Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN PERS ZAMAN BELANDA 1908-1942

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah : Sejarah dan Sistem Pers

Dosen Pengampu : Dr. Soliha Titin Sumanti, M.Ag

Disusun oleh :

Kelompok III

Semester V / Ilmu Komunikasi 2 – Jurnalistik

Muhammad Ichsan 0105182174

Rizky Pratama 0105183306

Salsa Nabila Chairunnisa 0105182167

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2020 / 2021

1
KATA PENGANTAR

puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah subahanahu Wata’ala yang
telah memberikan rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “
Sejarah dan Sistem Pers “ ini yang alhamdulilah tepat pada waktunya dan dengan
judul “ Perkembangan Pers Zaman Belanda 1908-1942” Dan tak lupa kami
ucapkan shalawat dan salam kepada nabi jujunjungan kita Nabi Muhammad
Saw,semoga kita umatnya yang mendapat syafaat kelak di hari ahkir kelak.

Kami berharap makalah kami ini dapat bermanfaat bagi pengantar


mahasiwa-mahasiswi dalam memahami isi dari makalah ini , kami ucapkan
terimakasi kepada Ibu Dr. Soliha Titin Sumanti, M.Ag selaku dosen pengampuh
kami ,serta semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
dalam penyusunan makalah ini karena berkat dan dorongan kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sempurnah

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan penuh
kekurangan. Maka dari itu ,kami menerima kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari berbagai pihak sangat diperlukan demi menyempurnakan isi dari
makalah ini. Akhir kata kami berharap berharap makalah ini dapat menjadi bahan
informasi bagi kita semua

Medan, 20 November 2020

Kelompok III

2
DAFTAR ISI
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
A. Sejarah Awal Pers Indonesia Pada Zaman Belanda.........................................5
B. Surat Kabar yang ada di Indonesia pada zaman Belanda................................5
C. Pembredelan Pers Di Indonesia Pada Zaman Belanda...................................10
D. Tokoh-Tokoh Yang Terlibat Dalam Perkembangan Pers Zaman Belanda...11
E. Faktor Pendongkrak Kebebasan Pers Pada Zaman Belanda.........................12
BAB III...........................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam realitas, pers adalah lembaga kemasyarakatan, bersama-sama
dengan subsistem lainnya, tidak mandiri, juga mempengaruhi dan memperbaiki
lembaga lain. Di Indonesia pers sendiri sudah ada sejak dahulu kala sebelum masa
kemerdekaan. Pers sudah berkembang sejak abad ke-13 di Indonesia.
Perkembangan sejarah pers di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor,
salah satunya yaitu faktor karena penjajahan bangsa asing ke Indonesia yaitu
penjajahan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda.
Perkembangan pers Indonesia pada masa penjajahan Belanda menjadi
sebuah catatan penting untuk disimak karena pada saat itu pers berperan untuk
mengadakan pertemuan dalam upaya menggapai kemerdekaan Indonesia.
Makalah ini disusun untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan
pers di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan pers di Indonesia pada zaman Belanda tahun
1908-1942?
2. Faktor apa saja yang mendongkrak kebebasan pers pada zaman Belanda
tahun 1908-1942?
3. Siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat dalam perkembangan pers di Indonesia
pada zaman Belanda tahun 1908-1942?

