Anda di halaman 1dari 16

ASDAR WARIS

JURNALIS BERITADESA.ONLINE
SEJARAH HARI PERS NASIONAL

 Polemik Hari Pers Nasional


 Perdebatan tersebut bermuara pada satu pertanyaan: apakah tanggal 9 Februari layak
diperingati sebagai Hari Pers Nasional? Apabila pertanyaan tersebut ditanyakan ke
Alianasi Jurnalis Independen (AJI), jawabannya adalah tidak layak. Hampir setiap
tahun, AJI selalu menolak perayaan Hari Pers Nasional. Pasalnya, tanggal tersebut
merupakan hari lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sehingga akan lebih tepat
jika diperingati sebagai hari lah

Penolakan AJI tersebut bisa dipahami. AJI lahir sebagai wadah ekspresi para jurnalis yang dibungkam
kebebasannya selama Orde Baru. Sementara, di era yang sama, PWI menjadi stempel bagi pemerintah dalam
memberangus kebebasan pers, bahkan dalam beberapa momen mendiamkan aksi pemberedelan yang
dilakukan oleh rezim. Kembali pada perdebatan Hari Pers Nasional, AJI juga menolak penggunaan APBN
dan APBD dalam peringatan acara yang setiap tahun dirayakan secara besar-besaran.
 Ide untuk membuat 9 Februari sebagai Hari  Dalam responnya tersebut, Suryadi menulis:
Pers Nasional sendiri sudah berlangsung “Pilihan Taufik Rahzen dkk. itu secara tidak
lama. Tepatnya, di tahun 1978 saat kongres langsung mengandung makna bahwa Medan
ke 16 PWI di Padang, Sumatera Barat. Saat Prijaji-lah pers pribumi yang paling berjasa
itu ketua PWI dijabat oleh Harmoko, dalam menyemaikan perasaan nasionalisme
pemimpin redaksi Pos Kota yang kemudian ke dalam dada kaum pribumi di zaman
menjadi menteri penerangan. Ide itu menjadi Kolonial, untuk tidak mengatakan paling
salah satu keputusan kongres, yaitu ‘nasionalis’”. Perdebatan-perdebatan
keinginan dari komunitas pers untuk semacam ini hampir muncul setiap tahun
memperingati peran pers Indonesia. Ide ini hingga saat ini, sementara hari pers tetap
lantas diusulkan kepada Dewan Pers. diperingati pada 9 Februari.
(REMOTIVI/Wisnu Prasetya Utomo)
SEJARAH LAHIRNYA PWI

 Sejarah Order PWI seiring dengan menggeloranya perlawanan rakyat Indonesia


melawan kolonialisme Belanda. Termasuk, perjuangan melalui tulisan dan media
yang dilakukan oleh para wartawan.Proses pendirian PWI dimulai pada persiapan
panitia hingga kemudian bersidang selama dua hari, tepatnya 9-10 Februari 1946
di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta.
 Kala itu, pertemuan perdana antarwartawan berhasil dihadiri tokoh pers, pemilik
surat kabar, majalah, pewarta, dan penulis dari berbagai daerah. Dalam kongres
tersebut juga diputuskan sebagai ketua Sumanang Surjowinoto sebagai ketua dan
Sudarjo Tjokrosisworo sebagai sekretaris.
Selain mengangkat nama-nama untuk mengambil keputusan
kepengurusan, dalam kongres wartawan juga disepakati pemesanan
komite yang beranggotakan;

1. Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakyat Jakarta)2.


