Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“PERS”

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Jurnalistik
Dosen Pengampu: Hasanudin, M.Pd.

Disusun oleh :

1. Windi (P12022030)
2. Pipin Nurjanah (P12022022)
3. Irham Maulana (P12022026)

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
YASIKA MAJALENGKA
2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah
JURNALISTIK.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Dan kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
Pendidikan.

Majalengka, 03 Oktober 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................I

DAFTAR ISI.......................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang .......................................................................................

B. Rumusan Masalah ..................................................................................

C. Tujuan Masalah ......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................

A. Sejarah Pers ............................................................................................

B. Pengertian Pers .......................................................................................

C. Karakteristik ...........................................................................................

D. Fungsi Pers .............................................................................................

E. Tipologi Pers...........................................................................................

F. Wilayah Sirkulasi Pers............................................................................

G. Pilar Utama Pers......................................................................................

H. Manajemen Pers......................................................................................

I. Teori Pers...............................................................................................

BAB II PENUTUP..............................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah pers sebagai terjemahan dari bahasa Inggris press dapat mempunyai
pengertian luas dan sempit. Dalam pengertian luas pers mencangkup semua media
komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi melancarkan
atau menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran atau perasaaan seseorang
dan sekelompok orang kepada orang lain. Dalam pengertian sempit, pers hanya
digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan seperti
surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan, dan sebagainya
yang dikenal sebagai media cetak. Sementara itu, dalam kajian ini yang akan
dibahas adalah mengenai pers dalam artian sempit, yang hanya mencangkup surat
kabar harian.

Surat kabar atau pers dalam arti sempit merupakan alat komunikasi massa
yang memberikan kepada lembaga-lembaga komunikasi secara tercetak,
lembagalembaga yang memenuhi syarat-syarat publisita, periodisita, universalita
dan aktualaita. Periodesita pada umumnya berarti satu hari sekali atau beberapa
kali dalam sepekan. Pada mulanya pers hanya digunakan dalam pengertian media
yang berbentuk cetak saja, disesuaikan dengan arti dari kata press yaitu menekan
atau mengepres.

Pers berkaitan dengan aktivitas menertibkan sesuatu dengan cara dicetak,


Perkembangan pers Indonesia tidak terlepas dari kondisi politik Indonesia, pers di
Indonesia mulai berkembang jauh sebelum negara Indonesia diproklamasikan.
Pers telah dipergunakan oleh para pendiri bangsa kita sebagai alat perjuangan
untuk memperoleh kemerdekaan.

Bagi masyarakat, pers mempunyai dua kedudukan pertama, merupakan media


komunikasi tertua di dunia, kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi

1
sosial yang merupakan bagian integral dari masyarakat dan bukan merupakan
unsur asing yang terpisah. Sebagai lembaga masyarakat pers juga mempengaruhi
dan dipengaruhi lembaga-lembaga masyarakat lainnya. Dari sudut pandang diatas,
jelas bahwa pers menjalankan fungsinya sebagai salah satu institusi sosial yang
penting dalam masyarakat. Sebagai media komunikasi, pers harus sanggup hidup
bekerja sama dan berdampingan dengan lembaga-lembaga masyarakat lainnya.
Dalam hal ini, sifat hubungan antara satu dengan lainnya tidak luput dari falsafah
yang dianut oleh masyarakat dan juga struktur sosial politik yang berlaku.

Surat kabar pertama berbahasa Jawa yang diterbitkan bernama Bromartani di


Surakarta, dan dianggap sebagai perintis dalam pers pribumi. Pers pribumi
memiliki beberapa bahasa yaitu Melayu, Jawa, dan bahasa daerah lainnya yang
telah digunakan dalam sejumlah surat kabar, surat kabar yang telah terbit seperti
Soaro Batak dan De Sumatrra Post. Hal itu dapat dibuktikan sejak lahirnya Boedi
Oetomo yang beriringan dengan bermunculan organisasi politik, surat kabar dan
majalah pribumi yang ditangani oleh Bangsa Indonesia sendiri.

Pers yang telah membuat revolusi komunikasi, antara lain dengan mengubah
pola komunikasi tradisional menjadi tertulis sehingga bahasa yang disampaikan
lebih baik dan teratur, dalam arti tidak ada perubahan dalam proses
penelusurannya pada generasi selanjutnya. Pada 12 Oktober 1960 Presiden
Soekarno sebagai penguasa perang tertinggi mengeluarkan peraturan yang
mewajibkan setiap penerbit mendaftarkan diri untuk mendapatkan Surat Izin
Terbit (SIT). SIT bisa diperoleh jika pers memenuhi persyaratan antara lain loyal
terhadap Manipol-Usdek, bersedia mentaati Peraturan Penguasa Perang Tertinggi
No.10 tahun 1960, serta bersedia menandatangani perjanjian pemenuhan
kewajiban yang berisi 19 pasal.