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal Pers Indonesia Pada Zaman Belanda
Pada awal abad ke-19, Pemerintah Hindia Belanda membuka kepemilikan
alat produksi cetak untuk orang Indo-Eropa dan Tionghoa meski monopoli
kekuasaan alat produksi barang-barang cetakan seperti novel, koran, dan beragam
jenis buku masih dibawah genggaman pemerintah kolonial. Perkembangan pers di
Indonesia pada masa pendudukan Belanda sangat dipengaruhi oleh perkembangan
alat produksi percetakan sebagai media penyaluran pers, khususnya surat kabar.1
Sejak akhir abad ke-19, mulai bermunculan surat kabar mingguan yang
bercorak politik. Tulisan-tulisan di surat kabar pada saat itu mulai bersikap kritis
terhadap pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Contohnya Bondsblad
(1897) yang terbit sebagai pembawa suara perkumpulan Indo-Belanda yang
memperjuangkan Hindia Belanda sebagai tanah airnya dan menginginkan
perlakuan politik yang sama bagi mereka. Ada juga Java Post (1902), surat kabar
katolik mingguan yang terbit di Bogor. Pada awal abad ke-20 sebuah surat kabar
berbahasa Inggris, Java Times, terbit di Hindia Belanda.
Hingga abad ke-19, pers di Indonesia terus berjuang untuk mendapatkan
kebebasan pers. Pada saat itu, banyak jurnalis yang dituntut pengadilan,
mendapatkan hukuman, dan mendapatkan ancaman pembuangan karena para
jurnalis pada saat itu menuangkan isi pikirannya yang mengkritisi pemerintahan
kolonial Belanda.2

B. Surat Kabar yang ada di Indonesia pada zaman Belanda


Pada tahun 1908, saat itu Indonesia memasuki era kebangkitan nasional,
mulailah bermunculan surat kabar-surat kabar perjuangan yang diterbitkan
organisasi-organisasi pergerakan. Surat kabar-surat kabar itu relatif lebih vokal
1
Basilius Triharyanto, PERS PERLAWANAN: Politik Wacana Antikolonialisme Pertja Selatan
(Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2009), hlm. 71
2
Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia (Jakarta:
PT. Kompas Media Nusantara, 2002), hlm. 5-6

5
dan mampu membawa aspirasi rakyat indonesia. Rinciannya dapat dilihat sebagai
berikut.

a. Surat kabar Dharmo Kondo, Penerbit Boedi Oetomo, tahun 1908


b. Surat kabar Utusan Hindi, penerbit Sarekat Islam tahun 1913
c. Surat kabar Het Tijdschrift, penerbit Indische Party, tahun 1913
d. Surat kabar Hindia Putra, penerbit RM. Suwardi Suryaningrat, tahun 1916
e. Surat kabar Indonesia merdeka, penerbit Perhimpunan Indonesia, tahun
1924

1. Medan Prijaji
Medan Prijaji adalah pelopor surat kabar nasional pertama di Indonesia
yang berbahasa anak negeri dibawah pimpinan R.M Tirto Adhi Soerjo. Medan
Prijaji terbit pertama kali pada tahun 1907 dan bertahan hingga tahun 1912.
Medan Prijaji merupakan surat kabar pertama di Indonesia yang seluruh
anggota redaksinya adalah orang pribumi. Bahasa yang digunakan dalam
Medan Prijaji adalah bahasa Melayu pasar. Medan Prijaji diterbitkan oleh
perusahaan penerbitan N.V. Medan Prijaji. Perusahaan tersebut didirikan
oleh R. M. Tirto Adhi Soerjo dan rekannya, Haji Mohammad Arsad.
Dengan demikian, Medan Prijaji merupakan surat kabar pertama di Hindia
Belanda yang dikelola sepenuhnya oleh kaum pribumi. Pendirian Medan
Prijaji inilah yang menjadi tonggak baru bagi perkembangan pers pribumi di
Hindia Belanda.
Kemunculan serta perkembangan Medan Prijaji tidak dapat dilepaskan
dari peranan R. M. Tirto Adhi Soerjo. Ia lahir di Bojonegoro pada tahun 1880.
Ia sempat bersekolah di STOVIA meskipun gagal menyelesaikan studinya.
Tirto lebih senang terlibat dalam dunia pers daripada meneruskan karir
sebagai dokter Jawa. Ia mengawali karir jurnalistiknya sebagai koresponden
Hindia Ollanda pada tahun 1894. Pada tahun 1902, Tirto sudah memimpin
surat kabar Pemberita Betawi. Setahun berselang, ia mendirikan surat
kabarnya sendiri yaitu yakni Soenda Berita. Sayangnya kesulitan keuangan
membuat Soenda Berita tidak mampu bertahan lama. Pada tahun 1906 ia

