Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PERS di INDONESIA

Di Indonesia, sejak akhir tahun 1984 beberapa harian sudah berani menampilkan diri dengan tata warna yang cemerlang. Padahal sebelumnya hal itu hanya bisa dilakukan oleh majalah-majalah saja. Kisah pers di Indonesia merupakan cerita penekanan yang pahit. Sejak pertama menampakkan dirinya, sampai kini pers Indonesia terus begerak dibawah bayang-bayang tekanan. Sepanjang tahun 1980 misalnya, fungsi pers masih mengalami penciutan. Kendati begitu , sampai kini pers di Indonesia tetap bertahan sebagai sistem komunikasi. Menurut H. Soebagijo I.N, penerbitan pers pertama di Eropa ialah pada tanggal 15 Januari 1609. Tahun 1712 upaya menerbitkan surat kabar pertama di Jakarta yang berjudul Untuk Kabar Dalam Negeri, Berita Kapal dan Semacamnya, gagal. Baru 32 tahun kemudian, yaitu tahun 1744, terbit surat kabar yang dicetak dengan nama Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementes, yang biasa disingkat dengan menyebutkan dua nama pertama di depannya saja. Tetapi surat kabar yang ditebitkan J.E. Jorden itu Cuma bertahan dua tahun, karena terkena berangus. Perihal surat kabar mana yang terbit pertama di Indonesia, masih ada perdebatan pendapat. Menurut Edward C. Smith, surat kabar pertama yang terbit pertama di Indonesia ialah Bromartani, yang terbit di Surakarta tahun 1855. Sedangkan Soebagio I.N. mengatakan, kelahiran surat kabar Bromartani pada tahun 1866. Tetapi kedua pengamat sejarah pers di Indonesia tersebut sependapat bahwa pada tahun 1856 telah lahir Soerat Kabar Bahasa Melayoe yang diterbitkan di Surabaya dalam bahasa Indonesia. Surat kabar ini diterbitkan oleh perusahaan Belanda dan ditujukan untuk kalangan orang Cina di Indonesia. Surat kabar tersebut termasuk deretan yang pertama kelahiran pers di Indonesia. Tentang awal dimulainya dunia persuratkabaran di tanah air kita ini, De Haan dalam bukunya, Oud Batavia (G. Kolf Batavia 1923), mengungkapkan secara sekilas bahwa sejak abad ke-17 di Batavia sudah terbit sejumlah berkalan dan surat kabar. Dikatankanya, bahwa pada tahun 1676 di Batavia telah terbit sebuah berkala bernama Kort Bericht Eropa (Berita Singkat dari Eropa). Berkala yang memuat berbagai berita dari Polandia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Denmark ini, dicetak di Batavia oleh Abraham Van den Eede pada tahun 1676. Setelah itu terbit pula Bataviase Nouvelles pada bulan Oktober 1744, Vebdu Nieuws pada tanggal 23 Mei 1780, sedangkan Bataviaasche Koloniale Courant tercatat sebagai surat kabar pertama yang terbit di Batavia tahun 1810. Sampai akhir abad ke-19, koran harian atau berkala yang terbit di Batavia hanya memakai bahasa Belanda. Dan para pembacanya tentu saja masyarakat yang mengerti bahasa tersebut. Karena surat kabar di masa itu diatur oleh pihak Binnenland Bestuur (penguasa dalam negeri), kabar beritanya boleh dikata kurang seru dan kering. Yang diberitakan Cuma hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitas pemerintahan yang monoton,

kehidupan para raja, dan sultan di Jawa, sampai berita ekonomi dan kriminal. Namun memasuki abad ke-20, tepatnya ditahun 1903, koran mulai menghangat. Membertakan masalah politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan masyarakat. Bahkan, setelah dibentuknya Volksraad (DPR buatan Belanda) pada tahun 1916, kritik yang menyerempet soal politik mulai marak. Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya Medan Prijaji pada tahun 1903, sebuah surat kabar pertama yang dikelola oleh kaum pribumi. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R.M. Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik. Dia menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, boleh dikatakan bangsa kitalah yang mempelopori kebebasan bersuara dan berpendapat. Sikapnya tersebut telah mempengaruhi surat kabar bangsa pribumi yang terbit sesudah itu. Hal ini terbukti dari keberanian dia menulis kalimat yang tertera di bawah judul koran tersebut, Orgaan bagi Bangsa jang Terperintah di Hindia Olanda, Tempat Membuka Suaranja. Kata Terperintah di atas, telah membuka mata masyarakat bahwa bangsa pribumi adalah bangsa yang dijajah. Boleh jadi Tuan Tirto terinspirasi oleh kebebasan berbicara para pembesar pemerintah tersebut di atas. Hadirnya Medan Prijaji telah disambut hangat oleh bangsa kita, terutama kaum pergerakan yang mendambakan kebebasan mengeluarkan pendapat. Buktinya tidak lama kemudian Tjokroaminoto dari organisasi Sarikat Isalam telah menerbitkan harian Oetoesan Hindia. Nama Samaun (golongan kiri) muncul dengan korannya yang namanya cukup revolusioner, yakni Api, Halilintar dan Njala. Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara juga mengeluarkan koran dengan nama yang tidak kalah galaknya, yakni Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak. Sementara itu di Padangsidempuan, Parada Harahap membuat harian Benih Merdeka dan Sinar Merdeka pada tahun 1918 dan 1922. Bung Karno pun tidak ketinggalan pula, memimpin harian Suara Rakjat Indonesia dan Sinar Merdeka di tahun 1926. Tercatat pula nama harian Sinar Hindia yang kemudian diganti menjadi Sinar Indonesia.

BEBERAPA PENGERTIAN DALAM PERS. 1. PERS Didalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, Pasal 1 butir (1) dikatakan bahwa Pers ialah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya, dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pers diartikan: (1) usaha persetakan dan penerbitan; (2) usaha pengumpulan dan penyiaran berita; (3) penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio; (4) orang yang bergerak dalam penyiaran berita; (5) medium penyiaran berita seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Dalam pers juga terdapat banyak peristilahan yang semuanya terdapat di dalam UU No. 40 Tahun 1999 pada pasal 1 butir (2) sampai dengan butir (14). TEORI dan SISTEM PERS DI INDONESIA Teori yang terkenal dan sangat populer berkaitan dengan pers, adalah Four Theories of Press (Empat teori tentang Pers) yang ditulis oleh Siebert bersama Peterson dan Schramm, yang diterbitkan oleh Universitas Illinois pada tahun 1956. Menurut Bambang Sadono, walaupun Indonesia bekas jajahan Belanda, namun pers di Indonesia mempunyai tradisi sebagai pers perjuangan, mencari jalanya sendiri. Ia berbeda pula dengan pers komunis. Memang ada unsur-unsur seprti yang dianut pers Amerika Serikat, yakni pers yang mempunyai tanggung jawab sosial, namun dalam praktiknya ternyata konsep yang berlaku di Indonesia berbeda dengan yang dilakukan di Amerika Serikat. Kerjasama antara pers dengan pemerintahan sudah terjadi antusias mengobarkan semangat perjuangan untuk melawan Belanda. Pers dengan antusias mengobarkan semangat perjuangan untuk melawan penjajah. Kerjasama antara pers dan pemerintahan ini juga ditegaskan dalam pidato kenegaraan Presiden Soeharto tahun 1978, yang antara lain menyebutkan bahwa pers adalah salah satu partner pemerintah untuk bekerja. Namun bukan berarti bahwa pers di Indonesia menjadi terompet pemerintah. Ia bebas menyalurkan pendapat masyarakat. Walaupun disepakati kebebasan itu tidak mutlak, ia tetap dibatasi oleh peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak. Lebih dari itu ia mempunyai tanggung jawab untuk menimbang sendiri layak tidaknya suatu berita disiarkan. Sistem pers di Indonesia kemudian dinamakan sebagai Pers Pancasila. Definisi atau penjelasan mengenai Pers Pancasila tersebut dirumuskan dalam Keputusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers yang bersidang di Surakarta pada 1984, sebagai berikut:

1. Pers Nasional ialah Pers Pancasila, dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. 2. Pers Pancasila ialah Pers Pembangunan, dalam arti mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam membangun berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri. 3. Hakikat Pers Pancasila ialah Pers yang Sehat, yaitu pers yang bebaas dan bertanggung jawab guna mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dengan mekanisme interaksi positif antara pers, pemerintah dan masyarakat.

ASAS PERS Pasal 2 UU No. 40 Tahun 1999 menyatakan, Kemerdekaan Pers ialah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Penjelasannya ialah: Demokrasi ialah, (1) bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Keadilan berasal dari kata adil atau equal ialah, the same of number, size, degree, merit. Juga diartikan sebagai the same in importance and deserving the same treatment. Dengan kata lain, adil ialah tidak berat sebelah; tidak memihak. Keadilan merupakan sifat (perbuatan, perlakuan, dsb) yang adil. Supremasi atau supreme ialah at the highest level atau highest in authority or rank, of the utermost importance or value or merit. Supremasi juga diartikan dengan kekuasaan tertinggi (teratas). Jadi supremasi hukum, di mana hukum merupakan kekuasaan tertinggi atau kekuasaan teratas. FUNGSI PERS Diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 40 Tahun 1999 yang dalam penjelasannya menyatakan, perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya. Bambang Sadono menyatakan, Singkatnya pers juga mempunyai fungsi untuk melakukan rekayasa sosial, yakni suatu usaha guna mengubah masyarakat untuk menuju masyarakat baru yang dicita-citakan. HAK PERS Diatur dalam Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 yang dalam penjelasannya menyatakan, yang dimaksud dengan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara ialah, bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan/atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers ialah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. KEWAJIBAN PERS Diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 40 Tahun 1999 yang dalam penjelasannya menyatakan, Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan,

serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut. PERANAN PERS Pasal 6 UU Pers menyatakan Pers Nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut: a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan hukum e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

WARTAWAN Pengertian Wartawan menurut Pasal 1 butir (4) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ialah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. A. Organisasi Wartawan Terdapat pada Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan, Wartawan bebas memilih organisasi wartawan. Saat ini terdapat berbagai organisasi wartawan yang menaungi para wartawan. Organisasi ini terlibat antara lain dalam penyusunan Kode Etik Jurnalistik. B. Standar Organisasi Wartawan Standar Organisasi Wartawan telah disahkan dengan Peraturan Dewan Pers Nomor 7/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 04-SK-DP/III/2006 tentang Standar Organisasi Wartawan sebagi Peraturan Dewan Pers. Wartawan Indonesia menetapkan Standar Organisasi Wartawan sebagi berikut: 1. Organisasi wartawan berbentuk badan hukum 2. Organisasi wartawan memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai organisasi profesi. 3. Organisasi wartawan berkedudukan di wilayah Republik Indonesia, dengan kantor pusat berkedudukan di ibu kota negara atau di ibu kota provinsi dan memiliki alamat kantor pusat serta kantor cabang-cabang yang jelas dan dapat diverifikasi. 4. Organisasi wartawan memiliki pengurus pusat yang sedikitnya terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan tiga orang pengurus lainnya yang tidak merangkap jabatan. 5. Organisasi wartawan, selain mempunyai pengurus pusat, juga memiliki pengurus cabang sekurang-kurangnya di sepuluh jumlah provinsi di indonesia. 6. Organisasi wartawan memiliki mekanisme pergantian pengurus melalui kongres atau musyawarah nasional atau muktamar dalam setiap kurun waktu tertentu. 7. Organisasi wartawan memiliki anggota sedikitnya 500 wartawan dari seluruh cabang. 8. Organisasi wartawan memiliki program kerja di bidang peningkatan profesionalisme pers. 9. Organisasi wartawan memiliki kode etik jurnalistik, yang secara prinsip tidak bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik yang diterapkan oleh Dewan Pers. 10. Organisasi wartawan memiliki Dewan Kehormatan atau Majelis Kode Etik Jurnalistik. 11. Organisasi wartawan melakukan registrasi ke Dewan Pers setiap terjadi pergantian pengurus. 12. Penetapan atas standar organisasi wartawan ini dan pengawasan pelaksanaanya dilakukan oleh dewan pers