Masa Orde Baru yang ditandai dengan jatuhnya pemerintah Presiden


Soekarno yang disertai pembubaran Partai Komunis Indonesia, dan digantikan
oleh Soeharto sebagai Presiden Indonesia yang kedua menjadikan beberapa surat
kabar yang izin terbitnya pernah dilarang oleh Soekarno dapat kembali terbit pada
masa kepemimpinan Soeharto. Pada awal kepemimpinan Presiden Soeharto pers
dan media lebih banyak diberikan ruang berpikir dan mengeluarkan aspirasi
terhadap kebijakan pemerintah terdahulu. Prioritas-prioritas yang diberikan oleh
pemerintah Orde Baru juga dianggap menciptakan stabilitas sosial dan
menumbuhkan kembali perekonomian yang sempat menurun pada masa orde
lama. Pers juga menciptakan sistem komunikasi terbuka, sehingga informasi dapat
diperoleh oleh golongan manapun. Adanya informasi yang terbuka ini semua
golongan berhak membaca dan memberikan kritik terhadap apapun tanpa ada
intimidasi oleh pemerintah dan posisi monopolistis orang yang berstatus golongan
kelas atas. Di Jawa Barat pers mengalami perkembangan yang cukup pesat, salah
satu media pers yang mengalami perkembangan yaitu Harian Umum Pikiran
Rakyat. Harian Umum (HU) Pikiran Rakyat dilahirkan untuk menjadi media yang
kritis dan mendomisili di Jawa Barat. Pikiran Rakyat dikelola oleh generasi
terbaik pada awal pendiriaanya 1950, surat kabar ini diyakini akan terus tumbuh
dan berkembang baik sebagai institusi sosial maupun bisnis.

B. Rumusan Masalah

1. Bagai mana sejarah pers?


2. Apa Pengertian Pers?
3. Bagai mana Karakter pers?
4. Apa saja Fungsi dan kedudukan Pers?
5. Apa saja Tipologi pres?
6. Bagai mana Wilayah sirkulasi pers?
7. Apa saja Pilar utama pers?
8. Bagai mana Manajemen pers?
9. Apa saja Teori pers?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui sejarah pers


2. Untuk mengetahui pengertian pers
3. Untuk mengetahui karakteristik pers
4. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan pers
5. Untuk mengetahui tipologi pers
6. Untuk mengetahui wilayah sirkulasi pers
7. Untuk mengetahuipilar utama pers
8. Untuk mengetahui manajemen pers
9. Untuk mengetahui teori pers

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pers
Perkembangan pers di Indonesia pada umumnya tidak terlepas dari
kerangka politik di tanah air.1 Maka perkembangan pers di Indonesia
dapat dilihat dari masa perjuangan hingga era reformasi saat ini.
1. Masa Perjuangan
Pers di Indonesia mulai berkembang jauh sebelum negara
Indonesia
diproklamasikan. Masa penjajahan Belanda pertengahan abad ke 18,
Belanda mulai memperkenalkan penerbitan surat kabar di Indonesia
meskipun penerbitnya terdiri dari orang Belanda sendiri. Pers nasional
pada waktu itu jelas membedakan dirinya dengan pers Belanda, dimana
pers penjajah yang dipergunakan oleh Belanda saat itu adalah sebagai alat
untuk mempertahankan kekuasaan.Sedangkan cikal bakal pers nasional
yaitu sebagai satu media informasi dan komunikasi yang menjadi satu
kesatuan dengan pergerakan nasional. Pers dipergunakan oleh pendiri
bangsa sebagai alat perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. Surat
kabar pertama di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles (Agustus 1744 -
Juni 1746), disusul kemudian Bataviasche Courant (1817), Bataviasche
Advertentieblad (1827). Pada tahun 1855 di Surakarta terbit surat kabar
pertama dalam bahasa Jawa, bernama Bromartani. Surat kabar berbahasa
Melayu yang pertama adalah Soerat Kabar Bahasa Melajoe, terbit di
Surabaya pada tahun 1956. kemudian lahir surat kabar Soerat Chabar
Betawie (1958), Selompret Melajoe (Semarang, 1860), Bintang Timoer
(Surabaya, 1862), Djoeroe Martani (Surakarta 1864), dan Biang Lala
(Jakarta, 1867). Perkembangan pers di masa penjajahan sejak pertengahan
abad ke 19 ternyata telah dapat menggugah cendekiawan Indonesia untuk
menyerap budaya pers dan memanfaatkan media cetak sebagai sarana
membangkitkan dan menggerakkan kesadaran bangsa.

