Anda di halaman 1dari 11

PERS PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA

a. Media cetak yang ada pada zaman penjajahan Belanda


Media cetak berupa koran adalah media yang banyak tercatat
perkembangannya pada masa Belanda.

Sebab,

pada saat zaman

Belanda memang koran lah yang paling umum ditemukan.

Sedangkan

radio masih sangat terbatas pada kalangan masyarakat Belanda yang ada
di Indonesia saat itu.

Sedangkan media televisi belumlah berkembang

dan masih sangat kaku.


Dalam catatan sejarah tercatat bahwa koran yang terbit pertama di
masa penjajahan bangsa Belanda adalah Bataviasche Nouvelles en
politique Rasionementen. Yang lebih dikenal dengan nama Bataviasche
Nouvelles saja. Surat kabar ini pertama kali terbit pada 7 Agustus 1744,
dengan tulisan berbahasa Belanda. Tetapi koran ini bukanlah buatan dari
pers Indonesia. Melainkan buatan bangsa Belanda sendiri waktu itu, di
bawah pimpinan Gubernur Jendral Van Imhoff . Surat kabar ini diterbitkan
dengan tujuan kepentingan dagang.
reaksi

dari

orang-orang

Belanda

Penerbitan koran ini mendapat


sendiri.

menyebutkan bahwa sikap Van Imhoff terlalu.

Para

penulis

belanda

Dewan XVII (17) yang

merupakan pusat kebijakan Kompeni di Negeri Belanda menutup koran ini.


Alasannya akan mempengaruhi pikiran pribumi Hindia-Belanda saat itu.
Akhirnya Bataviasche Nouvelles ditutup pada 7 Juni 1746.

Akibatnya

berita-berita daan yang aa hanya bisa diketahui lewat lelang-lelang saja.


Pers Indonesia mulai tumbuh seiring dengan zaman pergerakan
nasional pada akhir abad 19-an. Surat kabar Medan Prijaji adalah pelopor
pers nasional Indonesia.

Surat kabar ini terbit pada tahun 1907 dan

merupakan surat kabar mingguan.

Pemimpin Redaksinya adalah RM

Tirtoadisuryo. Surat kabar ini merupakan suara golongan priyayi.


Setelah Medan Prijaji tercatat masih ada surat kabar lainnya yang
terbit.

Di Jakarta terbit Taman Sari ,

menjelang abad -20 pimpinan F

wiggers. Lalu ada Pemberita Betawi pimpinan J. Hendrik. Sedangkan di


kota Bandung terbit P ewarta Hindia dipimpin oleh Raden Ngabehi TA

sejak 1894. Di kota semarang terbit surat kabar Bintang Pagi dan Sinar
Djawa.
Menurut Benedict Anderson dalam tulisan pengantarnya di buku
berjudul Indonesia dalem Bara Api,

menyebutkan bahwa Koran mulai

tumbuh di ampir setiap kota jang berarti,


hudjan.

mirip tjendawan dimusim

Timbullah djagoan2 masa media pertama di Hindia Belanda,

termasuk diantaranya Mas Tirto, F. Wiggers, H. Kommer, Tio Ie Soei,


Marah Sutan, G. Franscis, Soewardi Soerjadingrat, ter Haar, Mas Marco,
Kwee Kek Beng, dan J. H. end F. D. J Pangemanann pakai dua 'n'.
Timbul djuga djago2 pers Belanda, termasuk Zengraaff, jang dengan
keras membela pengusaha swasta sampai ditakutin pemerintah kolonial
sendiri, dan D. W. Beretty, seorang Indo keturunan Italia-Djawa Jogja,
jang selain mendirikan persbiro pertama di Hindia Belanda --Aneta,
Pakdenja Antara-- djuga menerbitkan madjalah radikal-kanan, berdjudul
De Zweep (Tjamboek).
b. Berbagai peraturan pers yang ada di zaman penjajahan
Belanda
Kehadiran Pers indonesia di zaman Belanda seperti yang telah
disebutkan sebelumnya seiring dengan zaman pergerakan nasional.
Pererakan nasional adalah suatu era dimana tumbuhnya semangat
kebangsaan, nasionalisme , serta persatuan dan kesatuan. Saat itu telah
timbul bahwa dengan rasa nasionalisme maka akan dapat meraih
kemerdekaan bangsa dari penjajah.
Semangat nasionalisme adalah sebuah ide yang muncul dari tokohtokoh berpendidikan kala itu. Berkat lahirnya kaum terpelajar Indonesia
maka sedikit banyaknya pola pikir masyarakat berubah. Walaupun masih
terbatas pada golongan priyayi atau golongan berada , tetapi ternyata di
tengah keterbatasan ini muncul sebuah semangat untuk bangkit melawan
penjajah.
Berkat

pengetahuan

berkembanglah

pers

akan

Indonesia

dunia,
seiring

penidikan,
pesatnya

maka

makin

pererakan.

