DISUSUN OLEH :
XII IPA
Akibatnya ketiadaan otoritas yang memiliki kewenangan untuk menindak pers yang telah
melampaui batas. Namun hal positivenya adalah dalam era Reformasi, pers Nasional benar -
benar bebas mengkritik pemerintah dengan keras. Wartawan sebagai pemberi informasi kepada
rakyat tidak takut lagi pada pemerintah. Mereka ini benar - benar menjalankan fungsi pers
sebagai kontrol sosial. Dahulu wartawan Indonesia dipaksa untuk memberitakan suatu sumber
berasal dari pemerintah. Fungsi control terhadap penyelenggaraan negara berjalan dengan baik,
menjauhkan dari praktek system politik yang otoriter.
Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa
dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media
baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam
mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.
Pada masa ini terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Era reformasi ditandai
dengan terbukanya keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan
dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP
melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ.
Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang
menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran
sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan
sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama
atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
· Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan
· Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ.