Anda di halaman 1dari 13

PERKEMBANG

AN
PERS
DI
INDONESIA
Sejarah Perkembangan Pers
di Indonesia

Pers Kolonial
Pers Tiongkok

Pers Nasional
Pers Kolonial
Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang – orang Belanda di
Indonesia pada masa colonial/penjajahan. Pers kolonial meliputi surat
kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang
bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda. Pers Kolonial
berakhir seiring berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia.
Pers Tiongkok
Pers Tiongkok adalah pers yang diusahakan oleh orang – orang Tiongkok di
Indonesia. Pers Tiongkok meliputi koran – koran, majalah dalam Bahasa
Tiongkok, Indonesia, atau Belanda yang diterbitkan oleh golongan
penduduk keturunan Tiongkok.
Pers Nasional
Pers nasional merupakan pers yang diusahakan oleh orang – orang Indonesia
terutama orang – orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers
ini bertujuan memperjuangkan hak – hak bangsa Indonesia di masa penjajahan.
Tirto Adisoerjo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan
Priyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, merupakan tokoh
pemrakarsa pers nasional di Indonesia. Pers nasional adalah kategori pers yang
akhirnya berkembang sebagai pers Indonesia
Perkembangan Pers Nasional

Masa Demokrasi
Masa Penjajahan Liberal Masa Orde Baru

Masa Revolusi Masa Demokrasi Masa Reformasi


Fisik Terpimpin
Masa Penjajahan
Masa Penjajahan dibagi menjadi periode – periode berikut.
A. Pers Masa Pergerakan
Pers masa pergerakan tidak bisa dipisahkan dari Kebangkitan Nasional. Setelah munculnya pergerakan
modern Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih
banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat ini merupakan corong dari organisasi pergerakan
Indonesia. Karena sifat dan isi pers pergerakan adalah antipenjajahan, pers mendapatkan tekanan dari
pemerintah Hindia Belanda. Salah satu cara pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah dengan
memberikan hak kepada pemerintah untuk menutup usaha penerbitan pers pergerakan. Pada masa
pergerakan itu berdirilah kantor berita nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.
B. Masa Penjajahan Jepang
Pada masa ini, pers nasional mengalami kemunduran besar. Pers nasional yang pernah hidup di zaman
pergerakan, secara sendiri – sendiri dipaksa bergabung unutk tujuan yang sama, yaitu mendukung
kepentingan Jepang. Pers di masa pendudukan jepang semata – mata menjadi alat pemerintah Jepang dan
bersifat pro-Jepang. Namun, ada beberapa keuntungan yang didapat oleh para wartawan/insan pers di
Indonesia yang bekerja pada penerbitan Jepang yakni sebagai berikut.
 Penambahan fasilitas dan pengalaman yang diperoleh para karyawan pers Indonesia.
 Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan maskin sering dan luas.
 Pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh usmber- sumber resmi
Jepang.
 Memudahkan para pemimpin bangsa memberikan semangat untuk melawan penjajah.
Contoh pers pada masa ini adalah :
a. Surat kabar Soeara Asia diterbitkan tahun 1942
b. Surat kabar Sinar Matahari diterbitkan di Yogyakarta
c. Surat kabar Asia Raya diterbitkan di Jakarta
Masa Revolusi Fisik
Masa revolusi adalah saat bangsa Indonesia berjuang mempertahankan
kemerdekaan yang berhasil diraihnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat
itu, pers terbagi menjadi dua golongan, yaitu pers Nica dan pers republik.
A. Pers NICA
Pers NICA adalah pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan
Sekutu dan Belanda. Pers NICA berusaha memengaruhi rakyat Indonesia agar
menerima kembali untuk berkuasa di Indonesia.
B. Pers Republik
Pers republik adalah pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia
yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menantang usaha