6
memutuskan untuk pergi ke Maluku. Setahun berselang, Tirto kembali ke
Jawa untuk kemudian mendirikan Medan Prijaji.
Pada tahun 1910 kantor redaksi Medan Prijaji pindah ke Batavia (Jakarta)
dan bersamaan dengan itu bentuk penerbitan dikembangkan menjadi surat kabar
harian. Perkembangan ini terkait erat dengan semakin tingginya kebutuhan
masyarakat akan informasi. Apalagi semangat kebangkitan nasional sangat cepat.3
Medan Prijaji memiliki peran penting dalam mendorong kemunculan
kesadaran nasional Indonesia. Hal tersebut terlihat dalam slogan Medan Prijaji
yaitu “SOEARA bagai sekalian Radja-radja, Bangsawan asali dan fikiran,
Prijaji dan saudagar Boemipoetra dan officier-officier serta saudagar-saudagar
dari bangsa jang terperentah laenja, jang dipersamakan dengan Anak
negri, di seloeroeh Hindia Olanda”. Slogan tersebut menunjukkan
keberadaan dua golongan bangsa di Hindia Belanda yakni “bangsa yang
terperintah” dan “bangsa yang memerintah”. Konsep “bangsa jang
terperentah” dalam slogan Medan Prijaji tersebut sarat dengan makna
politis. Konsep tersebut memberikan identitas kolektif bagi berbagai suku
bangsa di Hindia Belanda yang pada masa tersebut mengalami tindakan
diskriminatif serta represif dari pemerintah kolonial.
Melalui identitas kolektif tersebut, perasaan senasib dan sepenanggungan
dari berbagai suku bangsa di Hindia Belanda secara perlahan mulai muncul.
Kesamaan nasib suatu bangsa memiliki arti penting dalam proses
pembentukan kesadaran nasional suatu bangsa. Otto Bauer menyatakan
bahwa suatu bangsa hanya mungkin muncul akibat dari suatu pengalaman
bersama di masa lampau. Medan Prijaji hadir untuk mendorong kesadaran
akan kesamaan nasib di kalangan bangsa pribumi. Inilah arti penting
Medan Prijaji dalam proses pembentukan nasionalisme Indonesia.
Surat kabar Medan Prijaji menerapkan fungsi jurnalisme advokasi, yaitu
berupaya memberi bantuan hukum yang diberikan bagi pembaca yang
mengadukan masalahnya ke Medan Prijaji. Hal ini membuat konfrontasi antara
Medan Prijaji dengan pemerintah kolonial tak terelakkan. Medan Prijaji menjadi

3
H. Purwanta, dkk. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI (Yogyakarta, Grasindo, 2003) hlm. 126

7
surat kabar yang radikal terhadap pemerintahan kolonial. Tirto menggunakan
Medan Prijaji sebagai alat untuk mengkritik pemerintah kolonial Belanda.