Pers

indonesia saat itu juga sarana untuk mencapai kemerdekaan.

Melalui

tulisan-tulisan di surat kabar para kaum terpelajar menyampaikan

gagasan-gagasannya. Bagaimana terjajahnya Indonesia selama berabadabad.


Untuk membendung arus nasionalisme tersebut , pemerintah Belanda
juga tidak kehilangan akal.

Mereka berusaha membuat peraturan-

peraturan yang menyulitkan. Berbgai macam sensor yang pada akhirnya


memangkas ide-ide para cendekiawan pribumi tersebut supaya tidak
tersebar luas.
Diantaranya sekelumit peraturan terdapat undang-undang sebagai
berikut:
1. Drukpers reglement tahun 1856 tentang aturan sensor preventif.
2. Pers ordonantie tahun 1931 tentang pembredelan surat kabar.
Kedua undang-undang tersebut menyulitkan keberadaan media-media
pribumi saat itu. Mana yang dianggap oleh Belanda berseberangan maka
tidak akan segan-segan dibreidel.
Tokoh yagn menyuarakan tentang Indonesia mereka di media massa,
seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir, dibuang ke Boven Digul oleh dua
penguasa tertinggi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, yaitu Gubernur
Jenderal De Jonge (1931-1936) dan Gubernur Jenderal Tjarda van Star.
Alasan dari De Jonge adalah artikel-artikel tokoh pergerakan (memberi
labelling) gezagsvijandige artikelen atau tulisan-tulisan yang memusuhi
pemerintah.
Selain

undang-undang

peraturan lain.

tersebut,

tercatat

masih

ada

beberapa

Dalam buku berjudul Maters tercatat ada lima periode

pers dari tahun 1906-1942. Penjelasannya adalah sebagai berikut:


1. Periode I (1856-1913)
Lahirnya peraturan tentang cetakan yang bersifat konservatif pada
tahun 1856.
Pemerintah Belanda sendiri mencoret-coret lai apa yang dibatnya di
dalam peraturan undang-undang preventif pada tahn 1906.
Sampai 1913 adalah tahun yan panjan di dalam penyerangan
terhadap pers Indonesia.
2. Periode II (1913-1918)
Pengawasan terhaap pers Indonesia yang lebih ketat.

Peraturan mengenai pelaksanaan hukum pidana bagi yan melanar


peraturan pers.
Peraturan tersebut mengarah ke penulis Eropa yang cendrung liberal
dan dinilai akan menganggu ketertiban di Hindia-Belanda.
3. Periode III (1918-1927)
Pers dibayangi oleh ketakutan karena ancaman komunisme dan
nasionalisme radikal.
4. Periode IV (1927-1931)
Terjadi berbagai diskusi tentang pemberangusan pers.

Tindakan

administratif ubernur jenderal yang membuat pelarang izin terbit media


cetak dinilai membelenggu pers.
5. Periode V (1931-1942)
Pemerintah kolonial telah menguasai berbagai macam cara untuk
mengendalikan kehidupan pers.
Pada paruh kedua periode ini perkembangan politik luar negri
semakin menentukan kebijakan pers untuk lebih bebas.
Berbagai peraturan-peraturan buatan Belanda ini berakhir pada tahun
1942 , yakni saat masuknya Jepang ke Indonesia.
c. Berbagai Fungsi Pers pada Zaman Penjajahan Belanda
Pada

dasarnya

menghibur,

pers

berfungsi

dan mempengaruhi.

sebagai

informasi,

pendidikan,

Fungsi-fungsi ini sendiri sudah ada

semenjak zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Penjelasannya adalah:


a. Sebagai informasi
Pada zaman penjajahan Belanda pers Indonesia berfungsi sebagai
informasi bagi pembacanya. Melaui surat kabar-surat kabar yang terbit
saat itu dapat diproleh beragam informasi. Seperti pergerakan nasional,
perdagangan ,

ekonomi.