pendudukan Sekutu. Pers ini benar – benar menjadi alat perjuangan masa itu.
Pada masa inilah organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Serikat
Pengusaha Surat Kabar (PSP) lahir. Kedua organisasi ini mempunyai kedudukan
penting dengan sejarah pers Indonesia.
Masa Demokrasi Liberal
Masa demokrasi liberal adalah masa tahun 1949 sampai dengan 1959. pada waktu
itu Indonesia menganut sistem parlementer yang berpaham liberal. Landasan
kemerdekaan pers adalah konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950. Pers nasional
saat itu sesuai dengan alam liberal yang sangat menikmati kebebasan pers. Pers nasional
pada umumnya mewakili aliran politik yang saling berbeda. Fungsi pers dalam masa
pergerakan dan revolusi berubah menjadi pers sebagai perjuangan kelompok partai atau
aliran politik.
Pada akhirnya, pemerintah melakukanpmberedelan pers, tetapi tindakan tersebut
tidak terbatas tentang pers asing saja. Selama periode 1952 – 1959, terjadi tindakan
antipers sebanyak 347 kali. Disamping itu terdapat pula kebijakan pemerintah dalam
bidang pers yang positif, yakni dalam rangkamenangani masalah – masalah pers,
pemrintah membentuk Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 1950. Dewan Pers tersebut
terdiri atas orang – orang persuratkabaran, cendikiawan, dan pejabat – pejabat
pemerintah yang bertugas sebagai berikut.
 Penggantian undang – undang pers kolonial
 Pemberian dasar sosial ekonomis yang lebih kuat kepada pers Indonesia, artinya
fasilitas – fasilitas kredit dan mungkin juga bantuan pemerintah.
 Meningkatkan mutu jurnalisme Indonesia.
 Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial dan hukum bagi wartawan
Indonesia, artinya tingkat hidup dan gaji, perlindungan hukum, dan etika jurnalistik.
Masa Demokrasi Terpimpin
Masa demokrasi terpimpin adalah masa kepemimpinan Presiden Soekarno (1959 – 1965). Masa ini
berawal dari keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1955 untuk mengkahiri masa demokrasi liberal yang dianggap
tidak sesuai dengan kepribadian banga. Sejak itulah mulailah masa Demokrasi Terpimpin dengan mendasarkan
kembali pada UUD 1945.
Pada masa demokrasi terpimpin terus berlangsung tindakan tekanan terhadap pres. Awal tahun 1960
penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatanMenteri Muda Malawadi bahwa “langkah – langkah tegas
akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah dan kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan
dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Pada tahun ini juga diterbitkan sebuah pedoman resmi untuk penerbit
surat kabar dan majalah tepatnya pada tanggal 12 Oktober. Beberapa pedoman tersebut adalah sebagai berikut.
 Surat kabar dan majalah wajib menjadi alat penyebaran manifesto politik yang telah menjadi haluan negara
untuk memberantas, kolonialisme, liberalisme, dan federalisme.
 Surat kabar dan majalah wajib menjadi pendukung dan pembela manifesto politik yang menjadi haluan
negara dalam pemerintahan.
 Surat kabar dan majalah wajib menjadi pembela dan alat pelaksanan dari plitik bebas dan aktif serta tidak
menjadi membela/alat daripada antiblok.
 Surat kabar dan majalah wajib menumpuk kekayaan rakyat Indonesia tanpa dasar, tujuan, dan pimpinan
revolusi Indonesia.
 Surat kabar dan majalah wajib membantu usaha penyelenggaraan ketertiban dan keamanan umum serta
ketenangan politik.
 Surat kabar dan majalah dalam menulis kritik harus bersifat konstruktif dan berpedoman menifesto politik.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers semakin buruk, digambarkan oleh E. C. Smith dengan mengutip dari Army
Handbook bahwa kementerian penerangan dan badan – badan yang mengontrol semua kegiatan pers. Karena