C. Kode Etik Jurnalistik Di dalam Pasal 7 UU Nomor 40 Tahun 1999 Ayat (2) menerangkan, Wartawan memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik. Menindaklanjuti mengenai Kode Etik Jurnalistik ini, Dewan Pers telah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers.

PERUSAHAAN PERS A. Pendirian Perusahaan Pers Pasal 9 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan : 1). Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. 2). Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.Perusahaan pers Indonesia pada umunya didirikan oleh warga negara Indonesia, dalan hal ini pihak swasta. Untuk media televisi ada dua provinsi yang paling banyak, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Timur, sebanyak 14 buah. Sedangkan untuk Harian yang terbanyak ialah DKI Jakarta, yaitu sebanyak 31 buah. Untuk Mingguan juga DKI Jakarta yang terbanyak, yaitu 75 buah. Begitu juga Bulanan, DKI Jakarta menduduki tempat teratas sebanyak 48 buah. Data di atas menunjukan secara keseluruhan dari semua media, maka DKI Jakarta menduduki tempat terbanyak yaitu 168 buah. Pasal 10 UU Pers menyatakan: Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya. B. Larangan Iklan Ketentuan tentang iklan yang dilarang di muat oleh perusahaan pers, diatur dalam Pasal 13 UU No. 40 Tahun 1999. Ketentuan ini sangat efektif, karena dalam praktiknya jarang atau hampir tidak ditemukan iklan yang melanggar ketentuan ini. Iklan rokok di Televisi misalnya, selalu tidak dalam bentuk peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok. C. Pendirian Kantor Berita Pasal 14 menyatakan bahwa, untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita. Sebagaimana kita ketahui, kantor berita resmi Indonesia ialah Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (Perum LKBN Antara). Dengan sumber pustaka Ensiklopedia Nasional Indonesia, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta:1988. D. Standar Perusahaan Pers Termuat dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 4/Peraturan-DP/III/2008 yang menetapkan dan memutuskan: Pertama, mengesahkan Standar Perusahaan Pers. Kedua, Standar Perusahaan Pers ini menjadi salah satu pedoman dalam menjalankan kemerdekaan pers. Ketiga, Peraturan Dewan Pers ini berlaku sejak ditetapkan yaitu tanggal 3 Maret 2008. Adapun Standar Perusahaan Pers tersebut ialah sebagai berikut: 1. Yang dimaksud perusahaan pers ialah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyakurkan informasi.

