Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK 2

- TEGUH MAULANA RUSDI


- DIDI RIO SHAPUTRA
- M. REZA
- M. RAFFI AKANDRA.S
- RAMADHAN WILLYANTO
- FARRAS ZAKY
PENGERTIAN PERS
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala
jenis saluran yang tersedia.
UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers..
FUNGSI PERS
Dalam pasal pasal 33 UU No. 40 tahun
1999 tentang pers, fungsi pers yaitu sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan, serta
kontrol sosial. Sedangkan Pasal 6 UU Pers
Nasional melaksanakan peranan sebagai
berikut:
1. Pers sebagai Media Informasi
2. Pers sebagai Media Pendidikan
3. Pers sebagai Media Entertainment (Hiburan)
4. Pers sebagai Media Kontrol Sosial
5. Pers sebagai Lembaga Ekonomi
PERANAN PERS DALAM
MASYARAKAT DEMOKRASI DI
INDONESIA
1. Memenuhi hak Masyarakat Untuk
Mendapatkan dan Mengetahui Informasi
2. Menegakkan Nilai Dasar dari Demokrasi
3. Membuat Supremasi Hukum Terjadi dan
Berjalan
4. Mendorong agar Terciptanya Sebuah Hak
Asasi Manusia
5. Menghormati kebhinekaan
Mengenmbangkan pendapat
Pers di Indonesia telah mulai tumbuh sejak
sebelum kemerdekaan Indonesia, yaitu sejak
jaman penjajahan Belanda, tak bisa
dipungkiri pers mengambil bagian yang
cukup penting dalam kancah perpolitikan di
Indonesia
Perkembangan Pers Di Indonesia
A. Sebelum Indonesia Merdeka
- Jaman penjajahan Belanda
- Jaman Penjajahan Jepang
B. Setelah Indonesia Merdeka
1. Awal kemerdekaan (1945-1959)
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
3. Orde Baru (1965-1998)
4. Era Reformasi (1998 – sekarang )
Jaman penjajahan Belanda

 Pada tahun 1676, telah terbit ‘Kort Bericht Eropa’ (berita Singkat
Eropa) di Batavia. Namun isinya merupakan berita-berita dari negara
lain. Pada Tahun 1744 juga terbit Batavia Nouvelles, dan pada tahun
178- tebit harian Vende Nieucus.
 Pada tahun 1810 terbit surat kabar “Batavia Koloniale Courant’,
surat kabar inilah yang merupakan surat kabar pertama yang terbit
di Batavia.
 Tahun 1828 terbit Javache Courant di Jakarta, yang isinya seputar
berita resmi pemerintah, berita lelang, atau kutipan dari harian di
Eropa. Pada tahun 1835 juga terbit Soerabajash Advertentiebland di
Surabaya, yang isinya serupa.
 Media massa pada masa ini telah memuat aneka berita seperti
politik, ekonomi, sosial, sejarah, kebudayaan, seni tradisional dan
peristiwa lain. Namun berita tersebut hanya berita-berita yang
kering, sebab penerbitan tidak boleh mengedarkan berita sebelum
diperiksa olah penguasa.
 Hingga akhir abad ke-18, media massa yang terbit di Indonesia
hanya menggunakan bahasa belanda. Pada akhir abad 18 lah, baru
muncul terbitan berbahasa melayu. Pada tahun 1985 terdapat 16
suratkabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa
Melayu. Muncul pula surat kabar berbahasa Cina pada masa itu.
 Awal abad 19, pers mulai menyebarkan berita mengenai politik
serta perbedaan paham antara pemerintah dan masyarakat. Tahun
1916 kritik yang menyerempet soal politik mulai marak.
 Pada tahun 1903 terbit ‘Medan Prijaji’, surat kabar pertama yang
dikelola oleh kaum pribumi. Ini menandakan mulainya bangsa kita
masuk ke dalam dunia pers yang berbau politik. Surat kabar yang
oleh pemerintah Belanda disebut ‘Inheemsche Pers’ (pers
Bumiputra) ini dipimpin oleh R.M Tirto yang merupakan pelopor
kebebarsan bersuara bagi kaum pribumi.
 Setelah ‘Medan Prijaji’, banyak bermunculan surat kabar lain seperti
‘Harian Oetosan Hindia’ yang didirikan oleh Tjokroaminoto dari
sarikat Islam; Koran ‘Api, Halilintar dan Nyala’ yang didirikan Samau
dari golongan kiri, ‘Guntur bergerak dan Hindia Bergerak yang
didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, ‘Benih Merdeka’ dan ‘Sinar
merdeka’ yang didirikan oleh Parada Harahap di Padang Sidempuan,
serta ‘Suara Rakyat Indonesia’ dan Sinar Merdeka’ yang didirikan
oleh Bung Karno.