2. BM Diah (Harian Merdeka, Jakarta)3
3. . Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta)
4. Ronggodanukusumo (Suara Rakyat, Mojokerto)
5. Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya )
6. Bambang Suprapto (Penghela Rakyat, Magelang)
7. Sudjono (Surat Kabar Berjuang, Malang)8. Suprijo Djojosupadmo (Surat Kabar Kedaulatan Rakyat,
Yogyakarta)
SEJARAH HARI PERS DARI ZAMAN KE ZAMAN

 sejarah pers di Indonesia juga dibagi lagi kedalam 6 periode zaman mulai dari Zaman Belanda, Zaman
Jepang, Zaman Kemerdekaan, Zaman Orde Lama, Zaman Orde Baru dan Zaman Refomasi.
 1. ZAMAN BELANDA
 Seperti yang telah kita ketahui, perkembangan dunia pers di Indonesia diawali sejak masa penjajahan
Belanda. Pada tahun 1744, percobaan pertama untuk menerbitkan media massa diawali dengan terbitnya
surat kabar pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Imhoff dengan nama Bataviasche
Nouvelles. Kemudian, pada tahun 1828, Javasche Courant diterbitkan di Batavia (sekarang Jakarta) dan
memuat berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang, dan berita kutipan dari aktivitas-aktivitas harian
di Eropa. Mesin cetak pertama di Indonesia juga datang melalui Batavia melalui seorang Belanda
bernama W. Bruining dari Rotterdam yang kemudian menerbitkan surat kabar bernama Het Bataviasche
Advertantie Blad. Pada tahun 1885, di seluruh daerah yang dikuasai Belanda, telah terbit sekitar 16 surat
kabar dalam bahasa Belanda dan 12 surat kabar dalam bahasa Melayu seperti Bintang Barat, Hindia-
Nederland, Dinihari, Bintang Djohar (terbit di Bogor), Selompret Melajoe, Tjahaja Moelia, Pemberitaan
Bahroe (Surabaya) dan surat kabar berbahasa Jawa, Bromatani yang terbit di Solo.
 2. Zaman Jepang  3.Zaman Kemerdekaan
 Saat Jepang masuk dan menguasai Indonesia,  Ketika pemerintah Jepang menggunakan
surat kabar yang beredar di Indonesia pelan- surat kabar sebagai alat propaganda
pelan mulai diambil alih. Salah satunya adalah pencitraan pemerintah, Indonesia juga
dengan menyatukan beberapa surat kabar melakukan perlawanan dalam hal sabotase
untuk mempermudah dan memperketat komunikasi. Edi Soeradi, seorang tokoh pers
pengawasan pemerintah Jepang terhadap isi yang menerbitkan surat kabar Berita
surat kabar. Konten surat kabar pun kemudian Indonesia, melakukan propaganda agar
dimanfaatkan sebagai alat propaganda untuk rakyat berdatangan pada Rapat Raksasa
memuji-muji pemerintahan Jepang. Di masa Ikada tanggal 19 September 1945 untuk
penjajahan Jepang, pers Indonesia sama sekali mendengarkan pidato Bung Karno. Beberapa
tidak memiliki ruang kebebasan. surat kabar yang digunakan sebagai alat
 Salah satu surat kabar yang diizinkan terbit perjuangan lainnya adalah Harian Rakyat,
pada masa itu adalah Tjahaja. Surat kabar ini Soeara Indonesia, Pedoman Harianyang
sudah menggunakan Bahasa Indonesia dan kemudian berubah nama menjadi Soeara
diterbitkan di Bandung. Kantor berita Tjahaja Merdeka(Bandung), Kedaulatan
dipimpin oleh Oto Iskandar Dinata, R. Rakyat(Bukittinggi), Demokrasi (Padang),
Bratanata, dan Mohamad Kurdi. Meskipun dan Oetoesan Soematra(Padang).
terbit dan beredar di Indonesia, surat kabar ini
memberitakan segala kondisi yang terjadi di
Jepang.
 4. Zaman Orde Lama  Kemudian, Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden tahun 1959 yang membuat
 Pers pada masa Orde Lama terbagi menjadi dua
Indonesia memasuki sebuah era baru yaitu era
periode, yakni periode Demokrasi Liberal dan
Demokrasi Terpimpin. Pada era ini, terdapat
periode Demokrasi Terpimpin. Pers pada masa
larangan terhadap kegiatan politik termasuk
Demokrasi Liberal merupakan suatu masa di mana
pers. Persyaratan untuk mendapat Surat Izin
pers di Indonesia mengalami kebebasan yang
Terbit dan Surat Izin Cetak diperketat hingga
begitu besar. Setiap orang yang memiliki modal
kemudian para buruh dan pegawai surat kabar
dapat memiliki sebuah surat kabar sehingga bebas
banyak melakukan slowdown atau mogok
untuk mengeluarkan pendapatnya tanpa harus
secara halus. Selain itu, Partai Komunis
terlebih dahulu mengurus perizinan. Pers pada
Indonesia (PKI) juga cukup berpengaruh
masa ini umumnya mewakili aliran-aliran politik
dalam pemerintahan Indonesia, sehingga
yang banyak bertentangan bahkan disalahgunakan
berita yang diterbitkan separuhnya bersifat
untuk menebar fitnah, mencaci maki, menjatuhkan
pro-komunis
martabat seseorang atau keluarga, tanpa
memikirkan ukuran sopan-santun dan tatakrama.
 5. Zaman Orde Baru  6. Zaman Reformasi
 Pada masa Orde Baru, lahirlah istilah Pers Pancasila,  Kalangan pers kembali bernafas lega karena
yaitu pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, pemerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun
sikap dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU no.
Pancasila dan UUD 1945. Hakikat pers Pancasila
40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU
adalah pers yang sehat, pers yang bebas, dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya tersebut, disebutkan bahwa kemerdekaan pers
sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal
serta sebagai penyalur aspirasi rakyat dan kontrol 4 ayat 1) dan terhadap pers nasional tidak
sosial yang konstruktif. Namun, masa kebebasan ini dikenakan penyensoran, pembredelan atau
hanya berlangsung selama delapan tahun dan pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2). Hingga
semenjak terjadinya peristiwa malari (Malapetaka kini, kegiatan jurnalisme diatur dengan
Limabelas Januari) pada 15 Januari 1974, pers harus Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik
kembali seperti zaman orde lama. Dengan peristiwa Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,
malari serta beberapa peristiwa lain, beberapa surat
walaupun, banyak kegiatan jurnalisme yang
kabar seperti Kompas, Harian Indonesia Raya, dan
Majalah Tempo dilarang terbit karena pers lagi-lagi
melanggar kode etik pers sehingga masih
dibayangi oleh kekuasaan pemerintah yang cenderung menimbulkan kontroversi di masyarakat.
memborgol kebebasan pers dalam membuat berita
serta menghilangkan fungsi pers sebagai kontrol sosial
terhadap kinerja pemerinta. Pers pasca peristiwa
malari cenderung pers yang mewakili kepentingan
penguasa, pemerintah atau negara.
Perjalanan Panjang menuju hari pers
nasional 9 februari 1985
 Pihak-pihak yang tidak menyukai HPN karena tanggal 9 Februari adalah hari lahir Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) mengatakan, untuk apa memperingati hari kelahiran organisasi yang terkooptasi di era
Orde Baru, yang tidak lagi relevan karena saat ini ada puluhan organisasi wartawan, tidak lagi sesuai
dengan semangat reformasi yang dikandung dalam Undang-Undang tentang Pers no. 40 tahun 1999.
Tidak juga sesuai karena sebelum PWI lahir telah banyak berdiri organisasi wartawan di zaman
penjajahan seperti Perdi (Persatuan Djurnalis Indonesia).
 Bahkan seperti yang ditulis Leo Sabam Batubara, ada orang seperti Tirto Adhi Surjo yang mendirikan
Medan Prijaji, Dja Endar Moeda yang mendirikan Pertja Barat sampai Pewarta Deli. Dikaitkan pula
dengan lahirnya Kantor Berita Antara oleh Adam Malik, Soemanang, AM Sipahoetar, Pandoe