2. Bintang Hindia
Surat Kabar Bintang Hindia pertama kali diterbitkan pada tanggal 1
Januari 1903 (Bintang Hindia, no. 18, tahun 1907). Bintang Hindia diterbitkan
oleh perusahaan penerbitan milik N.J Boon di Amsterdam (Poeze, 2008:
44). Bintang Hindia harus dikirim dari penerbitnya di Belanda sebelum tiba
di Hindia Belanda. Bahasa yang digunakan dalam Bintang Hindia adalah
bahasa Melayu tinggi pada tahun 1903-1904 dan 1906 serta Melayu pasar di
tahun 1905 dan 1907 (Bintang Hindia, no. 1, tahun 1905). Bintang Hindia
merupakan surat kabar yang paling banyak dibaca pada dasawarsa pertama abad
XX.
Sirkulasi Bintang Hindia pada tahun 1904 mencapai 27.000 eksemplar
dengan mayoritas pembaca adalah kaum pribumi terpelajar. Sebagai
perbandingan, surat kabar Soenda Berita yang terbit pada waktu yang sama
hanya memiliki 3.000 pelanggan.
Bintang Hindia dikelola oleh tiga orang redaktur yakni, H.C.C.
Clockener Brousson sebagai kepala redaktur dan dibantu oleh Abdul
Rivai dan J.E. Tehupeiory. Clockener Brousson merupakan seorang mantan
perwira KNIL yang mendukung ide-ide serta semangat politik etis. Sementara
itu, Abdul Rivai dan J.E. Tahupeiory merupakan mahasiswa lulusan
STOVIA yang tinggal di Belanda dan berprofesi sebagai wartawan. Kedua
tokoh ini memiliki perhatian yang tinggi terhadap kondisi kaum pribumi di
Hindia Belanda. Apabila dibandingkan dengan para redaktur lain, Abdul
Rivai merupakan tokoh yang memiliki peran paling penting dibalik
kemunculan serta perkembangan Bintang Hindia. Abdul Rivai memang
bukanlah kepala redaktur Bintang Hindia. Meskipun demikian, lebih banyak
tulisan-tulisan di Bintang Hindia yang berasal dari pemikiriannya daripada
tulisan milik Clockener Brousson. Isi Bintang Hindia sangat bergantung dari buah
pemikiran Rivai. Hal ini menunjukkan peran penting Abdul Rivai dalam

8
perkembangan Bintang Hindia.
Isi surat kabar Bintang Hindia pada umumnya memiliki orientasi untuk
memajukan pribumi agar tidak selalu dipandang rendah oleh orang Eropa. Hal ini
terlihat dengan sebutan dari para redaktunya untuk Bintang Hindia sebagai
sebuah “tjahaja jang menerangi” (Bintang Hindia, no. 17, tahun 1903).
Bintang Hindia dimaksudkan sebagai sarana untuk memperluas wawasan
mengenai kondisi pribumi di Hindia Belanda.
Gagasan-gagasan utama yang terdapat dalam Bintang Hindia
merupakan karya Abdul Rivai. Sejumlah gagasan penting yang ditulis Abdul
Rivai dalam surat kabar Bintang Hindia adalah kaoem moeda,
perhimpoenan kaoem moeda, dan bangsawan fikiran. Kaoem Moeda merupakan
merupakan orang pribumi yang memiliki pemikiran terbuka dan memuliakan
dirinya dengan pengetahuan (Bintang Hindia, No. 14 tahun 1905). Abdul Rivai
menginginkan kaoem moeda di Hindia Belanda berpendidikan tinggi.
Tujuannya agar kaoem moeda memiliki kesadaran bersama dengan orang
pribumi lain sehingga mampu memajukan bangsa pribumi di Hindia Belanda
secara umum. Perhimpunan Kaoem Moeda merupakan wadah bagi Kaoem Moeda
untuk berorganisasi dan mewujudkan tujuan mereka. Bangsawan fikiran
merupakan status sosial bagi kaum yang berpendidikan tinggi (Bintang Hindia,
no. 11, tahun 1906). Bangsawan fikiran menjadi status baru bagi kaum
pribumi terpelajar di Hindia Belanda pada masa itu.
Bintang Hindia bagaimanapun telah memberikan kesadaran baru
bagi kaum pribumi untuk bangkit dan segera memperbaiki taraf
kehidupannya guna mencapai kemajuan. Tulisan-tulisan Abdul Rivai pada
umumnya menekankan pentingnya pendidikan, serta semangat untuk
mengejar kemajuan bagi kaum pribumi. Secara politis, tulisan-tulisan Abdul
Rivai memberikan stimulus bagi perkembangan kesadaran politik bangsa
pribumi. Pengaruh pemikiran Abdul Rivai dalam Bintang Hindia sangat
mempengaruhi kesadaran politik pribumi yang terpelajar. Secara perlahan,
identitas mereka sebagai kaoem moeda dan bangsawan fikiran seperti yang
digagas oleh Abdul Rivai mulai terwujud. Kesadaran kolektif inilah yang