2. Masa Kemerdekaan

Hal ini terus berlangsung sampai dengan diproklamasikannya


kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 yang menandai revolusi di
berbagai sisi kehidupan masyarakat Indonesia. Termasuk dalam hal ini
tentunya revolusi dalam bidang pers dalam arti pers menemukan
kebebasannya setelah sekian lama dibelenggu dan dibatasi oleh
pemerintah Belanda. Sampai dengan kemerdekaan Indonesia, ada 4
(empat) hal yang digarisbawahi sebagai fenomena umum kehidupan pers
pada masa itu. Disadari bahwa semua institusi sosial memang mempunyai
masa tersendiri pada jamannya. Yakni yang dapat dipelajari dari
perkembangan tersebut adalah :
a. Dari awal masa penjajahan Hindia Belanda Nampak bahwa peran
pemerintah jajahan begitu dominan dalam bidang pers.
b. Pers dijadikan sebagai alat untuk kepentingan penguasa dengan tidak
memberikan keleluasaan bergerak baik karena keterbatasan fasilitas
maupun keterbatasan kemampuan pengelola. Pers cenderung berhadapan
dengan penguasa.
c. Tingkat intelektualitas masyarakat berpengaruh besar terhadap hidup
dan
berkembangnya penerbitan sehingga akhirnya hanya penerbitan yang
sejalan pemerintah saja yang memungkinkan bisa hidup.
d. Pergesekan kepentingan yang tampat pada saat itu adalah antara
kepentingan penguasa dan pengelola pers dan belum muncul ke
permukaan
adanya konflik akibat sajian pers yang merugikan masyarakat. Paling tidak
hal ini menjadi indicator bahwa pada masa itu pers berpihak kepada
masyarakat dan antikolaborasi kepada penjajah dan memilih untuk
mengambil jalan berseberangan dengan penguasa.
3. Masa Orde Baru
Orde Baru bangkit sebagai puncak kemenangan atas rezim
Demokrasi Terpimpin yang pada hakikatnya telah dimulai sejak tahun
1964 tatkala kekuatan Pancasila, termasuk pers, mengadakan perlawanan
terbuka terhadap ofensif golongan PKI. Kehancuran G30S/ PKI
merupakan awal “pembenahan” kehidupan nasional, pembinaan di bidang
pers dilakukan secara sistematis dan terarah. Pada masa ini produk
perundangan pertama tentang pers adalah UndangUndang No. 11 Tahun
1966. Pengembangan pers nasional lebih lanjut diwujudkan dengan men-
gundangkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1982 sebagai penyempurnaan
Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966. Penciptaan lembaga Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) mencerminkan usaha nyata ke arah
pelaksanaan kebebasan pers yang dikendalikan oleh pemerintah atau
kebebasan pers yang bertanggung jawab pada pemerintah, suatu bentuk
pengadopsian terhadap teori pers otoriter. Pada era Soeharto, pers
dinyatakan sebagai salah satu media pendukung keberhasilan
pembangunan. Kepentingan pers nasional perlu mencerminkan
kepentingan pembangunan nasional. Dari kenyataan ini terlihat bahwa pers
Indonesia tidak mempunyai kebebasan karena pers harus mendukung
program pemerintah Orde Baru. Pers sangat tidak diharapkan memuat
pemberitaan yang dapat ditafsirkan bertentangan dengan program
pemerintah Orde baru. Tanggung jawab pers bukan pada masyarakat
melainkan penguasa Orde Baru. Tidak adanya kebebasan berpendapat dan
kebebesan pers membuat media di Indonesia pada rezim Orde Baru tidak
pernah berhasil mengangkat dirinya sebagai pilar keempat
demokrasi. Satu hal lainnya adalah struktur organisasi media itu sendiri
sebagai corong kepentingan pemilik modal dan kelompok usahanya mau
tidak mau membuat media harus tunduk pada aturan main perusahaan
yang mencerminkan ketergantungan antara pemiliknya dan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru menganggap pers yang bebas akan mengganggu
stabilitas negara, keamanan dan kepentingan umum, sehingga laju
kebebasannya dikontrol dengan ketat. Maka lahirlah perlakuan represif
negara terhadap pers sepanjang sejarah Orde Baru.
4. Era Reformasi
Pada tahun 1998, lahir gerakan reformasi terhadap rezim Orde
Baru.
Keberhasilan gerakan ini, melahirkan peraturan perundangan-perundangan
sebagai pengganti peraturan perundangan yang menyimpang dari nilai-
nilai Pancasila, UndangUndang No. 40 Tahun 1999 merupakan salah satu
contoh. Sejak sistem politik Indonesia mengundangkan Undang-Undang
No. 40 Tahun 1999, secara normatif, pers filosofi adalah kebebasan pers
yang professional (kebebasan pers yang bertanggung jawab pada
masyarakat/kepentingan umum) sebagaimana yang disebut dalam
konsideran. Filosofi yang demikian menggantikan sebelumnya yaitu pers
yang bebas dan bertanggungjawab.Berbeda dengan Undang-Undang No.
11 Tahun 1966 juncto Undang-Undang No. 21 Tahun 1982 yang memberi
kewenangan pada pemerintah untuk mengontrol sistem pers, sedangkan
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 memberi kewenangan kontrol kepada
masyarakat. Penanda itu antara lain terletak pada Pasal 15 dan Pasal 17
Undang-Undang No.40 Tahun 1999.8 Kebebasan pers yang professional
memahami kebebasan pers sebagai satu konsekuensi logis dari Hak Asasi
Manusia yang tidak boleh dibatasi. Sementara pers yang bebas dan
bertanggungjawab memandang kebebasan sebagai sesuatu yang harus
diatur (dibatasi) dengan asumsi untuk kesatuan dan persatuan bangsa. Pada
dalam hal Hak Asasi Manusia siapa pun termasuk negara tidak
mempunyai kewenangan untuk membatasinya.9 Keadaan pers Indonesia
dimasa era reformasi saat ini adalah gambaran dari a liberal-pluralis or
marked model, dimana isu-isu yang diliput oleh pers semakin beragam.10
Banyak bermunculan penerbitan baru baik dalam bentuk tabloid, majalah,
surat kabar. Dari politik, ekonomi sampai yang berbau pornografi.
Kualitas penerbitannyapun beragam.