Surat kabar sangat berperan penting dalam

menyebarkan informasi mengenai pererakan nasional.

Orang-orang di

wilayah lain tahu apa yang terjadi di Jakarta melalui koran.

Melalui

tulisan-tulisan di surat kabar para tokoh pergerakan nasional memberikan


kritik-kritik pedas mengenai tindakan Belanda yang menginjak-injak hak

bangsa Indonesia. Meskipun harus dihukum dan diasingkan. Tapi berkat


tulisan ini semakin memobilisasi pergerakan nasional pada saat itu.
b. Sebagai Pendidikan
Pers indonesia sebagai pendidik telah turut memberikan penidikan
politik terhadap rakyat indonesia saat penjajahan belanda. Walaupun lagilagi terbatas pada golongan priyayi.

Sebab pada saat itu kemampuan

membaca hanya bisa dicapai para orang ningrat yang telah diperbolehkan
mengenyam pendidikan.
Pendidikan politik dari surat kabar ini amatlah berhara sebab dapat
membuat orang-oran Indonesia lebih mengerti akan keadaan bangsanya .
Dibeleng kebebasannya berabad-abad oleh Belanda.
c. Sebagai sarana Hiburan
Pada fungsi hiburan , pers Indonesia saat itu belumlah sampai pada
tahap ini.

Pers saat itu lebih berfungsi menunjang pererakan nasional

ketimbang sebagai sarana hiburan.


Surat kabar pada saat ini juga bukanlah bertujuan komersial, tapi demi
pergerakan bangsa Indonesia.
d. Sebagai alat mempengaruhi
Masa pergerakan nasional,

pers juga dapat mempengaruhi.

Melalui

tulisan tajam dan kritikan pedas para tokoh pergerakan maka siapa yang
membacanya dapat terpengaruh. Sehingga tekad nasionalisme semakin
kuat untuk meraih kemerdekaan.
Dan hal ini pula yang sangat ditakuti oleh Belanda.

Semakin kuat

pergerakan menantan Belanda, maka akan semakin terdesak keberadaan


belanda di Indonesia. Karena Semakin banyak orang terpengaruh untuk
merongrong kekuasaan Belanda.
membuat

segudang

Oleh karenanya pemerintah Belanda

aturan-aturan

menyulitkan

dan

sensor

yang

memangkas ide-ide para pemikir.


3. KESIMPULAN
Tercatat bahwa koran yang terbit pertama di masa penjajahan bangsa
Belanda adalah Bataviasche Nouvelles en politique Rasionementen. Yang
lebih dikenal dengan nama Bataviasche Nouvelles saja. Surat kabar ini

pertama kali terbit pada 7 Agustus 1744,

dengan tulisan berbahasa

Belanda.
Pers Indonesia mulai tumbuh seiring pergerakan nasional pada akhir
abad 19-an.

Surat kabar Medan Prijaji adalah pelopor pers nasional

Indonesia. Surat kabar ini terbit pada tahun 1907 dan merupakan surat
kabar mingguan. Pemimpin Redaksinya adalah RM Tirtoadisuryo
Pemerintah Belanda cukup memberi kesulitan pada pers Indonesia
dengan berbagai undang-undang. Dua diantaranya:
1. Drukpers reglement tahun 1856 tentang aturan sensor preventif.
2. Pers ordonantie tahun 1931 tentang pembredelan surat kabar.
Dalam buku berjudul Maters tercatat ada lima periode pers dari tahun
1906-1942.
1. Periode I (1856-1913)
2. Periode II (1913-1918)
3. Periode III (1918-1927)
4. Periode IV (1927-1931)
5. Periode V (1931-1942)
Pers Indonesia pada zaman Belanda lebih berfunsi sebagai pendukung
pergerakan nasional ketimbang fungsi komersial.
Masa pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada di bawah
penjajahan Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan
Belanda. Pers masa pergerakan tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan
nasional.
Setelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo pada tanggal 20 Mei
1908, surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih banyak
berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat ini merupakan corong dari
organisasi pergerakan Indonesia.
Karena sifat dan isi pers pergerakan adalah anti penjajahan, pers
mendapatkan tekanan dari pemerintah Hindia Belanda. Salah satu cara
pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah dengan memberikan hak
kepada pemerintah untuk menutup usaha penerbitan pers pergerakan.
Pada masa pergerakan itu berdirilah kantor berita nasional Antara pada
tanggal 13 Desember 1937.