9
menjadi cikal-bakal kemunculan kesadaran nasional Indonesia. Pemikiran Abdul
Rivai dalam Bintang Hindia memberikan inspirasi bagi sejumlah orang pribumi
untuk memperjuangkan kemajuan bangsa Hindia. Istilah yang dikemukakan
Abdul Rivai bahkan menjadi slogan yang banyak ditemui di beberapa
produk jurnalistik pada era sesudahnya. Istilah bangsawan fikiran bahkan
diadopsi oleh sejumlah tokoh pers lain. Salah satunya adalah R.M Tirto
Adhi Soerjo yang menggunakan istilah ini pada motto surat kabar yang ia
terbitkan yaitu Medan Prijaji.4

C. Pembredelan Pers Di Indonesia Pada Zaman Belanda


1. Haatzai Artikelen
Haatzai Artikelen (pasal-pasal tentang menanam benih kebencian)
mengatur berbagai hal tentang peraturan pers yang melarang terhadap siapapun
yang menyebarkan perasaan permusuhan kebencian atau penghinaan
terhadap pemerintah Nederland atau Hindia Belanda dan terhadap sesuatu atau
sejumlah kelompok di Hindia Belanda. Kelompok penduduk yang dimaksud
adalah perbedaan penduduk berdasarkan ras agama, kebangsaan, keturunan dan
suku. Beberapa isi pasalnya yaitu sebagai berikut:
a. Barang siapa, baik melalui tulisan, gambar maupun tindakan,
menyebarkan rasa permusuhan kebencian atau penghinaan kepada
pemerintah Belanda atau Hindia Belanda, akan dihukum penjara selama 5-
10 tahun.
b. Barang siapa mengeluarkan pernyataan di Nederland atau Hindia
Belanda, dihukum penjara atau denda sebanyak-banyaknya 300 Gulden.
c. Barang siapa mengeluarkan pernyataan ditempat umum yang dapat
menimbulkan perasaan permusuhan kebencian kepada beberapa
golongan penduduk Hindia Belanda, dihukum penjara selama-lamanya 4
tahun atau denda sebanyak-banyaknya 300 Gulden.

4
Miftahul Habib. 2017. Pers Dan Bangkitnya Kesadaran Nasional Indonesia pada Awal Abad XX.
Jurnal Historica. Vol.12 No.2: hlm. 21-32. Diunduh pada tanggal 1 Oktober 2019. Dari
https://www.researchgate.net/publication/330529808_Pers_dan_Bangkitnya_Kesadaran_Nasional
_Indonesia_pada_Awal_Abad_XX

10
2. Breidel Ordonanntie
Dalam peraturan ini pemerintah diberi kekuasaan untuk mengambil
tindakan yang dikehendaki. Breidel Ordonantie memberi wewenang kepada
Gubernur Jenderal untuk melarang terbit, penerbitan tertentu yang dinilainya
dapat mengganggu ketertiban umum. Berikut ini kutipan pasal-pasal yang ada
dalam Breidel Ordonantie:
a. Gubernur Jenderal berhak menunjuk penerbitan tertentu yang bisa
dilarang terbit untuk sementara, karena tulisan-tulisannya dinilai bisa
“mengganggu ketertiban umum”. Jika tulisan-tulisan itu dianggap
melunak penunjukan tersebut bisa di cabut. Jika pencabutan
penunjukan tidak dilakukan maka penunjukan ini berlaku untuk satu
tahun.
b. Gubernur Jenderal berhak melarang percetakan, penerbitan dan
penyebaran sebuah surat kabar paling lama delapan hari. Surat kabar
yang bersangkutan, sesudah terbit dinilai mengganggu lagi
“ketertiban umum” larangan terbit menjadi lebih lama, namun tidak lebih
dari 30 hari berturut-turut. Bagi penerbitan berkala larangan itu tidak
lebih lama dari tiga kali jangka waktu terbit, antara penerbitan satu
dengan lainnya.