2. JAMAN PENJAJAHAN JEPANG
Sejak Jepang berkuasa di negri ini, beberapa
surat kabar di Indonesia diambil alih secara
perlahan. Beberapa surat kabar dipaksa untuk
bergabung, disatukan. Agar pemerintah Jepang dapat
memperketat pengawasan terhadap surat kabar
yang berdar. Peran surat kabar pada masa ini hanya
sebagai alat Jepang, bersifat propaganda – memuji
pemerintah jepang. Segala bidang usaha pers harus
disesuaikan dengan rencana-rencana atau tujuan –
tujuan tentara Jepang, yaitu memenangkan Perang
Asia Timur Raya.
 telah Indonesia Merdeka
Perkembangan pers berlanjut pesat setelah
Indonesia mendapatkan kemerdekaannya.
1.Awal kemerdekaan (1945-1959)
 Sejak teks proklamasi dicetak di Koran, esoknya penduduk
mulai memburu surat kabar. Minat baca serta kesadaran akan
kebutuhan pers telah meningkat, rakyat Indonesia ingin tahu
perkembangan negaranya yang baru merdeka ini melalui pers.
 Perkembangan pers setelah proklamasi sangat pesat,
meskipun tetap mendapat tekanan dari penguasa peralihan
Jepang dan Sekutu. Wartawan – wartawan Indonesia dan
penyiar – penyiar radio giat melakukan penyebarluasan,
sehingga pada bulan September seluruh wilayah Indonesia
dan dunia luar telah mengetahui tentang Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia.
 Pada tanggal 6 September 1945 terbit ‘Nerita Indonesia’ yang
merupakan surat kabar republik pertama. Surat kabar ini
disebut sebagai cikal bakal pers nasional sejak proklamasi.
 Pada tanggal 8 – 9 September 1946, kalangan pers Indonesia
mengadakan kongres di Solo dan membentuk Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI). PWI merupakan wadah untuk
mempersatukan pendapat dan aspirasi. Saat itu PWI diketuai
oleh Mr. Sumanang.
 Pada masa ini media massa menyebarkan berita tentang
pertempuran, perundingan, pembangunan, serta peristiwa bahagia
atau duka yang terjadi.
 Pada tahun 1948, media massa mulai diwarnai berita perpecahan
antara golongan kanan ( Front Nasional) dan golongan ekstrim kiri
(komunis – Front Demokrasi Rakyat). Pada tahun ini pula
pertamakalinya terjadi pembredelan Koran dalam sejarah pers
Republik Indonesia.
 15 MAret 1950, dibentuk panitia Pers untuk mempererat hubungan
pemerintah dan pers, namun tanpa ikatan apapun yang mengurangi
kemerdekaan pers.
 14 September 1956, kepala Staff Angkatan Darat mengeluarkan
peraturan no. PKM/001/0/1956 yang menegaskan larangan untuk
menerbitkan/ menyebarkan informasi yang mengandung kecaman/
penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
 14 Maret 1957, pemberlakukan situasi darurat perang (SOB) banyak
terjadi pembredelan pers dan penahanan wartawan di masa ini.
 1 oktober 1958, Penguasa Militer Daerah Jakarta Raya
mengeluarkan Ketentuan Ijin Terbit
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
 Pada masa ini di Jakarta berlaku larangan berpolitik dalam
segala bentuk termasuk pers. Dilarang melakukan kegiatan
politik yang dapat mempengaruhi haluan negara secara
langsung atau yang tidak bersumber pada badan
pemerintahan yang berwenang.Yang membangkang
Demokrasi Terpimpin, harus menyingkir atau disingkirkan.
 Pada tahun 1960, penerbit bukan hanya wajib mengajukan
Surat Ijin Terbit (SIT) sebagai pengesahan dilakukannya
kegiatan penyiaran, tapi juga wajib mengajukan Surat Ijin
Cetak (SIC).
 Untuk mendapatkan SIT penerbit harus menyetujui
pernyataan bahwa penerbit akan mendukung Manipol –
Usdek, dan akan mematuhi pedoman dari penguasa.
Pernyataan ini digunakan sebagai alat untuk menekan surat
kabar oleh pemerintah.
