Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada

komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan

penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes

Gutenberg.

Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh

Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan

jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timur,

Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.

Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini

dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin

terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.

Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah

Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media

komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah

memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik

Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih

Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembredaran

media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan

dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang

melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

1
Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Indepen yang

mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa

aktivisnya dimasukkan ke penjara.

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan

Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi

menjadi satu-satunya organisasi profesi. Kegiatan jurnalisme diatur dengan

Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan

Dewan Pers.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pers di Indonesia ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pers di Indonesia ?
3. Siapa saja tokoh pers di Indonesia?

C. Tujuan penulisan
1. Mempelajari tentang sejarah pers di Indonesia
2. Mempelajari tentang sejarah perkembangan pers di Indonesia
3. Mempelajari dan mengenal tentang tokoh-tokoh pers di indoesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pers di Indonesia
Keinginan menerbitkan surat kabar di Hindia Belanda saat itu
sebenarnya sudah sangat lama, tetapi selalu dihambat oleh pemerintah
VOC. Baru setelah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff
menjabat, terbitlah surat kabar "Bataviasche Nouvelles en Politique
Raisonnementen" yang artinya "Berita dan Penalaran Politik Batavia" pada
7 Agustus 1744.
Ketika Inggris menguasai wilayah Hindia Timur pada 1811, terbit
surat kabar berbahasa Inggris "Java Government Gazzete" pada 1812.
"Bataviasche Courant" kemudian diganti menjadi "Javasche Courant" yang
terbit tiga kali seminggu pada 1829 yang memuat pengumuman-
pengumuman resmi, peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan
pemerintah.
Pada 1851, "De Locomotief" terbit di Semarang. Surat kabar ini
memiliki semangat kritis terhadap pemerintahan kolonial dan pengaruh
yang cukup besar. Abad ke-19, untuk menandingi surat kabar-surat kabar
berbahasa Belanda, muncul surat kabar berbahasa Melayu dan Jawa
meskipun para redakturnya masih orang-orang Belanda, seperti "Bintang
Timoer" (Surabaya, 1850), "Bromartani" (Surakarta, 1855), "Bianglala"
(Batavia, 1867), dan "Berita Betawie" (Batavia, 1874).
Pada 1907, terbit "Medan Prijaji" di Bandung yang dianggap sebagai
pelopor pers nasional karena diterbitkan oleh pengusaha pribumi untuk
pertama kali, yaitu Tirto Adhi Soerjo. Ketika Jepang berhasil menaklukkan
Belanda dan akhirnya menduduki Indonesia pada 1942, kebijakan pers turut
berubah. Semua penerbit yang berasal dari Belanda dan China dilarang
beroperasi. Sebagai gantinya penguasa militer Jepang lalu menerbitkan
sejumlah surat kabar sendiri.

3
Saat itu terdapat lima surat kabar yaitu Jawa Shinbun yang terbit di
Jawa, Boernoe Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi,
Sumatra Shinbun di Sumatra dan Ceram Shinbun di Seram. Kehidupan
pada 1950-1960-an ditandai oleh munculnya kekuatan-kekuatan politik dari
golongan nasionalis, agama, komunis dan tentara.
Pada masa ini sejumlah tonggak sejarah pers Indonesia juga lahir,
seperti LKBN Antara pada 13 Desember 1937, RRI pada 11 september
1945, dan organisasi PWI pada 1946 yang kemudian menjadi cikal bakal
Hari Pers Nasional. Lahir pula TVRI, stasiun televisi pemerintah pada
1962.
September hingga akhir 1945, pers nasional semakin kuat ditandai
dengan penerbitan "Soeara Merdeka" di Bandung dan "Berita Indonesia" di
Jakarta, serta beberapa surat kabar lain, seperti "Merdeka", "Independent",
"Indonesian News Bulletin", "Warta Indonesia", dan "The Voice of Free
Indonesia".

B. Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia


Perkembangan pers terus berkembang hingga tahun 1855 terbit surat
kabar pertama dalam bahasa Jawa di Purwakarta berama Bromartani. Ada
pula surat kabar berbahasa Melayu pertama yaitu Soerat Kabar Bahasa
Melajoe yang terbit di Surabaya pada tahun 1956. Pada masa itu surat kabar
yang terbit masih dengan campur tangan Belanda sebagai redakturnya.
Surat kabar lainnya yang juga terbit adalah Soerat Chabar Betawie (1958),
Selompret Melajoe (1860), Bintang Timoer (1862), Djoeroe Martani
(1864), Biang Lala (1867).
Hingga akhirnya, terbitlah surat kabar pertama buatan orang
Indonesia di Bandung pada tahun 1907 bernama "Medan Prijaji" yang
ditulis oleh Tirto Adhi Soerjo. Surat kabar ini merupakan pelopor lahirnya
pers di Indonesia dan menjadi awal mula pers menyuarakan kebebasan
dalam berpendapat. Banyak dari tokoh penggerak di Indonesia ikut

4
penerbitan surat kabar ini, seperti Tjokroaminoto, Ki Hadjar Dewantara dan
Soekarno.
Penerbitan surat kabar ini menjadi secercah harapan bagi para
cendekiawan Indonesia dalam memanfaatkan pers sebagai media cetak dan
sarana untuk membangkitkan semangat bangsa Indonesia. Ditambah
lahirnya Budi Utomo pada Mei 1908 yang menjadikan pers sebagai sarana
komunikasi utama dan menjadikan lahirnya beberapa surat kabar lahirnya
yaitu Benih Merdeka, Sora Ra'Jat Merdika, Fikiran Ra'jat, Daulat Ra'jat,
Soeara Oemoem serta lahir pula organisasi Persatoean Djoernalis Indonesia
(PERDI) pada tahun 1933 yang diprakarsai oleh Mohammad Yamin, W.R
Supratman. Organisasi ini memiliki visi untuk menjadikan wadah pikiran
bagi masyarakat untuk mendorong perjuangan dan persatuan bangsa
Indonesia.
Tak lama sejak penerbitan tersebut, Jepang mulai menjajah
Indonesia pada 1942. Hal ini membuat seluruh kebijakan pers berubah.
Penguasa militer Jepang menguasai ranah Pers Indonesia dan menerbitkan
beberapa surat kabar baru seperti Jawa Shinbun, Boernoe Shinbun, Celebes
Shinbun, Sumatera Shibun, Ceram Shinbun. Setelah masa kemerdekaan
Indonesia, eksistensi pers semakin berkembang, isinya yang tidak hanya
membahas mengenai kepentingan kolonial Jepang dan Belanda membuat
banyak orang mulai memburu koran untuk membaca informasi penting
lainnya.
Akhirnya ada 1946, seluruh wartawan, pemimpin surat kabar dan
redaksi dari Indonesia berinisiatif untuk melakukan pertemuan di Balai
Pertemuan Sono Suko (Gedung Monumen Pers).Para wartawan tersebut
membahas mengenai semangat revolusi dan langkah tegas Indonesia untuk
bangkit dari belenggu Belanda. Hasilnya, disepakati dibentuknya organisasi
wartawan Indonesia bernama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai
Mr. Soemanang Soerjowinoto sebagai ketuanya.

5
C. Tokoh-tokoh pers di Indonesia

1. Tirto Adhi Soerjo (1880–1918)

Raden Mas Djokomono alias Tirto Adhi Soerjo banting setir dari dokter
menjadi jurnalis dan menulis untuk surat kabar Hindia Olanda. Tirto
kemudian mendirikan surat kabar Soenda Berita pada 1903. Sempat
dibuang ke Pulau Bacan pada 1904 hingga 1906, Tirto mendirikan Medan
Prijaji di Bandung. Surat kabar ini dianggap surat kabar pertama yang
menggunakan Bahasa Indonesia (Melayu saat itu) dan memperkerjakan
pribumi. Dalam sejarah, Medan Prijaji dan berbagai tulisan Tirto dianggap
sebagai salah satu landasan pers modern Indonesia dan bahan bakar api
semangat kemerdekaan Indonesia.

