Delik berasal dari bahasa Belanda delict yang artinya tindak pidana atau pelanggaran.
Istilah Pers berasal dari bahasa belanda. Dalam bahasa Inggris, pers disebut dengan press. Secara
harfiah, pers berarti cetak, dan secara maknawiah, pers berarti penyiaran yang tercetak atau
publikasi yang dicetak (printed publication). Tetapi sekarang,pengertian pers itu termasuk juga
kegiatan komunikasi yang dilakukan melalui media elektronik seperti televisi dan radio. Jadi
Delik Pers merupakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pers.
Beberapa ahli hukum, istilah delik pers sering dianggap bukan suatu terminologi hukum,
karena ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa
yang disebut delik pers bukanlah delik yang semata-mata dapat ditunjukkan kepada pers,
melainkan ketentuan yang berlaku secara umum untuk semua warga Negara Indonesia. Akan
tetapi, jurnalis dan pers merupakan kelompok pekerjaan yang definisinya berdekatan dengan
usaha menyiarkan,mempertunjukan, memberitakan, dan sebagainya, sehingga unsur-unsur delik
pers dalam KUHP itu akan lebih sering ditujukan kepada jurnalis dan pers. Hal ini disebabkan
oleh hasil pekerjaannya yang lebih mudah tersiar,terlihat, atau terdengar di kalangan khalayak
ramai dan bersifat umum (Prof Komariah E. Sapardjaja, 2003:45).
Wartawan atau pers yang menyebarkan berita berdassarkan desas-desus, rumor, atau
informasi sepihak bisa terjebak dalam delik kabar bohong, khususnya jika berita itu berakibat
merugikan pihak lain. Ketentuan pidana penyebaran kabar bohong diatur dalam pasal XIV dan
XV UU No. 1 tahun 1946, yang menggantikan pasal 171 KUHP yang telah dicabut. Pasal XIV
UU No. 1 tahun 1946:
Dalam prinsip jurnalistik dikenal istilah absence of malice (tanpa niat jahat) ketika media pers
menyebarkan informasi yang keliru; hal itu semata-mata karena kesalahan yang dilakukan tanpa
kesengajaan. Jika pers menyebarkan kebohongan secara sadar atau sengaja, itu berarti media pers
tersebut telah mengkhianati profesinya.
Pertangungjawaban Pers
• Hak Jawab dan Hak Koreksi dalam UU Pers yang kurang jelas diatur baik dalam substansi
pasal-pasalnya maupun penjelasan mengakibatkan adanya pendapat yang pro dan kontra sebagai
tindak lanjut penyelesaiannya secara hukum di pengadilan negeri. Hak Jawab dan Hak Koreksi
tersebut sebenarnya merupakan pokok materi yang sangat terkait dengan pengertian delik pers
yang mengarah pada Trial by Press maupun pertanggungjawaban pidana Perusahaan Pers.
• Delik pers yang harus memperhatikan faktor intern seperti investigasi, verifikasi, check and
balances, dan cover both side beserta sanksinya secara jelas diatur dalam pasal 18 UU Pers yang
memiliki unsur-unsur melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1), pasal 5 ayat (2), pasal 13, di mana
pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) yang mengatur perihal pelanggaran Asas Praduga Tak Bersalah serta
pers wajib melayani Hak Jawab. Berbicara perihal pengertian delik pers, maka harus dikaitkan
dengan ketentuan pasal 18 tersebut diatas dan tidak mengacu pada KUHP seperti pasal 154,
pasal 155, pasal 310 yang menyangkut pencemaran nama baik, dengan pengertian pasal-pasal
KUHP tersebut hanyalah merupakan sarana atau alat dalam membuktikan terjadinya pelanggaran
atas unsur Asas Praduga Tak Bersalah dan atau unsur pers tidak melayani hak jawab.
Source: http://www.romelteamedia.com
Kompasiana.com