B. Pengertian Pers
Istilah pers atau press berasal dari istilah latin Pressus artinya
adalah tekanan, tertekan, terhimpit, padat. (Ensiklopedi politik 4). Pers
dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang mempunyai
arti sama dengan bahasa inggris “press”, sebagai sebutan untuk alat
cetak.Keberadaan pers dari terjemahan istilah ini pada umumnya adalah
sebagai media penghimpit atau penekan dalam masyarakat. Makna lebih
tegasnya adalah dalam fungsinya sebagai kontrol sosial.12 Pengertian pers
itu dibedakan dalam dua arti. Pers dalam arti luas, adalah media tercetak
atau elektronik yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, pendapat,
usulan dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Laporan yang
dimaksud adalah setelah melalui proses mulai dari pengumpulan bahan
sampai dengan penyiarannya. Dalam pengertian sempit atau terbatas, pers
adalah media tercetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan,
majalah dan buletin, sedangkan media elektronik, meliputi radio, film dan
televisi. Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, yang
dimaksud dengan pers ialah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi: mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya, dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam kamus
lengkap bahasa Indonesia kata pers didefenisikan sebagai, usaha
percetakan dan penerbitan; orang yang bergerak dalam penyiaran berita;
wartawan; penyiaran berita melalui Koran, majalah, televise, radio, dsb.
Sedangkan definisi pers menurut beberapa ahli sebagai berikut:
1. Rifhi Siddiq, Pers adalah sebuah alat komunikasi massal yang
mempunyai fungsi mengumpulkan dan mempublikasikan informasi yang
terjadi dan merupakan sebuah lembaga yang berpengaruh dan menjadi
bagian integral dari masyarakat.
2. R. Eep Saefulloh Fatah, Pers merupakan pilar keempat demokrasi (the
fourth estate of democracy) dan mempunyai peranan penting dalam
membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah.

C. Karakteristik Pers
1. Periodesitas
Periodesitas artinya pers harus menerbitkan media secara teratur,
periodik, misalnya setiap hari, seminggu sekali, dua minggu sekali,
satu bulan sekali, atau tiga bulan sekali. Pers yang terbit setiap hari pun
harus tetap konsisten dengan pilihannya, apakah terbit setiap hari atau
pada sore hari. Sekali pagi hari seterusnya harus pagi hari. Begitu juga
sebaliknya, sekali sore hari, seterusnya harus sore hari.
2. Publisitas
Publisitas artinya produk pers ditujukan kepada publik atau
khalayak sasaran umum yang sangat heterogen secara geografis dan
psikogafis. Geografis menunjukan pada administrasi kependudukan,
seperti jenis kelamin, kelompok usia, suku bangsa, agama, tingkat
pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan atau profesi,
perolehan dan pendapatan.Psikografis menunjukan pada karakter, sifat
kepribadian, kebiasaan, adat istiadat, sebagai contoh orang kota rata –
rata memiliki tingkat mobilitas sangat tinggi di bandingkan dengan rata
– rata orang desa.

3. Aktualitas
Aktualitas berarti informasi apa pun yang di suguhkan media pers
harus mengandung unsur kebaruan, menunjukan kepada peristiwa
yang benar-benar baru terjadi atau yang sedang terjadi.

Secara etimologis, aktualitas (actuality) mengandung arti “kini”


dan “keadaan sebenarnya”. Secara teknis jurnalistik, aktualitas
mengandung tiga dimensi : kalender, waktu, masalah. Kalender berarti
merujuk kepada berbagai peristiwa yang sudah tercantum atau
terjadwal dalam kalender, baik pada kalender yang umum Masehi
yang memuat penanggalan dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember
maupun kalender khusus seperti kalender akademik, kalender
pemerintahan, kalender ormas, atau kalender sosial budaya dan
pariwisata.Waktu berkaitan dengan peristiwa yang baru terjadi atau
sesaat lagi akan terjadi (news is timely). Bom meledak, kerusuhan di
suatu kota, banjir bandang, tanah longsor, dan beberapa contoh dari
aktualitas waktu. Aktualitas masalah berhubungan dengan peristiwa
yang dilihat dari topiknya, sifatnya, dimensi dan dampaknya, serta
karakteristiknya. Aktualitas masalah mencerminkan fenomena yang
senantiasa mengandung unsur kebaruan, seperti hak asasi manusia,
kolusi korupsi nepotisme, atau , masalah-masalah kemasyarakatan dan
kebangsaan yang belum selesai seperti demokrasi, penegakan hukum,
keadilan, pemerataan pendapatan.

4. Universalitas
Universalitas berkaitan dengan kesemestaan pers dilihat dari
sumbernya dan dari keanekaragaman materi isinya. Dilihat dari
sumbernya, berbagai peristiwa yang dilaporkan pers berasal dari empat
penjuru mata angin dan beragam topik atau tema.

Dilihat dari materi isinya, sajian pers terdiri atas aneka macam
yang mencangkup tiga kelompok besar, yakni kelompok berita (news),
kelompok opini (views), dan kelompok iklan (advertising).
5. Objektivitas
Objektivitas merupakan nilai etika dan moral yang harus di pegang
teguh oleh pers atau media dalam menjalankan profesi jurnalistik.
Setiap berita yang disuguhkan itu harus dapat di percaya dan menarik
perhatian pembaca, tidak mengganggu perasaan dan pendapat mereka.
Pers yang baik harus dapat menyajikan hal-hal yang faktual apa
adanya sehingga kebenaran isi berita yang di sampaikan tidak
menimbulkan tanda tanya.

D. Fungsi Pers
1. Fungsi Pers sebagai Media Informasi
Salah satu fungsi pers yang paling penting adalah sebagai media
informasi. Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui informasi
mengenai berbagai hal, seperti informasi ekonomi, politik, hobi, dan
berbagai bidang lainnya.
Di samping itu, pers juga memiliki tanggung jawab dalam
menyebarkan beragam informasi untuk mendukung kemajuan masyarakat.
Oleh karena itu, pers juga berperan penting dalam proses pembangunan
yang tengah dilakukan setiap warga negara.