PERS DALAM MASA PERGERAKAN NASIONAL


A. PERANAN PERS DALAM MASA PERGERAKAN NASIONAL

Perkembangan pers berbahasa daerah atau melayu, yang dinilai oleh


Douwes dekker dalam awal karangan ini menduduki tempat terpenting
dari pers Eropa, dan terutama setelah berdirinya organisasi seperti boedi
Oetomo, Sarekat islam dan Indische Partij menimbulkan pemikiran di
kalangan pemerintah Hindia Belanda untuk menetralisasi pengurus pers
bumi putra itu. Jalan yang di tunjukkan Dr. Rinkes ialah dengan mendirikan
surat kabar berbahasa Melayu oleh pemerintah sendiri serta memberikan
bantuan kepada surat kabar yang di nilai lunak dalam pemberitaannya.
Berdirinya Boedi Oetomo di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908 dan
persiapan-persiapan kongresnya yang pertama yang akan diadakan pada
awal oktober tahun itu juga mendapat tempat dalam pers Belanda dan
Melayu. Surat edarannya pun dimuat dalam surat kabar De Locomotief
dan Bataviaasch Nieuwsblad, demikian juga dalam majalah Jong Indie.
Memang sejak kelahirannya, organisasi pertama ini memperhatikan
pentingnya

penerbit

dan

surat

organisasi.

Sesuai

dengan

kabar

sikap

sebagai
Boedi

penyambung

Oetomo

pada

suara
awal

pertumbuhannya sejak golongan tua menjadi pemimpin-pemimpinnya,


maka surat kabar pun bercorak lunak, namun satu segi yang menarik
ialah kesadaran redakturnya menulis dan memberitakan yang penting
bagi kemajuan dan kesejahteraan. Pentingnya surat kabar berbahasa
Melayu terbukti juga dari ikhtisar-ikhtisar yang muncul dalam majalah dan
surat kabar Belanda, seperti Tropisch Nederland, Kolonial Tijdschrift dan
Java Bode.
Semenjak berdirinya Sarekat Islam, nampak adanya pemberitaan baru
surat kabar,

di antara ada yang menonjol dan ada pula yang kurang

berarti. Di antaranya ada yang menonjoldan ada pula yang kurang berarti.
Juga beberapa terbit di luar pulau Jawa. Mula-mula Darmo Kondo
merupakan surat kabar yang utama di Jawa, tetapi setelah berdirinya SI,
di Surabaya terbit Oetoesan Hindia yang isinya lebih hidup dan condong
ke kiri. Darmo Kondo sendiri tetap tenang dan kurang menunjukkan
kepekaannya

mengenai

tanda-tanda

zaman,

meskipun

lingkungan

pembaca cukup besar. Darmo Kondo sebelum tahun 1910 dimiliki dan
dicetak oleh seorang keturunan Cina, Tan Tjoe Kwan dan redaksi ada

ditangan Tjnie Sianh Ling, yang diketahui mahir di dalam soal sastra Juwa.
sejak itu dibeli oleh Boedi Oetomo cabang Surakarta dengan modal Rp
50000,00.
Oetoesan Hindia lahir setelah SI mengadakan kongresnya yang pertama
di

surabaya,

26

Januari

1913

Sosrobroto serta Tirtodanudjo.

pimpinan

Dokroaminoto,

Tirtodanudjo merupakan penulis yang

tajam menarik perhatian umum,


bernama Samsi dari Semarang.

dibawah

demikian juga karangan seorang


Kedua-duanya merupakan pemegang

rekor delik pers dan seringkali berurusan dengan pihak pengadilan.


Tjokroaminoto sendiri mengimbangi dengan tulisan-tulisan yang tinggi
mutunya dengan nada yang tenang, juga bila dia menulis untuk mengkis
serangan-serangan yang dutujukan kepadanya. Selama tiga belas tahun
Oetoesan

Hindia

isinya

ekonomi dan perburuhan,

mencerminkan

dunia

pergerakan,

politik,

khusus yang dipimpin oleh Central Sarekat

Islam.
Karangan para pemimpin Indonesia muncul dan mengisi surat kabar itu
serta merupakan perjatian pembaca. Singkatan nama-nama mereka O. S.
tj. (Oemar Said Tjokroaminoto), A. M. (Abdul Muis). H. A. S. (Haji Agus
Salim), T. Mk. (Tjipto Mangunkusumo), A. P. (Alimin Prawirohardjo), A. H.
W. (Wignjadisastra) dan Surjopranoto ailih berganti mengisi surat kabar
itu,

yang pengaruhnya sering nampak di surat kabar yang terbit di

kepulauan lain.
Namun kelamahan surat kabar Bumiputra ialah kurangnya pemasang
iklan,

sehigga dengan uang langganan saja tidak cukup untuk dapat

bertahan.