Kartawigoena yang misinya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang mungkin pantas diperingati
sebagai Hari Pers Nasional. Ada sederetan kejadian yang dapat dijadikan HPN dengan argumen dan
jalan pikiran yang masuk akal meski belum tentu pas.
 Dengan logika Leo S Batubara di atas mungkin tidak salah pula apabila ada pihak yang mempersoalkan
mengapa Hari Pahlawan ditetapkan tanggal 10 November karena ada begitu banyak pertempuran setelah
kemerdekaan Republik Indonesia yang merenggut banyak nyawa bangsa Indonesia seperti peristiwa Bandung
Lautan Api atau pembantaian puluhan ribu warga Sulawesi Selatan oleh Westerling. Mengapa pula kita
menerima 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional karena ada banyak sekali peristiwa yang sangat relevan
sebagai peristiwa pendidikan seperti berdirinya sekolah untuk perempuan yang digagas Ruhana Kuddus atau
Dewi Sartika.
 Tentang Kongres yang diikuti 180 wartawan di Surakarta sebagaimana diberitakan di Harian Merdeka terbitan
12 Februari 1946, ada beberapa hal yang membuatnya istimewa dan patut menjadi tanggal HPN. Pertama-tama
harus diingat bahwa pada saat itu Indonesia yang sudah diproklamirkan merdeka oleh Soekarno-Hatta pada
tanggal 17 Agustus 1945, kembali diduduki Belanda dengan membonceng tentara Sekutu yang mencopoti
kekuasaan Jepang. Pemerintahan Republik Indonesia terpaksa berpindah ke Yogyakarta dan sebagian besar
wilayah republik sudah dalam kekuasaan Belanda, termasuk Jakarta. Pergerakan orang-orang dibatasi,
khususnya lagi mereka yang dicurigai, termasuk untuk pergi ke luar Jakarta untuk masuk ke wilayah yang
dikuasai republik.
 Dalam kondisi ini maka perjuangan 180 wartawan dari Sulawesi dan Kalimantan, serta daerah lain
di Jawa, untuk berkumpul bukanlah urusan mudah. Manai Sophiaan perlu waktu 35 hari untuk
masuk ke Surakarta setelah naik kapal rakyat dari Makassar dan turun di pantai utara Jawa. Tetapi
kekuatan tekad membuat akhirnya 180 orang yang hadir mengikuti Kongres.
 Wartawan dari Jakarta sampai di Solo berperan sebagai guide bagi wartawan internasional yang
diizinkan meliput masuk ke Yogyakarta untuk melihat dengan mata sendiri kondisi negara yang baru
berdiri beberapa bulan, apakah betul kemerdekaan didukung rakyat atau hanya menjadi negara
boneka Jepang yang didengung-dengungkan penjajah Belanda. Harian Merdeka 9 Februari menulis:
"Rombongan wartawan luar negeri jang datang di Djokja tg 6 Pebr memerlukan djoega
mengoendjoengi tjandi Borobudur dengan diantarkan oleh para wartawan Indonesia. Disepanjang
djalan mereka amat tertarik kepada tanaman disawah, orang2 jang sedang bekerdja dan anak2
dipinggir djalan jang menjeroekan pekik ?merdeka? jang oleh mereka poen didjawab dengan pekik
"merdeka" djoega.
 Hal kedua adalah representasi. Walaupun disebutkan dalam berita bahwa 180 orang yang hadir
dari Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi tetapi sebenarnya itu sudah mewakili sebagian besar
wartawan dan media top Indonesia. Ada Sumanang (Antara), Harsono Tjokroaminoto (Al Djihad),
Soemantoro (Kedaulatan Rakyat), Djawoto (Antara) yang hadir dan akhirnya menjadi pengurus
pertama PWI. Yang disebut dari Jawa itu misalnya termasuk BM Diah (Merdeka), Sjamsudin St
Ma'moer (Rakyat) yang berasal dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Termasuk datang Bung
Tomo (Antara). Mereka itu merasa harus bersatu untuk ikut aktif menyatukan rakyat Indonesia
yang kembali dijajah Belanda, dibantu oleh pendudukan Inggris di berbagai daerah khususnya di
Jawa.