2. Fungsi Pers sebagai media pendidikan

Dalam perkembangannya, pers juga turut andil dalam memajukan


pendidikan di Indonesia. Sebagai media pendidikan, pers berperan penting
dalam pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan hidup manusia.
Informasi yang telah disebarluaskan melalui media tentunya
berfungsi untuk mendidik, mencerdaskan, dan dapat mendorong seseorang
untuk berbuat kebaikan.

3. Fungsi Pers sebagai Media Hiburan

Menurut UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 3 Ayat 1, dikatakan bahwa


salah satu fungsi pers adalah sebagai media hiburan.
Adapun bentuk hiburan yang disajikan oleh pers tetap pada aturan
yang berlaku, di mana hiburan harus tetap mendidik dan tidak melanggar
nilai moral, HAM, agama, dan peraturan lain yang tidak diperbolehkan.

4. Fungsi Pers sebagai media kontrol sosial

Fungsi pers berikutnya ialah untuk mengontrol, mengoreksi,


mengkritik sesuatu yang bersifat konstruktif atau tidak membangun.
Dalam pelaksanaannya, pers juga berfungsi untuk mengawasi jalannya
birokrasi, sehingga dapat mencegah terjadinya penyelewengan, seperti
Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), dan berbagai penyimpangan lainnya.
6. Fungsi Pers Sebagai Lembaga Ekonomi
Selain sebagai media hiburan dan kontrol masyarakat, pers juga
merupakan lembaga ekonomi. Di mana media massa tidak hanya bertujuan
untuk menghidupi penerbit media massa sendiri, tetapi dituntut mampu
membantu atau menyerap lapangan pekerjaan.

Sehingga pers diharapkan dapat berorientasi kepada kepentingan


publik daripada kepentingan bisnis

E. Tipologi Pers
Menurut Djen Amar (1984:31-32), kualitas pers dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar. Penjelasannya adalah
sebagai berikut:
1. Pers Berkualitas
Penerbitan pers berkualitas memilih cara penyajian yang etis,
moralis, intelektual. Pers berkualitas benar-benar dikelola secara
konseptual dan profesional walaupun orientasi bisnisnya tetap komersial.
Dalam pers jenis ini serius dalam segala hal dengan mengutamakan
pendekatan rasional institusional. Materi laporan, ulasan, dan tulisan pers
berkualitas termasuk berat. Sangat dihindari pola dan penyajian
pemberitaan yang bersifat emosional frontal.
Selain itu, pers jenis ini sangat meyakini pendapat kualitas, dan
kredibilitas media hanya bisa diraih melalui pendekatan profesionalisme
secara total. Penerbitan pers berkualitas, ditujukan untuk masyarakat kelas
menengah atas.

2. Pers Populer

Pada penerbitan pers populer memilih cara penyajian yang sesuai


dengan selera zaman. Cepat berubah-ubah, sederhana, tegas-lugas, enak
dipandang, mudah dibaca, kaya warna, dan sangat kompromistis dengan
tuntutan pasar. Selain itu, pers jenis ini menyukai pilihan kata, ungkapan,
idiom, atau judul yang diambil dari dan sedang populer dalam masyarakat.
Kemudian, pers populer sangat menekankan nilai serta kepentingan
komersial.
Materi laporan, tulisan, dan ulasan pers populer umumnya ringan.
Biasanya, pers populer lebih banyak dimaksudkan untuk memberikan
informasi dan rekreasi (hiburan). Sasaran pembaca pers populer adalah
kalangan menengah-bawah. Baik dilihat dari sisi status sosial maupun
diteropong dari kacamata strata intelektual.

3. Pers Kuning

Disebut pers kuning, karena penyajian pers jenis ini banyak


mengeksploitasi warna. Segala macam warna ditampilkan untuk
mengundang perhatian. Penataan judul sering tak beraturan, tumpang-
tindih. Bagi pers kuning, kaidah baku jurnalistik tak diperlukan. Berita tak
harus berpijak pada fakta, tetapi bisa saja didasari ilusi, imajinasi, dan
fantasi.
Sementara itu, pers kuning menggunakan pendekatan jurnalistik
SCC. Singkatan dari sex, conflict, crime (seks, konflik, kriminal). Berita,
laporan, atau tulisan sekitar seks, konflik dan kriminal, selalu
mendominasi pers kuning pada setiap edisi terbitan.
Di Dalam bahasa kalangan budayawan, pers kuning lebih banyak
mengangkat persoalan dan gambar berselera rendah. Selain itu, pers
kuning tak bisa dipercaya karena opini dan fakta sering disatukan,
dibaurkan, dikaburkan, bahkan diputarbalikkan. Karena pers kuning lebih
banyak ditujukan kepada masyarakat pembaca kelas bawah.

F. Wilayah Sirkulasi Pers


Bedasarkan buku Jurnalistik Indonesia (2017). Jenis dan wilayah
sirkulasi, segmentasi pasarnya, pers dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok.

1. Pers Komunitas

Dalam hal ini, pers komunitas memiliki jangkauan wilayah


sirkulasi yang sangat terbatas. Biasanya hanya mencakup satu atau
beberapa desa dalam satu kecamatan. Kebijakan pemberitaan pers
komunitas lebih banyak diarahkan untuk mengangkat berbagai potensi dan
masalah aktual di desa atau kecamatan setempat.
Pers komunitas bisa juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
khalayak pembaca yang berada dalam lingkungan suatu organisasi,
instansi, perusahaan. Baik swasta maupun pemerintah. Misalnya pers
kampus, bisa disebut sebagai pers komunitas.
fungsi koreksi disentuh juga, hanya dilakukan secara sangat hati-
hati. Begitu pula dengan fungsi rekreasi.Lebih banyak dipengaruhi
pertimbangan keanekaragaman materi isi media daripada agenda
pemuasan kebutuhan khalayak pembaca. Mereka tidak mau merusak
harmoni. Dalam kerangka ini, jalinan komunikasi dan interaksi di antara
warga selalu dijadikan kata kunci.