Penetapan pers breidel ordonantie ini bertepatan dengan krisis


ekonomi yang melanda Hindia Belanda, yang membuat pemerintah
bertindak keras menjaga ketertiban, serta diberlakukannya pasal-pasal karet
(yang bisa molor sesuai pemegangnya).5

D. Tokoh-Tokoh Yang Terlibat Dalam Perkembangan Pers Zaman Belanda


1. Dr. Wahidin Soedirohoesodo

5
Reny Triwardani. 2010. Pembredelan Pers di Indonesia dalam Perspektif Politik Media. Jurnal
Ilmu Komunikasi. Vol.7 No.2: hlm 187-208. Diunduh pada tanggal 1 Oktober 2019. Dari
https://www.researchgate.net/publication/282294985_Pembreidelan_Pers_di_Indonesia_dalam_Pe
rspektif_Politik_Media

11
Dr. Wahidin Soedirohoesodo lahir Sleman, Yogyakarta pada tanggal 7
Januari 1852 adalah seorang pahlawan nasional. Dirinya merupakan seorang
dokter lulusan STOVIA. Wahidin Soedirohoesodo adalah penggagas gerakan
tentang “dana pelajar” untuk membantu pemuda-pemuda cerdas yang tidak dapat
melanjutkan sekolahnya dan memprakarsai lahirnya Budi Utomo. Wahidin
Soedirohoesodo juga merupakan seorang pelopor jurnalistik pada masa
pergerakan nasional. Pada tahun 1890, dia bergabung sebagai redaktur dalam
surat kabar Retno Doemilah yang berbahasa Jawa dan Melayu.

2. Haji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto.


H.O.S Tjokroaminoto lahir 16 Agustus 1882 di Ponorogo, Jawa Timur
merupakan seorang pengusaha sekaligus pendiri organisasi Sarekat Islam (SI)
yang sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Raden Oemar Said
Tjokroaminoto juga terlibat dalam dunia pers dengan menjadi seorang redaktur di
surat kabar Oetoesan Hindia dan Sinar Jawa.

3. Tiga Serangkai Indische Partij (IP).


Indische Partij (Partai Hindia) adalah partai politik pertama yang berdiri di
Hindia Belanda yang didirikan oleh tiga orang yang dikenal dengan tiga serangkai
yaitu E.F.E (Ernest Francois Eugene) Douwes Dekker/Danudirdja Setiabudi, Ki
Hajar Dewantara, dan Dr. Tjipto Mangunkusumo. Mereka bertiga juga mengelola
surat kabar De Express yang terbit di Bandung pada tanggal 1 Maret 1912.6

E. Faktor Pendongkrak Kebebasan Pers Pada Zaman Belanda


1. Faktor pertama yang menjadi pendorong kebebasan Pers di Indonesia
disuarakan oleh Medan Prijaji yang ingin membangkitkan kesadaran
nasional dengan slogannya “SOEARA bagai sekalian Radja-radja,
Bangsawan asali dan fikiran, Prijaji dan saudagar Boemipoetra dan
officier-officier serta saudagar-saudagar dari bangsa jang terperentah
6
Dwi Nur Ismawati. 2017. The Intelectuals’s Contribution In The National Movement Of
Indonesian In 1908-1928. Jurnal Historica. Vol.1 No.2: hlm. 277-292. Diunduh pada tanggal 28
Oktober 2019. Dari https://jurnal.unej.ac.id

12
laenja, jang dipersamakan dengan Anak negri, di seloeroeh Hindia
Olanda”. Konsep tersebut memberikan identitas kolektif bagi
berbagai suku bangsa di Hindia Belanda pada masa tersebut. Melalui
identitas kolektif tersebut, perasaan senasib dan sepenanggungan dari
berbagai suku bangsa di Hindia Belanda secara perlahan mulai muncul.