2. Perusahaan pers berbadan hukum perseroan terbatas dan badan-badan hukum yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Perusahaan pers harus mendapat pengesahaan dari Departement Hukum dan HAM atau instansi lain yang berwenang. 4. Perusahaan pers memiliki komitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 5. Perusahaan pers memiliki modal dasar sekurang-kurangnya sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau ditentukan oleh Peraturan Dewan Pers. 6. Perusahaan pers memiliki kemampuan keungan yang cukup untuk menjalankan kegiatan perusahaan secara teratur sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan. 7. Penambahan modal asing pada perusahaan pers media cetak dilakukan melalui pasar modal dan tidak boleh mencapai mayoritas, untuk media penyiaran tidak boleh lebih dari 20% dari seluruh modal. 8. Perusahaan pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun. 9. Perusahaan pers memberi kesejahteraan lain kepada wartawan dan karyawannya seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama. 10. Perusahaan pers wajib memberikan perlindungan hukum kepada wartawan dan karyawannya yang sedang menjalankan tugas perusahaan. 11. Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya. 12. Perusahaan pers memberikan pendidikan dan atau pelatihan kepada wartawan dan karyawannya untuk meningkatkan profesionalisme. 13. Pemutusan hubungan kerja wartawan dan karyawan perusahaan pers tidak boleh bertantangan denga prinsip kemerdekaan pers dan harus mengikuti Undang-undang Ketenagakerjaan. 14. Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk media cetak ditambah dengan nama dan alamat percetakannya. Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggung jawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan. 15. Perusahaan pers yang sudah 6 (enam) bulan berturut-turut tidak melakukan kegiatan usaha pers secara teratur dinyatakan bukan perusahaan pers dan kartu pers yang dikeluarkannya tidak berlaku lagi. 16. Industri pornografi yang menggunakan format dan sarana media massa yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi bukan perusahaan pers. 17. Perusahaan pers media cetak diverifikasikan oleh organisasi perusahaan pers dan perusahaan pers media penyiaran diverifikasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia.

E. Standar Organisasi Perusahaan Pers Organisasi perusahaan pers memperoleh mandat untuk mendukung, memelihara, dan menjaga kemerdekaan pers yang profesional sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 C dan F, serta UU No. 40 Tahun 1999. Untuk melaksanakan mandat tersebut perlu dikembangkan organisasi perusahaan pers yang memiliki integritas dan kredibilitas serta anggota yang profesional. Atas dasar itu dan mengingat bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu kedaulatan rakyat, maka Standar Organisasi Perusahaan Pers dibuat. 1. Organisasi Perusahaan Pers berbentuk Badan Hukum Perkumpulan Indonesia yang telah mendapat pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM. 2. Organisasi Perusahaan pers dapat didirikan baik pada tingkat nasional maupun provinsi. 3. Kantor pusat Organisasi Perusahaan Pers berkedudukan di ibukota negara atau ibukota provinsi dan memiliki alamat kantor pusat serta kantor-kantor cabang yang jelas dan harus dapat diverifikasi oleh Dewan Pers. 4. Organisasi Perusahaan Pers memiliki pengurus pusat, sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua, seorang sekretaris, bendahara, dan 2 orang pengurus lainnya. Jabatan ketua, sekretaris, bendahara tidak boleh dirangkap. 5. Organisasi perusahaan pers memiliki mekanisme pergantian pengurus melalui sistem yang demokratis dalam satu periode, paling lama 5 tahun. Hasil pergantian pengurus dilaporkan ke Dewan Pers selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari. 6. Anggota organisasi perusahaan pers terdiri atas: a. Untuk organisasi perusahaan pers media cetak ialah Perusahaan Pers Media Cetak. b. Untuk organisasi perusahaan pers radio ialah Perusahaan Penyelenggara Jasa Penyiaran Radio. c. Untuk organisasi perusahaan pers media televisi ialah Perusahaan Penyelenggara Jasa Penyiaran Televisi. d. Organisasi perusahaan pers lain di luar huruf a,b, dan c ditetapkan berdasarkan Keputusan/Peraturan Dewan Pers. 7. Jumlah anggota organsasi perusahaan pers sebagai berikut: a. Untuk media cetak sekurang-kurangnya berjumlah 100 perusahaan pers media cetak yang ada di Indonesia dan minimal berdomisili di 15 provinsi. b. Untuk media radio sekurang-kurannya berjumlah 200 perusahaan penyelenggara jasa penyiaran radio yang ada di Indonesia dan minimal berdomisili di 15 provinsi. c. Untuk media televisi sekurang-kurangnya berjumlah 8 perusahaan penyelenggara jasa penyiaran televisi. 8. Organisasi perusahaan pers diverifikasi dan terdaftar di Dewan Pers.