2. Pers Lokal
Dalam hal ini, pers lokal hanya beredar di sebuah kota dan
sekitarnya. Salah satu ciri pers lokal ialah 80 persen isinya didominasi oleh
berita, laporan, tulisan, dan sajian gambar bernuansa lokal.
Motivasi dan ambisi pers lokal adalah menjadi “raja” di kotanya
sendiri. pers lokal bisa disebut sebagai kamus dan cermin berjalan sebuah
kota karena apa pun peristiwa dan fenomena tentang kota tersebut, pasti
dijumpai di dalamnya. Sebagai contoh, mulai dari nomor-nomor telepon
penting sampai dengan tempat-tempat barang loakan termasuk buku-buku
tua, dapat dijumpai dengan mudah pada halaman-halaman media pers
lokal.
Pers lokal bisa juga disebut sebagai buku harian berwarna sebuah
kota. Di Indonesia, pers lokal dewasa ini tumbuh bagai jamur di musim
hujan. Kecenderungan demikian merupakan dampak positif dari reformasi
dan era otonomi daerah. Benar kata teori politik, pers hanya akan tumbuh
subur di atas tanah yang dipupuk dengan sistem politik, demokratis.

3. Pers Regional

Merupakan pers yang berkedudukan di ibu kota provinsi. Wilayah


sirkulasinya meliputi seluruh kota yang terdapat dalam suatu provinsi
tersebut. Sejak 19 ketika era reformasi mulai digulirkan, pers regional
menghadapi tantangan sangat berat dan persaingan sangat tajam.
Dengan tumbuh menjamurnya pers komunitas dan pers lokal di
tiap-tiap kota. Kemudian, pers regional tidak lagi menjadi pemain tunggal
seperti dalam era Orde Baru.
Kebijakan redaksional pemberitaan pers-pers lokal dan pers
komunitas. Ternyata banyak diarahkan untuk melemahkan kalau tidak
disebut mematikan, pers regional yang selama tiga dasawarsa sebelumnya
malang-melintang menjadi raja pers di provinsi setempat.
Jadi, pers regional dalam beberapa hal berbeda tajam dengan pers
nasional. Ketika pada pers nasional isu-isu primordial, isu-isu etnis, atau
sekat-sekat geografis sudah dianggap tidak relevan lagi. Justru pada pers
regional persoalan seperti itu diangkat layaknya primadona. Artinya,
mereka tak mau tercerabut dari akar sosial ekonomi dan budaya wilayah
provinsinya.

4. Pers Nasional

Merupakan pers yang lebih banyak berkedudukan di ibu kota


negara. Wilayah sirkulasinya meliputi seluruh provinsi, atau setidak-
tidaknya sebagian besar provinsi yang berada dalam jangkauan sirkulasi.
Melalui transportasi udara, darat, sungai, dan laut. Untuk memenuhi
tuntutan distribusi dan sirkulasi, pers nasional lebih banyak
mengembangkan teknologi sistem cetak jarak jauh.
Kebijakan redaksional pers nasional lebih banyak menekankan
kepada masalah, isu, aspirasi, tuntutan, dan kepentingan nasional. Secara
keseluruhan tanpa memandang sekat-sekat geografis atau ikatan
primordial seperti agama, budaya, dan suku bangsa. Sebagai contoh,
konflik Aceh, kerusuhan Ambon, isu-isu penegakan hukum,
demokratisasi, hak asasi manusia, keadilan dan kesejahteraan. Senantiasa
menjadi sorotan pers nasional. Isu-isu semacam itu bahkan tidak hanya
berlaku secara nasional tetapi juga menjangkau wilayah serta kepentingan
masyarakat global secara universal.

5. Pers Internasional

Hadir di sejumlah negara dengan menggunakan teknologi sistem


cetak jarak jauh dengan pola pengembangan zona atau wilayah. Sebagai
contoh, kita di Indonesia membaca majalah Times, Newsweek atau surat
kabar harian International Herald Tribune edisi Asia.
Sementara warga Inggris menikmati Times atau International
Herald Tribune edisi Eropa. Cover story (cerita sampul) tentang presiden
kita, misalnya, tidak akan ditemukan untuk Times edisi Eropa. Karena di
sana presiden kita, menurut perspektif berita, tidak laku dijual. Boleh jadi,
cover story edisi Eropa justru mengangkat temuan terbaru sekitar misteri
kematian Puteri Diana.
Wilayah sirkulasi pers internasional lebih banyak terpusat di ibu
kota negara dan beberapa kota besar negara setempat. Masuk dalam satelit
pengaruhnya, baik secara politis maupun secara industri dan bisnis. Surat
kabar International Herald Tribune misalnya, hanya beredar di lingkungan
terbatas di Batam, Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Surat kabar ini dicetak
dengan menggunakan sistem cetak jarak jauh di salah satu percetakan
terkemuka di Jakarta.

