada pengusaha dan
pemodal asing dengan menumbalkan rakyat sendiri. 2
Setelah tumbangnya rezim Suharto, B.J. Habibie selaku Presiden Republik Indonesia
ketiga sebagai Menteri Penerangan. Langkah dalam membuka jalan pers agar bebas dari
intervensi pemerintah ditandai dengan diubahnya peraturan tentang Izin Usaha Penerbitan
Pers (SIUPP) bahwa pencabutan SIUPP diikuti dengan munculnya Permenpan Nomor 1
Tahun 1998. Perubahan atas penetapan aturan baru tersebut membuka jalan kebebasan pers di
Indonesia. Media seperti majalah dan tabloid tidak akan dibungkam atas kepentingan
sepihak.
Dengan runtuhnya rezim orde baru yang ototriter menjadikan akselerasi komunikasi
politik begitu pesat. Pers tidak lagi dimonopoli oleh aturan penguasa, sehingga pers dapat
dimanfaatkankan oleh berbagai pihak untuk membela kepentingan institusi pemiliknya, tidak
terkecuali untuk kepentingan politik.
2
Ibid. hlm. 3