hal tersebut, pers pada masa demokrasi terpimpin ini dikatakan menganut konsep otoriter, karena berfungsi
sebagai corong penguasa dan bertugas mengagung – agungkan pribadi Presiden.
Masa Orde Baru
Pada awal pemerintah Presiden Soeharto, hubungan pers dan pemerintah sebenarnya cukup
baik. Pada tahun 1966, pemerintah mengeluarkan Undang – Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor
11 Tahun 1966 yang menjamin tidak ada sensor dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolktif dan tidak diperlukan
izin terbit.
Pada kenyataannya hubungan baik tersebut hanya berlangusng lebih kurang delapan tahun.
Terjadinya Peristiwa Malari (15 Januari 1974), menjadi awal titik balik kebebasan pers di
Indonesia. Pada masa itu berbagai kalangan, seperti cendikiawan, mahasiswa, politikus, dan pers
telah banyak melakukan kritik terhadap praktik pemerintahan yang cenderung korup. Tidak
hanya itu, protes juga dilakukan untuk mengkritisi kebijakan pembangunan pemerintah yang
dirasa akan semakin meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap negara asing.
Ketegangan dan pertentangan antara pemerintah dan rakyat makin menguat pada masa itu.
Mahasiswa memanfaatkan kedatangan Perdana Mneteri Jepang Tanaka pada tanggal 15 Januari
1974, untuk menyuarakan protes kepada pemerintah. Akan tetapi, pada saat yang sama justru
terjadi kerusuhan yang diikuti dengan perusakan di Jakarta.
Perumusan konsep pers Pancasila mulai dilakukan tanggal 7 – 8 Desember 1984 di Solo.
Kemudian muncul istilah “pers yang bebas yang bertanggung jawab”. Namun demikian, pers
tetap sering diberendel dengan alasan meresahkan masyarakat dan menyinggung SARA (Suku
Agama, Ras dan Antargolongan), seperti prioritas (1987), monitor (1990), tempo, editor, detik
(1994), dan simponi (1994). Kekuasaan Orde Baru berakhir setelah tuntutan masyarakat dipenuhi
dengan pengunduran diri Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa Reformasi
Era Reformasi adalah kurun waktu dari tanggal 21 Mei 1998 sampai dengan sekarang. Sejak
masa Reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal demikian sejalan
dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia.
Pemerintah pada masa Reformasi sangat mempermudah izin penerbitan pers. Akibatnya, pada awal
reformasi banyak sekali penerbitan pers (koran – koran, majalah, atau tabloid baru bermunculan).
Bisa dikatakan pada wal reformasi kemunculan pers ibarat jamur di musim hujan. Pada masa
reformasi ini juga keluar Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
Kalangan pers mulai bernapas lega ketika pemerintah mengeluarkan produk hukum yang
menjamin kebebasan pers, yaitu UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 40
Tahun 1999 tentang pers. Di dalam undang – undang yang baru ini dengan tegas dijamin adanya
kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara. Itulah sebabnya tidaklagi disinggung perlu
tidaknya surat izin terbit, serta adanya jaminan pers nasional tidak dikenakan penyesoran,
pemberedelan, dan pelanggaran penyiaran.
Dengan lahirnya undang – undang tentang pers tersebut maka tidak berlaku lagi Peraturan
Menteri penerangan Nomor 01 tahun 1998, yang masih mewajibkan kepada para penerbit untuk
memiliki Surat Izin Usaha Penerangan untuk memperoleh SIUP sebagaimana diatur dalam Perubahan
Undang – Undang Pokok Pers, yaitu UU No.21 thun 1982. Pada era reformasi, peranan pers nasional
semakin terbuka lebar dalam menyebarkan informasi dan edukasi kepada masyarakat. Peranan pers
nasional pada era refomasi adalah sebagai berikut.
 Pers sebagai ajang pembelajaran kelompok massa.
 Pers selaku media koreksi kebijakan publik.
 Pers menjadi wahana kontrol problematika sosial.
Di langit ada Pelangi
Tak lupa ku hitung
warnanya
Cukup sekian dari kami
Terima Kasih perhatiannya

Anda mungkin juga menyukai