G. Pilar Utama pers


Berikut merupakan pemaparan mendetail mengenai tiga pilar
penyangga pers yang ada di Indonesia.
1. Idealisme
Apabila penyelenggaraan dari pers ini telah disesuaikan dengan
etika beserta dengan norma yang berlaku, akan lebih mempermudah
peranan pers dalam menegakkan keadilan. Adapun beberapa peranan
dari pers yang berpegang teguh pada pemahaman idealism ini.
Memenuhi keseluruhan dari hak masyarakat yang berhubungan dengan
keingintahuannya. Menegakkan nilai nilai dasar demokrasi dan hak
asasi manusia berserta dengan penghormatan terhadap kebinekaan.
Mengembangkan berbagai pendapat umum yang berkaitan dengan
informasi yang tepat, akurat dan benar. Melakukan pengawasan
terhadap berbagai kritik, koreksi dan saran terhadap hal hal yang
berkaitan erat dengan kepentingan umum. Memperjuangkan keadilan
dan kebenaran. Tidak hanya itu saja, pers dalam hal ini dibentuk
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

2. Komersialisme

Dalam hal ini, pers harus memiliki kekuatan dan keseimbangan


dalam pelaksanaannya. Kekuatan tersebut bertujuan untuk mencapai
cita cita dan tujuan dari pers sendiri. Sedangkan keseimbangan dalam
hal ini ditujukan untuk dapat mempertahankan nilai nilai profesi yang
telah diyakini.
Agar sebuah pers mendapatkan kekuatan, maka pelaksanaan dari
pers harus berorientasi terahdap kepentingan komersialnya. Hal
tersebut telah ditegaskan secara mendetail pada pasal 3 ayat (2) UU
No. 40 Tahun 1999 yang membahas mengenai pers nasional.Dalam hal
ini pers juga dapat berfungsi sebagai salah satu lembaga ekonomi yang
dalam pelaksanaannya pers harus dapat dijalankan dengan
menggunakan berbagai pendekatan kaidah perekonomian yang sesuai
dengan efisiensi dan efektivitasnya.

3. Profesionalisme

Profesionalisme merupakan suatu paham yang berhubungan


dengan nilai dari suatu keahlian yang professional, tentunya yang
berkaitan dengan kemampuan pribadi yang dimiliki pada umumnya.
Profesionalitas merupakan modal utama yang harus dimiliki oleh
setiap individu untuk dapat mencapai sebuah keberhasilan. Seorang
individu dapat dikatakan bersikap professional apabila ia memenuhi
ciri ciri atau karakteristik seperti berikut. Memiliki keahlian tertentu
yang diperoleh dari berbagai penemapaan pengalaman, pelatihan, atau
pendidikan khusus yang sudah ahli dibidangnya. Mendapatkan gaji,
honorarium ataupun imbalan materi yang layak dan sesuai dengan
tingkat keahlian, pendidikan, dan juga pengalaman yang telah
diperoleh. Keseluruhan sikap, perilaku dan aktivitas pekerjaan yang
telah dipagari dan dipengaruhi oleh keterikatan dirinya secara moral
dan etika terhadap kode etik profesi.
Secara sukarela bersedia untuk dapat bergabung dalam salah satu
organisasi profesi yang sesuai dengan bidang dan keahlian yang
dimiliki. Memiliki kecintaan dan dedikasi yang tinggi terhadap bidang
pekerjaan yang telah lama ditekuninya. Profesionalisme harus
dibarengi dengan penguasaan ketrampilan ataupun keahlian tertentu.

H. Manajemen Pers
Keempat komponen manajemen pers menjadi prinsip dasar untuk
membangun bisnis di bidang pers atau media massa. Berikut penjelasan
dari masing-masing komponen tersebut:
1. Perencanaan
Dalam perencanaan mencakup persiapan sumber daya manusia
berserta sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pers. Perencanaan
membahas hal-hal yang terkait dengan strategi dan bagaimana perusahaan
pers akan membuat, menjual dan mendistribusikan produknya.
2. Pengorganisasian
Pada komponen ini menyangkut struktur organisasi dalam pers
seperti redaksi, tata usaha/ pemasaran dan produksi/ percetakan. Ketiga hal
tersebut merupakan unsur dasar yang harus ada dalam sebuah bisnis pers.
Setiap bagian memiliki job description yang berbeda dan bertanggung
jawab terhadap tugas masing-masing.
3. Pelaksanaan
Segala perencanaan dan strategi yang sudah dibuat, kemudian
diimplementasikan atau dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku
di perusahaan pers. Pada tahap ini sangat menentukan keberhasilan bisnis
pers termasuk bagaiman pers dapat diterima di masyarakat.
4. Pengendalian
Dengan adanya UU yang memuat tentang kebebasan pers, tidak
berarti bisnis pers yang Anda jalankan bisa sepenuhnya bebas. Adanya
unsur pengendalian di dalam bisnis pers yang Anda kembangkan akan
membantu mempertahankan bisnis tersebut.
Media massa yang baik adalah media massa yang dapat diterima
masyarakat dan tidak mengganggu keamanan nasional, apalagi
mengandung konten-konten yang menyebabkan perpecahan di tengah
masyarakat.