 Pada masa ini surat kabar yang beredar hanya bersumber dari
satu suaram yaitu PKI. Sebagai usaha untuk mengimbanginya
didirikan BPS (badan Penyebar Soekarnoisme), untuk
menghindari bahaya yang terjadi jika masyarakat hanya
memiliki pegangan dari satu sumber saja.
3. Orde Baru (1965-1998)
 Pada masa orde baru aturan yang menindas pers tetap
dilestarikan. Banyak terjadi pembredelan Koran yang
dianggap bertentangan dengan pemerintah antara lain:
majalah Sendi (1972), Sinar Harapan (1973), pada
tahun 1974 ada 12 penerbitan di brendel, setelah
peristiwa Malari meledak. Tahun 1978 Kompas Sinar
Harapan, Merdeka, Pelitia, The Indonesian Times, Sinar
Pagi, dan Pos sore dibekukan sementara waktu akibat
maraknya aksi mahasiswa yang menentang pencalonan
Soeharto sebagai Presiden. Majalah Tempo 91982),
Jurnal Ekuin (1983), dll
 Pada tahun 1970 sampai 1998, Pers yang berlaku
adalah Pers Pancasila. Pers semata-mata hanya alat
pemerintah, pers kehilangan indepedensi dan fungsi
kontrolnya. Terdapat sistem perizinan terhadap pers
(SIUPP), dan PWI yang merupakan satu-satunya
organisasi wartawan di Indonesia malah menjadi
operator pemerintah dalam menekan pers.
 Pada tanggal 7 Agustus terbentuk AJI,
sebagai wujud sikap menolak wadah
tunggal wartawan (PWI). Keberadaan AJI
ditentang, wartawan yang menjadi anggota
AJI diberhentikan dan tidak boleh
dipekerjakan kembali sebagai wartawan.
 Pada tahun 1995 penyebaran informasi
lewat internet mulai marak, informasi-
informasi yang sulit disebarkan lewat
media cetak beredar luas lewat internet.
4. Era Reformasi (1998 – sekarang )
 Semenjak lahirnya era reformasi, kebebasan pers (kebebasan
berekpresi dan berpendapat) dijamin. Akhirnya pers dapat lepas dari
sistem yang membungkam pers dimasa orde baru. Hal ini di tandai
dengan dirombaknya UU Pers no. 21 Tahun 1982.
 Namun tetap saja pers tidak benar-benar bebas. Sebab meskipun
memiliki UU sendiri, yang menjamin perlindungan hukum serta
kebebasan dari paksaan dan campur tangan pihak manapun; pers
masih bisa dijerat dengan pasal-pasal KUHP dalam melakukan tugas
jurnalistiknya. Contohnya kasus antara pemimpin redaksi majalah
Tempo – Harry Mukti dengan Tommy Winata di tahun 2004 lalu, dll.
 Dilain pihak, era reformasi yang membuka kebebasan untuk
bereksplorasi malah membuat media dieksploitasi. Media
menyebarkan informasi yang bernilai jual tinggi, mengumbar sensasi,
bahkan menyebarkan informasi yang hanya berkualifikasi isu, rumor
atau hanya dugaan! Lebih ekstrim, pers diterbitkan untuk tujuan
politis. Mempengaruhi pembaca untuk menerima ideology calon
tertentu dan menyerang lawannya.
 Hal ini mengakibatkan ‘publik’ kemudian menjalankan aksi
menghukum pers dengan tolak ukur mereka sendiri. Padahal teror
massa jauh lebih kongnrit dampaknya. Contoh kasus pedudukan
media oleh kelompok tertentu, akibat beredarnya karikatur Nabi
Muhammad beberapa waktu lalu.
ETOS KERJA MASYARAKAT
INDONESIA
Bagi kami etos kerja masyarakat indonesia sangatlah
tinggi karna masyarakat rata-rata berfikir bahwa
apapun pekerjaannya akan dia lakukan tanpa mereka
memfikirkan rasa nyaman dan kebahagiaannya dalam
berkeja. Tetapi Karna hal tersebut banyak para pekerja
yang bekerja tidak sepenuh hati karna dia tidak ahli
dibidang tersebut, maka dari itu apapun pekerjaan
yang dilakukan dengan iklas kita akan memperoleh
kenyamanan dan kebahagiaan dalam bekerja, dan
siapa yang menganggap pekerjaan adalah ibadah
maka pekeraannya akan terasa mudah

Anda mungkin juga menyukai