Anda di halaman 1dari 6

Media-Media Pers pada Era Penjajahan Belanda

Media yang digunakan pers pada masa penjajahan Belanda di Indonesia paling umum
yang ditemukan menggunakan koran atau media cetak. Sedangkan media penyiaran seperti
radio sangat terbatas di kalangan masyarakat Belanda yang ada di Indonesia saat itu.
Dalam catatan sejarah pada 7 Agustus 1744, zaman Oost Indische Compagnie, media
cetak pertama yang terbit pada masa penjajahan Belanda adalah Bataviasche Nouvelles en
politique Rasionementen yang artinya “Berita dan Penalaran Politik Batavia” atau yang
dikenal dengan Bataviasche Nouvelles. Surat kabar ini tertulis dengan bahasa Belanda yang
bertujuan untuk kepentingan dagang, dan juga surat kabar ini bukanlah buatan pers Indonesia
melainkan buatan bangsa Belanda, diterbitkan oleh Jan Erdmans Jordens di bawah pimpinan
Gubernur Jendral Gustaf Willem Baron Van Imhoff. Surat kabar tersebut hanya bertahan
selama dua tahun. Pada 7 Juni 1746 Pusat Kebijakan Kompeni Belanda Dewan XVII (17)
menutup surat kabar ini dengan alasan isi surat kabar tersebut dapat mempengaruhi pikiran
pribumi Hindia-Belanda saat itu.
Awal abad ke-19, Gubernur Jendral Herman Willem Deandels pada tahun 1810
menerbitkan surat kabar Bataviasche Koloniale Courant yang usianya tidak bertahan lama
karena Belanda harus menyingkir demi Inggris. Di tahun 1811 Inggris menguasai kawasan
Hindia Timur, dan menerbitkan surat kabar berbahasa Inggris Java Government Gazette pada
tahun 1816. Akan tetapi, setelah Belanda berhasil merebut kembali wilayah koloninya dan
diadakannya sebuah Konvensi London, surat kabar itu dihentikan lalu diganti menjadi
Bataviasche Courant yang memuat berita-berita harian dan artikel ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1829, surat kabar Bataviasche Courant kemudian diganti kembali menjadi
Javasche Courant yang memuat pengumuman-pengumuman resmi, peraturan, dan keputusan
pemerintah. Pada tahun yang sama terbitlah sejumlah surat kabar di kota-kota besar di
Indonesia.
Pada tahun 1851, terbit surat kabar De Locomotief yang awalnya bernama
Semarangsche Nieuws en Advertentieblad. Surat kabar berbahasa belanda yang terbit di
Semarang ini dikenal sebagai corong suara kaum etisi yang mendukung politik balas budi.
Dengan tulisan laporan tentang kemelaratan penduduk akibat sistem tanam paksa, Pieter
Brooshooft, seorang pemimpin redaksi surat kabar ini punya andil yang cukup besar dalam
memperjuangkan hak-hak masyarakat bumiputra. Salah satu jurnalis yang berperan dalam
surat kabar ini juga bernama Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, atau yang setelah
kemerdekaan berganti nama menjadi Danudirja Setiabudhi.
Di tahun yang sama, W. Bruining dari Rotterdam-orang pertama yang membawa alat
percetakan ke Indonesia dari Belanda-, berhasil menerbitkan surat kabar Het Bataviasche
Advertentieblad, surat kabar mingguan yang berisikan berita-berita umum lain yang dikutip
dari penerbitan resmi di Belanda (Staatscourant).
Pada tahun 1852, W. Bruining dengan bantuan H.M Van Drop, Van Hazen Noman,
dan Kolf menerbitkan surat kabar Java Bode sebagai pengganti surat kabar Het Bataviasche
Advertentieblad di Betawi. Saingan pertama dari surat kabar Java Bode adalah surat kabar
yang didirikan oleh mantan pegawai Java Bode, Coenraad Busken Huet, yaitu; Het Algemeen
Dagblad Nederlandsch Indie.
Kemudian pada 25 Januari 1855, terbit surat kabar pertama yang bertuliskan bahasa
Jawa, bernama Bromartani di Surakarta. Surat kabar Retno Dhoemillah yang dipimpin dr.
Wahidin Soedirohusodo juga terbit. Sementara Selompret Melajoe, surat kabar yang