I. Teori Pers
Menurut Siebert, Peterson dan Scharmm dalam bukunya “Four
Theories of the Press”, ada 4 macam teori pers, yakni Otoriter, Liberal,
Komunis, dan Memiliki Tanggungjawab Sosial.
1. Teori Pers Otoriter (Authoritarian Theory)
Teori pers yang pertama adalah teori pers otoriter atau teori
otoritarian. Menurut teori ini pers mempunyai tugas untuk mendukung dan
membantu politik pemerintah yang berkuasa untuk mengabdi kepada
negara.
Pada teori pers seperti ini, pers tidak boleh mengkritik alat alat
negara dan penguasa. Ditambah lagi pers jenis ini berada di bawah
pengawasan dan kontrol pemerintah. Itu artinya rakyat tidak memiliki hak
penuh dalam mengaspirasikan pendapatnya, ia tidak bisa memberikan
opininya melalui pers. Bila diketahui pemerintah, mungkin akan diciduk
dan dihukum oleh pemeritntah. Teori ini tumbuh pada abad ke-15 hingga
16 saat mesin cetak diciptakan oleh Johannes Gutenberg pada tahun 1454
dan masa itu kebanyakan negara otoriter .
2. Teori Pers Bebas (Libertarian Theory)
Teori pers yang kedua adalah teori pers liberal. Teori jenis ini
memiliki tujuan untuk melakukan pengawasan terhdap kinerja yang
dilakukan oleh pemerintah. Liberal dikenal dengan kebebasannya, namun
sebebas bebasnya pers dalam negara yang menganut demokrasi liberal,
pers tidak leluasa untuk “menfitnah”, menyiarkan tulisan cabul ataupun
untuk menghasut. Pers liberal beranggapan bahwa pers itu harus
mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya, hal ini bertujuan untuk
membantu manusia dalam mencari kebenaran. Kebebasan pers dengan
demikian dapat menjadi ukuran atas kebebasan yang dimiliki oleh
manusia.
Teori ini muncul pada abad ke-17 dan 18 yang disebabkan
berkembangnya kebebasan politik, agama dan ekonomi kala itu. Teori ini
menekankan pada kemerdekaan dan kebebasan individu, dan menghargai
rasionalisme serta memandang manusia sebagai makhluk rasional.

3. Teori pers komunis (Marxis)

Teori pers yang ketiga adalah teori per komunis atau marxis. Teori
pers yang satu ini mulai berkembang sejak awal abad ke-20, sebagai akibat
dari sistem komunis uni soviet. Media massa pada pers teori ini berperan
sebagai alat pemerintah (partai) dan bagian integral dari negara, dan media
massa mau tidak mau harus tunduk kepada pemerintah. Teori ini disebut
juga dengan pers “totaliter soviet” atau teori pers komunis soviet.
Teori Pers Komunis Soviet ini tumbuh di Rusia, dua tahun setelah
revolusi Oktober 1917 dan teori ini berakar pada teori pers otoriter atau
penguasa (Authoritarian Theori) .
Pers Komunis, menuntut agar pers melakukan yang terbaik bagi
pemerintah dan partai politik, sedangkan apabila sebaliknya dianggap
sebagai bentuk perlawanan atau “immoral”. Pers dijadikan sebagai alat
indoktrinasi massa oleh partai.

4. Teori pers tanggung jawab sosial (Social Responsibility).

Teori pers yang ke-empat adalah teori pers tanggung jawab sosial.
Pada teori ini pers adalah forum yang dijadikan sebagai tempat untuk
memusyawarahkan berbagai masalah dalam rangka tanggung jawab
terhadap masyarakat/orang banyak (sosial).
Teori ini muncul sekitar awal abad ke-20, teori ini muncul setelah
adanya protes terhadap kebebasan yang mutlak dari terori liberal. Teori
liberal memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya, sehingga terjadi
kemerosotan moral pada masyarakat.
Teori tanggung jawab sosial berasumsi bahwa media massa
khususnya televisi dan radio merupakan frekuensi milik publik. Jadi,
apabila media massa dijadikan kendaraan politik suatu partai atau orang
maka sudah melanggar aturan dan norma-norma yang berlaku
dimasyarakat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pengertian luas pers mencangkup semua media komunikasi massa,


seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi melancarkan atau menyebarkan
informasi, berita, gagasan, pikiran atau perasaaan seseorang dan sekelompok
orang kepada orang lain. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan
produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan seperti surat kabar
harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan, dan sebagainya yang
dikenal sebagai media cetak. Sementara itu, dalam kajian ini yang akan
dibahas adalah mengenai pers dalam artian sempit, yang hanya mencangkup
surat kabar harian.

Sejarah Pers : 1. Pers Komunitas


1. Masa Perjuangan 2. Pers Lokal
2. Masa Perjuangan 3. Pers Regional
3. Masa Orde baru 4. Pers Nasional
4. Masa Reformasi 5. Pers Internasional
Karakteristik Pers : Pilar Utama Pers
1. Periodesitas 1. Idealisme
2. Publisitas 2. Komersialisme
3. Aktualitas 3. Prefesionalisme
4. Universalitas
5. Objektivitas Manajemen Pers
Fungsi Pers: 1. Perencanaan
1. Sebagai media informasi 2. Pengorganisasian
2. Sebagai media pendidikan 3. Pelaksanaan
3. Sebaga media hiburan Teori Pers
4. Sebagai media kontrol sosial 1. Teori Pers Otoriter
5. Sebagai lembaga ekonomi 2. Teori Pers Bebas
Tipologi Pers: 3. Teori Pers Komunitas
1. Pers Berkualitas 4. Teori Pers Tanggung Jawab
2. Pers Populer Sosial
3. Pers Kuning
Wilayah Sirkulasi Pers

DAFTAR PUSTAKA
Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2016. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Anda mungkin juga menyukai