Periode
1. Zaman Belanda :
a. diterbitkannya surat kabar pertama pada tahun 1744 saat
masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Imhoff yang
bernama Bataviasche Nouvelles. Surat kabar ini bertujuan
untuk memunculkan media massa. Namun Bataviasche
Nouvelles hanya bertahan dua tahun, lalu diterbitkan kebali
surat kabar yang baru bernama Javasche Courant yang
berisikan berita-berita resmi pemerintahan, berita kutipan
harian-harian di Eropa, dan berita lelang.
b. surabaya juga telah menerbitkan surat kabar bernama
Soerabajasch Advertantiebland yang berganti nama menjadi
Soerabajasch Niews en Advertantiebland.
c. Semarang pun sudah menerbitkan surat kabar bernama
Semarangsche Advertetiebland dan De Semarangsche
Courant
Surat kabar yang bermunculan pada saat zaman belanda tidak
mempunyai peranan khusus terhadap dunia politik. Surat kabar pada
saat itu lebih banyak berisikan iklan. Gulunganna tidak lebih dari
1000-1200 lembar per harinya. Sebelum diedarkan, semua surat
kabar di verifikasi terlebih dahulu oleh pihak pemerintahan Gubernur
Jenderal di Bogor.
2. Zaman Jepang :
Saat Jepang mendominasi Indonesia, secara perlahan Jepang mulai
menguasai surat-surat kabar yang beredar di Indonesia. Surat kabar
yang beredar pada zaman Jepang berisikan alat propaganda untuk
memuji-muji pemerintah Jepang.
3. Zaman kemerdekaan :
ketika pemerintah Jepang menggunakan surat kabar sebagai alat
propaganda pencitraan pemerintah, Indonesiapun melakukan hal
yang sama untuk melakukan perlawanan dalam hal sabotase
komunikasi. Edi Soeradi melakukan propaganda agar rakyat
berdatangan pada Rapat Raksasa Ikada pada tanggal 19 September
1945 untuk mendengarkan pidato Bung Karno. Dalam
perjalanannya, Berita Indonesia (BI) berulang kali mengalami
pembredelan dimana selama pembredelan tersebut para pegawai
kemudian ditampung oleh surat kabar Merdeka yang didirikan oleh
B.M. Diah. Surat kabar perjuangan lainnya adalah Harian Rakyat
dengan pemimpin redaksi Samsudin Sutan Makmr dan Rinto Alwi
dimana surat kabar tersebut menampilkan “pojok” dan “Bang Golok”
sebagai artikel. Surat kabar lainnya yan terbit pada masa ini adalah
Soeara Indonesia, Pedoman Harian yang berubah menjadi Soeara
Merdeka (Bandung), Kedaulatan Rakyat
(Bukittinggi), Demokrasi (Padang) dan Oetoesan Soematra
(Padang).
4. Zaman Orde Lama :
Pada zaman orde lama ada larangan untuk kegiatan politik yaitu
pers. Persyaratan untuk dapat surat izin terbit dan surat izin cetak
diperketat, kemudian adanya pemanfaatan untuk melakukan
slowdown atau mogok secara halus. Pada periode ini banyak terjadi
kasus surat kabar pro PKI dan anti PKI.
5. Zaman Orde Baru :
Pada periode ini, pers diperbolehkan untuk aktif kembali. Namun,
dibalik itu semua pengawasan dan pengekangan pada pers terutama
dalam hal konten tetap diberlakukan. Pemberitaan yang kiranya
dianggap merugikan pemerintah, harus dibrendel dan dihukum
dengan dilakukan pencabutan SIUP. Pers dibayangi dalam
kekuasaan pemerintah yang cenderung membatasi kebebasan pers
dalam membuat berita.