2. Faktor kedua yaitu melalui isi dari surat kabar Bintang Hindia pada tulisan-
tulisan dari Ahmad Rivai. Tulisan-tulisan Abdul Rivai memberikan
stimulus bagi perkembangan kesadaran politik bangsa pribumi.
Pengaruh pemikiran Abdul Rivai dalam Bintang Hindia sangat
mempengaruhi kesadaran politik pribumi yang terpelajar. Secara perlahan,
identitas mereka sebagai kaoem moeda dan bangsawan fikiran seperti yang
digagas oleh Abdul Rivai mulai terwujud. Kesadaran kolektif inilah yang
menjadi cikal-bakal kemunculan kesadaran nasional Indonesia.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak akhir abad ke-19, mulai bermunculan surat kabar mingguan yang
bercorak politik. Tulisan-tulisan di surat kabar pada saat itu mulai bersikap kritis
terhadap pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Contohnya Bondsblad
(1897) yang terbit sebagai pembawa suara perkumpulan Indo-Belanda yang
memperjuangkan Hindia Belanda sebagai tanah airnya dan menginginkan
perlakuan politik yang sama bagi mereka. Ada juga Java Post (1902), surat kabar
katolik mingguan yang terbit di Bogor. Pada awal abad ke-20 sebuah surat kabar
berbahasa Inggris, Java Times, terbit di Hindia Belanda.
Hingga abad ke-19, pers di Indonesia terus berjuang untuk mendapatkan
kebebasan pers. Pada saat itu, banyak jurnalis yang dituntut pengadilan,
mendapatkan hukuman, dan mendapatkan ancaman pembuangan karena para
jurnalis pada saat itu menuangkan isi pikirannya yang mengkritisi pemerintahan
kolonial Belanda.
Faktor pendongkrak kebebasan pers yaitu faktor pertama yang menjadi
pendorong kebebasan Pers di Indonesia disuarakan oleh Medan Prijaji yang ingin
membangkitkan kesadaran nasional, Faktor kedua yaitu melalui isi dari surat
kabar Bintang Hindia pada tulisan-tulisan dari Ahmad Rivai. Tulisan-tulisan
Abdul Rivai memberikan stimulus bagi perkembangan kesadaran politik
bangsa pribumi.
Tokoh yang terlibat dalam pers tahun 1908-1942 yaitu Dr. Wahidin
Soedirohoesodo, Haji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto, Tiga Serangkai
Indische Partij (IP).
DAFTAR PUSTAKA
Habib, M. (2019). Pers Dan Bangkitnya Kesadaran Nasional Indonesia pada Awal Abad
XX. Jurnal Historica , 21-32.

Ismawati, D. N. (2019). The Intelectual's Contribution In The National Movement of


Indonesian In 1908-1928. Jurnal Historica , 277-292.

Purwanta, H. (2003). Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI. Yogyakarta: Grafindo.

14
Rahmadi, F. (1990). Perbandingan Sistem Pers. Jakarta: PT. Gramedia.

Surjomihardjo, A. (2002). Beberapa Segi Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia.


Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Triharyanto, B. (2000). PERS PERLAWANAN: Politik Wacana Antikolonialisme Pertja


Selatan. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta.

Triwardani, R. (2019). Pembredelan Pers di Indonesia dalam Perspektif Politik Media.


Jurnal Ilmu Komunikasi , 187-208.

TWH, M. (1996). Perlawanan Pers Sumatera Utara Terhadap Gerakan PKI . Medan:
Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI.

15

Anda mungkin juga menyukai