 Terkait dengan keadaan Indonesia ada berita berjudul "Tegak Di Belakang Presiden" sebagai hasil
Kongres Pejabatan Pos, Telegrap dan Telepon seluruh Jawa dan Madura yang diadakan di Madiun
10, 11, dan 12 Februari. Ada berita berjudul "Gerakan Republik Indonesia Soerakarta Menjatakan
Kepertjajaan 100 persen" terhadap pemerintah yang dijalankan oleh Kabinet Sjahrir, setelah
organisasi yang memiliki 75.000 itu rapat pada 9 Februari.
 Dalam suasana itulah dengan itu kongres wartawan yang diadakan di Surakarta pada 9 dan 10
Februari. Mereka menunjukkan keberpihakan, karena yakin media punya peran besar untuk
menunjukkan sikap rakyat Indonesia, termasuk ke pihak luar yang mendukung kemerdekaan
Indonesia. Oleh karena itu ditegaskan sikap wartawan ialah "Tiap wartawan Indonesia berkewajiban
bekerja bagi kepentingan Tanah Air dan Bangsa serta selalu mengingat akan Persatuan Bangsa dan
Kedaulatan Negara". Sehingga seperti juga unsur bangsa lainnya yang tengah berjuang
mempertahankan negaranya yang tengah dijajah lagi, wartawan peserta kongres menempatkan diri
sebagai pejuang sekaligus. Dan menyadari bahwa besarnya politik adu domba Belanda,
mengingatkan bahwa dalam bekerja mereka harus memikirkan persatuan dan kedaulatan negara.
 Poin lain hasil kongres adalah kesadaran bahwa para wartawan Indonesia yang hadir sudah
memikirkan masalah percetakan dan penerbitan koran, sebagai alat produksi dan juga alat
perjuangan. Sebab hanya melalui media mereka bisa terus menggelorakan perjuangan dan memberi
informasi kepada masyarakat di berbagai pelosok yang juga coba dikuasai oleh Belanda.
 peristiwa 9 Februari 1946 sebagai modal untuk menetapkannya sebagai Hari Pers Nasional
dibandingkan dengan peristiwa lainnya, sebab tanggal itu bukan sekadar hari lahi PWI tetapi
bersatunya wartawan seluruh untuk menyokong Republik Indonesia berusia jabang bayi yang
terancam keberadaannya, agar dapat bertahan kukuh berdiri sebagai negara kesatuan seperti
yang kita saksikan saat ini.
 Dalam pertemuan yang dilakukan Dewan Pers untuk membahas Hari Pers Nasional atas
usulan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Independen (IJTI) dan
dihadiri pemangku kepentingan, April 2018 lalu, sebagian besar peserta berpendapat bahwa
sebaiknya organisasi wartawan dan pers lebih memikirkan tentang berbagai persoalan yang
melanda jurnalisme saat ini. Mulai dari merosotnya performa media cetak dari sisi jumlah
media, jumlah oplah, dan keuntungan, karena digerus news agregator; semakin
dipinggirkannya etika jurnalistik atas nama rating, kecepatan memberitakan, dan menurunnya
kualitas wartawan; semakin suburnya media siber tidak bermutu karena begitu mudah dan
murah untuk mendirikannya, yang diikuti dengan semakin banyaknya orang mengaku
wartawan yang sama sekali tidak dibekali pelatihan ketrampilan jurnalistik apalagi
pemahaman Kode Etik Jurnalistik.
 Tanggal 9 Februari 1946 yang menjadi
Pada tahun 1981 19 februari dewan pers
dasar penetapan Hari Pers Nasional
menyetujui kesepakatan itu
(HPN) melalui Keputusan Presiden no 5
tahun 1985, adalah sebuah peristiwa Namun pada tahun 1985 baru di setujui oleh
besar. pemerintah yang di tandatangani oleh
presiden soeharto 23 januari 1985 dan surat
 Konres ke 28 PWI persatuan wartawan
keputusan nomor 5 tanggal 9 februari 1985
Indonesia di kota padan yang di
sebagai hari pers nasional
laksanakan pada tahun 1978 Adapun
kesepakatannya adalah penetapan 1 hari
bersejarah untuk mngingat keberadaan
pers membuat sati kalimat yaitu hari pers
nasional
 Namun tidak langsung di respon oleh
pemerintah

Anda mungkin juga menyukai