9. Standar organisasi perusahaan pers ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Dewan Pers.

DEWAN PERS A. Sejarah Dewan Pers dibentuk tahun 1968, dan pembentukannya berdasarkan UU No 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers yang ditandatangani Presiden Soekarno, tanggal 12 Desember 1966. Pada pemerintahan Orde Baru melalui UU No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1966 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4 Tahun 1967 yang ditandatangani Presiden Soeharto pada tanggal 20 September 1982, tidak banyak mengubah keberadaan Dewan Pers. Perubahan yang terjadi, menurut UU No. 21 Tahun 1982 tersebut, ialah penyebutan dengan lebih jelas keterwakilan berbagai unsur dalam keanggotaan Dewan Pers. Dan Perubahan fundamental terjadi tahun 1999, seiring dengan terjadinya pergantian kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Melalui UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang diundangkan pada 23 September 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Bacharudin Jusuf Habibie, Dewan Pers berubah menjadi Dewan Pers (yang) Independen. Fungsi Dewan Pers Independen tidak lagi menjadi penasihat Pemerintah, tetapi pelindung kemerdekaan pers. Hubungan struktural antara Dewan Pers dengan pemerintah diputus, terutama sekali dipertegas dengan dibubarkannya Departemen Penerangan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Tidak ada lagi wakil pemerintah dalam keanggotan Dewan Pers seperti yang berlangsung selama masa orde baru. Ketika Dewan Pers dibentuk kembali pada Februari 2000, empat puluh organisasi pers (33 organisasi wartawan, dan tujuh organisasi perusahaan pers), memilih dan mengusulkan kandidat untuk menjadi Anggota Dewan Pers. Seluruhnya ada 9 orang, yang terpilih sebagai Anggota Dewan Pers, dipilih dari 121 calon. Tiga wartawan, empat dari kalangan penerbit, dan dua dari kalangan umum yang ahli di bidang pers, satu di antaranya ialah Atmakusumah Astraadmadja. Beliau dipilih menjadi Ketua Dewan Pers. B. Fungsi, Ketua Wakil Anggota, dan Sumber Pembiayaan Dewan Pers Sudah jelas terdapat dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Pasal 15 Ayat (2) untuk fungsi dari Dewan Pers, Pasal 15 Ayat (3) sampai dengan (6) untuk Ketua Wakil dan Anggota dan Pasal 15 Ayat (7) untuk Sumber Pembiayaan Dewan Pers.

PERS ASING Untuk pengertiannya sendiri, Pers Asing sudah terdapat pada Pasal 1 Butir (7) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sedangkan pada pasal 16 menyinggung tentang peredaranpers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan banyak pers asing yang mendirikan perwakilannya di Indonesia, yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya: a. b. c. d. e. f. Cosmopolitan Elle For Him Magazine Gadget Magazine Good House Keeping Harpers Bazaar

PERAN SERTA MASYARAKAT TERHADAP PERS Dalam UU tentang Pers dengan tegas menyatakan bahwa masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menajamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. Dan didalam UU Pers pasal 17 juga mengatakan masyarakat dapat melakukan kegiatan berupa memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers, dan juga menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional. A. Media Watch (Pemantau Media) Lembaga ini dibentuk sebagai wujud nyata dari ketentuan Pasal 17 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan hadirnya lembaga-lembaga pemantau pers (media watch) di Indonesia yang jumlahnya cukup banyak. Berdasarkan data yang diambil dari Dewan Pers, jumlah media watch adalah 25 lembaga. Yang menjadi pertanyaan berikutnya ialah, seberapa besar media watch ini berperan dan menjalankan misinya. Tampaknya peran dan misi yang dijalankan oleh media watch masih kurang terdengar dan terlihat. Dapat dikatakan bahwa sekian banyak media watch yang ada, hanya beberapa yang menunjukan eksistensinya. Justru selama ini yang berperan menjalankan fungsi pemantauan ialah Dewan Pers. B. Prosedur Pengaduan

Anda mungkin juga menyukai