menggunaka bahasa Melayu terbit pertama kali pada tahun 1856 diterbitkan oleh E. Fuhri.
Surat kabar Bianglala (Batavia, 1867) dan Berita Betawie (Batavia, 1874). Surat-surat kabar
ini meskipun menggunakan bahasa Jawa dan Melayu, akan tetapi para redakturnya masihlah
orang-orang Belanda.
Semakin lama waktu berputar dan berjalan, pers telah digunakan para penegak bangsa
sebagai alat memperjuangkan daan memperoleh kemerdekaan. Muncul cendikiawan-
cendikiawan Indonesia yang menuliskan suara hak-hak pribumi dalam kesetaraan baik di
bidang pendidikan, ekonomi, dan sebagainya, dengan kolonial Belanda. Hal ini memicu para
cendikiawan lainnya menerbitkan karya-karya jurnalistik yang serupa.
Hingga awal abad ke-20, terbit surat kabar Medan Prijaji tahun 1907 di Bandung,
surat kabar yang dianggap sebagai pelopor pers nasional karena diterbitkan oleh pengusaha
pribumi untuk pertama kalinya, yaitu Tirto Adhi Soerjo. Medan Prijaji kemudian ditutup
pada tahun 1912 karena Tirto Adhi Soerjo dituduh menipu sejumlah orang yang berhimpun
di Vereeniging van Ambtenaren bij het Binnenlandsch Bestuur (Perhimpunan Amtenar
Pangreh Praja). Beliau juga diketahui pernah menerbitkan surat kabar Soenda Berita di
Cianjur pada tahun 1903.
Pada tahun 1917 pemerintahan kolonial Belanda mendirikan kantor berita Algemen
Nieuwe en Telegraff-Agentschap atau singkatnya ANETA, kantor berita pertama yang
didirikan di tanah Indonesia. Selain itu, pemerintah kolonial Belanda juga mendirikan
perkumpulan siaran radio pertama di Indonesia bernama Bataviasche Radio Vereeneging
(BRV), yang disusul dengan berdirinya lembaga penyiaran radio pribumi pertama pada 1933
Solosche Radio Vereeneging (SRV) sebagai pesaing yang bertujuan menjadi corong
informasi pribumi.
Para pribumi penegak bangsa juga mencoba mengimbangi corong informasi dengan
mendirikan kantor berita Antara, 17 Desember 1937 oleh empat serangkai, yaitu Adam
Malik, Soemanang, AM Sipahoetar, dan Pandoe Kartawagoena.
Tepat tahun 1942, Belanda menyingkir pada saat pemerintahan Jepang berkuasa.
Surat kabar seperti Bataviasche Courant atau Javasche Courant berganti nama menjadi Ken
Po.
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal Rosikhul Ilmi, Andi Nur Aminah. (2019, Februari 9). Mengenang Perjalanan Pers
Pra-Indonesia Merdeka di Muspen. Diambil kembali dari SELARUNG:
https://www.republika.co.id/berita/pmmfh1384/mengenang-perjalanan-pers-
praindonesia-merdeka-di-muspen
Ahmadi, R. (2015, Juni 19). Koran De Locomotief, Corong Kaum Etisi. Diambil kembali dari
historiA : https://historia.id/politik/articles/koran-de-locomotief-corong-kaum-etisi-
DWVaN/page/1
Fedho, M. A. (2021, Februari 9). Hari Pers Nasional, Ini Sejarah Singkat yang Perlu
Diketahui. Diambil kembali dari Ketik: https://majalahketik.com/hari-pers-nasional-
ini-sejarah-singkat-yang-perlu-diketahui/
Kompas. (2009, Juli 17). Koran Pertama di Batavia, Bertahan Dua Tahun. Diambil kembali
dari Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2009/07/17/11151138/~Lansir~Revitalisasi
Kompasiana. (2015, Juni 24). Sejarah Koran Dunia. Diambil kembali dari Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/ichalkaimudin/552fb1e06ea834a01c8b4584/sejarah-
koran-dunia
Lifestyle, H. (2018, September 20). Pers Indonesia Masa Hindia-Belanda-1. Diambil
kembali dari Kumparan.com: https://kumparan.com/hijab-lifestyle/pers-indonesia-
masa-hindia-belanda-1-1537454300245098416/full
Samodro, D. (2019, Februari 10). Dari Pers Hindia Belanda hingga Pers Nasional
Indonesia. Diambil kembali dari ANTARA:
https://www.antaranews.com/berita/796556/dari-pers-hindia-belanda-hingga-pers-
nasional-indonesia
GAMBAR UNTUK PPT

Anda mungkin juga menyukai