Ditambah lagi banyak perkara SI mengurangi ketekunan

pengurusnya untuk tetap memikirkan kelangsungan surat kabarnya, dan


setelah Djokroaminoto terkena perkara politik sehingga ia di jatuhi
hukuman dan pemecahan di dalam tubuh SI sendiri tak terhindarkan lagi,
maka Oetoesan Hindia tutup usia pada triwulan pertama tahun1923.
Surat kabar SI lainnya ialah Sinar Djawa di Semarang, Pantjaran Warta
diketehui dan Saroetomo di Surakarta yang terakhir itu adalah surat kabar
asli Sarekat Islam sejak kelahiran organisasi itu pada bulan Agustus 1912
mula-mula Saroetomo merupakan surat kabar yang kurang berarti, tetapi

berangsur-angsur nampak pengaruh Oetoesan Hindia sehingga makin


bermutu terutama dengan muncul mas Marco Dikromo, seorang berasal
dari Bodjonegoro,

yang waktu itu berumur 23 tahun,

maka karangan-

karangan mewakili gaya tulis tersendiri terkenal dalam hubungan ini ialah
komentar mas Marco mengenai cara kerja Mindere Whevaarts Commissie
(Komisi untuk meyelidiki sebab-sebab keminduran rakyat Bumi Putra)
sehingga menimbulkan heboh besar setelah tulisan-tulisannya mendapat
halangan dari Saroetomo, terutama karena campur tangan pemerintah,
maka ia mendirkan surat kabar sendiri bernama Doenia Bergerak.
B. CIRI PERS PADA MASA PERGERAKAN
Setelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei
1908,

surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih banyak

berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat itu merupakan terompet


dari organisasi pergerakan orang Indonesia. Surat kabar nasional menjadi
semacam parlemen orang Indonesia yang terjajah.
kepedihan,
terjajah.

Pers menyuarakan

penderitaan dan merupakan refleksi dari isi hati bangsa

Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan

memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa.


Beberapa contoh harian yang terbit pada masa pergerakan, antara lain
sebagai berikut:
1)

Harian Sedio Tomo sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yang

terbit di Yogyakarta didirikan bulan Juni 1920.


2)

Harian Darmo Kondo terbit di Solo, yang dipimpin oleh Sudarya

Cokrosisworo.
3)

Harian Utusan Hindia terbit di Surabaya,

yang dipimpin oleh

HOS. Cokroaminoto.
4)

Harian Fadjar Asia terbit di Jakarta,

dipimpin oleh Haji Agus

Salim.
5)

Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung, didirikan

oleh Ir. Soekarno.


6)

Majalah berkala Daulah Rakyat, dipimpin oleh Moch. Hatta dan

Sutan Syahrir.

Karena sifat dan isi pers pergerakan anti penjajahan, pers mendapat
tekanan dari pemerintah Hindia Belanda.

Salah satu cara pemerintah

Hindia Belanda saat itu adalah dengan memberikan hak kepada


pemerintah untuk memberantas dan menutup usaha penerbitan pers
pergerakan.

Pada masa pergerakan itu berdirilah Kantor Berita

Nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.

DAMPAK KEBEBASAN PERS TERHADAP POLITIK

Dapat melakukan pemberitaan kepada aktor politik yang dinilai


memiliki pengaruh terhadap kehidupan publik maupun kebijakan-

kebijakan yang dibuat.


Pers memberi peringatan

penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah.


Pers berposisi sebagai watchdog terhadap pemerintah, untuk

(early

warning)

tentang

potensi

melakukan kontrol terhadap pemerintah agar lebih hati-hati dan


akuntabel dalam membuat kebijakan. Dalam sistem politik yang
demokratis,

kebijakan yang dianggap tidak memihak kepada

rakyat dapat dikritik oleh media, maupun sebaliknya media juga


bisa memberi dukungan manakala kebijakan pemerintah sesuai
dengan kepentingan rakyat.

Dengan kata lain,

dituntut akan tanggung jawab sosialnya.


harus berada dalam posisi paling depan.

pers selalu

Kepentingan publik

Anda mungkin juga menyukai