2. Tan Malaka (1897–1949)

6
Tan Malaka adalah sosok lainnya dalam sejarah pers Indonesia Sebagai
seorang jurnalis yang sempat menjadi guru, Tan Malaka aktif menunjukkan
kesenjangan antara kaum kapitalis dan pekerja, seperti mengekspos
penderitaan para kuli perkebunan teh lewat tulisan kepada Sumatera Post.

3. Mohammad Hatta (1902–1980)

Sebagai sosok proklamator Indonesia, Mohammad Hatta juga memiliki


sejarah jurnalistik. Pada awal 1930an, saat masih mengejar pendidikan di
Belanda, Hatta menuliskan berbagai artikel. Tulisan Hatta saat itu sangat
terkenal dengan analisis kritisnya mengenai pertarungan kekuasaan dan
edukasi rakyat Indonesia tidak memihak baik pada Barat atau pada Jepang.

4. Herawati Diah (1917–2016)

Google Doodle juga sempat menghadirkan sosok wartawan senior sekaligus


tokoh pers Indonesia Herawati Diah. Dirinya mengawali karir jurnalistiknya
saat masih bersekolah di Amerika Serikat (AS). Sambil menyelesaikan

7
studi, Herawati mengirimkan tulisannya ke Doenia Kita, majalah yang
didirikan ibunya. Pulang ke Indonesia pada 1942, Herawati bekerja sebagai
wartawan lepas di United Press International (UPI) dan menjadi penyiar
radio hosokyoku (). Bersama sang suami, Diah mendirikan harian Merdeka
dan The Indonesian Observer, pelopor surat kabar berbahasa Inggris
pertama di Indonesia. Bahkan, sosoknya juga telah memperjuangkan hak-
hak perempuan Indonesia, di mana Herawati ikut dalam mendirikan
Komnas Perempuan.

5. Jakob Oetama (1931-2020)

Jakob Oetama merupakan seorang jurnalis senior Indonesia yang dikenal


sebagai pendiri sekaligus pemilik beberapa kelompok usaha Kompas
Gramedia Grup. Jakob Oetama lahir di Borobudur, Magelang pada 27
September 1931.

8
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Sejarah pers Indonesia tidaklah sepanjang sejarah pers bangsa—bangsa
yang lebih dahulu memerdekakan dirinya. Jika kita merunut titik
pangkalnya, awal pers di Indonesia memainkan peranan dalam memberikan
pencerahan pada masyarakat bermula pada masa, ketika Belanda menjajah
Indonesia. Dalam masa-masa penjajahan, kemunculan pers pribumi
ditujukan untuk memotivasi, menyentil memberikan pendidikan politik dan
membakar perasaan rakyat agar mau berjuang melepaskan diri dari
penjajahan. Agar lekas memperoleh kemerdekaan.
B. Saran

Dengan mempelajari sejarah pers, diharapkan kita dapat mengetahui


bagaimana perkembangan pers dari zaman penjajahan hingga sekarang dan
kitapun dapat mengetahui bagaimana system pers yang berjalan selama ini.
Dengan demikian, pers sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui
berita – berita yang ada di dunia khususnya di Indonesia ini. Dan kita dapat
menimbulkan rasa persatuan dan kesatuan terhadap bangsa Indonesia

9
DAFTAR PUSTAKA

https://kabar24.bisnis.com/read/20230209/79/1626298/sejarah-hari-pers-
nasional-dan-para-legenda-tokoh-pers-di-indonesia

https://www.academia.edu/44334293

https://www.detik.com/jabar/berita/d-6701079/mengenal-sejarah-dan-fakta-
menarik-pers-di-indonesia

10

Anda mungkin juga menyukai